Malam hari, Bianca sudah lebih dulu tiba di mansion. Sedangkan Arthur masih belum pulang, karena besok Arthur sudah berangkat ke Melbourne, ia menunggu Arthur sambil mengemasi baju yang akan di bawa Arthur besok. "Jas, kemeja, kaos, piyama, obat-obatan, jeans, jaket kulit, sepertinya sudah semua." gumam Bianca sambil mengemasi barang-barang Arthur ke dalam koper. CeklekBianca menoleh ke arah pintu. "Arthur? kau sudah pulang?" melihat Arthur sudah pulang, ia berjalan menghampiri Arthur dan membantu Arthur melepaskan dasi dan juga jasnya. "Kau sedang apa hem?" tanya Arthur sambil mengecup bibir Bianca. "Aku mengemasi barang-barang yang kau bawa besok." jawab Bianca. "Kenapa tidak meminta pelayan saja?" "Kau ini bagaimana, memangnya istri mu itu salah satu pelayan? bukankah itu sudah menjadi tanggung jawab ku." ucap Bianca dengan ketus, sungguh kini membuat Arthur terkekeh kecil. "Baiklah, aku mandi dulu." "Ya" Saat Arthur berjalan menuju kamar mandi, Bianca kembali mengemasi
Kini Bianca baru saja tiba di butik, Dave supirnya membukakan pintu untuknya. Lalu ia mulai berjalan masuk ke dalam butik. Saat ia masuk ke dalam butik, ada sosok pria yang sejak tadi menatapnya. "Bianca."Mendengar namanya di panggil, Bianca langsung menoleh. "Brian?". Brian berjalan menghampiri Bianca "Apa kabar Bianca?" tanya Brian sambil menatap Bianca. "Aku baik, kau bagaimana?" tanya Bianca balik sambil tersenyum ramah. "Aku juga baik, bisa kita bicara sebentar?" Bianca sempat berpikir, ia ingat pesan Arthur tapi tidak enak juga untuk menolak Brian. Lagi pula, ia pun di butik miliknya, bukan di caffe. "Sebentar saja Bianca." pinta Brian yang bisa membaca dari mata Bianca, jika Bianca ingin menolak. "Baiklah, kita bicara di ruang kerja ku." "Terima kasih." Brian berjalan mengikuti Bianca menuju ruang kerja Bianca. "Silahkan duduk Brian," ucap Bianca yang kini sudah tiba di ruang kerjanya. "Aku hanya bertanya, kenapa aku tidak boleh memesan rancangan mu secara langsung?
Pagi hari, Steven meminta Caroline untuk bertemu di caffe terdekat dengan Afford Company. Dan beruntungnya Caroline tidak menolaknya, ia menerima ajakan Steven untuk bertemu hari ini. Setibanya Steven di caffe, ia melihat Caroline sudah duduk di dekat jendela sudut kiri, ia langsung berjalan menghampiri Caroline. "Sudah menunggu lama?" tanya Steven yang kini berada di hadapan Caroline. Caroline langsung menoleh, "Oh tidak, duduklah" ucap Caroline dan Steven mengangguk, lalu ia duduk tepat di hadapan Caroline. "Apa kau sudah pesan makanan?" tanya Steven sambil menatap Caroline. "Aku memesan beef cheese omelette untuk mu juga, lalu minumnya aku memilih kopi untuk mu, jika kau tidak menyukainya kau bisa memesan lagi." balas Caroline. "No, i like it. Aku tidak pemilih makanan." jawab Steven. "Baiklah." Obrolan mereka terhenti, ketika pelayan mengantarkan makanan yang sudah di pesan oleh Caroline. "Bagaiamana kabar Annabeth?" tanya Steven sambil menikmati sarapannya. "Annabeth ba
"Jam berapa ini?" gumam Bianca sambil melirik Arlojinya.Malam ini Bianca memang sudah izin dengan Arthur, jika ia akan pulang terlambat. Untunglah Arthur mengizinkannya. "Jam 9? hem, mungkin tiga tiga puluh menit lagi, aku akan pulang." gumam Bianca kembali, lalu ia melanjutkan pekerjaaanya, tapi tidak lama kemudian terdengar dering ponsel milik Bianca, ia langsung segera mengambil ponsel miliknya, ia takut jika itu dari Arthur. Namun saat ia melihat layar ponsel miliknya, ternyata Caroline yang menghubunginya."Ya lin?" sapa Bianca saat panggilannya terhubung."Kakak, maaf aku menganggu kakak malam-malam begini." "Tidak, kau tidak menganggu ku, ada apa lin?" tanya Bianca."Tadi pagi aku bertemu Steven ka, dia sudah menceritakan jika dia sudah bertemu kakak. Dia juga menceritakan, kakak memberinya kesempatan." ucap Caroline. "Ya, kakak hanya ingin melihat kesungguhan pria itu. Lihat saja, apa dia itu pantas atau tidak menjadi ayah Annabeth. Dan dia juga mengatakan dia sudah melama
Bianca mulai membuka kedua matanya, ia menatap ruangan gelap yang berantakan. Perlahan Biaca menggerakan tangannya, saat kesadaran ia pulih ia sadar tangannya kini terikat. "Dimana ini?" gumam Bianca sambil melihat setiap sudut ruangan. "Astaga, apa yang terjadi? sial siapa yang mengikat tangan ku seperti ini." ucap Bianca sambil berusaha melepaskan talinya. "Sudah bangun nona?" sapa seorang pria bertubuh tinggi dan tegap."Siapa kau!" bentak Bianca."Ternyata Nyonya Afford sangat cantik, panas tuan ku sangat menganggumi mu." ucap pria itu yang tidak henti menatap Bianca. "Katakan pada ku, siapa yang memerintah kalian!" sentak Bianca yang kini menatap tajam pria yang berdiri di hadapannya. "Tuan ku akan datang, kau tunggulah. Dia juga tidak sabar untuk bertemu dengan mu." balas pria itu.Bianca mengela nafas dalam, ia berusaha untuk menenangkan dirinya. Ia tidak boleh takut ataupun lemah. Bianca menoleh saat melihat sosok pria mulai memasuki ruangan. Mata Bianca membulat sempurna
"Bianca, biar aku mengantar mu ke rumah sakit." "Tapi-" "Tidak apa, aku tidak tenang meninggalkan mu sendiri." potong Brian, lalu Brian yang masih menggendong Bianca, ia membawa masuk Bianca ke dalam mobil.Namun saat Brian hendak membawa masuk Bianca, tangan Brian di tahan oleh Bernard. "Maaf tuan, tapi Tuan Arthur akan marah jika nyonya di bawa oleh orang lain." ucap Bernard."Aku bukan orang lain, aku teman Bianca." balas Brian. "Nyonya, lebih baik nyonya ikut kami. Saya takut tuan akan marah nyonya." ucap Bernard pada Bianca. "Bernard, kalian bisa mengikuti ku dari belakang. Teman ku sudah menolong ku, kau bisa mengikuti mobil teman ku dari belakang." balas Bianca."Tapi nyonya-" "Arthur tidak akan marah." potong Bianca."Baik nyonya."Kini Brian sudah tiba di rumah sakit, pengawal Arthur tentu saja sejak tadi mengikuti Brian. Mereka tidak mungkin melepaskan istri tuannya. Brian juga memindahkan Bianca ke ruang VVIP, saat di dalam mobil Bianca sudah tidak sadarkan diri, dan
"Aku baik-baik saja sekarang, apa kau akan kembali lagi ke Melbourne?" "No, aku akan menyerahkan semuanya pada direktur pemasaran disana, jika aku melakukan perjalanan bisnis lagi, sudah pasti aku akan membawa mu, meskipun kau sibuk dengan butik mu, aku akan tetap menyeret mu untuk ikut dengan ku." ucap Arthur. Mendengar ucapan Arthur, membuat Bianca terkekeh kecil. "Baiklah." balas Bianca sambil tersenyum. "Kenapa kau tadi membiarkan Brian yang mengantar mu?" tanya Arthur sambil menatap Bianca."Aku tidak enak menolaknya Arthur, dia sudah membantu ku. Setidaknya, sebelum Bernard dan pengawal mu datang, dia membantu ku Arthur." jawab Bianca. "Aku tidak suka kau tadi pergi dengannya." balas Arthur, Bianca menghela nafas dalam. Ia sudah tahu, pasti akan seperti ini, hanya saja ia sungguh tidak enak pada Brian. "Apa Brian tadi juga menggendong mu?" tanya Arthur sinis."Arthur aku hanya tidak enak saja dengannya, dan ya dia memang menggendong ku, kaki ku terluka dan tidak bisa berja
Keesokan hari, saat Bianca bangun ia merasakan tubuhnya remuk, mungkin akibat lari dari anak buah Alex, di pagi hari ia merasakan tubuhnya sangat sakit, terutama di bagian kakinya. "Ssst," ringis Bianca."Kau sudah bangun hem?" tanya Arthur sambil mengecup bibir istrinya. "Iya sudah." "Kaki mu masih merasakan sakit?" "Iya, aku merasakan sakit. tapi tidak apa, nanti juga akan sembuh." "Kau sarapan dulu, setelah itu minum obat mu. Aku akan memanggil dokter, jika kaki mu masih merasakan sakit, aku akan menghajar dokter bodoh yang tidak memberikan obat penahan rasa sakit." seru Arthur. "Aku tidak apa Arthur, aku tadi malam berlari tanpa sepatu dan menginjak sesuatu yang melukai telapak kaki ku, sudah pasti aku meraskan sakit, tapi sungguh tidak apa." jawab Bianca sambil menyentuh tangan Arthur. "Bisakah kau ceritakan pada ku bagaimana kau bisa lolos dari Alex?" tanya Arthur yang kini duduk di tepi ranjang, lalu Bianca menyenderkan kepalanya di dada bidang suaminya. "Aku lolos kare
Justin turun dari mobil, dia mengancingkan jasnya masuk ke dalam perusahaan ayahnya. Hari ini, Justin menggantikan posisi Arthur. Ya, di usianya yang ke dua puluh delapan tahun, Arthur meminta Justin mengambil alih perusahannya. Tidak hanya Afford Company, tapi perusahaan perfilman milik Lucero Company berada dalam kendali Justin. Sang adik Nathan juga memiliki posisi yang tak kalah penting dengan Justin. Nathan memegang kendali perusahaan Afford Company dalam bidang property dan majalah. Untuk Lucero Company, Drake khusus meminta Nathan menangani perusahaan teknologinya. Sebelumnya Justin menetap di Barcelona selama dua tahun, untuk memperlajari Lucero Company. Namun, sekarang Justin memilih untuk menetap di New York. Karena bagaimanapun dia memiliki tanggung jawab perusahaan ayahnya.Joseph dan Hazel, adik kembar Justin yang kini berusia dua puluh tahun, mereka tengah menyelesaikan master degree di Oxford University. Diusia yang masih sangat muda, Joseph dan Hazel berhasil menyeles
Suara tangis bayi memecahkan kesunyiaan dalam ruang operasi. Bianca meneteskan air matanya, kala mendengar suara tangis bayi kembarnya. Persalinan berjalan dengan lancar, anak mereka lahir dengan selamat dan sempurna. Arthur selalu mencium Bianca selama proses persalinan. Kebahagian Bianca dan Arthur begitu lengkap ketika mengetahui anak kembar mereka sepasang laki-laki dan perempuan. Kali ini, keinginan Arthur sudah terwurjud, memiliki anak perempuan."Nyonya Bianca, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungil itu dalam gendongan Bianca. Semua tim medis kini sudah membersihkan alat medis di dalam ruang operasi. Mereka semua kemudian pergi setelah melakukan pemeriksaan terhadap Bianca dan bayi kembarnya.Arthur meminta perawat untuk segera memindahkan Bianca di ruang rawat VVIP. Setelah proses IMD, tidak lama kemudian Bianca di pindahkan di ruang rawat VVIP sesuai permintaan Arthur.Kini seluruh keluarga Arthur dan keluarga Bianca masuk ke dalam ruang rawat Bianca. N
"Arthur, kau ingat, kan hari ini kita harus ke rumah orang tuaku?" kata Bianca mengingatkan suaminya itu. Sejak tadi, dia melihat Arthur yang tengah fokus pada iPad di tangannya. "Iya sayang, aku ingat. Sebentar ada pekerjaan yang harus aku selesaikan," jawab Arthur. Tatapannya teteap menatap layar iPad. Bianca mendengus. Dia melangkah mendekat ke arah Arthur, dan duduk di samping suaminya itu. "Tadi pagi justin sudah menghubungiku, putramu itu terus mengingatkan kita untuk tidak terlambat."Kemarin, Justin dan Nathan sudah lebih dulu dijemput oleh assistant Drake. Tentu Bianca sudah tidak lagi terkejut, karena kedua putranya itu sangat dekat pada kakek mereka. Terlebih Drake selalu memanjakan Justin dan Nathan. Bahkan Drake telah membangun sebuah perusahaan untuk Justin dan Nathan.Arthur meletakan iPadnya ke atas meja, lalu dia mengalihkan pandangannya ke arah Bianca. "Kau tidak apa-apa keluar sekarang? Minggu depan kau sudah melahirkan, aku hanya takut terjadi sesuatu padamu, say
Suara keributan terdengar membuat Tasya yang tengah tertidur pulas, langsung terbangun. Tasya berlari keluar kamar menuju suara keributan itu."Astaga Alfred...Aldrich... Kenapa kalian berdua bertengkar?" Tasya mendekat ke arah dua putranya yang ribut. "Mommy, look. Ka Aldrich merusak robotku!" tunjuk Alfred pada robotnya yang telah rusak. "Aldrich, kenapa kau merusah robot Alfred?" Tasya menundukan kepalanya, dia mengelus lembut pipi gemuk Aldrich. "Aku tidak sengaja, Mommy.." ucap Aldrich dengan penuh penyesalan. Tasya mendesah pelan. Ini bukan pertama kali mainan Aldrich atau Alfred rusak. Hal yang membuat Tasya sakit kepala, adalah harga mainan milik Aldrich dan Alfred. Bagaimana tidak? Altov memberlikan mainan pada anak kembar mereka, denga harga yang fantastis. Seluruh mainan milik Alfred dan Aldrich adalah mainan termahal. Harga ratusan ribu dollar hingga jutaan dollar. Bahkan rasanya Tasya sulit bernapas setiap kali Altov memberikan anak kembarnya itu mainan dengan harga f
Viola mematut cermin. Dia melihat seluruh tubuhnya, memastikan tubuhnya sudah kembali seperti dulu. Ya, kehamilan pertama Viola, membuatnya mengalami kenaikan berat badan cukup parah. Bahkan Viola, tidak mau keluar rumah karena malu dengan bentuk tubuhnya. Meski Richo, tidak pernah mengeluh sedikitpun, Richo juga selalu mengatakan Viola sangat cantik. Tapi tetap saja, Viola tidak pernah percaya diri jika keluar rumah. Dengan Berolah raga dan melakukan rangkaian perawatan kecantikan, membuat bentuk tubuh Viola sudah kembali seperti dulu. Kini dirinya sudah percaya diri seperti sedia kala. "Mommy....." pekik Kylie melangkah mendekat ke arah Viola.Viola mengalihkan pandangannya, dia melihat putrinya mendekat ke arahnya. Namun, tatapan Viola melihat wajah muram putrinya itu. Dia langsung menundukan tubuhnya. "Hi sweetheat, kenapa wajahmu bersedih?" "Mommy, where is Ka Justin? I wanna meet Ka Justin.." Kylie mencebik, dia mengerutkan bibirnya. Viola tersenyum, dia mengelus pipi Kylie.
Suara teriakan Annabet begitu keras membuat Steven dan Caroline yang masih tertidur, langsung membuka mata mereka dan segera menghampiri suara teriakan Annabeth. Mereka beranjak dari tempat tidur, lalu berlari keluar kamar. "Sayang, kau kenapa berteriak sepagi ini?" Caroline melangkah, mendekat ke arah Annebth yang kini menangis. "Ada apa sayang? Kenapa kau menangis?" "Adam, menyembunyikan bonekaku!" tunjuk Annabeth pada adiknya. Tangisnya, sesegukan. Sedangkan Caroline langsung menatap putra bungsunya yang tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya. Adam Steven Evans, putra Caroline dan Steven yang berusia empat tahun ini begitu aktif. Tidak heran, melihat tingkahnya yang hampir setiap hari membuat Annabeth menangis. Caroline dan Steven, hampir setiap hari mendengar suara tangis Caroline. Alasannya? Tentu saja karena Adam selalu mengambil barang-barang kesukaan Ananbeth dan menyembunyikannya. Steven membuang napas kasar, dia mengusap kepala putranya. "Boy, Daddy sudah mengataka
Pantai Jimbaran - BALI, INDONESIABianca dan Arthur tengah duduk di sebuah restoran yang ada di Pantai Jimbaran. Mereka tengah menikmatin makanan khas bali. Terlihat Bianca begitu menyukai makanan khas bali. Tapi berbeda dengan Arthur. Suaminya itu tidak bisa makan masakan pedas. Bianca sering menertawakan Arthur, yang wajahnya langsung memerah ketika makan makanan pedas. "Sayang, jangan di makan. Itu semua cabai. Nanti terjadi sesuatu pada anak kita," ujar Arthur dengan tatapan dingin melihat istrinya melahap masakan khas bali."Ini sambal khas dari bali. Ikan bakarnya juga sangat enak. Aku sepertinya menyukai tinggal di sini," balas Bianca dengan antusias, "Jangan bicara yang tidak-tidak Bianca," jawab Arthur malas. "Aku tidak mungkin bisa tinggal di kota yang panas ini." Bianca mencebik kesal. "Apa kau tidak lihat? Sejak tadi Justin dan Nathan terus bermain di pantai. Itu artinya kedua putramu menyukai Bali." "Mereka memang sudah bermain. Tidak hanya di Bali, saat kita berlibur
Lima tahun kemudian... BALI - INDONESIABianca menatap kedua putranya yang tengah berlari menelusuri Pantai Nusa Dua. Setelah menunda liburan ke bali, akhinya Bianca dan Arthur bisa berlibur. Dengan kaki telanjang dan perut membuncit Bianca menelusuri pantai indah itu. Ya, kini, Bianca tengah mengandung anak ketiganya dengan Arthur. Di kehamilan kali ini, Bianca merasa senang karena bisa merasakan babbymoon. Karena sebelumnya ketika mengandung Justin dan Nathan, begitu banyak masalah yang menghampiri mereka. Hingga membuat Bianca mengurungkan niatnya untuk babbymoon. "Justin... Nathan.. Jangan berlari kencang, nanti kalian jatuh!" teriak Bianca keras ke arah Justin dan Natha yang tengah berlari sembari bermain pasir di pantai."Biarkan sayang." Arthur memeluk pinggang istriny. Menikmati Pantai Nusa Dua yang begitu indah. Bianca menghela napas dalam. "Arthur, setelah ini aku tidak ingin hamil lagi! Sudah cukup! Justin, Nathan dan sekarang bayi kembar kita. Jika terus hamil, kapan ak
Beberapa bulan kemudian..Richo duduk di kursi kebesaraannya, membaca dokumen kerja sama perusahaan miliknya dengan perusahaan keluarga milik Viola. Kini Richo memimpin perusahaan keluarga Viola. Karena sejak awal, Richo memang tidak memperbolehkan Viola terlalu lelah bekerja. Richo masih membiarkan Viola, jika istrinya itu masih datang ke perushaaan. Hanya saja, Richo tidak ingin Viola fokus pada perusahaan. Setelah menikah, Richo menginginkan Viola lebih banyak di rumah. Meski Richo tahu, sejak Viola hanya di rumah, istrinya lebih sering ikut arisan bersama Bianca, Tasya dan Caroline. Tidak hanya itu, Viola juga selalu berbelanja setiap harinya demi menghilangkan rasa bosan. Bagi Richo, kebahagaian Viola adalah prioritasnya. Richo akan melakukan apa pun yang membuat istrinya selalu bahagia. Tidak perduli, berapa banyak uang yang harus Richo keluarkan yang terpenting istrinya selalu bahagia.Saat Richo tengah membaca membaca dokumen di hadapanya, dia terkejut melihat Davin assistant