"Seli, kamu mau ke mana?" Harvey buru-buru mengikutinya.Sissy memutar matanya. "Wanita ini sinting, ya?"Selena segera berlari ke ruangan sebelah. "Aku mau ketemu sama Tuan Sean."Asisten Billie mengenalinya, jadi dia tidak mempersulit Selena saat mau masuk dan langsung membukakan pintu. Selena berlari masuk dengan tergesa-gesa.Sean tampak duduk tenang di sofa kulit. Saat mendengar suara ada yang datang, dia menoleh ke arah Selena."Lama nggak ketemu ya, Selena."Tanpa basa-basi, Selena langsung bertanya, "Tuan Sean, apa kalung ini punya adik perempuanmu?""Ya. Aku dengar ada barang-barangnya yang dilelang di pameran ini, makanya aku sengaja datang langsung buat melihat apa aku bisa menemukan jejaknya. Kalaupun dia nggak ketemu, setidaknya aku nggak mau hadiah ulang tahunnya jatuh ke tangan orang lain."Benar saja, semua sesuai dengan dugaan Selena. Mayat perempuan tersebut adalah adik perempuan yang selama ini dicari-cari oleh Sean.Melihat wajah Sean yang pucat pasi, Selena tidak t
Saat mendengar kata "mayat wanita", tangan Sean sudah gemetar. Wajahnya yang tadinya sudah pucat pasi, kini makin pucat."Kamu nggak salah lihat, 'kan?""Nggak, anting-antingnya besar dan indah sekali. Baju yang dia pakai juga bermerek. Oh ya, dia juga memakai cincin safir koleksi termahal di jarinya."Melihat ekspresi Sean yang makin memburuk, Selena buru-buru menghiburnya. "Tuan Sean, ada kemungkinan juga perhiasan adikmu jatuh ke tangan orang lain. Hal ini mungkin nggak seburuk yang kamu bayangin."Sean menundukkan kepala dan melihat ponselnya, seolah-olah tidak mendengar kata-kata Selena.Selena melihat jari-jari Sean gemetar tak terkendali, menari-nari di layar ponselnya dengan panik. Akhirnya, layar ponsel itu berhenti pada sebuah foto."Apa cincin ini yang kamu maksud?"Cincin dalam foto terlihat lebih jelas, batu safirnya pun jernih bagaikan warna langit. Sungguh halus dan berkelas."Benar, ini cincinnya. Waktu itu sepertinya mayat itu sudah terendam air untuk waktu yang lama,
Helikopter mendarat di landasan yang luas. Saat Selena melangkah keluar dari kabin, gelombang panas menerjangnya dari segala arah.Harvey dengan hati-hati membantunya. "Di luar panas, kamu tunggu saja di pesawat.""Nggak perlu."Selena bersikeras melanjutkan. Setelah mengumpulkan banyak orang, Sean dengan tegar berkata, "Selena, di mana kamu lihat mayat itu?"Mengandalkan serpihan ingatan saat dirinya jatuh ke laut waktu itu, Selena menunjuk ke sebuah kapal yang rusak. "Waktu itu ada mayat di sana, tapi sudah setengah tahun berlalu. Jadi, aku nggak tahu ... "Belum selesai dia berbicara, Sean sudah berlari kencang menuju kapal yang rusak, mengabaikan peringatan Billie di belakangnya. "Tuan, tolong pelan-pelan. Jangan lupakan kondisimu."Sean mana mungkin bisa mendengarkannya. Dia telah mencari adiknya begitu lama dan akhirnya mendapatkan petunjuk yang menyatakan adiknya telah menjadi mayat.Sean yang biasanya tenang, kini tampak panik. Kaki kirinya terasa lemas, tetapi hal itu tidak me
Meskipun keluarga Bennett adalah keluarga besar yang terkenal di dunia, Sean tetap memiliki keterbatasan dalam mengurus sesuatu di negeri orang lain, tidak semudah Harvey.Harvey menggunakan semua sumber daya yang dimilikinya dan segera memerintahkan orang untuk memulai autopsi.Sean tetap diam di posisinya. Matanya tidak fokus, seolah sedang memikirkan sesuatu yang pelik.Selena membawa segelas limun dan meletakkannya di depan Sean sambil berbicara dengan lembut."Sean, hasilnya akan segera keluar. Jangan khawatir, pasti nggak seburuk yang kita bayangkan. Nih, minum dulu."Baru saat itulah Sean tersadar. "Bisa kamu ceritain lebih rinci pas kamu lihat mayat itu?" tanyanya dengan suara serak.Selena pun menceritakan dengan detail bagaimana dia berhasil naik ke kapal. Ketika dia menceritakan bagian dirinya berada di air kotor bersama mayat dan melihat segerombolan ikan keluar dari mata mayat tersebut, semua orang merasa ngeri.Wajah Harvey dan Sean berubah pada saat bersamaan.Harvey tah
Ingatan Selena melayang pada saat pertama kali dia merasakan gerakan janin dalam kandungannya, dia kegirangan seperti anak kecil dan tak sabar untuk berbagi kebahagiaan dengan Harvey.Hari itu dia mengirim banyak pesan suara dan video kepada Harvey, tetapi tak ada satu pun balasan diterimanya.Ketika akhirnya Harvey pulang di malam hari, Selena menyambut lelaki itu dengan senyuman lebar di wajahnya. "Harvey, hari ini bayi kita gerak. Beneran! Aku merasakannya, coba deh kamu pegang perutku."Saat itu, janinnya baru berusia tiga bulan dan perutnya belum membuncit. Namun, Harvey hanya meliriknya dengan tatapan dingin sekilas, kemudian pergi.Seolah baru saja diguyur dengan seember air dingin dari atas kepala hingga ujung kaki, pada saat itu dia baru menyadari bahwa tidak semua orang merasakan kegembiraan seperti yang dia rasakan.Seiring waktu, anak dalam kandungannya makin besar dan gerakannya pun makin terasa. Namun, dia tidak pernah sekalipun memberi tahu Harvey.Saat itu, Harvey serin
Harvey secara khusus berkonsultasi dengan dokter, dia jadi tahu bahwa emosi seorang wanita bisa sangat tidak stabil selama kehamilan.Dia tahu Selena masih dendam padanya, jadi dia menahan diri untuk tidak muncul di depan Selena selama beberapa bulan terakhir. Hal ini semata-mata hanya agar Selena bisa fokus untuk merawat kandungannya.Peristiwa mayat wanita hari ini menyentuh hati Selena yang rapuh sehingga air matanya tak henti-hentinya mengalir.Seakan merasakan kesedihan sang ibu, janinnya mulai bergerak-gerak dengan gelisah di dalam perutnya.Selena buru-buru menghentikan tangisannya, sementara Harvey menyeka air matanya dengan lembut menggunakan handuk hangat dan mencoba menenangkannya. "Dia cuma orang asing yang nggak kamu kenal, kematiannya bukan salahmu. Kamu nggak perlu sedih. Kalau dia tahu apa yang terjadi, dia pasti bakalan berterima kasih sama kamu. Kamu sudah membawanya pergi dari tempat itu dan membantunya bertemu kembali sama keluarganya."Selena menghela napas dengan
Reaksi pertama Selena setelah sadar adalah buru-buru mundur dengan tangan kiri menutupi perutnya.Melihat reaksi waspada Selena yang begitu alami, hati Harvey terasa hancur berkeping-keping."Jangan gugup, aku cuma ... mau menyentuh bayinya."Jelas Selena tidak berpikir demikian. Layaknya induk ayam yang melindungi anaknya, dia berkata dengan kasar, "Keluar kamu!""Baiklah. Nggak usah panik, ini aku mau langsung pergi kok.""Ahh."Selena sedikit mengernyit. Langkah kaki Harvey yang hendak pergi pun terhenti. Dia buru-buru maju beberapa langkah. "Ada apa? Bayi-bayi itu menendangmu lagi? Tadi aku juga lihat mereka heboh bergerak.""Sakit."Selena memegangi perutnya, membuat Harvey ketakutan."Kamu jangan panik ya, aku panggil dokter dulu."Untungnya, semua peralatan pemeriksaan tersedia lengkap sehingga tim medis bisa segera memeriksa Selena.Selena mencengkeram tangan Harvey erat-erat, dahinya bermandikan keringat dingin yang bercucuran.Dia teringat kembali pada hari di mana dia kehila
Setelah pindah ke tempat yang lebih aman dan memastikan Selena tidak akan bisa mendengar ini, Harvey pun bersuara, "Ada masalah sama kandungannya?"Dia mengeluarkan sebatang rokok, tetapi tak menyulutnya. Ekspresinya tampak murung."Nggak, Tuan Harvey tenang saja. Untuk saat ini, kondisi bayinya masih aman. Saya cuma mau mengingatkan kalau Nyonya punya riwayat pendarahan hebat dan endometriumnya relatif tipis. Itu bikin dia rentan mengalami keguguran."Melihat Harvey yang masih diam, dokter pun melanjutkan, "Kestabilan emosi pada ibu hamil sangat penting. Tuan Harvey harus menjaga Nyonya lebih baik lagi dan sebisa mungkin nggak bikin Nyonya stres selama hamil. Kalau nggak, janinnya bisa berhenti berkembang. Kalau itu terjadi, Nyonya ... "Dokter Mona menatap Harvey dengan hati-hati. Rokok di tangan Harvey sudah hancur saat ini. Suaranya terdengar berat, "Lanjutkan.""Nyonya mengandung bayi kembar. Jadi, kehamilannya jelas lebih sulit daripada ibu hamil biasa. Keguguran bisa berdampak b