Menatap wanita yang Vita katakan semalam disaat Wijaya baru saja pulang bekerja, penampilan sederhana dari sang wanita membuat Wijaya paham mengapa Vita menerima wanita ini. Satu hal yang menarik perhatian Wijaya adalah bentuk tubuhnya yang sangat pas ditempatnya, pandangan Wijaya beralih pada Vita dengan tidak sengaja membandingkan mereka berdua, hal lain dari pandangan Wijaya adalah tatapan Nina yang terkesan malu – malu tapi dirinya sangat yakin jika wanita ini sudah cukup pengalaman.
“Bagaimana pendapatmu?” Vita mengikuti Wijaya sampai ke kamar “pengasuh anak – anak itu.”
“Usia berapa dia?” menatap Vita yang sibuk menyusui Via.
“Sekitar dua puluhan tapi masih dibawah kita lah, kenapa?” Wijaya menggelengkan kepala “Devan dibawa sama mama papa tadi maunya Via juga tapi aku ada janji sama Nina jadinya gak ikut.”
“Mau nyusul kesana?” Vita menatap Wijaya ragu lalu menganggu
Menunggu kedatangan Nina dengan membiarkan pintu ruang kerjanya terbuka agar memudahkan Nina masuk ke dalam, Wijaya sangat tahu jika perbuatannya ini sangat tidak baik bahkan bisa dikatakan dirinya menusuk Vita dari belakang tapi ketidak puasan membuat Wijaya melakukan hal ini. Pintu terbuka membuat Wijaya membelalakkan matanya karena Nina masuk tanpa menggunakan pakaian sama sekali, tubuhnya tanpa busana terlihat jelas membuat milik Wijaya ingin segera dikeluarkan dari sangkarnya.“Buka saja kasihan adik kecilmu meronta didalam” Nina meletakkan cangkir depan Wijaya membuat bukit kembarnya turun “apa mau aku yang buka?.”Mencoba bersikap tenang melalui kode matanya meminta Nina duduk tapi sayangnya Nina memilih untuk membuka resleting celana Wijaya dan menurunkannya membuat adik kecilnya keluar dengan sendirinya. Nina menatap tidak percaya atas milik Wijaya yang besar dengan sedikit melengkung dipegangnya pelan, seketika Wijaya memejamkan mata saat tangan Nina menyentuh
Menatap tajam pada Nina saat mengatakan hal itu, Wijaya bukan orang yang akan meninggalkan tanggung jawab. Wijaya sangat tahu jika Felix atau Jonathan yang turun tangan pastinya ada hal yang tidak beres, tidak peduli dengan perkataan Nina dimana Wijaya berangkat meninggalkan Nina yang menatapnya bingung.“Kamu akan tetap berangkat?” kata – kata Nina menghentikan langkah Wijaya “padahal istrimu mengatakan jika rapat diwakilkan oleh ayahmu.”Wijaya menatap Nina tajam “kamu tidak tahu seperti apa mereka jadi lebih baik diam, apa yang kita lakukan semalam bukan hal yang harus kita lakukan secara terus menerus karena aku memiliki kehidupan pribadi” Wijaya melangkah ke dalam mobil “bersiaplah aku akan memesankan taxi untukmu menemani Vita dirumah orang tuanya.”Wijaya dapat melihat wajah terkejut Nina tapi tidak dipedulikan sama sekali, menempuh perjalanan dari rumah ke kantor di saat jam yang mendekati masuk membuat Wijaya cemas dan untungnya tidak terlalu terlambat seh
Kesibukan Wijaya membuatnya jarang berada dirumah bahkan kegiatan ranjang lebih banyak terlupakan, proyek sana sini yang diberikan Jonathan membuat Wijaya turun langsung, belum kerjasama yang Wijaya lakukan bersama Regan yang sudah mulai jalan kembali. Wijaya bersyukur memiliki Muklis yang sangat cekatan dengan pekerjaan yang diberikan, Wijaya sendiri sudah menggunakan ponsel yang dibelikan Jonathan. Ponsel besar yang digunakan untuk menghubungi rumah serta kantor, ponsel ini juga memudahkan mereka menghubungi Wijaya jika ada yang ingin dibicarakan.Satu yang Wijaya syukuri adalah Vita tidak membedakan perhatian antara Devan dan Via, perhatian sama rata diberikan Vita pada kedua anaknya. Proses adopsi yang Wijaya lakukan berjalan lancar dimana namanya tertera sebagai ayah tanpa Vita tahu kebenarannya, sedikit bersyukur pekerjaan yang berhubungan dengan Bobby saat Wijaya dalam kondisi sibuk mau membantu sampai hal terkecil.“Kalimantan berjalan lancar.”
Menatap sekitar dengan tubuh tertutupi selimut dimana Wijaya merasakan jika tidak menggunakan apa pun, Wijaya tidak ingat apa yang terjadi semalam tapi melihat penampilannya dimana pastinya Nina memasukkan sesuatu pada makanan atau minuman semalam. Wijaya saat ini berada di kamar Nina yang sempit dengan menatap sekitar dapat terlihat bagaimana panasnya mereka bahkan aroma cairan mereka tercium dan tampak di ranjang serta miliknya dengan cairan yang telah mengering.“Kamu sangat panas semalam” Wijaya menatap Nina yang masuk masih tanpa menggunakan busana “hari ini libur dan istrimu mengatakan masih ditempat Mira karena suaminya keluar kota hari ini.”“Aku ada perlu dengan orang tuaku jadi akan kerumah mereka.”Nina meletakkan nampan dimejanya “apa perlu aku memberi obat kembali agar kamu tidak kesana?” Wijaya menatap tajam pada Nina yang hanya tersenyum simpul “kamu tahu bukan jika aku membutuhkan sentuhan dan kamu mampu melaksanakan itu jadi aku akan melakukan berb
Mira semakin bingung dengan perkataan Wijaya tapi seketika paham apa yang diinginkannya, berjalan mendekati Wijaya membuat sang pemilik menahan nafas menunggu apa yang akan Mira lakukan nanti. Wijaya sendiri tidak menyangka akan mengatakan hal tersebut dan semua karena Nina ditambah cerita dari Felix mengenai masa lalu mereka, Wijaya hanya diam ketika Mira sudah berada dihadapannya memandang penuh selidik.“Kamu sakit?.”“Lebih baik aku masuk kedalam.”Wijaya memilih untuk masuk ke dalam tempat dimana Vita dan anak – anaknya istirahat, saat berada didalam tampak ketiga orang berada di ranjang sudah masuk kedalam alam mimpi. Membersihkan diri terlebih dahulu sebelum bergabung bersama mereka bertiga, hasrat Wijaya tidak bisa ditahan lagi dengan pelan membangunkan Vita agar bisa melayani dirinya. Vita terbangun menatap Wijaya bingung tapi melihat kode yang Wijaya berikan seketika paham, memastikan kedua anak tersebut tidur nyenyak dimana Vita langsung membuka seluruh
Wijaya sangat tahu apa yang dikatakan membuat perasaan Mira sakit tapi sekali lagi dirinya tidak terlalu peduli, kejadian semalam karena hasratnya yang ingin segera dilepaskan dan secara tidak sengaja Mira yang ada didalam isi kepalanya. Wijaya sekali lagi mengajak Vita membicarakan tentang fungsi keberadaan Nina yang dirumah dan hanya bisa diam karena tidak tahu harus berbuat apa, sedikit banyak Wijaya curiga jika Vita mengetahui mengenai Via dengan Nina yang telah menceritakan semuanya.“Aku akan membawa dia ke tempat kerja agar bisa mengawasi anak – anak.”“Anak – anak itu termasuk Devan bukan hanya Via.”Vita mengangguk paham karena Wijaya memberikan tatapan tajam “menurut kamu jika pria selingkuh yang salah siapa?.”Wijaya sedikit terkejut dengan pertanyaan Vita namun mencoba untuk tenang “semua salah” Vita menatap bingung “suami dan istri sama – sama salah begitu juga selingkuha
Sikap Regan pada Wijaya tidak berubah sama sekali, termasuk dengan Yuta dimana seakan tidak terjadi apa pun. Austin sendiri entah berpura – pura atau memang sudah tidak terlalu peduli karena permasalahan tersebut sudah lama, bukankah pernikahan mereka bukan atas dasar cinta jadi untuk apa Wijaya meminta maaf atas perbuatannya dengan Helena. Wijaya memikirkan banyak hal membuatnya hanya bisa menarik dan menghembuskan nafasnya pelan, bayangan – bayangan dimana Vita akan melepaskan Via menjadi ketakuta tersendiri karena tidak ada yang bisa merawat sebaik Vita.“Ada masalah?” Vita berjalan mendekati Wijaya.Wijaya hanya menggelengkan kepala “anak- anak sudah tidur?.”“Kalau aku disini berarti sudah aman, kamu ada masalah?.”“Hanya pekerjaan.”Vita mengangguk pelan “apa kamu tidak merindukan menyentuhku?” Wijaya mengerutkan keningnya “meski kita tidak saling mencintai aku tahu jika lelaki membutuhkan tempat untuk mengeluarkan cairannya dan aku terlalu
Wijaya menatap Nina dengan pandangan terkejut karena bertemu lagi di dapur dan kali ini sedang membuat sesuatu, Nina menatap Wijaya sekilas tanpa berniat menjawab pertanyaan seakan tidak penting. Melihat rekasi Nina membuat Wijaya melangkah ke kursi dapur menatap dari belakang dengan Via berada dalam gendongannya, tepukan ringan yang Wijaya lakukan membuat Via menutup matanya dan tidak lama tertidur nyenyak.“Via letakkan kembali di ranjang karena sudah tidur itu” Wijaya terkejut dan menatap Via yang sudah terlelap “apa tidak bisa tidur?.”“Terbangun karena suara tangis Via, kamu?.”“Menyiapkan kebutuhan Via dan Devan agar tidak ada yang tertinggal.”“Memang akan kemana?.”Nina mengambil Via dari gendongan Wijaya meletakkannya di ranjang ayun yang ada di meja makan, Vita meletakkannya disana mulai dari Devan lahir sampai saat ini. Wijaya memandang apa yang dilakukan Nina dalam diam, memili
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal