"Hai tampan.. sendirian di sini?" Gadis berpakaian seksi itu mendekati Liam yang sedang menikmati minuman nya.
"Siapa kamu?""Trixie.""Tidak ada yang menanyakan namamu, saya hanya tanya siapa kamu? dan apa maumu?""Anggaplah aku seorang teman baru yang ingin menemani mu menikmati minuman.""Aku sedang tidak mencari pelacur.""Ya ampun , ucapan mu pedas sekali, aku tersinggung sekali.""Pergilah pelacur , apa kau tidak lihat cincin di tangan ku ini, aku sudah menikah , jadi pergilah.""Iya aku juga bisa melihat kalau kamu baru saja menikah bukan?" Bisik perempuan bernama Trixie itu."Darimana kamu tahu kalau aku baru selesai menikah?""Kamu masih mengenakan jas pengantin sayang." Trixie makin mendekati Liam."Kalau begitu pergilah brengsek, aku tidak berniat mengkhianati istriku." Liam mendorong perempuan itu agar menjauh dari dirinya."Kalau kau tidak berniat mengkhianati istrimu, pasti saat ini kamu sedang melewatkan malam pertama yang panas dengan istri mu itu.""Sudahlah pergilah brengsek, aku jijik dengan mu." Liam makin keras mendorong Trixie."Baiklah baiklah kita buat kesepakatan, aku tidak akan menggangumu, hanya ijinkan aku di sini menemanimu minum.""Terserah kau saja asalkan kau diam dan jangan bersuara ." Ucap Liam tak perduli dengan gadis yang duduk di mejanya, Liam memilih menikmati minuman nya.**********"Laura sayang.. aku mencintaimu Laura ahhh... ahhh..." Liam terus menggerakkan tubuhnya."Laura ohhh kamu cantik sekali sayangku." Liam semakin bersemangat saat melihat wajah sang istri berada di bawah nya.Liam sama sekali tidak sadar bahwa perempuan yang sedang bercinta dengannya bukanlah Laura."Ahhh... ahhh ahhh... terus sayang terus..." Desahan keluar dari bibir Trixie yang sedang menikmati bagian bawahnya sedang di aduk-aduk oleh milik Liam.Keringat membasahi tubuh polos kedua sejoli itu."Ahhh.. terus sayang uhhh ahhh... "Suara desahan sahut menyahut dari bibir Liam dan Trixie yang membahana di seluruh tak ruangan."Ahhhhhh.... " Lenguhan panjang dari mulut pasangan yang baru pertama kali bertemu itu menandakan syahwat mereka sudah sampai di puncak.Liam jatuh ke samping tubuh Trixie setelah merasakan seluruh cairannya keluar dari rumah nya."Terserah lah meskipun kamu kira aku orang lain, yang penting malam ini aku bisa menikmati permainanmu yang luar biasa sayang." Trixie membelai wajah Liam lalu mengecup kening pria yang baru saja menggagahi dirinya.********"Hei pelacur kenapa bisa kamu berada di ranjang ku?" Liam terperanjat tak percaya melihat seorang perempuan sedang berbagi selimut dengan nya."Ohh sayang apakah kamu lupa dengan apa yang kita lakukan semalam?""Memangnya apa yang kita lakukan semalam? aku tidak ingat kita melakukan sesuatu tadi malam.""Ohh sayang, kamu terlalu mabuk rupanya sampai kamu lupa , kalau kamu memintaku untuk mengajak mu pulang ke rumah ku.""Apa? rumahmu? jadi aku sedang berada di rumahmu?""Iya sayang , sesuai dengan permintaan mu.""Tidak mungkin, brengsek kamu pasti menipuku, harus nya aku sedang bersama istri ku semalam." Ucap Liam sambil bangkit dari posisinya lalu mengenakan semua pakaiannya.Liam melirik tangan nya, lalu sedikit merasa lega karena cincin pernikahan nya dengan Laura masih melingkar di jari nya."Sayang mau kemana? tunggu.. " Trixie mencoba mengejar Liam yang berjalan dengan tergesa menuju pintu keluar.***** "Jason, dimana Liam?" Tanya Laura kepada Jason yang sedang menikmati kopi nya bersama beberapa pegawai lainnya di ruang karyawan."Ohh nyonya Laura, selamat pagi nyonya." Jason kelabakan melihat nyonya rumah sudah berdiri di depannya."Selamat pagi, sudah tidak apa santai saja, aku hanya ingin menanyakan dimana tuanmu?" ucap Laura dengan mata cekung yang memperlihatkan kurang tidur ."Ehhh maaf nyonya saya tidak tahu, karena semalam tuan hanya mengatakan bahwa dirinya ingin keluar mencari angin." jawab Jason."Ohh begitu, baiklah kalau begitu, silahkan lanjutkan kegiatan kalian." ucap Laura kemudian pamit dari para staff di rumahnya.Dari semalam dirinya tidak tidur menanti kedatangan sang suami yang harus nya mereka menghabiskan malam pertama mereka berdua.Laura berjalan pelan menuju halaman rumah Liam, sebuah mobil berhenti tepat di depan beranda mencuri perhatian Laura." sayang, darimana kamu semalaman?" Laura menyambut suaminya yang baru datang dengan penampilan acak-acakan."Tidak ada hanya bertemu dengan beberapa teman." balas Liam sambil berjalan terus tanpa menghiraukan Laura yang berjalan di samping nya."Aku menunggu mu semalaman."Liam melirik sekilas wajah Laura yang polos tanpa sentuhan make up."God dia cantik sekali." Liam terpesona untuk sepersekian detik dengan kecantikan Laura."Lain kali kamu tidak perlu menungguku.""Tapi sayang.""Mulai malam ini kamu boleh tinggal di kamarku." Sebenarnya Liam masih ingin terus membiarkan Laura untuk tinggal di kamar pembantu, tapi entah mengapa ada perasaan bersalah yang membuat nya ingin mengajak Laura berbagi kamar dengan nya."Benarkah?" Laura tak bisa menyembunyikan rona bahagia di wajahnya."Cepatlah sebelum saya berubah pikiran." Ujar Liam sambil berjalan menuju kamarnya, namun kali ini pintunya di biarkan terbuka untuk memberikan kesempatan pada Laura ikut masuk ke kamarnya." Dari mana saja kamu semalam sayang?" tanya Laura kepada suaminya dengan penampilan kusut setelah menghilang di malam pertama mereka. "Bukan urusan kamu." Balas Liam ketus sambil membuka bajunya.Laura terdiam tidak ingin membantah kalimat Liam, meskipun dalam benaknya tercipta berbagai pertanyaan, salah satunya kenapa sikap Liam jadi berubah setelah menikah.Sebelum nya Liam begitu manis dan baik kepadanya, hingga Laura yakin dan bersedia menikah dengannya."Apakah kamu ingin makan sesuatu?" tanya Laura sambil membantu Liam membuka pakaiannya." minggirlah aku bisa sendiri tidak perlu kamu bantu. " ucap Liam menghindari bantuan Laura." oke, sekali lagi aku bertanya Apakah kamu ingin makan sesuatu ? kalau ya aku akan mengambilkannya untukmu. ""Tidak perlu , lebih baik keluarlah aku mau istirahat. " ucap Liam sambil merebahkan dirinya di ranjang." ya sudah. " Laura mengalah melihat sikap suaminya, lalu menundukkan badannya dan berniat melepaskan kaos kaki suaminya. "Sudah kubilang
Meskipun dalam hati tidak langsung percaya begitu saja dengan apa yang di katakan oleh Nana Yaya, namun Liam tidak ingin terus menunjukkan ketidak yakin an nya dan memilih duduk di kursi nya, kemudian membalik piring yang berada tepat di depannya. "Mari ku ambilkan makananmu sayang. " Laura mengulurkan tangannya . Liam menyerahkan piringnya kepada Laura tanpa sepatah kata, matanya terus mengikuti setiap gerakan yang dilakukan Laura menyendok setiap sajian ke atas piring nya. "Ini sayang. " Ucap Laura sambil meletakkan piring berisi makanan tersebut di depan Liam. Liam hanya mengangguk tanpa di sertai sebuah kalimat bahkan senyuman, kemudian mengalihkan perhatian ke arah piring nya. "Damn ini enak sekali. " Batin Liam begitu lidah Liam mengecap makanan di dalam mulutnya. "Bagaimana Tuan? enak kan masakan Nyonya Laura? saya sudah mencicipi nya tadi, ternyata Nyonya Laura sangat pintar memasak. " Nana Yaya yang berdiri di sudut ruang makan menyela begitu melihat ekspresi Liam yang
"Apa yang kamu lakukan di rumah ku Trixie? dan bagaimana kamu bisa tahu dimana tempat tinggal ku?" Tanya Liam kepada Trixie saat sudah berada di dalam mobil. "Aku melihat kartu namamu terjatuh sayang. " Balas Trixie. "Terjatuh atau kamu sengaja mengambil dari dompet ku. " Balas Liam ketus. "Yaaahh apapun itu lah sayang, yang penting kan aku bisa datang ke rumahmu sayang, dan kamu juga senang kan kita bisa bertemu lagi. " Ucap Trixie sambil bergelayut manja kepada Liam. "Sekarang aku mengerti kenapa kamu melarikan diri dari malam pertama kamu semalam. " lanjut Trixie. "Tahu apa kamu? " Liam melihat ke arah Trixie dengan tatapan tajam. "Itu karena penampilan istrimu terlihat sangat membosankan, betul kan tebakanku? " Ucap Trixie. "Jason menepi sebentar. " Liam menyuruh sopir pribadinya menghentikan mobilnya. "Baik tuan. " Balas Jason, kemudian menuruti perintah sang bos berhenti di sebuah batu jalan. "Turun." Ucap Liam sambil melepaskan gelayutan Trixie di tangannya. "Apa? " T
Hampir seharian ini Liam sama sekali tak mampu fokus dalam pekerjaan nya, bahkan beberapa meeting dengan klien yang sudah di jadwalkan harus di cancel olehnya. Pernikahannya dengan Laura, dendam nya kepada ayah mertuanya sudah sangat mengganggu pikirannya. Badannya duduk menghadap jendela ruangan kerjanya, matanya menerawang ke luar gedung-gedung tinggi yang terlihat dari tempat duduk nya. Flashback on. Brak Brak Brak.... "Tuan Liam.. Tuaan... tolong buka pintunya. "Suara seorang perempuan beringan dengan suara pukulan pintu terus terdengar dari dalam kamar Liam. "Tuaaannn... Tuaaaannn... Bukalah pintunya tuan.""Siapa yang berani mengganggu tidur ku tengah malam begini. " Gerutu Liam saat matanya terbuka. "Tuaaaannn... Tuaaaannn... " Suara panggilan itu semakin keras, membuat Liam mau tak mau bangkit dari tempat tidurnya. "Iyaaa sebentar. " Balas Liam dengan sesekali menguap. "Nana? ada apa Nana membangunkan saya selarut ini? " tanya Liam begitu melihat perempuan yang sudah
"Apa kamu mau pergi lagi malam ini sayang? " Laura menghadang suaminya yang bersiap keluar dari kamarnya. "Bukan urusan kamu. "Balas Liam. "Tapi aku istrimu sayang, tidak salah kan kalau aku ingin tahu urusan kamu. " Ucap Laura masih berdiri menghadang Liam. "Heeh iya itu untuk istri orang lain, tidak berlaku untukmu. " Ucap Liam sinis. "Sayang kenapa kamu berubah seperti ini sayang? tolong katakan dan maafkan aku kalau aku punya salah kepadamu. " Pinta Laura memelas. "Kamu memang tidak salah, tapi ayahmu punya kesalahan besar yang tidak pernah termaafkan buatku, dan kamu harus ikut membayarnya. " Batin Liam sambil menatap tajam kepada perempuan yang baru dua hari di nikahi nya. "Kenapa kamu diam Liam? jawab pertanyaan ku. " Laura kembali meminta jawaban. Liam tetap diam tak menjawab pertanyaan Laura, namun menyingkirkan Laura darin hadapan nya "Minggir, jangan menghalangi jalanku. " Ucap Liam kemudian keluar dari kamarnya. Liam berjalan keluar kamar menuju sebuah kamar yang te
Laura berjalan tergesa sambil terus berbicara dengan seseorang di telephon. "Awww..."Hompir saja ponsel nya terlepas dari tangannya saat seseorang menabrak nya."Ada apa denganmu Laura , sampai harus terburu-buru seperti ini" Tanya lelaki yang tak lain adalah Liam suaminya. "Maaf maafkan aku sayang , aku tergesa-gesa ." jawab Laura ."Semua orang juga bisa melihat kalau kamu sedang tergesa-gesa, tapi bukan itu pertanyaanku, apa yang membuat kamu harus tergesa-gesa seperti ini?" sindir Liam sambil mengulangi pertanyaan nya." Aku harus ke rumah sakit sekarang sayang. " jawab Laura dengan mata berkaca-kaca. "Kamu sakit?" tanya Liam ."Tidak sayang bukan aku , tapi papaku mengalami kecelakaan dan sekarang sedang berada di rumah sakit umum. " Jawab Laura. "Ohh.. " Respon Liam kemudian terdiam. "Kalau begitu bolehkah aku pergi sekarang?" ucap Laura."Oke." jawab Liam cepat. "Apa kamu tidak ingin melihat keadaan papa juga sayang? " tanya Laura. "Ehhmm sepertinya tidak, aku lelah. " J
"Bagus, aku akan memberikannya pembayaran atas kerjamu kali ini. " Laura menyentuh pundak sang suami yang sedang berbicara dengan seseorang di telepon. "Siapa yang berbicara denganmu sayang? " "Ohh.. bukan siapa-siapa hanya seorang rekan bisnisku. " balas Liam. Laura menarik nafas panjang lalu membuangnya kasar melalui mulut nya. "Kalau kamu sedang ada urusan, tinggalkan saja aku di sini sendiri. " ucap Laura. "Tidak apa, aku sudah menyuruh orang ku untuk menghandel pekerjaan ku sementara. " Balas Liam. Laura tersenyum, kemudian berjalan menuju kursi tunggu., sementara Liam mengekori nya di belakang kemudian ikut duduk di samping Laura. "Dimana ibumu? apakah sudah pulang? " tanya Liam ketika melihat hanya tinggal Laura saja yang berada di sana. "Iya, aku memintanya untuk pulang, karena kulihat Mama Lucy terlihat sangat lelah. " balas Laura. "Hemm... " Liam tersenyum mendengar balasan Laura. "kenapa? apa ada yang lucu? " tanya Laura. "Aku hanya heran mendengar mu menyebut i
"Papa.. syukurlah papa tidak kenapa kenapa, aku sangat khawatir pa. " Laura memeluk tubuh ayahnya yang masih terbaring lemah di ranjang ruangan VVIP rumah sakit. "Tenanglah sayang, kamu lihat sendiri kan kalau keadaan papa baik-baik saja, tidak ada yang perlu kamu khawatirkan putriku sayang. " balas Nicholas sambil membelai rambut pirang putri nya. "Aku sangat takut saat mendengar papa mengalami kecelakaan. " ucap Laura setelah menegakkan tubuh nya duduk di kursi di samping ranjang ayahnya. "Heh.. sudah sudah jangan khawatir papa baik-baik saja. " balas Nicholas Sanders. "Apa yang and rasakan sekarang tuan? " Liam ikut menyahut. "Masih sedikit pusing Liam, tapi aku sudah merasa jauh lebih baik. " balas Nicholas. "Syukur lah tuan. ""Ha.. ngomong-ngomong kenapa kamu masih memanggilku seperti itu Liam, aku ini adalah papa mertua mu. " ucap Nicholas sambil tersenyum. "Ehh.. iya Tuan.. ehh maksud saya papa. " ucap Liam terbata. Dalam hati Liam mengutuk karena harus menyebut manusi
"Bagaimana David, apakah sudah ada kabar mengenai istriku?" Tanya Liam melalui sambungan telepon. "Maafkan saya tuan, tadi saya sempat bertemu dengan nyonya Laura.""Hah apa? dimana kamu bertemu istriku? lalu sekarang dimana dia? aku harus bertemu dan berbicara dengan nya sekarang juga.""Di depan rumah ayahnya tuan, tapi sayangnya nyonya Laura menolak untuk ikut bersama saya dan kemudian seseorang membawanya pergi, dan saya kehilangan jejak nyonya Laura. " Balas David. "Kenapa bisa begitu David? Kamu tahu siapa orang itu?" tanya Liam."Maaf tuan saya belum pernah melihat lelaki itu sebelumnya, sepertinya dia hanya seseorang yang kebetulan lewat di situ dan berusaha membantu nyonya Laura yang terus berteriak dan memberontak dari saya tuan." Ujar David."harusnya kamu tidak membiarkan Laura pergi begitu saja, saya tidak mau tahu kamu harus menemukan keberadaan istri saya segera."Pinta Liam secara tegas."Saya minta maaf tuan, tapi saya sedang mengusahakan yang terbaik untuk mencari n
"Masuklah nona. " Armand berhenti sejenak mempersilakan Laura untuk berjalan mendahului nya, begitu sampai di halaman rumahnya. Laura tersenyum dan mengangguk, kemudian melangkah pelan di depan Armand, lalu keduanya berhenti tepat di depan pintu yang masih terkunci.Armand maju selangkah kemudian mengambil kunci dari kantongnya lalu mengarahkan di lubangnya." Silakan. " Ucap Armand mempersilahkan Laura masuk ke dalam rumah yang tidak terlalu besar. Laura berdiri di dekat pintu menunggu Armand yang menuju saklar untuk menghidupkan lampu. Laura memindai ruang tamu berukuran Sekitar dua puluh lima meter persegi tersebut. "Anda tinggal sendiri disini? " tanya Laura. "Sebenarnya ada seorang asisten rumah tangga, tapi saat ini dia sedang ada keperluan di kampung halamannya, mungkin minggu depan baru kembali kesini. " Armand menjelaskan. "Ohhh... " Armand menangkap rona tidak nyaman di wajah Laura. "Kenapa? kamu takut tinggal di sini? " Tanya Armand. "Ehhee... " Laura tersenyum tip
"Huh.. huh.. huh..."Liam berusaha mengatur nafasnya yang naik turun. "Beruntung mereka tidak sempat melihatku disana. " Batinnya sambil bergegas menghidupkan mesin mobilnya. "Jadi selama ini Lucy benar-benar mengetahui perselingkuhan Livia dan Nicholas. " Liam berbicara sendiri. "Bisa jadi Lucy juga terlibat dengan apa yang menimpa Livia, karena dia juga yang sudah merencanakan kecelakaan Nicholas waktu itu. " Liam mulai menerka-nerka. "Sayang sekali aku tidak bisa melihat siapa lelaki yang membantunya. ""Oh Shit... mereka sedang merencanakan untuk mencelakai Laura, aku harus mencegahnya. " Liam memukul setir di depannya mengingat apa yang akan dilakukan Lucy kepada Laura , aku harus mencari keberadaan Laura saat ini. " ucap nya kemudian meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo David, tolong kerahkan anak buahmu, bantu aku mencari istriku sekarang juga. "***********Laura masih menangis di dalam taksi nya, hampir tiga jam dirinya berada didalam nya. "Nona sebenarnya
"Selamat malam tuan. " Sambut Nana Yaya kepada Liam yang baru masuk ke dalam rumah. "Selamat malam Yaya. " Balas Liam sambil membuka kancing jas nya. "Bagaimana kabar Laura? apa dia sudah makan malam? " Tanya Liam. "Maksud tuan? " Nana Yaya meragukan pendengaran nya tentang pertanyaan tuannya tersebut. "Apa Nana tidak mendengar pertanyaan ku yang begitu jelas, saya ulangi apakah Laura sudah makan malam? " Liam mengulangi pertanyaan nya. "Iya tuan saya mendengar, tapi kenapa tuan menanyakan Nyonya sudah makan atau belum, apakah tuan lupa kalau Nyonya tidak ada di rumah? " "Tidak ada di rumah? memangnya kemana istriku Nana? " Liam terkejut dengan ucapan Nana Yaya. "Bukannya tuan sudah tahu dan mengijinkan Nyonya Laura untuk pulang ke rumah orang tuanya. " "Tahu? ijinkan? tidak, aku sama sekali tidak tahu apalagi mengijinkan Laura pergi dari rumah, apa-apa an ini, kenapa Nana tidak memberitahu saya kalau Laura pergi dari rumah? " Liam mulai emosi. "Tapi tuan, Nyonya Laura sendir
Cerita Nana Yaya tadi membuat dirinya penasaran untuk mencari tahu lebih banyak tentang adik iparnya yang telah meninggal dunia. Laura berjalan keluar dari kamarnya, kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri berharap tidak ada orang yang melihat dirinya. Dirinya berjalan ke menuju sebuah kamar yang pintunya tertutup. "Pasti ini kamarnya. " Batin Laura. Klik.. Laura berhasil membuka pintu yang tidak terkunci, kemudian melangkah masuk ke dalam kamar bernuansa merah muda. Laura menyapu pandangan ke sekeliling, dilihatnya sebuah photo besar di tengah-tengah dinding kamar nya, seorang gadis cantik berambut panjang sedang berpose tersenyum. "Cantik, mata dan hidungnya sangat mirip dengan Liam. " Gimana Laura selesai mengamati photo close up tersebut. Laura mendekati ranjang yang terbungkus sprei dan bed cover, semuanya tertata begitu rapi dan bersih meskipun tidak berpenghuni. Laura duduk di tepi ranjang, matanya tertuju pada sebuah buku tertelungkup yang terletak di meja samping ranja
Brak.. Laura menutup pintu dengan kasar, kemudian mengunci nya dari dalam. Laura sengaja melakukannya agar Liam tidak bisa menyusulnya. "Hiks.. Hiks... Hiks... " Laura menjatuhkan dirinya ke ranjang, kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Siapapun yang melihat nya pasti langsung paham apa yang sedang di rasakan nya, luka hatinya terlalu , kepergian sang ayah yang begitu tiba-tiba, sikap Liam yang plin-plan ditambah lagi kedatangan seorang perempuan yang mengaku sedang mengandung benih sang suami. Perempuan itu menangis tanpa henti, Laura hanya berharap bahwa kepedihannya bisa luruh, seiring dengan derasnya air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. "Papa kenapa papa pergi meninggalkan aku sendiri, tidak ada yang mencintaiku sebesar papa. " Ratap Laura mengingat kini tiada lagi orang yang mencintainya, terlebih ibu tiri yang selama ini di kiranya benar-benar tulus mencintai dirinya dan ayah nya ternyata hanya berpura-pura. Laura terus menangis tak peduli sua
Drrrttt.... Drrrttt.... Liam mengambil ponselnya yang terus bergetar berulang-ulang. Dilihatnya nama David tertera di layar ponselnya yang berkedip. "Halo, ada apa David? " Tanya Liam kepada orang yang sedang menghubungi dirinya melalui telepon."Benar tuan, ada penting yang ingin saya sampaikan kepada tuan, Apakah kita bisa bertemu? " tanya David. "Dua puluh menit lagi aku sampai kantor, temui aku di ruangan ku. " Ucap Liam. "Baik tuan. " Liam menutup telepon nya, kemudian berbalik kembali ke pintu. Tok Tok Tok"Laura aku harus pergi. " Ucap Liam berpamitan kepada sang istri. Liam menunggu beberapa detik namun tetap tidak mendapatkan jawaban dari Laura. Liam memutuskan untuk meninggalkan Laura di kamarnya dan akan berbicara kembali dengan Laura setelah kembali dari kantor. Sebenarnya Liam merasa ada yang aneh pada dirinya, untuk apa dia harus berpamitan kepada Laura, padahal dirinya hanya ingin membalas dendam kepada Laura, tapi entah mengapa sebagian besar hatinya mengharusk
Laura benar-benar tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Liam, baru semalam dirinya merasa telah di perlakukan sebagai ratu oleh suaminya, dan hampir saja dia percaya bahwa Liam benar-benar sudah kembali seperti Liam yang di kenalnya dulu. Namun kenyataan sama sekali berbeda dengan yang di harapkan nya, bahkan saat ini di mobil, Liam sama sekali tak mengucapkan sepatah kata pun. "Sayang, kalau memang aku bersalah kumohon maafkan aku. " Ucap Laura, kemudian meraih salah satu tangan Liam yang terletak di samping persneling mobil nya. "Hah? kenapa? " Liam terperanjat dari lamunannya, dan langsung menarik tangannya begitu menyadari Laura sedang menautkan jemarinya di tangan Liam. "Apakah aku melakukan kesalahan? " Tanya Laura lagi. "Ohh.. sudahlah aku sedang tidak ingin membahasnya sekarang. " Jawab Liam tanpa menoleh sama sekali ke arah Laura yang saat ini sedang menatap nya. "Tapi sayang... ""Cukup.. aku sudah bilang tidak ingin membahasnya. " Hampir saja air mata Laura
"Jadi perempuan itu sudah tahu tentang Olivia, tapi kenapa dia tidak menghalangi pernikahan ku dengan Laura saat itu. " Batin Liam sambil menatap tajam Lucy yang berjalan menjauh darinya. "Aneh, kalau memang dia tahu tentang perselingkuhan antara suaminya dengan adikku, harusnya dia menolak aku menjadi menantu di keluarga ini, dan sepertinya tidak ada yang aneh dengan hubungan rumah tangga Nicholas dan Lucy, semuanya tampak baik-baik saja. " Liam terus membatin hal yang menurutnya tidak biasa tersebut. "Hiks.. Hiks... " Perhatian Liam beralih kepada sumber suara tangisan yang berasal dari dalam kamar Laura. Kepala Liam mendongak ke dalam kamar, dilihatnya perempuan cantik itu sedang duduk di tepi ranjang sambil tertunduk menangis. Liam melangkah masuk ke dalam kamar, kemudian menutup pintu kamar istrinya tersebut. Ada rasa iba melihat Laura yang terlihat begitu terpukul, dilihat dengan kasat mata saja jelas terlihat bahwa hati perempuan itu sedang hancur berkeping-keping. Liam