Kini Altov dan Arthur saling beradu pandang. Mereka berdiri berhadapan dengan tatapan permusuhan. Altov sengaja membawa Arthur ke ruang kerjanya. Altov tidak ingin berbicara dengan Arthur ketika ada Drake ayahnya. Arthur menyeringai, dia tahu apa maksud Altov membawanya kesini. Arthur menuruti keinginan Altov. Jika memang pria di hadapannya ini mau berbicara dengannya maka dia senang hati akan menurtinya. Altov melangkah menuju lemari minumannya, dia mengambil botol wine dan dua gelas sloki. Lalu menuangkangkan wine itu ke dua gelas sloki di hadapannya. "Memulai percakapan dengan wine, aku rasa tidak buruk bukan?" tukas Altov dengan tatapan lekat menatap Arthur. "Right, permulaan yang bagus." jawab Arthur dingin, ia langsung mengambil gelas sloki berisi wine. Lalu ia menyesap wine itu. "Jadi Arthur Afford, apa kau menyukai takdir dimana kau adalah adik ipar ku?" Altov menyesap wine di tangannya, lalu ia tersenyum sinis pada Arthur. "Sepertinya pertanyaan itu harusnya keluar dari
Sinar matahari pagi menembus jendela, perlahan Bianca mulai membuka matanya. Dia menguap dan menggeliat. Bianca melihat jam dinding kini sudah pukul tujuh pagi. Saat tangan Bianca meraba kesamping dan ternyata ranjangnya kosong. Bianca langsung menoleh, Arthur sudah tidak ada. Bianca beranjak dari tempat tidurnya, dia mengikat asal rambutnya lalu berjalan ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci wajahnya. Setelah mencuci wajahnya, Bianca langsung berjalan keluar kamar mandi. Dia melihat ke walk in closet milik Arthur tapi suaminya itu tidak ada. Harusnya Arthur masih belum berangkat bekerja karena ini masih jam tujuh. "Kau mencari ku?" Arthur melangkah masuk ke dalam kamar dan melihat istrinya seperti mencari sesuatu. "Kau dari mana Arthur? aku bangun kau sudah tidak ada." kata Bianca, tidak biasanya Bianca bangun pagi suaminya tidak berada di sampingnya. Arthur berjalan mendekat ke arah Bianca, dia lansung memeluk pinggang istrinya. Mengecup leher istrinya. "Kenapa kau sel
Kini Bianca tengah berada di salah satu kafe di Times Square bersama dengan Justin yang duduk di pangkuannya dan juga bersama dengan Ella pengasuh Justin. Tentu ada Marissa dan Bernard yang mengawasi Bianca dari kejauhan. Merasa bosan di rumah, Bianca memilih untuk bersantai di mall. Arthur belakangan ini disibukan dengan pekerjaannya. Bianca juga tidak ingin mengganggu suaminya itu. "Nyonya wajah Tuan Muda Justin sangat mirip dengan Tuan Arthur." kata Ella pengasuh Justin yang terus memperhatikan Justin. Bianca tersenyum, ia mengelus pipi gemuk Justin, "Kau benar, aku yang mengandung hingga badan ku gemuk tapi ketika lahir Justin mirip dengan ayahnya.""Tapi Tuan Muda Justin sungguh tampan nyonya. Saya yakin ketika Tuan Muda Justin dewasa banyak gadis yang mengejarnya." ujar Ella, dia terus menatap Justin dengan tatapan lembut. Justin tertawa ketika melihat Ella menatapnya. Justin memang mengenal dengan baik siapa pengasuhnya. Bianca mengecupi pipi gemuk Justin. "Ya, aku yakin itu
"Putra ku sangat menyukai mu." kata Bianca, dia menatap Justin terus tertawa dan bercanda dengan Tasya. "Tentu dia menyukai ku, aku ini cantik." tukas Taysa, lalu dia mengecupi pipi gemuk Justin. "Apa aku menganggu kalian?" suara Bariton dari belakang, membuat Tasya dan Bianca menoleh ke sumber suara itu. Bianca tersenyum saat melihat sosok pira yang sejak tadi dia tunggu. Sedangkan Tasya, tubuhnya mematung. Tasya tidak bisa berkata-katas saat melihat pria yang tadi dia bicaraka kini berada di hadapannya. Tasya menelan salivanay susah payah, dia mengatur napas. Jantungnya terus berdegup kencang saat melihat pria yang kini berdiri di hadapannya. Seketika rasanya Tasya ingin melarikan diri, jantungnya rasanya ini sekali melompat. "Kau sudah datang?" sapa Bianca. Altov mengangguk, lalu dia mengecup kening Bianca dan duduk di samping Bianca. Tasya yang berada di hadapan Altov dan Bianca langsung salah tingkah melihat altov mengecup kening Bianca, Tasya mengumpat dalam hati kenapa pria
Bianca melangkah masuk ke dalam rumah. Dia melirik jam dinding kini sudah pukul enam sore. Harusnya Arthur sudah pulang ke rumah. Beruntung tadi Bianca sudah memberi pesan pada suaminya itu jika dia akan ke mall. Bianca kini menatap Justin yang tertidur pulas dalam pelukannya. "Ella, baringkan Justin di kamarnya." Bianca menyerahkan Justin pada Ella pengasuh Justin. "Baik nyonya," jawab Ella. Dia langsung mengambil alih Justin dan berjalan menuju kamar Justin.Bianca berjalan masuk ke dalam kamar. Bahkan tadi Bianca, tidak memperhatikan mobil Arthur. Karena tadi saat tiba di rumah, Bianca langsung terburu-buru masuk. Justin sudah tertidur pulas dalam pelukannya. Saat Bianca melangkah masuk ke dalam kamar, dia menatap Arthur yang sedang fokus pada ipadnya dan duduk di sofa. Bianca melangkah mendekat ke arah Arthur dan langsung duduk di samping suaminya itu. "Aku mengganggu mu?" tanya Bianca menatap lekat Arthurr yang fokus pada ipadnya. Bahkan, Arthur tidak menyadari Bianca sudah pu
Bianca menatap lembut Justin yang tengah menyusu padanya. Putranya ini tumbuh dengan sehat. Kini usia Justin sudah menginjak sepuluh bulan. Tubuhnya sangat berisi dan begitu menggemaskan. Terlebih pipi bulat Justin yang membuat Bianca tidak berhenti menciumnya. Justin memang sangat mirip dengan Arthur. Bahkan mereka memiliki warna bola mata yang sama yaitu coklat. "Sayang, kenapa semakin dewasa kau mirip sekali dengan daddy hm? mommy yang mengandung mu, harusnya kau mirip dengan mommy bukan dengan daddy mu." Bianca mengelus pipi bulat putranya itu yang kini masih menyusu padanya. Dering ponsel milik Bianca membuat Bianca mengalihkan pandangannya, Bianca mengambil ponselnya dan melihat ke layar tertera nama Arthur mengirimkan pesan.*Hari ini datanglah ke kantor, ada hal penting yang harus kau lihat. Jangan lupa kau harus tetap bersama dengan Bernard dan Marissa.*Bianca menghela napas panjang setelah membaca pesan dari Arthur, padahal dia ingin sekali bersantai di rumah. Tapi kenapa
Arthur membawa Bianca masuk ke dalam kamar pribadi yang berada di perusahaan. Steven membawa Caroline pulang menemui Annabeth. Sedangkan Richo membaawa Viola berjalan-jalan dan Justin juga ikut bersama dengan Viola. Bianca mengambil yoghurt yang sudah terserdia di atas meja. Sebelumnya Bianca memang meminta Marissa membelikan yoghurt untuknya. Lalu dia duduk di ranjang sambil menikmati yoghurt itu.Arthur melangkah mendekat ke arah istrinya lalu duduk di samping Bianca. "Apa kau ingin makan sesuatu?" Bianca mendengus. "Tidak Arthur! aku tidak mau makan banyak. Kau ini suka sekali melihat ku gemuk! baju ku nanti tidak cukup!" Kau tidak akan gemuk sayang, bahkan setelah kau melahirkan Justin kau terlihat sangat cantik dan seksi." jawan Arthur jujur, karena memang istrinya itu memiliki tubuh yang indah meski sudah melahirkan putranya. Bianca mencebik. "Kau ini pandai sekali merayu ku! tapi tetap saja aku akan tetap menjaga pola makan ku!"Arthu memeluk erar istrinya, dan mengecup p
Suara tangis Justin terdengar, Bianca membuka matanya saat mendengar Justin menangis. Dia melihat ke jam dinding kini sudah pukul dua pagi. Bianca menoleh ke arah Arthur, suaminya masih tertidur pulas. Bianca beranjak dari ranjang hati-hati dia tidak ingin membangunkan Arthur. Bianca mengikat asal rambutnya lalu berjalan menuju kamar Justin. Saat bianca melangkah masuk ke dalam kamar Justin, dengan cepat dia langsung menggendong Justin yang terus menangis. Bianca membuka kancing dressnya dan mulai menyusi Justin. Ternyata benar, putranya itu sangat haus. Justin melahapnya tidak sabar. Bianca tersenyum melihat Justin yang tegah menyusu."Kau haus sayang?" Bianca mengelus dengan lembut pipi bulat Justin.Arthur yang berdiri di depan pintu, sudah sejak tadi dia tahu Justin menangis. Dia langsung menyusul istrinya. Kini dia menatp putranya tengan menyusu."Justin bangun?" Arthur melangkah masuk ke dalam kamar Justin. Bianca menoleh saat mendengar suara Arthur, dia sedikit terkejut saat A
Satu minggu kemudian...Bianca tengah duduk di sofa sembari menyusui Nathan. Bianca tersenyum melihat bayi mungilnya. Wajahnya sungguh mirip dengan Justin saat Justin masih bayi. Bianca mengusap pelan pipi Nathan. Kini hidupanya benar-benar sempurna. Memiliki suami yang mencintainya dan memiliki dua putra yang sangat tampan. Suara dering ponsel terdengar, Bianca mengambil ponselnya dengan tangan kanannya. Tangan Kiri Bianca tengah menopang kepala Nathan yang masih menyusu padanya. Bianca menatap ke layar ponsel, tertera nama Irina di layar ponselnya. Kening Bianca berkerut dalam ketika melihat nama Irina. Tidak biasanya Irina menghubungi dirinya. Tanpa menunggu lama, Bianca mengusap tombol hijau untuk menerima panggilan. Sebelum kemudian, Bianca meletakan ponselnya di telinganya. "Irina?" sapa Bianca saat panggilan terhubung. "Bianca? Kau masih menyimpan nomorku?" tanya Irina dari seberang line. "Tentu Irina, aku masih menyimpannya. Apa kabar Irina?" "Aku baik, bagaimana denganmu
Beberapa bulan kemudian.. Di ruang operasi, Arthur terus berada di samping Bianca. Bayi dalam kandungan Bianca, tidak dalam posisi yang tepat. Hingga akhirnya dokter menyarankan untuk Bianca kembali operasi caesar. Arthur terus mengecupi kening Bianca saat dokter melakukan proses operasi. Sudut mata Bianca mengeluarkan air mata haru, dia kembali bisa melahirkan buah cintanya dengan Arthur. Oeee...Oee.... Sura tangis bayi pecah di ruang operasi. Air mata Bianca menetes ketika mendengar bayinya menangis. Arthur mengecup kening istrinya. Mata Arthur tidak mampu lagi menahan, air matanya menetes saat mendengar suara bayi. "Terima kasih sayang," bisik Arhur. "Bayi laki-laki," ucap sang dokter. Tidak perduli apa jenis kelaminya, terpenting bagi Bianca dan Arthur anaknya lahir dengan selamat. Kehamilan yang kedua ini, Bianca memang sengaja tidak memeriksa jenis kelamin bayinya. "Nyonya Bianca, silahkan lakukan proses IMD." Dokter menyerahkan bayi mungil itu dalam gendongan Bianca. Me
Viola duduk di tepi ranjang, menatap Richo yang masih terus menutup matanya. Dokter memang mengatakan peluru tidak mengenai jantung Richo, tapi hingga detik ini Richo masih juga belum sadar. Beberapa hari ini, Viola menjalani harinya begitu berat. Viola merasa kehilangan sosok Richo yang setiap hari selalu mengganggunya. Viola menyentuh tangan Richo, mengelus pelan."Richo, kapan kau bangun? Aku merindukan mu Richo..." air mata Viola tidak mampu lagi tertahan. Dia sungguh merindukan kekasihnya itu. Rasanya beberapa hari tanpa Richo dia benar-benar merasakan tidak lagi bernyawa. "Selama ini aku selalu menutupi perasaan ku. Aku menyukai cara mu yang tidak pernah menyerah mendapatkan ku. Aku sungguh menyukai setiap cara mu Richo. Kau tidak pernah lelah mengejar ku. Bahkan berkali-kali aku mengusir mu dari kehidupan ku, kau tetap meminta ku menjadi wanita mu. Andai waktu bisa di putar, sudah sejak awal aku menerima mu." "Masa lalu mu memang membuat ku ragu menerima mu. Tapi percayalah,
Beberapa hari kemudian... Altov turun dari mobil, dia melangkah masuk ke dalam rumah tempat dimana dia menyembunyikan Clarissa. Altov masih mengurung Clarissa sebelum menjebloskannya ke dalam penjara. Sebenarnya Arthur tidak setuju dengan apa yang di rencanakan Altov, tapi Altov memiliki alasan tersendiri mengurung Clarissa. Tidak hanya Clarissa, tapi Jesslyn yang turut membantu Clarissa juga di kurung oleh Altov. Alasannya karena permintaan dari Viola. Saat itu ketika Viola mendengar Jesslyn sudah berhasil di tangkap oleh Altov, Viola meminta waktu sebentar sebelum menjebloskan Jesslyn ke penjara. "Tuan," sapa Christian saat Altov melangkah masuk ke dalam. "Dimana Clarissa?" tanya Altov dingin. "Masih berada di kamarnya tuan," jawab Christin. Altov mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar. Tempat dimana Clarissa di kurung. Setiap kali Altov bertemu dengan Clarissa, dia merasa dirinya tidak berguna. Harusnya sejak awal Altov menyeret paksa Clarissa meningg
Arthur dan Drake kini pergi ke tempat persembunyian Clarissa. Alvin sudah memberikan informasi saat ini Clarissa dan Jessly dalam perlindungan Jasson Steele. Itu artinya Arthur sendiri yang harus turun tangan. Tidak hanya Arthur, tapi Drake juga turun tangan. Drake ingin langsung berhadapan dengan Jasson. Jika sampai Jasson mempersulit, maka tidak ada pilihan lain bagi Drake untuk melakukan tindakan kekerasan. Mobil Arthur telah tiba di sebuah rumah yang jauh dari Manhattan. Arthur tahu, Jasson memang sengaja menyembunyikan Clarissa di tempat ini. Arthur dan Drake turun dari mobil. Beberapa pengawal Arthur dan Drake berada di belakang. Arthur tersenyum melihat penjagaan ketat demi menyelamatkan Clarissa. Tapi Arthur tidak perduli sedikit pun. Arthur dan Drake tetap melangkah masuk ke dalam. Langkah Arthu terhenti ketika pengawal Jasson menghadang dirnya. Alrthur tersenyum sinis menatap para pengawal Jasson yang menghalanginya. Rupanya Jasson memang berniat untuk melawan dirinya. Sun
Perlahan Bianca mulai membuka matanya, dia menatap ruangan putih. Bianca menoleh dan melihat ada Arthur dan Paula yang berjaga di sisinya. Mereka sama-sama tersenyum saat Bianca sudah membuka matanya. "Bianca? Kau mendengar ku?" Arthur mengelus dengan lembut pipi Bianca. "Arthur kenapa aku di sini?" Bianca mengerutkan keningnya. Dia berusaha mengingat kenapa dirinya berada di rumah sakit. Namun, ketika Bianca mengingat sesuatu. Ingatan di kepalanya begitu jelas tentang Tasya, Richo dan Ella yang tergeletak dengan berlumuran darah. Wajah Bianca langsung memucat, saat dia mengingat semuanya. "Arthur? Bagaimana keadaan Tasya? Richo dan Ella bagaimana?" Bianca semakin panik, kepalanya semakin sakit dan memberat."Ssst, jangan pikirkan itu Bianca. Aku yakin mereka akan selamat," Arthur membawa tangannya mengusap lembut perut istrinya. "Aku minta pada mu, jangan memikirkan hal berat, Dokter mengatakan kandungan mu lemah. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada anak kita." Sebelumnya dokter
Bianca menatap cermin, kini tubuhnya sudah terbalut dengan gaun berwarna gold dengan model atas kemben. Hari ini adalah ulang tahun putranya, Justin. Bianca masih tidak menyangka usia Justin sudah satu tahun. Perjuangan yang Bianca hadapi dulu saat melahirkan putranya itu, tidak pernah bisa terlupakan. Beruntung Tuhan masih melindungi dirinya dan putra kesayangannya. Arthur yang melangkah masuk ke dalam kamar, dia menatap istrinya sudah terbalut dengan gaun yang membuat istrinya terlihat sangat cantik dan seksi. Arthur mendekat, dia langsung memeluk Bianca dari belakang. Memberikan kecupan di tenguk leher. hingga ke pundak mulus milik istrinya itu. "Kenapa kau selalu cantik hem?" bisik Arthur di sela-sela kecupannya. Bianca tersenyum, lalu membalikan tubuhnya menatap lekat wajah suaminya. Bianca mengelus lembut rahang Arthur. "Dan kau selalu tampan."Arthur mengeratkan pelukannya. "Aku rasanya tidak ingin keluar kamar. Aku ingin terus di sini bersama mu." "Kau ini bagaimana! Putra
Viola menyandarkan punggungnya di sofa. Sejak kejadian dirinya bertengkar dengan ayahnya, Viola lebih menyendiri. Daisy ibunya kini sudah mengetahui semuanya. Viola sengaja mengatakan langsung pada Daisy. Viola tidak ingin Daisy terus tertipu pada Carlos yang memberikan sebuah cinta palsu. Selama ini Carlos selalu menunjukan peran ayah yang terlihat begitu sempurna. Tapi kenyataan yang Viola dapatkan ayahnya sendiri berusaha mengahancurkan kehidupannya. Richo melangkah masuk ke dalam rumah, dia menatap Viola tengah melamun. Richo langsung berjalan mendekat ke arah Viola, dan langsung duduk di samping kekasihnya itu. "Kau sedang memikirkan apa?" tegur Richo yang membuat Viola menghentikan lamunannya. Viola mengalihkan pandangannya dan menatap Richo yang duduk di sampingnya. "Kau sudah pulang? Maaf aku tidak menyadari kau datang." "Ada yang kau pikirkan?" Richo kembali bertanya, dia menatap wajah kekasihnya terlihat begitu muram. "Tidak ada," jawab Viola yang berbohong. Dia tidak i
Hari ini hari dimana Viola meminta Richo menemani dirinya untuk bertemu dengan ayahnya. Viola sengaja meminta Richo untuk menemani dirinya. Viola ingin tahu apa reaksi dari ayahnya setelah dia mengetahui semuanya. "Apa kau yakin ingin bertemu dengan ayah mu?" tanya Richo yang kini berada di depan mobil. Sebelum masuk, dia kembali memastikan pada Viola. Viola mengangguk. "Kita harus menemuinya. Aku ingin langsung melihat tindakan apa yang dia ambil setelah melihat kita berdua." "Allright, dengan senang hari aku bertemu dengan calon mertua ku." Richo masuk ke dalam mobil. Begitu pun dengan Viola. Kemudian Richo mulai melanjukan mobilnya meninggalkan halaman parkir mansionnya. "Apa kau sudah tahu dimana rumah ayah ku yang baru?" Viola membuka suara ketika Richo tengah fokus melajukan mobil. "Lebih tepatnya itu adalah rumah lama ayah mu. Rumah itu tempat tinggal ayah mu dan Aria. Aku rasa Jesslyn juga berada di sana. Karena tadi aku meminta assistant ku dan melihat apartemen Jesslyn