Aksa menutup dokumen yang berada di depannya. Dia menyenderkan badannya ke kursi, lalu menoleh, melihat istrinya yang ketiduran di sofa dengan buku yang ada di tangannya. Aksa tersenyum lalu beranjak mendekati Leta. Dilihatnya wajah ayu istrinya yang selalu membuatnya terpesona. Tak tega membangunkan istrinya, akhirnya Aksa beranjak keluar dari ruangannya menuju ke ruangan Vino.
Vino menoleh saat melihat bosnya masuk ke ruangannya. Dia segera berdiri menyambut kedatangan Aksa itu.
"Bagiamana, apa sudah selesai?" tanya Aksa.
"Belum Tuan,orang itu sangatlah licik. Kita berhasil menemukan orang suruhannya, meskipun mereka mengaku tapi kita tak mempunyai bukti. Sehingga akan sulit untuk mengajukannya ke pihak kepolisian." ucap Vino.
Aksa mengangguk dalam diamnya. Dia juga memikirkan, bagaimana caranya agar semua kedok orang itu terungkap. Dia sedikit kesulitan karena sekecil apapun petunjuk berhasil dihilangkan olehnya.
"Baiklah, aku sudah lama memberi
Leta dan Kyra menoleh ketika Aksa keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya. Dia segera berjalan mendekati putri dan istrinya, berbaring di samping Kyra. Menopang kepalanya menatap putri kecilnya yang beberapa hari ini tak ingin dekat dengannya."Kau sudah makan sayang?" tanya Aksa."Sudah Papa, baru saja mama Leta menyuapiku." ucap Kyra."Habis makan kenapa malah tiduran, nanti perutmu bisa sakit. Kemarilah," ucap Aksa bangun dan duduk bersender di kepala ranjang. Kyra mengikuti hal itu, dia duduk di tengah-tengah kedua orang tuanya."Bagaimana dengan hari-hari Kyra? Apa selama ini Kyra tak merindukan Papa dan mama Leta sehingga Kyra tak ingin bermain bersama kami," ucap Aksa dengan suara memelas kepada Kyra. Dia menampilkan wajah yang dibuatnya menjadi sedih."Tidak Papa, Kyra juga merindukan kalian. Tapi mama Zeline selalu bilang jika Papa sudah melupakan Kyra," jawab Kyra juga ikut tertunduk sedih."Apa Kyra percaya bahwa papa da
Melihat tingkah adiknya membuat Tommy tak bisa menahan senyum mengejeknya. Ditatapnya wajah adiknya yang terlihat panik dan bingung dengan apa yang baru saja diucapkannya. Seolah menikmatinya, Tommy membiarkan hal itu terjadi sejenak sampai pelayan datang membawakan pesanan mereka."Apa.... Apa suratnya sudah keluar?" tanya Zeline menatap pak Ridwan, suaranya terdengar sekali sangat gugup.Pak Ridwan menoleh sekilas ke arah Tommy. Melihat Tommy menganggukan kepalanya dia tersenyum sedikit lalu menatap ke arah Zeline."Belum Nona, selama ini surat permohonan perceraian yang diajukan oleh pak Aksa belum naik ke pengadilan. Artinya anda dan pak Aksa belum resmi bercerai," ucap Pak Ridwan menjelaskan.Zeline menghela nafas lega, dia menyenderkan badannya pada sandaran kursi. Dia kira surat perceraiannya sudah keluar, tapi ternyata hal itu belum terjadi. Zeline sangat bersyukur tentang hal ini, dia menatap ke arah kakaknya yang juga menatapnya."Kau sen
Ruang makan itu kembali seperti semula, suara riang Kyra mendominasi membuat suasana hangat terlihat di keluarga kecil itu. Meskipun masih ada Zeline dengan muka masam, tapi sepertinya mereka tidak memperdulikan hal itu.Setelah selesai, Aksa segera berdiri. Dia mengecup kepala Kyra dan Leta bergantian, lalu berpamitan pergi untuk segera ke kantor."Sayang, bagaimana kalau habis sarapan kita melukis," ajak Zeline menatap ke arah Kyra."Tapi Kyra ingin bermain di taman bersama mama Leta." ucap Kyra."Mungkin kita bisa mengajak mama Zeline," ucap Leta lembut kepada Kyra, yang membuatnya langsung menoleh dan mengangguk tersenyum."Mama Zeline mau ikut kita?" tanya Kyra."Em...tidak, sepertinya Mama tidak enak badan. Lain kali saja," ucap Zeline mengelak. Dia tidak ingin jika harus berbagi Kyra juga dengan Leta.Akhirnya Kyra berpamitan pada Zeline, dia lalu pergi ke taman bersama Leta. Sedangkan Zeline, dia segera pergi dari ruang makan.
Seorang pria mengerjapkan matanya kesal tatkala mendengar bunyi handphone yang mengganggu tidur nyenyaknya. Tangannya bergerak meraih handphone yang berada di meja. Tanpa melihat siapa yang menelfon, dia segera mengangkat panggilan itu."Hallo," ucapnya serak, khas suara yang baru saja bangun tidur."Kenapa masih belum ada kabar? Ini sudah seminggu sejak kau meminta waktu. Aku masih menunggu kabar darimu, jangan coba-coba mengacaukan rencanaku. Jika kau tidak bisa biar aku cari saja orang lain," suara dari seberang telfon itu praktis membuat pria itu langsung membuka matanya.Zein segera melihat siapa yang menelfonnya, dan dia tidak salah. Orang itu meminta kabar yang dijanjikannya. Dia lalu mengarahkan handphone itu ke telinganya lagi."Tunggu, beri aku waktu. Besok aku akan menyelesaikannya," ucap Zein cepat."Jangan coba-coba untuk membodohiku bocah kecil," jawab suara dari telfon itu."Tidak, tidak... Aku janji, besok akan aku lakukan se
Sudah hampir satu jam Leta belum keluar dari kedai tersebut. Leta yang mengatakan hanya sebentar membuat Farrel menyusulnya karena khawatir. Dia masuk ke dalam, menoleh ke sana-sini mencari keberadaan Leta, tapi dia tak menemukannya.Farrel mencoba bertanya pada pelayan yang berada di kedai itu dengan menyebutkan ciri-ciri Leta. Tapi semuanya menjawab tak tahu. Bahkan dia sudah mencari ke kamar mandi, area belakang kedai dan dapur tapi tetap saja. Farrel yang melihat jika di sini ada cctv akhirnya meminta untuk mengeceknya.Tapi petugas yang menjaga cctv mengatakan cctv sedang mengalami gangguan, jadi dari pagi cctv mereka mati. Hal itu membuat Farrel panik seketika. Dia langsung keluar dan mencoba menghubungi Aksa.~Aksa menutup berkas yang ada di hadapannya. Dia melirik sebuah note kecil yang ditempelkan pada meja bagian pojok. Hari ini dia harus menghadiri pertemuan dengan clientnya sekalian melakukan makan siang.Aksa segera menghubungi Vino u
Leta membuka matanya perlahan, kepalanya sangat pusing saat ini. Tapi saat dia ingin menyentuh kepalanya, tangannya tak bisa digerakan. Seketika matanya membuka dengan sempurna. Dia terlihat takut dengan apa yang terjadi saat ini, apalagi tangannya diikat ke belakang di sebuah kursi, kakinya juga.Leta panik, dia menoleh ke sana-sini, tapi dia tak bisa berteriak. Mulutnya disumpal oleh kain. Leta mencoba mengingat apa yang terjadi dengannya. Tadi dia merasa pusing dan Zein bilang mengantarkannya ke mobil. Tapi apa yang terjadi sekarang, dan di mana dia saat ini.Pintu ruangan itu terbuka membuat pandangan Leta teralihkan. Dia melihat Zein masuk dan tersenyum ke arahnya. Seketika nyali Leta menjadi ciut, karena senyum Zein yang tak wajar itu.Leta mencoba berteriak tatkala Zein mendekatinya. Tapi karena mulutnya yang tersumpal suara Leta hanya terdengar seperti sebuah erangan.Zein masih menatap Leta dengan senyum sarkasnya, tepat berada di depan Leta dia
Aksa segera membawa Leta ke apartemen pribadinya, dia tidak ingin membuat orang-orang di rumah khawatir tentang keadaan Leta. Untung saja apartemen itu selalu bersih, karena memang Aksa menyuruh seseorang untuk membersihkannya seminggu sekali.Aksa menyuruh Jaka untuk meninggalkannya saja dan bergabung bersama yang lain. Sebelum itu, dia menyuruh Jaka untuk menelfon seorang dokter untuk datang ke apartementnya.Aksa membawa masuk Leta ke kamarnya, perlahan dia menaruh tubuh Leta ke ranjang. Tapi saat dia ingin beranjak, Leta menahan tangannya."Aku takut," ucap Leta menatap Aksa, buliran air mata masih jatuh membasahi pipi mulusnya.Aksa tersenyum, dia mengelus lembut kepala Leta. "Tenanglah, aku tidak meninggalkanmu. Tunggu sebentar," ucap Aksa mengecup kepala Leta lalu berdiri.Tak lama dia kembali dengan baskom berisi air hangat, dia duduk kembali di samping Leta. Mengusap luka Leta dengan handuk yang dibasahi oleh air hangat."Maaf sayan
Malam sudah larut, ketika seseorang memasuki sebuah gudang. Semua orang sudah terlelap dalam tidurnya, hanya ada suara tapak kaki, itu pun terdengar sangat pelan.Malam yang sedikit mendung itu menunjukan bulan yang bersembunyi di balik awan. Bintang pun demikian, seolah malam ini adalah malam yang paling sunyi tanpa adanya suara jangkrik.Dia membuka perlahan pintu itu, berjalan mendekati seseorang yang sedang terlelap duduk di kursi dengan tangan dan kaki yang masih terikat."Hei, bangunlah. Ayo bangun," suaranya cukup pelan, sambil mengguncang tubuh orang itu.Orang itu terbangun dan membelalak kaget. Dia ingin berteriak, tapi langsung di bungkam oleh orang yang membangunkannya itu. Matanya masih melotot, menatap tak percaya."Jangan berteriak bodoh, kau ingin kita tertangkap," suaranya pelan tapi menggeram marah. Dia melepaskan ikatan di tangan dan kaki orang itu.Setelahnya dia membantu orang itu berdiri, memapahnya berjalan
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden