Beranda / Pendekar / Arya Tumanggala / Senjata Rahasia

Share

Senjata Rahasia

Penulis: Kebo Rawis
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-13 23:35:56

BEGITU sampai di muka pondok, Wipaksa tampak tercenung sejenak. Lurah prajurit tersebut seketika menjadi bingung sendiri. Haruskah pengejaran diteruskan hingga masuk ke dalam bangunan kayu yang tengah dilamun api itu?

Tadi Wipaksa jelas-jelas melihat Ranasura masuk ke dalam pondok. Namun, dirinya merasa tak yakin untuk menyusul masuk. Bunuh diri namanya jika ia nekat masuk ke dalam pondok yang terbakar hebat begitu rupa.

Api sudah melalap habis lebih dari separuh dinding pondok. Hawa panas bahkan dapat dirasakan Wipaksa dalam jarak beberapa depa. Membuat kulitnya perih dan panas di saat yang sama. Karena itu tanpa sadar ia menyurutkan kakinya beberapa langkah ke belakang.

"Di mana dia? Lelaki keparat itu tidak mungkin terus-terusan berada di dalam pondok yang segera hangus terbakar ini. Kecuali dia mau jadi mayat gosong!" desis Wipaksa.

Meski hanya berupa gumamam, ucapan itu agaknya ditujukan pada Tumanggala dan seorang prajurit lain yang sedari tadi meng

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Arya Tumanggala   Serangan Tumanggala

    TUMANGGALA langsung mengempos kemampuan lari cepatnya. Tubuhnya melesat laksana kilat ,mendahului rekan-rekannya yang lain. Tahu-tahu saja prajurit muda itu sudah berada sangat dekat di belakang Ranasura dan anak buahnya. Mengetahui hal itu Ranasura jadi menggerendeng panjang pendek. Sekali lagi tangannya bergerak mengambil sesuatu dari balik angkin di pinggang. Kemudian tangan itu dikibaskan ke belakang, berniat melepas beberapa bilah pisau kecil beracun. Tapi belum lagi senjata rahasia mengandung racun ganas itu terlepas dari tangan Ranasura .... "Hiaaaatt!" Diiringi satu teriakan keras Tumanggala mendahului bergerak. Sekali kaki prajurit Panjalu itu mengentak tanah, tubuhnya seketika mencelat tinggi di udara. Laksana sebatang anak panah terlepas dari busur. Sembari berjumpalitan beberapa kali, tangan sang prajurit berkelebat cepat. Menyabetkan pedang di tangan ke arah Ranasura yang berada di bawahnya. Sring! Sring! Suara ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Arya Tumanggala   Ranasura Ambruk

    DISERANG dari jarak dekat begitu rupa, Tumanggala tak punya pilihan lain kecuali melakukan tangkisan. Maka pedangnya pun disabetkan ke depan, menyongsong datangnya sambaran golok besar milik Ranasura. Tranggg! Suara berdentrang keras membelah udara. Kening Tumanggala yang diperciki keringat tampak mengernyit. Prajurit tersebut merasakan sekujur tangannya, mulai dari ujung jari hingga ujung siku, bergetar hebat dan mati rasa untuk sesaat. "Sial! Begal keparat ini memiliki kemampuan di atas diriku," maki Tumanggala dalam hati. Segera saja Tumanggala teringat pada pertempuran mereka sebelumnya. Ketika itu sang prajurit Panjalu harus mengakui keunggulan Ranasura. Hanya dalam beberapa jurus pedangnya dibuat mental, dan dadanya kena tendang bertubi-tubi. Namun sang prajurit tak mau mengalami nasib serupa kali ini. Ia tak boleh kalah lagi. Ia harus memberi pembuktian pada Senopati Arya Lembana bahwa dirinya tidak bersalah. Bahwa dirinya tidak berkomp

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-16
  • Arya Tumanggala   Masuk Perangkap

    MELIHAT Ranasura terengah-engah mengatur napas, Tumanggala sunggingkan seringai. Sembari melangkah mendekati lawan, pedang di tangannya dibolang-balingkan sedemikian rupa. Sehingga menimbulkan suara berkesiuran menggidikkan bulu roma.Ranasura menggeram marah. Setelah meludah ke tanah untuk melampiaskan kekesalan, pemimpin Begal Alas Wengker itu bergerak hendak bangkit berdiri. Namun saat itu pula wajahnya mengernyit kesakitan. Gerakannya sontak berhenti."Keparat! Kenapa dadaku terasa sangat sakit sekali?" tanyanya di dalam hati. Napasnya terdengar semakin engap-engap.Rasa sesak yang dialami Ranasura bukan semata-mata akibat tendangan Tumanggala. Yang membuat keadaan gembong begal itu lebih parah adalah jantungnya berdegup lebih kencang akibat menahan kantuk.Alih-alih tidur seperti kebiasaannya, pada pagi hari itu Ranasura justru harus mengerahkan banyak tenaga untuk bertarung. Gabungan kedua hal tersebut memaksa jantungnya bekerja lebih keras da

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-17
  • Arya Tumanggala   Kembali ke Kotaraja

    TEPAT saat matahari sepenggalah, Wipaksa membawa pasukan kecilnya meninggalkan sarang begal Begal Alas Wengker. Dua pondok kayu milik para begal sudah habis, tinggal abu dan onggokan-onggokan arang menghitam yang berserakan di tanah. Sedangkan seluruh begal yang berada di tempat tersebut dihabisi oleh para prajurit Kerajaan Panjalu. Mereka sebelumnya diberi kesempatan menyerah, namun tak seorang pun yang mau ditangkap dan dibawa ke Kotaraja. Alih-alih menyerah, para begal justru terus berusaha melawan. Merek terus mencari-cari kesempatan untuk melukai bahkan membunuh para prajurit Panjalu yang mengepung mereka. Akhirnya, dengan seizin Wipaksa para begal itu pun dihabisi tanpa ampun. Beruntung sebelum dihabisi, salah seorang begal mau buka suara terkait tempat gerobak upeti disembunyikan. Wipaksa memerintahkan lima prajurit untuk mencari ke tempat yang disebutkan. Gerobak upeti tersebut benar ada di sana. "Bawa kepala Ranasura. Kau harus menunjukkannya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18
  • Arya Tumanggala   Menghadap Senopati

    TEPAT pada saat matahari senja bersiap tenggelam di balik ufuk barat, Kridapala dan pasukannya tiba di Kotaraja. Pasukan berkekuatan tiga lusin prajurit itu bergerak ke sisi utara Dahanapura. Kridapala ingin langsung menghadap Senopati Arya Lembana di kediamannya. Begitu melintasi gerbang Kotaraja, Kridapala dan Wipaksa saling pandang. Dan seolah sudah sepakat, keduanya lantas sama-sama melirik ke arah Tumanggala. Bungkusan berisi kepala Ranasura tergantung di leher kuda yang ditunggangi prajurit tersebut. "Prajurit malang. Dia tidak tahu nasib buruk apa yang tengah menyambutnya dalam beberapa saat lagi," batin Kridpala sembari menatap wajah Tumanggala diam-diam. Seulas seringai tipis terkembang di wajahnya. Usai membatin demikian, dalam benak Kridapala tahu-tahu saja kembali terbayang sesosok wajah ayu. Sontak sang bekel menghela napas panjang, sembari memejamkan kedua matanya. Mengenangkan kembali masa-masa indah yang pernah ia lalui bersama pemilik wajah a

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • Arya Tumanggala   Laporan Palsu

    GEROBAK berisi upeti yang dirampas Begal Alas Wengker merupakan milik Baginda Raja. Upeti itu dikirim oleh penguasa Wurawan sebagai tanda setia pada Panjalu. Kembali ditemukannya upeti tersebut merupakan satu hal yang bakal sangat menyenangkan hati Sang Prabu. Di pelupuk mata Arya Lembana seketika terbayang, penghargaan seperti apa yang bakal diberikan oleh Sang Prabu padanya atas keberhasilan menemukan upeti tersebut. Belum lagi berbagai macam harta benda yang akan diterimanya sebagai hadiah. Sembari terus mengulum senyum, di dalam hatinya Arya Lembana mulai menyusun cerita yang hendak ia jadikan sebagai laporan pada Sang Prabu. Pada saat itulah sang senopati tiba-tiba saja teringat pada Tumanggala. "Lalu, apa yang dilakukan oleh prajurit bernama Tumanggala itu terhadap Ranasura?" tanya Arya Lembana kemudian. Kridapala melirik ke arah Wipaksa, memberi isyarat agar lurah prajurit tersebut yang memberi jawaban. Yang diberi isyarat segera menangkap maks

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Arya Tumanggala   Kembali Dihukum

    SEMENTARA itu, Senopati Arya Lembana yang masih berdiri di tempatnya berteriak memberi perintah. Suara lelaki tersebut terdengar menggelegar bak petir di siang bolong."Panggil prajurit bernama Tumanggala itu kemari!"Dua prajurit jaga langsung membungkuk hormat dan keluar meninggalkan ruangan tersebut. Berselang beberapa saat, keduanya kembali dengan mengapit Tumanggala yang menenteng bungkusan kain berisi kepala Ranasura.Tumanggala diantar kedua prajurit jaga hingga berdiri beberapa langkah di hadapan Arya Lembana. Begitu berhadap-hadapan dengan sang senopati, prajurit tersebut menghaturkan sikap menghormat."Saya datang memenuhi panggilan, Gusti Senopati," ujarnya sembari membungkukkan badan dan menundukkan kepala.Arya Lembana tak menanggapi. Tatapan mata sang senopati tertuju pada bungkusan kain berbau anyir darah yang ditenteng Tumanggala."Apa yang kau bawa itu, Prajurit?" tanya sang senopati kemudian.Tumanggala telan ludahny

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Arya Tumanggala   Melawan

    TUMANGGALA tentu saja tak mau mengakhiri hidup di atas batu pancung. Ia sungguh tidak rela mati terhina sebagai seorang terhukum. Terlebih hukuman itu dijatuhkan untuk perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.Hukuman yang diberikan semata-mata berdasarkan syak wasangka. Entah apa alasannya Tumanggala tak mengerti. Dugaan tersebut hanya didasarkan pada prasangka, tapi sudah dianggap sebagai kebenaran oleh Senopati Arya Lembana.Tumanggala jelas tidak dapat menerima hal itu. Prajurit tersebut harus melawan. Ia harus menunjukkan bahwa dirinya benar-benar tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan padanya."Gusti Senopati, mohon ampunkan saya jika berkata lancang. Tapi saya harap Gusti berlaku bijaksana dengan tidak menjatuhkan tuduhan hanya berdasarkan prasangka," ucap Tumanggala seraya bersimpuh di hadapan Arya Lembana."Saya berani bersumpah, saya tidak berkomplot dengan gerombolan begal yang dipimpin Ranasura itu!" lanjut sang prajurit dengan suara bergetar

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23

Bab terbaru

  • Arya Tumanggala   Arya Tumanggala

    BEGITULAH kehidupan di dunia. Tak selamanya kegelapan nan muram menyungkupi. Selama bumi masih berputar, maka akan ada saatnya matahari muncul memancarkan sinar. Memberi terang pada seluruh makhluk. Malam yang gelap pun berganti menjadi siang nan benderang. Selubung hitam menghilang bersama menguapnya embun di dedaunan. Tumanggala sedang berada pada titik itu. Di mana kegetiran yang memayungi kehidupannya perlahan-lahan sirna. Dari keadaan terpuruk hampir mati, prajurit Panjalu tersebut memperoleh kejayaan yang tak disangka-sangka. "Lagi-lagi kau menanamkan jasa besar bagi kerajaan, Tumanggala. Gusti Prabu merasa sangat senang sekali persekongkolan jahat Agreswara terbongkar. Semua berkat dirimu," kata Rakryan Tumenggung pada Tumanggala sore itu. Yang diajak bicara tentu saja senang dipuji begitu. Namun ia pendam dalam-dalam kebanggaan itu. Kepalanya tetap ditundukkan dengan takzim. "Saya hanya menjalankan dharma bakti sebagai seorang prajurit Panjalu, Gusti Tumenggung. Sebagai se

  • Arya Tumanggala   Kotaraja Geger

    KOTARAJA tiba-tiba saja berubah sibuk pagi itu. Pengakuan Ganaseta membuat Arya Lembana bergerak cepat. Senopati tersebut langsung menghadap Rakryan Rangga dan Rakryan Tumenggung sekaligus.Di hadapan panglima tertinggi Kerajaan Panjalu itu, kembali Ganaseta mengulangi keterangannya. Bahwa perampokan demi perampokan yang terjadi di seantero kerajaan selama ini didalangi oleh seorang berpangkat tinggi.Pejabat itulah yang mengatur tempat-tempat mana saja yang harus dikacau dengan perampokan. Dimulai dari desa-desa yang jauh. Lalu semakin lama semakin mendekat ke Kotaraja.Tujuan akhir dari rencana itu adalah menggoyang kewibawaan Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya, raja Panjalu yang tengah bertahta.Sayang, baru sampai Katang Katang dan Lusem rencana itu agaknya harus berakhir. Bermaksud membalaskan dendam pribadinya, Tumanggala secara tak sengaja justru berhadapan dengan kelompok itu dan membongkar niat jahat mereka."Berarti benar dugaan kita. Ru

  • Arya Tumanggala   Tumanggala Menghadap

    SENOPATI Arya Lembana bergegas keluar kamar begitu diberi tahu ada telik sandi datang menghadap. Langkah kakinya diayunkan cepat-cepat menuju pendopo. Tamunya sudah menunggu di sana. Hari masih sangat pagi. Permukaan dedaunan masih berhias embun yang bening laksana kristal. Di langit, mendung kelabu nan tebal menghalangi sinar matahari. Membuat keadaan remang-remang. Telik sandi di pendopo langsung haturkan sembah hormat begitu melihat kedatangan Arya Lembana. Orangnya masih muda, berusia kisaran pertengahan dua puluhan. Badannya kukuh, tegap berisi selayaknya prajurit Panjalu lain. "Ada kabar apa?" tanya Arya Lembana setelah menerima haturan sembah. "Saya membawa kabar dari Lusem, Gusti Senopati," jawab telik sandi tersebut. "Hmm, Lusem?" Arya Lembana amat-amati telik sandi di hadapannya. Barulah sang senopati ingat kalau orang itu memang yang ditugaskan di kawasan barat Kotaraja. "Benar, Gusti," sahut si telik sandi. "Semalam terjadi

  • Arya Tumanggala   Tawaran Ganaseta

    UCAPAN anak buah Ranajaya itu membuat Tumanggala kernyitkan kening. Raut keheranan tampak jelas pada wajah prajurit Panjalu itu. Apa lagi ini? Batinnya bertanya-tanya. Tumanggala tinggalkan Ranajaya begitu saja. Ia sama sekali tak khawatir buruannya itu kabur, sebab sudah tak mampu bergerak lagi. Sang prajurit lebih tertarik pada keterangan lelaki tadi. "Jelaskan apa maksud ucapanmu!" ujar Tumanggala begitu tiba di sebelah si lelaki. Belum sempat lelaki tadi menjawab, Ranajaya sudah menghardik anak buahnya itu. "Keparat kau, Ganaseta! Apa yang akan kau katakan?" Hal ini membuat Tumanggala semakin tertarik. Dari berdiri, kini sang prajurit jongkok di sebelah lelaki yang dipanggil Ganaseta oleh Ranajaya tadi. Dalam jarak sedekat itu Tumanggala dapat melihat lebih jelas wajah orang. Seketika parasnya berubah. Wajah itu tidak asing dalam ingatannya. Rasa-rasanya pernah bertemu, tapi entah di mana. "Tunggu! Aku rasa kita pernah bert

  • Arya Tumanggala   Menghajar Ranajaya

    PERTARUNGAN satu lawan satu pun pecah. Ranajaya yang sebenarnya sudah kecut nyali berlaku nekat. Ia tak hendak menyerah begitu saja. Meski semakin lama semakin terdesak, sebisa mungkin ia ladeni serangan Tumanggala.Bisa ditebak, pertarungan itu berjalan berat sebelah. Hanya dalam tempo dua setengah jurus berselang, terlihat bagaimana Tumanggala sangat menguasai keadaan. Pukulan dan tendangannya berkali-kali mendarat di tubuh Ranajaya.Buk! Buk! Buk!Dalam satu kesempatan, Tumanggala mengirim tiga pukulan beruntun menggunakan tangan kiri. Sasaran tinju itu adalah dada Ranajaya yang sama sekali tak dapat mengelak.Tubuh lelaki bercambang bauk lebat itu tersuruk ke belakang. Terkena telaknya pukulan beruntun Tumanggala. Belum puas, sang prajurit sudah menambahkan serangan lagi. Kali ini dengan tiga tendangan berturut-turut.Des! Des! Des!"Aaaaaa!"Lagi-lagi Ranajaya tak kuasa berkelit. Hantaman tiga tendangan beruntun tersebut membuat

  • Arya Tumanggala   Unggul Jauh

    DIKEROYOK empat lawan bersenjata seperti itu tentulah bukan perkara mudah. Karenanya pada awal-awal pertarunganTumanggala agak keteteran. Namun setelah berjalan beberapa jurus, mulai terlihat bahwa dua dari empat lawannya tersebut sudah tak bertenaga.Dengan cerdik sang prajurit lantas pusatkan serangannya pada dua orang tersebut. Dua lelaki yang punggungnya terluka parah, dan telah kehilangan begitu banyak darah.Sembari berkelit menghindari tusukan dan sambaran golok Ranajaya serta satu anak buahnya yang lain, Tumanggala berhasil mengirim tendangan keras ke dua lelaki yang menjadi sasaran utamanya."Hiaaaat!"Des! Des!Dua lelaki tersebut terpekik. Dada mereka serasa sesak bukan main saat kaki Tumanggala singgah. Tubuh keduanya terjajar mundur. Baru berhenti saat punggung mereka yang sudah terluka menghantam dinding salah satu rumah penduduk.Setelah itu kedua lelaki tersebut jatuh duduk, lalu terguling-guling berselimut lumpur nan k

  • Arya Tumanggala   Tambah Lawan

    TUMANGGALA sontak batalkan niat. Pedang yang sudah teracung di atas kepala perlahan-lahan diturunkan kembali. Kepalanya berputar, memandang ke arah Ranajaya yang sudah berada tak jauh darinya."Ah, Tumanggala. Sungguh tak kusangka seorang kesatria Panjalu bisa punya pikiran serendah ini," ujar Ranajaya bermaksud mengejek."Lelaki jahanam! Kau harus mati di tanganku sebagai balasan kematian anak dan isteriku!" balas Tumanggala menggeram. Tatapan matanya berkilat-kilat.Amarah sang prajurit semakin menggelegak. Sudah sejak tadi-tadi ia ingin menghabisi Ranajaya. Namun tiga anak buah lelaki biadab itu tiba-tiba datang menghalangi."Ah, ah, kau ini sungguh lucu, Tumanggala," sahut Ranajaya, masih dengan nada mengejek. "Aku sama sekali tidak membunuh anak dan isterimu. Bagaimana mungkin kau bilang aku harus mati sebagai balasan kematian mereka?"Tumanggala kertakkan rahang. Ia hendak menanggapi ucapan lawan, namun Ranajaya sudah mendahului."Anak

  • Arya Tumanggala   Dikeroyok Perampok

    TUMANGGALA dapat menduga apa yang tengah dilakukan lawan. Tentulah lelaki yang sudah terdesak itu memanggil bala bantuan.Benar saja. Tak lama berselang muncul dua lelaki yang juga bercambang bauk lebat dari arah berlainan. Setengah berlari keduanya menuju ke arena pertarungan sembari mengacungkan golok besar di tangan masing-masing.Tumanggala mendengus. Bibirnya mengukir seringai lebar."Bagus! Cepat ke sini kalian berdua, biar sekalian aku habisi!" geram Tumanggala begitu melihat dua lawan barunya tersebut."Jangan besar mulut! Kaulah yang akan mati di tangan kami!" bentak salah satu dari dua lelaki yang baru muncul.Tanpa memperpanjang kata lagi, dua lelaki yang baru muncul sudah menyerbu ke arah Tumanggala. Dua golok besar disabetkan ke depan. Satu mengarah ke ulu hati, satunya lagi mengarah ke batang leher!"Hiaaaat!"Wuuut! Wuuut!Sambaran golok menimbulkan suara menderu. Gaungnya yang terdengar jelas membuat bulu kuduk

  • Arya Tumanggala   Pertarungan Awal

    MENDENGAR bentakan tersebut Tumanggala terkaget-kaget. Cepat sang prajurit Panjalu balikkan badan untuk melihat siapa yang berada di belakangnya. Satu tindakan seketika yang terhitung ceroboh.Rasa kaget Tumanggala kemudian bertambah-tambah. Belum sempat matanya melihat orang yang berteriak tadi dengan jelas, satu serangan deras sudah menyambut. Sebilah golok besar menyambar ke arahnya.Wuutt!Suara menderu keras terdengar bersamaan dengan datangnya sambaran golok. Tumanggala yang tak siap dengan serangan itu mengambil cara termudah untuk mempertahankan diri.Dalam satu gerak cepat pedang di tangan sang prajurit diayunkan untuk menyambut datangnya serangan. Tak lupa tenaga dalam ia kerahkan.Sriiing!Angin yang dibelah laju pedang menimbulkan suara berdesing. Cahaya kobaran api dari rumah-rumah terbakar yang jatuh di badan pedang, membuat senjata andalan Tumanggala itu terlihat berkilat-kilat.Lalu sekejap kemudian ....Trang!

DMCA.com Protection Status