Farrel baru saja menebus obat lalu menghampiri Leta yang duduk di kursi tunggu tak jauh dari tempatnya. Dia lalu menghampiri sepupunya itu dan berdiri di depannya.
"Leta, ayo pulang. Obatnya sudah aku ambil," ucap Farrel menatap sepupunya itu.
Leta mendongak, wajahnya masih kusut tapi dia berusaha memberikan senyuman pada Farrel."Bisakah kau antar aku untuk berjalan-jalan sebentar. Aku merasa bosan di rumah," ucapnya pelan.
Farrel terdiam sesaat, dia tak mengiyakan bahkan tak menolak. Dia memandang Leta, merasa iba dengan hal yang terjadi pada rumah tangga sepupunya itu. Pasti Leta sangatlah tersiksa sejak adanya Zeline tinggal di sana. Setelah cukup lama terdiam akhirnya dia mengangguk pelan.
"Baiklah, ayo," ucapnya mengulurkan tangan di hadapan Leta.
Leta menerima ukuran tangan tersebut dan tersenyum. Mereka berjalan beriringan menuju tempat di mana mobil mereka terparkir. Baru saja Farrel membukakan pintu untuk Leta, handphonenya bergetar
Aksa pulang larut malam ini, ketika dia sampai di rumah dia langsung naik ke atas menuju kamarnya. Saat dia membuka pintu dia tak melihat sosok istrinya di kamar itu. Dia mencoba mencari di kamar mandi tapi tetap saja tak ada Leta. Aksa melepaskan jasnya lalu turun lagi ke lantai bawah. Dia menghampiri kamar Kyra, mengintip pada pintu yang terbuka sedikit itu. Hanya ada Kyra dan Zeline di kamar.Aksa lalu menuju ke dapur, keadaan rumah itu sedikit sepi karena jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Akhirnya Aksa menuju rumah belakang, dia yakin bahwa istrinya pasti ada di rumah bi Prima.Saat sampai di depan rumah, Aksa segera mengetuk pintu yang tertutup itu. Tak menunggu lama, sosok Farrel keluar dari rumah."Tuan," ucapnya kaget melihat tuannya malam-malam ke rumahnya."Apa Leta di sini?" tanya Aksa langsung."Leta? Saya tidak tahu, saya kan pulang bersama anda tadi," ucap Farrel. Memang, seharian dia di kantor Aksa setelah mengantar Leta pulang ta
Leta masih sedih, sejak pulang dari kampung halamannya Kyra belum mau bermain dengannya. Aksa yang merasa kasihan kepada istrinya itu mengajak Leta untuk ikut ke kantornya. Mau tak mau Leta mengiyakan ajakan suaminya.Saat Aksa ingin masuk ke mobil setelah menutup pintu sebelah yang di tempati Leta, Kyra memanggilnya."Papa." Kyra berlari dari dalam rumah menuju ke arah papanya.Aksa tersenyum, dia menyambut putri kecilnya lalu memeluknya. Menciumi kepala gadis mungilnya itu."Papa, bolehkah Kyra ikut mama untuk menjenguk oma ?" tanya Kyra dengan polosnya.Aksa yang mendengar itu menyerngitkan alisnya dalam. Dia lalu menatap tak suka ke arah Zeline yang baru saja keluar dari dalam rumah.Sedangkan Zeline yang ditatap hanya tersenyum sekilas pada Aksa, dia mendekat ke arah mereka."Apa Papa akan ikut?" tanya Zeline yang ikut berjongkok, agar dia bisa sejajar dengan Kyra dan Aksa. Leta yang melihat itu dari dalam mobil hanya diam memper
Aksa melirik ke arah Leta yang duduk di sofa, memainkan handphone nya dengan bosan. Dia tersenyum sedikit sebelum beranjak dari duduknya dan menghampiri istrinya."Kau bosan?" tanya Aksa yang duduk di sebelah Leta, dia menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah Leta.Leta melirik sekilas ke arah suaminya dan mengangguk. Dia kembali lagi, sibuk dengan handphonenya.Aksa tersenyum lagi, dia mengecup singkat pipi Leta. "Bagaimana jika kita jalan-jalan?" tanya Aksa, dia memeluk istrinya dari samping."Tidak, lagi pula kakiku masih sakit. Aku hanya merindukan Kyra, Aksa. Sudah beberapa hari ini dia tidak ingin bermain denganku. Apa aku membuat kesalahan?" tanya Leta lirih, suaranya terdengar begitu sedih.Aksa segera memeluk istrinya ketika melihat wajah muram dari istrinya lagi."Secepatnya, kita akan bisa bermain dengan Kyra lagi sayang. Aku masih mengajukan surat perceraian itu, entah kenapa sudah berbulan-bulan tapi belum masuk juga ke
Aksa menutup dokumen yang berada di depannya. Dia menyenderkan badannya ke kursi, lalu menoleh, melihat istrinya yang ketiduran di sofa dengan buku yang ada di tangannya. Aksa tersenyum lalu beranjak mendekati Leta. Dilihatnya wajah ayu istrinya yang selalu membuatnya terpesona. Tak tega membangunkan istrinya, akhirnya Aksa beranjak keluar dari ruangannya menuju ke ruangan Vino.Vino menoleh saat melihat bosnya masuk ke ruangannya. Dia segera berdiri menyambut kedatangan Aksa itu."Bagiamana, apa sudah selesai?" tanya Aksa."Belum Tuan,orang itu sangatlah licik. Kita berhasil menemukan orang suruhannya, meskipun mereka mengaku tapi kita tak mempunyai bukti. Sehingga akan sulit untuk mengajukannya ke pihak kepolisian." ucap Vino.Aksa mengangguk dalam diamnya. Dia juga memikirkan, bagaimana caranya agar semua kedok orang itu terungkap. Dia sedikit kesulitan karena sekecil apapun petunjuk berhasil dihilangkan olehnya."Baiklah, aku sudah lama memberi
Leta dan Kyra menoleh ketika Aksa keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkapnya. Dia segera berjalan mendekati putri dan istrinya, berbaring di samping Kyra. Menopang kepalanya menatap putri kecilnya yang beberapa hari ini tak ingin dekat dengannya."Kau sudah makan sayang?" tanya Aksa."Sudah Papa, baru saja mama Leta menyuapiku." ucap Kyra."Habis makan kenapa malah tiduran, nanti perutmu bisa sakit. Kemarilah," ucap Aksa bangun dan duduk bersender di kepala ranjang. Kyra mengikuti hal itu, dia duduk di tengah-tengah kedua orang tuanya."Bagaimana dengan hari-hari Kyra? Apa selama ini Kyra tak merindukan Papa dan mama Leta sehingga Kyra tak ingin bermain bersama kami," ucap Aksa dengan suara memelas kepada Kyra. Dia menampilkan wajah yang dibuatnya menjadi sedih."Tidak Papa, Kyra juga merindukan kalian. Tapi mama Zeline selalu bilang jika Papa sudah melupakan Kyra," jawab Kyra juga ikut tertunduk sedih."Apa Kyra percaya bahwa papa da
Melihat tingkah adiknya membuat Tommy tak bisa menahan senyum mengejeknya. Ditatapnya wajah adiknya yang terlihat panik dan bingung dengan apa yang baru saja diucapkannya. Seolah menikmatinya, Tommy membiarkan hal itu terjadi sejenak sampai pelayan datang membawakan pesanan mereka."Apa.... Apa suratnya sudah keluar?" tanya Zeline menatap pak Ridwan, suaranya terdengar sekali sangat gugup.Pak Ridwan menoleh sekilas ke arah Tommy. Melihat Tommy menganggukan kepalanya dia tersenyum sedikit lalu menatap ke arah Zeline."Belum Nona, selama ini surat permohonan perceraian yang diajukan oleh pak Aksa belum naik ke pengadilan. Artinya anda dan pak Aksa belum resmi bercerai," ucap Pak Ridwan menjelaskan.Zeline menghela nafas lega, dia menyenderkan badannya pada sandaran kursi. Dia kira surat perceraiannya sudah keluar, tapi ternyata hal itu belum terjadi. Zeline sangat bersyukur tentang hal ini, dia menatap ke arah kakaknya yang juga menatapnya."Kau sen
Ruang makan itu kembali seperti semula, suara riang Kyra mendominasi membuat suasana hangat terlihat di keluarga kecil itu. Meskipun masih ada Zeline dengan muka masam, tapi sepertinya mereka tidak memperdulikan hal itu.Setelah selesai, Aksa segera berdiri. Dia mengecup kepala Kyra dan Leta bergantian, lalu berpamitan pergi untuk segera ke kantor."Sayang, bagaimana kalau habis sarapan kita melukis," ajak Zeline menatap ke arah Kyra."Tapi Kyra ingin bermain di taman bersama mama Leta." ucap Kyra."Mungkin kita bisa mengajak mama Zeline," ucap Leta lembut kepada Kyra, yang membuatnya langsung menoleh dan mengangguk tersenyum."Mama Zeline mau ikut kita?" tanya Kyra."Em...tidak, sepertinya Mama tidak enak badan. Lain kali saja," ucap Zeline mengelak. Dia tidak ingin jika harus berbagi Kyra juga dengan Leta.Akhirnya Kyra berpamitan pada Zeline, dia lalu pergi ke taman bersama Leta. Sedangkan Zeline, dia segera pergi dari ruang makan.
Seorang pria mengerjapkan matanya kesal tatkala mendengar bunyi handphone yang mengganggu tidur nyenyaknya. Tangannya bergerak meraih handphone yang berada di meja. Tanpa melihat siapa yang menelfon, dia segera mengangkat panggilan itu."Hallo," ucapnya serak, khas suara yang baru saja bangun tidur."Kenapa masih belum ada kabar? Ini sudah seminggu sejak kau meminta waktu. Aku masih menunggu kabar darimu, jangan coba-coba mengacaukan rencanaku. Jika kau tidak bisa biar aku cari saja orang lain," suara dari seberang telfon itu praktis membuat pria itu langsung membuka matanya.Zein segera melihat siapa yang menelfonnya, dan dia tidak salah. Orang itu meminta kabar yang dijanjikannya. Dia lalu mengarahkan handphone itu ke telinganya lagi."Tunggu, beri aku waktu. Besok aku akan menyelesaikannya," ucap Zein cepat."Jangan coba-coba untuk membodohiku bocah kecil," jawab suara dari telfon itu."Tidak, tidak... Aku janji, besok akan aku lakukan se
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden