Share

Laporan Palsu

Penulis: Kebo Rawis
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-21 06:30:55

GEROBAK berisi upeti yang dirampas Begal Alas Wengker merupakan milik Baginda Raja. Upeti itu dikirim oleh penguasa Wurawan sebagai tanda setia pada Panjalu. Kembali ditemukannya upeti tersebut merupakan satu hal yang bakal sangat menyenangkan hati Sang Prabu.

Di pelupuk mata Arya Lembana seketika terbayang, penghargaan seperti apa yang bakal diberikan oleh Sang Prabu padanya atas keberhasilan menemukan upeti tersebut. Belum lagi berbagai macam harta benda yang akan diterimanya sebagai hadiah.

Sembari terus mengulum senyum, di dalam hatinya Arya Lembana mulai menyusun cerita yang hendak ia jadikan sebagai laporan pada Sang Prabu. Pada saat itulah sang senopati tiba-tiba saja teringat pada Tumanggala.

"Lalu, apa yang dilakukan oleh prajurit bernama Tumanggala itu terhadap Ranasura?" tanya Arya Lembana kemudian.

Kridapala melirik ke arah Wipaksa, memberi isyarat agar lurah prajurit tersebut yang memberi jawaban. Yang diberi isyarat segera menangkap maks

Kebo Rawis

Ada istilah baru di bab ini, yakni Rakryan Rangga. Ini bukan nama orang ya, tapi merupakan jabatan dalam tata keprajuritan di masa kerajaan dahulu kala. Kalau dalam militer jaman sekarang, Rakryan Rangga kira-kira setara dengan jabatan Kepala Divisi. Jadi, pangkat seorang Rakryan Rangga setara dengan seorang Brigadir Jenderal.

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Arya Tumanggala   Kembali Dihukum

    SEMENTARA itu, Senopati Arya Lembana yang masih berdiri di tempatnya berteriak memberi perintah. Suara lelaki tersebut terdengar menggelegar bak petir di siang bolong."Panggil prajurit bernama Tumanggala itu kemari!"Dua prajurit jaga langsung membungkuk hormat dan keluar meninggalkan ruangan tersebut. Berselang beberapa saat, keduanya kembali dengan mengapit Tumanggala yang menenteng bungkusan kain berisi kepala Ranasura.Tumanggala diantar kedua prajurit jaga hingga berdiri beberapa langkah di hadapan Arya Lembana. Begitu berhadap-hadapan dengan sang senopati, prajurit tersebut menghaturkan sikap menghormat."Saya datang memenuhi panggilan, Gusti Senopati," ujarnya sembari membungkukkan badan dan menundukkan kepala.Arya Lembana tak menanggapi. Tatapan mata sang senopati tertuju pada bungkusan kain berbau anyir darah yang ditenteng Tumanggala."Apa yang kau bawa itu, Prajurit?" tanya sang senopati kemudian.Tumanggala telan ludahny

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Arya Tumanggala   Melawan

    TUMANGGALA tentu saja tak mau mengakhiri hidup di atas batu pancung. Ia sungguh tidak rela mati terhina sebagai seorang terhukum. Terlebih hukuman itu dijatuhkan untuk perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.Hukuman yang diberikan semata-mata berdasarkan syak wasangka. Entah apa alasannya Tumanggala tak mengerti. Dugaan tersebut hanya didasarkan pada prasangka, tapi sudah dianggap sebagai kebenaran oleh Senopati Arya Lembana.Tumanggala jelas tidak dapat menerima hal itu. Prajurit tersebut harus melawan. Ia harus menunjukkan bahwa dirinya benar-benar tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan padanya."Gusti Senopati, mohon ampunkan saya jika berkata lancang. Tapi saya harap Gusti berlaku bijaksana dengan tidak menjatuhkan tuduhan hanya berdasarkan prasangka," ucap Tumanggala seraya bersimpuh di hadapan Arya Lembana."Saya berani bersumpah, saya tidak berkomplot dengan gerombolan begal yang dipimpin Ranasura itu!" lanjut sang prajurit dengan suara bergetar

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-23
  • Arya Tumanggala   Memberi Pelajaran

    DUA prajurit jaga ruangan Senopati Arya Lembana cepat-cepat berusaha mengelak. Namun gerakan tersebut sudah sangat terlambat. Tendangan yang dilepas Tumanggala tahu-tahu saja sudah berada di depan mata!Tanpa ampun hantaman kaki Tumanggala pun mendarat telak di pipi kedua prajurit jaga tersebut secara bergantian. Membuat kepala mereka terpuntir seolah hendak copot dari batang leher.Pekik kesakitan terlontar dari mulut kedua prajurit jaga. Lalu mulut mereka tiba-tiba saja terasa asin. Pertanda ada darah di sana. Sementara itu tubuh keduanya terlempar ke belakang akibat begitu kerasnya tendangan yang dilepas Tumanggala.Bukk!Suara bergedebukan keras memenuhi lorong manakala tubuh kedua prajurit jaga itu jatuh terkapar tanpa daya. Sekali lagi mereka mengaduh, merasakan sakit akibat menghantam kerasnya permukaan lantai."Bedebah kurang ajar!" maki salah satu dari dua prajurit jaga tersebut seraya cepat-cepat bangkit berdiri. "Kau minta mati rupanya,

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-24
  • Arya Tumanggala   Terlalu Jauh

    TUMANGGALA menyeringai senang menyaksikan keadaan kedua lawan. Masih dengan terus mengembangkan seringai, sang prajurit Panjalu langkahkan kakinya perlahan mendekati dua prajurit jaga.Kaki Tumanggala berhenti sejarak satu setengah depa dari hadapan kedua orang tersebut. Sepasang tangannya ditekuk ke pinggang. Sementara matanya memandangi keadaan mereka yang kepayahan dengan tatapan mengejek."Tahu rasa kalian sekarang," gumam Tumanggala, masih sembari menyeringai lebar.Meski hanya berupa gumaman, tapi kedua prajurit jaga yang tengah terduduk di lantai dapat mendengar ucapan itu. Salah seorang dari mereka menggeram marah. Namun tak dapat melakukan apa-apa."Kau yang akan tahu rasa, Tumanggala. Jangan kau pikir Gusti Senopati akan diam saja saat mengetahui perbuatanmu ini," sahut prajurit jaga tersebut, seraya berusaha berdiri dengan susah payah.Ketika kemudian dapat berdiri tegak, tubuh dua prajurit jaga itu terhuyung-huyung bagaikan orang mabuk.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-25
  • Arya Tumanggala   Tahanan Bawah Tanah

    TINGGAL seujung jari lagi ujung pedang Tumanggala mengenai sasaran, tahu-tahu saja terdengar suara bentakan keras menggelegar. Diiringi munculnya kelebatan senjata yang kemudian mematahkan serangan Tumanggala. Suara berdentrang nyaring terdengar memenuhi sepanjang lorong. Mengagetkan siapa pun yang berada di sana. Tumanggala terbeliak kaget. Tangannya yang memegang pedang bergetar hebat. Wajahnya berubah ketika kemudian melihat sosok Senopati Arya Lembana, diikuti segerombolan prajurit bersenjata tombak panjang. "Apa yang telah kau lakukan di sini, Tumanggala?" bentak Arya Lembana dengan sepasang mata berkilat-kilat. Tumanggala telan ludah sejenak, baru memberanikan diri menjawab, "Ma-maafkan saya, Gusti Senopati. Saya hanya mencoba membela diri." "Membela diri, katamu?" ulang Arya Lembana, menggeram. "Be-benar, Gusti. Dua prajurit ini telah berlaku seenaknya pada saya, sehingga saya merasa perlu memberi pelajaran," sahut Tumanggala.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-06
  • Arya Tumanggala   Pengintai di Surawana

    SURAWANA merupakan sebuah perkampungan nun jauh di timur laut Dahanapura. Berjarak nyaris lima belas ribu depa, atau lima puluh empat lie jika menggunakan satuan ukuran Bangsa Song. Dibutuhkan waktu sekitar sepenanakan nasi dengan berkuda untuk menuju ke sana. Waktu yang tidak sebentar. Tapi menjadi tidak ada apa-apanya jika dilakukan demi melepas rindu pada orang-orang terkasih. Waktu selama itulah yang biasa Tumanggala habiskan untuk pulang menemui anak dan isterinya di akhir masa tugas. Melepas kerinduan barang beberapa hari dengan bercengkerama bersama puteranya, sebelum kembali berangkat memenuhi panggilan tugas lainnya. "Kenapa Ayah tidak pulang-pulang juga, Ibu?" suara bocah kecil bertanya pada ibunya terdengar dari satu rumah di ujung perkampungan. Sama seperti rumah-rumah lainnya di sana, rumah tersebut berbentuk persegi dengan dinding anyaman bambu. Bagian atapnya terbuat dari susunan ilalang yang dijepit menggunakan belahan bambu.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-06
  • Arya Tumanggala   Upeti Raja

    PAGI datang membawa rintik-rintik gerimis. Jalanan tanah Kotaraja Dahanapura menjadi basah dibuatnya. Seorang kusir yang membawa gerobak bertutup kain hitam tampak berwajah masam. Jalanan yang basah mengakibatkan roda-roda kendaraannya sering tergelincir. Namun kusir tersebut tak punya pilihan lain. Pagi itu juga ia harus mengantar gerobak berpenutup kain hitam tersebut ke tujuan. Tak peduli apa pun yang terjadi. Dan jika menilik pada sekelompok prajurit bersenjata yang mengawal gerobak tersebut, isinya tentulah barang berharga. Atau pemiliknya dari kalangan petinggi istana Kerajaan Panjalu. Atau justru gabungan keduanya. "Apakah kita tidak sebaiknya singgah di kediaman Gusti Senopati terlebih dahulu?" tanya salah seorang prajurit pengawal gerobak di bagian depan. Yang diajak bicara seorang berpangkat lurah prajurit. Tak lain adalah Wipaksa, tangan kanan Bekel Kridapala, juga anggota pasukan Senopati Arya Lembana. "Gusti Senopati sudah menungg

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-09
  • Arya Tumanggala   Kejutan

    SETELAH beberapa saat, Rakryan Rangga yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Semua orang yang ada di balai paseban bergegas bangkit berdiri. Sama-sama menghaturkan sembah hormat.Rakryan Rangga adalah jabatan kedua tertinggi dalam tata keprajuritan. Tepat di bawah Rakryan Tumenggung sebagai panglima perang kerajaan. Seorang Rakryan Rangga membawahkan para senopati, termasuk Senopati Arya Lembana.Dengan pandangan tajam dan wajah datar, Rakryan Rangga merayapi satu demi satu wajah-wajah yang ada di hadapannya. Matanya kemudian tertumbuk pada peti panjang berisi upeti dari Wurawan yang terletak di tengah-tengah ruangan."Hmm, jadi ini upeti dari Wurawan yang sempat dirampas gerombolan begal dari Wengker itu?" tanya Rakryan Rangga sembari mendekati peti kayu tersebut.Meski Rakryan Rangga tak menyebut nama, namun semua yang ada di sana sudah mafhum jika pertanyaan tersebut ditujukan pada Arya Lembana. Sontak sang senopati angkat kedua tangan di depan dad

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10

Bab terbaru

  • Arya Tumanggala   Arya Tumanggala

    BEGITULAH kehidupan di dunia. Tak selamanya kegelapan nan muram menyungkupi. Selama bumi masih berputar, maka akan ada saatnya matahari muncul memancarkan sinar. Memberi terang pada seluruh makhluk. Malam yang gelap pun berganti menjadi siang nan benderang. Selubung hitam menghilang bersama menguapnya embun di dedaunan. Tumanggala sedang berada pada titik itu. Di mana kegetiran yang memayungi kehidupannya perlahan-lahan sirna. Dari keadaan terpuruk hampir mati, prajurit Panjalu tersebut memperoleh kejayaan yang tak disangka-sangka. "Lagi-lagi kau menanamkan jasa besar bagi kerajaan, Tumanggala. Gusti Prabu merasa sangat senang sekali persekongkolan jahat Agreswara terbongkar. Semua berkat dirimu," kata Rakryan Tumenggung pada Tumanggala sore itu. Yang diajak bicara tentu saja senang dipuji begitu. Namun ia pendam dalam-dalam kebanggaan itu. Kepalanya tetap ditundukkan dengan takzim. "Saya hanya menjalankan dharma bakti sebagai seorang prajurit Panjalu, Gusti Tumenggung. Sebagai se

  • Arya Tumanggala   Kotaraja Geger

    KOTARAJA tiba-tiba saja berubah sibuk pagi itu. Pengakuan Ganaseta membuat Arya Lembana bergerak cepat. Senopati tersebut langsung menghadap Rakryan Rangga dan Rakryan Tumenggung sekaligus.Di hadapan panglima tertinggi Kerajaan Panjalu itu, kembali Ganaseta mengulangi keterangannya. Bahwa perampokan demi perampokan yang terjadi di seantero kerajaan selama ini didalangi oleh seorang berpangkat tinggi.Pejabat itulah yang mengatur tempat-tempat mana saja yang harus dikacau dengan perampokan. Dimulai dari desa-desa yang jauh. Lalu semakin lama semakin mendekat ke Kotaraja.Tujuan akhir dari rencana itu adalah menggoyang kewibawaan Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya, raja Panjalu yang tengah bertahta.Sayang, baru sampai Katang Katang dan Lusem rencana itu agaknya harus berakhir. Bermaksud membalaskan dendam pribadinya, Tumanggala secara tak sengaja justru berhadapan dengan kelompok itu dan membongkar niat jahat mereka."Berarti benar dugaan kita. Ru

  • Arya Tumanggala   Tumanggala Menghadap

    SENOPATI Arya Lembana bergegas keluar kamar begitu diberi tahu ada telik sandi datang menghadap. Langkah kakinya diayunkan cepat-cepat menuju pendopo. Tamunya sudah menunggu di sana. Hari masih sangat pagi. Permukaan dedaunan masih berhias embun yang bening laksana kristal. Di langit, mendung kelabu nan tebal menghalangi sinar matahari. Membuat keadaan remang-remang. Telik sandi di pendopo langsung haturkan sembah hormat begitu melihat kedatangan Arya Lembana. Orangnya masih muda, berusia kisaran pertengahan dua puluhan. Badannya kukuh, tegap berisi selayaknya prajurit Panjalu lain. "Ada kabar apa?" tanya Arya Lembana setelah menerima haturan sembah. "Saya membawa kabar dari Lusem, Gusti Senopati," jawab telik sandi tersebut. "Hmm, Lusem?" Arya Lembana amat-amati telik sandi di hadapannya. Barulah sang senopati ingat kalau orang itu memang yang ditugaskan di kawasan barat Kotaraja. "Benar, Gusti," sahut si telik sandi. "Semalam terjadi

  • Arya Tumanggala   Tawaran Ganaseta

    UCAPAN anak buah Ranajaya itu membuat Tumanggala kernyitkan kening. Raut keheranan tampak jelas pada wajah prajurit Panjalu itu. Apa lagi ini? Batinnya bertanya-tanya. Tumanggala tinggalkan Ranajaya begitu saja. Ia sama sekali tak khawatir buruannya itu kabur, sebab sudah tak mampu bergerak lagi. Sang prajurit lebih tertarik pada keterangan lelaki tadi. "Jelaskan apa maksud ucapanmu!" ujar Tumanggala begitu tiba di sebelah si lelaki. Belum sempat lelaki tadi menjawab, Ranajaya sudah menghardik anak buahnya itu. "Keparat kau, Ganaseta! Apa yang akan kau katakan?" Hal ini membuat Tumanggala semakin tertarik. Dari berdiri, kini sang prajurit jongkok di sebelah lelaki yang dipanggil Ganaseta oleh Ranajaya tadi. Dalam jarak sedekat itu Tumanggala dapat melihat lebih jelas wajah orang. Seketika parasnya berubah. Wajah itu tidak asing dalam ingatannya. Rasa-rasanya pernah bertemu, tapi entah di mana. "Tunggu! Aku rasa kita pernah bert

  • Arya Tumanggala   Menghajar Ranajaya

    PERTARUNGAN satu lawan satu pun pecah. Ranajaya yang sebenarnya sudah kecut nyali berlaku nekat. Ia tak hendak menyerah begitu saja. Meski semakin lama semakin terdesak, sebisa mungkin ia ladeni serangan Tumanggala.Bisa ditebak, pertarungan itu berjalan berat sebelah. Hanya dalam tempo dua setengah jurus berselang, terlihat bagaimana Tumanggala sangat menguasai keadaan. Pukulan dan tendangannya berkali-kali mendarat di tubuh Ranajaya.Buk! Buk! Buk!Dalam satu kesempatan, Tumanggala mengirim tiga pukulan beruntun menggunakan tangan kiri. Sasaran tinju itu adalah dada Ranajaya yang sama sekali tak dapat mengelak.Tubuh lelaki bercambang bauk lebat itu tersuruk ke belakang. Terkena telaknya pukulan beruntun Tumanggala. Belum puas, sang prajurit sudah menambahkan serangan lagi. Kali ini dengan tiga tendangan berturut-turut.Des! Des! Des!"Aaaaaa!"Lagi-lagi Ranajaya tak kuasa berkelit. Hantaman tiga tendangan beruntun tersebut membuat

  • Arya Tumanggala   Unggul Jauh

    DIKEROYOK empat lawan bersenjata seperti itu tentulah bukan perkara mudah. Karenanya pada awal-awal pertarunganTumanggala agak keteteran. Namun setelah berjalan beberapa jurus, mulai terlihat bahwa dua dari empat lawannya tersebut sudah tak bertenaga.Dengan cerdik sang prajurit lantas pusatkan serangannya pada dua orang tersebut. Dua lelaki yang punggungnya terluka parah, dan telah kehilangan begitu banyak darah.Sembari berkelit menghindari tusukan dan sambaran golok Ranajaya serta satu anak buahnya yang lain, Tumanggala berhasil mengirim tendangan keras ke dua lelaki yang menjadi sasaran utamanya."Hiaaaat!"Des! Des!Dua lelaki tersebut terpekik. Dada mereka serasa sesak bukan main saat kaki Tumanggala singgah. Tubuh keduanya terjajar mundur. Baru berhenti saat punggung mereka yang sudah terluka menghantam dinding salah satu rumah penduduk.Setelah itu kedua lelaki tersebut jatuh duduk, lalu terguling-guling berselimut lumpur nan k

  • Arya Tumanggala   Tambah Lawan

    TUMANGGALA sontak batalkan niat. Pedang yang sudah teracung di atas kepala perlahan-lahan diturunkan kembali. Kepalanya berputar, memandang ke arah Ranajaya yang sudah berada tak jauh darinya."Ah, Tumanggala. Sungguh tak kusangka seorang kesatria Panjalu bisa punya pikiran serendah ini," ujar Ranajaya bermaksud mengejek."Lelaki jahanam! Kau harus mati di tanganku sebagai balasan kematian anak dan isteriku!" balas Tumanggala menggeram. Tatapan matanya berkilat-kilat.Amarah sang prajurit semakin menggelegak. Sudah sejak tadi-tadi ia ingin menghabisi Ranajaya. Namun tiga anak buah lelaki biadab itu tiba-tiba datang menghalangi."Ah, ah, kau ini sungguh lucu, Tumanggala," sahut Ranajaya, masih dengan nada mengejek. "Aku sama sekali tidak membunuh anak dan isterimu. Bagaimana mungkin kau bilang aku harus mati sebagai balasan kematian mereka?"Tumanggala kertakkan rahang. Ia hendak menanggapi ucapan lawan, namun Ranajaya sudah mendahului."Anak

  • Arya Tumanggala   Dikeroyok Perampok

    TUMANGGALA dapat menduga apa yang tengah dilakukan lawan. Tentulah lelaki yang sudah terdesak itu memanggil bala bantuan.Benar saja. Tak lama berselang muncul dua lelaki yang juga bercambang bauk lebat dari arah berlainan. Setengah berlari keduanya menuju ke arena pertarungan sembari mengacungkan golok besar di tangan masing-masing.Tumanggala mendengus. Bibirnya mengukir seringai lebar."Bagus! Cepat ke sini kalian berdua, biar sekalian aku habisi!" geram Tumanggala begitu melihat dua lawan barunya tersebut."Jangan besar mulut! Kaulah yang akan mati di tangan kami!" bentak salah satu dari dua lelaki yang baru muncul.Tanpa memperpanjang kata lagi, dua lelaki yang baru muncul sudah menyerbu ke arah Tumanggala. Dua golok besar disabetkan ke depan. Satu mengarah ke ulu hati, satunya lagi mengarah ke batang leher!"Hiaaaat!"Wuuut! Wuuut!Sambaran golok menimbulkan suara menderu. Gaungnya yang terdengar jelas membuat bulu kuduk

  • Arya Tumanggala   Pertarungan Awal

    MENDENGAR bentakan tersebut Tumanggala terkaget-kaget. Cepat sang prajurit Panjalu balikkan badan untuk melihat siapa yang berada di belakangnya. Satu tindakan seketika yang terhitung ceroboh.Rasa kaget Tumanggala kemudian bertambah-tambah. Belum sempat matanya melihat orang yang berteriak tadi dengan jelas, satu serangan deras sudah menyambut. Sebilah golok besar menyambar ke arahnya.Wuutt!Suara menderu keras terdengar bersamaan dengan datangnya sambaran golok. Tumanggala yang tak siap dengan serangan itu mengambil cara termudah untuk mempertahankan diri.Dalam satu gerak cepat pedang di tangan sang prajurit diayunkan untuk menyambut datangnya serangan. Tak lupa tenaga dalam ia kerahkan.Sriiing!Angin yang dibelah laju pedang menimbulkan suara berdesing. Cahaya kobaran api dari rumah-rumah terbakar yang jatuh di badan pedang, membuat senjata andalan Tumanggala itu terlihat berkilat-kilat.Lalu sekejap kemudian ....Trang!

DMCA.com Protection Status