Yuri menatap bayi mungil yg sedang terlelap dalam boksnya, ia tersenyum sekilas lalu beranjak keluar. Menemui seorang wanita yg usianya tak bedah jauh dengannya.
“Raon-ssi, tolong jaga Hayeon, aku pergi dulu,” Ujar Yuri.
“Ye, samunim.”
Yuri memakai sepatu hak kuning setinggi 5 cm itu dan menuju parkiran. Yuri tidak pindah rumah, ia masih tinggal di apartmen sederhana di Gangnam, dengan seorang pembantu.
Dia menamai putrinya Han Hayeon, karena sudah terbukti kalau itu bukan anak Hwan. Tentu saja tidak bisa memakai marga “Lee.”
Ia mengemudikan mobil sedannya menuju sebuah tempat. Dengan kaca mata hitam dan rambut gerai.
“Nomor 1656 !.”
Yuri melepas kacamata hitamnya dan menatap pria berambut Panjang yg duduk di hadapannya, meski terhalang kaca.
“”Eoh, tunggu, perutmu ?, kau sudah melahirkan ?,” Tanya Jin Goo sambil setengah berdiri.
Yuri tersenyum tipis.
Ji Eun menaikkan selimut putranya dan melihatnya sekali lagi.“Ah, dia benar-benar sudah tidur,” Gumamnya pelan sekali.Ji Eun melangkah keluar sambil berjingkat dan segera menutup pintu.“Sudah tidur ?”“Aih, ya !,” Ji Eun memukul dada Hwan karena terkejut.Hwan meringis, “Maaf, ayo kita tidur juga,” Ujarnya sambil berbisik.Kedua manusia itu menuju ke kamar mereka dan segera berbaring.“Chagi.., aku mau tanya sesuatu,” Ujar Ji Eun tiba – tiba.“Katakan.”Ji Eun memiringkan tubuhnya dan menatap Hwan, “Lihat aku,” Ujarnya.Hwan meletakkan ponselnya di sisi ranjang dan menatap istri cantiknya.“Apa kau merindukan Yoona ?.”Hwan terdiam sejenak, ia memalingkan wajah dan menarik selimut.“Kau sudah terlalu lelah hari ini, ayo tidur,” Ujarnya.“Eoh, baiklah kalau kau tidak
Ahjumma menahan tubuh Jae Hee yg terus berusaha menghajar Hwan.“Hentikan Jae Hee-ya !,” Jerit Ahjumma.Sementara Jae Hee mengusap darah yg keluar dari ujung bibirnya.“Kau sudah melewati batas Daepyonim, anio, Lee Hwan-ssi !!, kau mau aku menghubungi kakak samunim dan membawanya pergi ?,” Ancam Jae Hee.Hwan berdiri dan merapikan kemejanya.“Jae Hee-ssi, kenapa kau selalu ikut campur urusanku dengan Ji Eun ?,” Hwan balik bertanya.“Wae ?, kau tanya kenapa ?,” Jae Hee tersenyum kecut.“Dia noonaku.”“Noona apa ?, kau hanya…”“NOONAKU !, aku tidak peduli meski aku bukan saudara kandungnya, samunim adalah orang yg membantuku bertahan hidup dan melindungiku !,” Jawab Jae Hee.“Lalu ?.”“Kau tidak ingat waktu – waktu yg kau habiskan dengan manis bersamanya ?, kau masih belum sadar dia benar-benar m
Wanita berusia 55 tahun itu membuka tirai kamarnya. Cahaya matahari yg hangat masuk menyinari kamarnya, musim gugur akan segera berakhir dan musim dingin agak segera datang. Ia beranjak keluar dan membuka pintu kamar di sebelahnya.“Ji Eun-ah..,” Ia mengitarkan pandangannya dengan panik karena tidak melihat wanita muda itu di kasur.“OMO !.”Ia berlari menghampiri Ji Eun yg tergeletak di lantai.“OMO !,” Ia kembali berteriak ketika merasakan tubuh Ji Eun begitu panas, ia langsung menelpon Jae Hee.“Jae Hee-ya cepat kemari !, tubuh Ji Eun panas sekali !, siapkan mobil !.”Jae Hee yg baru saja berpakaian langsung berlari ke kamar Ji Eun dan melihat orang yg ia sayangi itu terbaring tak berdaya dengan wajah begitu pucat. Tanpa bicara sepatah katapun, ia langsung menggendong tubuh Ji Eun yg terasa jauh lebih ringan dibanding terakhir kali ia menggendongnya.“Noona, bertahanlah,”
Jae Kyung memberikan painkiller dalam bentuk injeksi karena Ji Eun sudah berada di stadium akhir dan rasa sakit yg ia rasakan luar biasa.Ia hampir melampaui batas rasa sakit normal yg bisa ditahan oleh manusia.Untuk saat ini Ji Eun tidak menyetujui kemoterapi, meski masih ada sedikit waktu untuk membujuknya agar mau menjalani kemoterapi.Setelah tiga hari di RS, akhirnya Ji Eun pulang. Sore ini, ia mampir untuk membelikan toast kesukaan Ji Hwan, ia sangat merindukan putra semata wayangnya itu.Ia bisa melihat Ji Hwan berdiri di depan rumah dengan So Dam, pipi gembulnya bergoyang ketika ia berjalan kesana kemari. Persis seperti orangtua yg sedang menunggu anaknya, padahal keadaannya saat ini kebalikannya.Ji Hwan sedang menunggu orangtuanya.Ji Eun turun dari mobil sambil menahan tawa melihat Ji Hwan yg berhenti dan langsung menatapnya sambil mengerutkan alis.“Eomma !.”“Ye, deoryonim (tuan muda) !,&rd
Ji Eun terbangun dengan badan yang terasa lebih ringan. Ia ingat apa yang terjadi terakhir kali sebelum ia terpejam.Ia pingsan di taman karena kesakitan.Choi Ji Eun meraih gelas berisi air putih dan meminumnya. Sepert biasa, ia menghirup udara pagi yang segar setelah membuka jendela kamarnya.“Ah, bukankah hari ini hari minggu ?,” Gumamnya.Ia tersenyum ketika sebuah ide muncul di otaknya.Ia langsung pergi mandi dan membersihkan tubuhnya.“Eomma…”“Eoh, ne ?.”Ji Eun keluar dari bathub dan memakai handuknya, lalu membuka pintu. Rupanya putra tampannya ini baru bangun.“Eoh, kau sudah bangun ?, mau mandi dengan eomma ?,” Tanya Ji Eun.Ji Hwan mengangguk sambil menggosok matanya.“Kalau begitu ayo masuk.”Ji Eun melepaskan pakaian Ji Hwan, lalu memasukkannya kedalam bathub yang ia ganti airnya.“Eomma aku suka bau ini, a
“Kenapa ?, apa semakin menyakitkan rasanya ?,” Tanya Jae Hee khawatir.“Ani, aku harus bertemu Jae Kyung,” Ujar Ji Eun.“Ah, noona kenapa !.”“Park Jae Hee, antar saja aku,” Ujar Ji Eun tegas.“Ne.”Jae Hee terus melirik ke kaca spion mobilnya sepanjang perjalanan, memastikan Ji Eun baik – baik saja.Sementara Jae Kyung yang sudah menunggu juga dibuat khawatir, bagaimana kondisi Ji Eun ?, apa semakin parah ?.“Eoh, kau datang !,” Sambut Jae Kyung.Ji Eun tersenyum dan duduk di kursi, “Aku, aku perlu menanyakan sesuatu,” Ujar Ji Eun.“Apa semakin sakit ?,” Tanya Jae Kyung khawatir.“Ah bukan begitu. Apa menurutmu aku masih memiliki harapan kalau aku mau menjalani kemotherapi ?,” Tanya Ji Eun.Mata Jae Kyung membulat.“Kau, kau mau melakukan kemotherapi ?,” Tanya Jae Kyung sambi
“Benarkah ?.”“Ne, saya akan segera mengabari lagi dan kau bisa jemput suamimu.”“Ne, kamsahamnida.”Shin Yuri, wanita yang dipanggil medusa oleh Jae Hee itu tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ia kembali memakai kacamata hitamnya dan menenteng tas mungilnya.Ia memasuki mobil merah menterengnya dan mengemudikannya menuju kantor tempatnya bekerja.“Aku bukan wanita biasa, tak masalah sedikit kegagalan. Kau akan kembali bersinar lagi Shin Yuri,” Ujar Yuri pada dirinya sendiri.Yuri mendapatkan banyak uang yg langsung ia sirkulasikan dengan hati – hati. Ia ahlinya dalam hal ini, dan dalam waktu yg singkat, sebulan, uang – uangnya mulai beranak.Ia membangun sebuah perusahaan ekspor impor yg masih cukup kecil, namun penghasilannya sudah lumayan. Ia berniat menemui Hwan siang ini sambil makan siang.Begitu sampai di kantor, Yuri disambut oleh anak buahnya yang tak lain
Yuri meletakkan bayi cantik itu di taman bermainnya.“Aigoo, kau sudah bisa merangkak tapi belum pernah bertemu ayahmu. Tunggu sebentar ya, kau akan segera bertemu appa,” Ujarnya.Sementara yang diajak bicara hanya asyik bermain dengan bonekanya.Kehidupan Yuri berubah dengan kehadiran Hayeon, ia tak pernah bisa menghabiskan wine, whisky dan vodka disaat bersamaan. Ia hanya bisa minum wine sekarang dan tidak merokok.Ia tak ingin putri kecilnya melihat kelakuan ibunya.Meski merasa sangat bahagia dan menang saat ini, Yuri tak ingin putrinya memiliki kehidupan sepertinya.Ia ingin putrinya jauh lebih bahagia daripada dirinya.Yuri meraih ponselnya yang terletak di meja setelah mendengarnya berdering.“Ne, oppa ?.”Hwan menelepon.“Kau baik – baik saja ?, bagaimana kabar Hayeon ?,” Tanya Hwan.Senyum mengembang di wajah Yuri.“Kami baik – baik saja,