Sudah hampir satu jam Leta belum keluar dari kedai tersebut. Leta yang mengatakan hanya sebentar membuat Farrel menyusulnya karena khawatir. Dia masuk ke dalam, menoleh ke sana-sini mencari keberadaan Leta, tapi dia tak menemukannya.
Farrel mencoba bertanya pada pelayan yang berada di kedai itu dengan menyebutkan ciri-ciri Leta. Tapi semuanya menjawab tak tahu. Bahkan dia sudah mencari ke kamar mandi, area belakang kedai dan dapur tapi tetap saja. Farrel yang melihat jika di sini ada cctv akhirnya meminta untuk mengeceknya.
Tapi petugas yang menjaga cctv mengatakan cctv sedang mengalami gangguan, jadi dari pagi cctv mereka mati. Hal itu membuat Farrel panik seketika. Dia langsung keluar dan mencoba menghubungi Aksa.
~
Aksa menutup berkas yang ada di hadapannya. Dia melirik sebuah note kecil yang ditempelkan pada meja bagian pojok. Hari ini dia harus menghadiri pertemuan dengan clientnya sekalian melakukan makan siang.
Aksa segera menghubungi Vino u
Leta membuka matanya perlahan, kepalanya sangat pusing saat ini. Tapi saat dia ingin menyentuh kepalanya, tangannya tak bisa digerakan. Seketika matanya membuka dengan sempurna. Dia terlihat takut dengan apa yang terjadi saat ini, apalagi tangannya diikat ke belakang di sebuah kursi, kakinya juga.Leta panik, dia menoleh ke sana-sini, tapi dia tak bisa berteriak. Mulutnya disumpal oleh kain. Leta mencoba mengingat apa yang terjadi dengannya. Tadi dia merasa pusing dan Zein bilang mengantarkannya ke mobil. Tapi apa yang terjadi sekarang, dan di mana dia saat ini.Pintu ruangan itu terbuka membuat pandangan Leta teralihkan. Dia melihat Zein masuk dan tersenyum ke arahnya. Seketika nyali Leta menjadi ciut, karena senyum Zein yang tak wajar itu.Leta mencoba berteriak tatkala Zein mendekatinya. Tapi karena mulutnya yang tersumpal suara Leta hanya terdengar seperti sebuah erangan.Zein masih menatap Leta dengan senyum sarkasnya, tepat berada di depan Leta dia
Aksa segera membawa Leta ke apartemen pribadinya, dia tidak ingin membuat orang-orang di rumah khawatir tentang keadaan Leta. Untung saja apartemen itu selalu bersih, karena memang Aksa menyuruh seseorang untuk membersihkannya seminggu sekali.Aksa menyuruh Jaka untuk meninggalkannya saja dan bergabung bersama yang lain. Sebelum itu, dia menyuruh Jaka untuk menelfon seorang dokter untuk datang ke apartementnya.Aksa membawa masuk Leta ke kamarnya, perlahan dia menaruh tubuh Leta ke ranjang. Tapi saat dia ingin beranjak, Leta menahan tangannya."Aku takut," ucap Leta menatap Aksa, buliran air mata masih jatuh membasahi pipi mulusnya.Aksa tersenyum, dia mengelus lembut kepala Leta. "Tenanglah, aku tidak meninggalkanmu. Tunggu sebentar," ucap Aksa mengecup kepala Leta lalu berdiri.Tak lama dia kembali dengan baskom berisi air hangat, dia duduk kembali di samping Leta. Mengusap luka Leta dengan handuk yang dibasahi oleh air hangat."Maaf sayan
Malam sudah larut, ketika seseorang memasuki sebuah gudang. Semua orang sudah terlelap dalam tidurnya, hanya ada suara tapak kaki, itu pun terdengar sangat pelan.Malam yang sedikit mendung itu menunjukan bulan yang bersembunyi di balik awan. Bintang pun demikian, seolah malam ini adalah malam yang paling sunyi tanpa adanya suara jangkrik.Dia membuka perlahan pintu itu, berjalan mendekati seseorang yang sedang terlelap duduk di kursi dengan tangan dan kaki yang masih terikat."Hei, bangunlah. Ayo bangun," suaranya cukup pelan, sambil mengguncang tubuh orang itu.Orang itu terbangun dan membelalak kaget. Dia ingin berteriak, tapi langsung di bungkam oleh orang yang membangunkannya itu. Matanya masih melotot, menatap tak percaya."Jangan berteriak bodoh, kau ingin kita tertangkap," suaranya pelan tapi menggeram marah. Dia melepaskan ikatan di tangan dan kaki orang itu.Setelahnya dia membantu orang itu berdiri, memapahnya berjalan
Aksa menggeram marah ketika dia baru saja mendapat kabar dari Farrel bahwa Zein telah melarikan diri. Apalagi mendengar jika salah satu anak buahnya ada yang berkhianat. Dia segera menyuruh Farrel untuk mengecek semua anak buahnya lagi. Takut jika masih ada penyusup."Aksa," panggil Leta yang membuat Aksa menoleh ke arah istrinya. Lelaki itu segera mendekati istrinya yang masih terbaring di ranjang."Ada apa? Bagaimana perasaanmu sayang?" tanya Aksa pelan, dia takut istrinya akan mengalami trauma pasca kejadian kemarin."Aku baik-baik saja. Kau tidak meninggalkanku kan?" suara Leta terdengar lirih."Tidak, aku tidak akan ke mana-mana. Aku akan di sini menemanimu." Aksa mengelus lembut kepala Leta.Leta menikmati sentuhan tangan Aksa. Dia memejamkan matanya sesaat. "Terimakasih Aksa.""Kau tak perlu berkata seperti itu sayang," ucap Aksa tersenyum. "Sekarang diamlah, aku akan mengambilkan sarapan untukmu. Agar ka
Tommy langsung menoleh ke arah pak Ridwan, dia menatap penuh selidik orang tua yang nampak gugup tersebut."Apa maksudnya?" tanya Tommy dengan nada suara yang dingin."Aaaku, tak tahu, sungguh.""Sudahlah, pengacaramu itu memang orang yang bodoh," ucap Aksa menyela. "Dia bahkan tak tahu mana berkas asli dan mana yang palsu."Hening, Tommy masih mengamati tentang apa yang sebenarnya dikatakan oleh Aksa."Nak Tommy, aku tidak mengenalmu dekat. Tapi ternyata sikapmu sama persis dengan ibumu." Pak Bagus berkata tanpa menoleh ke arah Tommy, dia sibuk melihat berkas yang baru saja dibukanya."Jangan kau samakan aku dengan ibuku," ucap Tommy menggertakkan giginya.Pak Bagus terkekeh, senyum mengejek terpancar jelas di bibirnya. "Kalian sama-sama serakah. Ambisi kalian bahkan sama, ingin menguasai harta milik tuan Aksa. Aku sudah mengenal ibumu sejak lama, Nak Tommy. Dan jika dilihat seperti ini, kau
Aletha langsung berlari keluar bersama Farrel. Dia bahkan mengabaikan Kyra yang merengek ingin ikut. Dia sangat panik, dan ingin segera bertemu dengan Aksa.Mobil melaju meninggalkan rumah, Farrel menjelaskan secara singkat dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dan luka Aksa tidaklah parah, seperti apa yang dipikirkan Leta."Aksa," teriak Aletha begitu sampai di ruangan rawat. Di sana bahkan ada Vino juga yang sedang diobati oleh dokter.Aletha langsung memeluk erat tubuh suaminya, mengabaikan beberapa orang di sana yang menunduk, tak berani memandang adegan romantis bosnya itu."Hiks, apa kau baik-baik saja?" tanya Leta dengan panik."Hei, kenapa kau malah menangis. Aku tak apa, sungguh." Aksa mengusap lembut punggung Aletha, memberikan ketenangan pada istrinya yang sangat khawatir itu."Aku takut kau kenapa-napa," kata Leta, melepaskan pelukannya."Seharusnya aku yang khawatir, apa kau sudah baik-baik saja? Kenapa tak isti
Aksa mendekati istrinya, dia langsung menarik kepala Leta agar bersandar di dada bidangnya, tubuh Leta gemetar karena menangis. Aksa mengusap lembut kepala Leta."Sayang, maafkan aku. Aku tak bermaksud berciuman dengannya. Aku janji wanita itu akan segera pergi dari kehidupan kita." kata Aksa."Pergi? Aku tak akan pergi dari sini, Aksa. Aku ingin ada di sisimu selamanya," kata Zeline yang tiba-tiba menyahut ucapan Aksa.Aksa menoleh, menatap Zeline dengan tajam. "Dasar wanita gila, pergi kau dari sini. Jangan usik kehidupanku dengan Aletha. Aku tak pernah mengharapkan kehadiranmu!" ucapnya.Zeline menggeram, dia mengepalkan tangannya dengan kuat. Baru saja dia ingin menyerang Leta lagi, pintu kamar terbuka dan muncul sosok Farrel."Tuan, ada apa? Aku mendengar suara ribut dari lantai bawah," tanya Farrel mendekat ke arah Aksa."Farrel, seret wanita itu pergi dari sini. Aku muak melihatnya!" perintah Aksa.Farrel tak bertan
Hari ini Aksa tidak pergi ke kantor. Dia ingin luka di kakinya sembuh dulu sebelum beraktifitas kembali. Semua pekerjaan dilimpahkan pada Vino, dan dia tinggal mengeceknya di rumah.Pintu ruangan kerja Aksa diketuk, Farrel masuk ke dalam sambil membawa sebuah amplop coklat di tangannya."Siang Tuan, saya sudah menyelesaikan semuanya. Tinggal menunggu tanda tangan Anda dan nona Zeline agar pengadilan segera mengurusnya." kata Farrel.Aksa mengangguk dan segera meminta Farrel memberikan berkas tersebut. Aksa membacanya sekilas sebelum membubuhkan tanda tangannya di sana."Lalu bagaimana dengan tanda tangan nona Zeline, Tuan?" tanya Farrel.Aksa diam sejenak, sebelum tangannya beralih mengambil sesuatu di lacinya. Dia menimbang-nimbang benda yang sedang dipegangnya itu."Mungkin ini bisa membantu, ayo." Aksa menyembunyikan benda itu di balik bajunya. Setelahnya dia berdiri, dan keluar dari ruangan tersebut diikuti oleh Farrel.Saat
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden