Wijaya seakan baru pertama kali terlahir saat merasakan bagaimana nikmatnya bercinta dengan orang yang dicintainya, dahulu dirinya berpikir hanya ingin mencoba atau penasaran dengan wanita yang dalam pelukannya. Berapa lama mereka melakukannya bukan membuat dirinya lelah tapi semakin bersemangat merasakan penisnya didalam sedang dipijat oleh vagina wanita ini, bahkan melepaskan penyatuan mereka seakan tidak bisa sama sekali.
Beranjak dari ranjang mengambil ponselnya menatap nama yang tertera di layar dimana beberapa pesan dan panggilan masuk membuat Wijaya tersenyum simpul, pengajuan cerai antara Tania dengan Yudi akan berjalan tidak lama lagi. Setelah membalas semuanya tatapan Wijaya beralih pada miliknya yang tampak penuh dengan cairan mereka dimana tidak pernah dirinya dapatkan saat menikah dengan Vita selama ini, setidaknya mereka berdua perlu diberikan penghargaan karena bisa bertahan hingga maut memisahkan.
Pandangan matanya mengarah pada ranjang dimana tubuh T
Mungkin akan beda dengan versi sebelumnya
Tidak ada waktu untuk menjelaskan lebih detail pada Tania, waktu mereka untuk melihat orang tua Tania lebih penting dibandingkan membahas mengenai perpisahannya dengan Galih. Wijaya mengikuti Tania dengan langkah cepatnya yang langsung ditahan dan memberikan gelengan kepala kecil.“Jangan lari bagaimanapun juga keselamatan kamu sangat penting.” Wijaya menatap Tania lembut yang hanya diangguki pelan “Aku akan menunggu kamu diluar.”Tania menggelengkan kepalanya “Jangan lebih baik kamu pulang.”Wijaya hanya bisa menunggu Tania di pintu luar sambil menghubungi Muklis untuk mengurus masalah perceraian Tania dengan Yudi, Bima dan Vian untuk mengurus Galih sedangkan Devan mengurus perusahaan yang ditinggalkannya selama menemani Tania.“Kenapa sudah keluar?” tanya Wijaya ketika Tania keluar dari ruang rawat ayahnya.“Kamu masih ada disini?” tanya Tania saat melihat Wijaya menyapa dirinya.
Menatap pintu yang ada dihadapannya saat ini dengan ketakutan tersendiri, belum pernah dalam hidupnya melamar wanita. Menikah dengan Vita karena perjodohan dan Helena tidak lain godaan terbesar yang dilakukannya, setelah itu dirinya mencoba untuk tidak tergoda pada wanita dan setia dengan Vita. Saat ini pintu dihadapan seakan menjadi ketakutan terbesarnya, berhadapan dengan orang tua dari wanita yang dicintainya.TOK TOK“Masuk.”Membuka pintu perlahan sebelum akhirnya menampakkan diri membuat kedua pasang suami istri yang usianya tidak jauh berbeda dengannya menatap bingung, maju perlahan mendekati mereka berdua yang disambut sang wanita dengan mendekati Wijaya.“Cari siapa?” tanya wanita itu bingung.“Ini buat ibu dan bapak dari saya Wijaya Hadinata.” Wijaya memberikan bingkisan buah yang diterima sang wanita dengan tatapan bingung.“Wijaya Hadinata? Pemilik H&D Group?” tanya
“Serius banget ngobrol sama Kayla.” Wisnu mengatakan sambil menatap Audrey yang ada disampingnya.“Mas kan tahu aku nggak punya adik jadi...” Audrey menghentikan perkataannya sambil menatap langit.Mereka berdua terdiam sambil menatap langit malam, Audrey memang sangat menyukai pemandangan langit terutama malam hari. Hanyut dalam pemikiran masing-masing membuat Audrey tidak menyadari jika Wisnu yang disampingnya sedang memandang dirinya lembut.“Kamu tahu kan kalau aku sudah mulai KKN?” tanya Wisnu membuka suara membuat Audrey mengalihkan pandangan kearah Wisnu “Kita akan berpisah ya walaupun aku tetap ke kampus tapi kita jarang ketemu.”“Lalu?”Wisnu bingung dengan pertanyaan Audrey “Kamu harus tahu kalau aku memang benar-benar mencintai kamu.”Audrey mengangguk mendengar perkataan Wisnu “Jujur aku bosan setiap kali mas bilang cinta seakan itu cuman kata-kata aja
“Kemana kita?” tanya Tania saat Wijaya mengajaknya keluar.“Cek kondisi rahim kamu karena aku ingin kita memiliki anak.” Wijaya menjawab tanpa menatap Tania.“Aku sehat.” Tania menjawab dengan nada santai “Jadi sudah pasti aku bisa hamil.”“Kamu bawa semua obat yang dikonsumsi kan?” tanya Wijaya tanpa peduli dengan perkataan Tania yang hanya dijawab anggukan kepala.Kendaraan yang Wijaya kendarai sampai di salah satu rumah sakit yang sedikit jauh dari tempat tinggal mereka, membuka pintu dan langsung keluar membuat Tania melakukan hal yang sama. Wijaya menunggu Tania dan langsung menggenggam tangannya membuat wajah Tania memerah, melihat itu semua jantung Wijaya berdetak kencang.“Kamu membuat milikku keras,” bisik Wijaya yang membuat Tania memandang tidak percaya “Ayo kita selesaikan ini semua dan selanjutnya kita akan ke Bali.”“Buat apa?” tanya
Wijaya sudah mengatur banyak cara agar Yudi mendapatkan hukuman yang setimpalnya, perusahaan yang dibangun oleh orang tua dan juga mertuanya dibuat menderita. Wijaya dan Vita memang menikah karena perjodohan tapi mereka tidak pernah menyakiti wanita lain yang lemah, Helena dan Nina adalah kesalahan yang Wijaya lakukan bahkan Mira juga masuk didalamnya hanya saja tidak pernah dirinya melakukan perbuatan gila dan pengecut seperti Yudi.“Beberapa klien yang kerjasama dengan mereka sudah kami hubungi.” Muklis melaporkan dengan memberikan berkas-berkas pada Wijaya.“Kamu atur semua dengan sebaik mungkin, satu lagi jangan ganggu aku jika tidak penting karena aku mau mengobati Tania sekalian memberikan adik buat anak-anak.” Wijaya memberikan laporan pada Muklis “Kamu tahu apa yang aku mau bukan?” Muklis mengangguk “Bagus dan jangan sampai mereka tahu kalau kita berada di balik ini semua, lalu bagaimana dengan Galih?”&ldq
Tidak menjawab pertanyaan Tania yang memang fokus Wijaya saat ini adalah menahan diri untuk tidak membuat wanita disampingnya mengerang kembali, baru kali ini merasakan miliknya seakan tidak pernah puas dengan hanya sekali bermain. Helena mungkin adalah pengecualian tapi dirinya tidak mencintai Ibu Via itu, mengalihkan pandangan kearah lain agar tidak menatap wanita yang duduk disampingnya.“Apa kamu marah dengan pertanyaanku?” tanya Tania membuka suara dengan mendekatkan diri pada Wijaya.“Bisakah sedikit menjauh, Sayang? Jika kamu bersikap seperti ini aku bisa saja memakan kamu disini.” Wijaya menatap Tania dengan menahan diri membuat Tania mengangkat kedua tangannya tanda menyerah.Mencoba fokus pada hal lain agar tidak memakan wanita disampingnya, celana Wijaya seakan sudah mengetat ingin dikeluarkan dengan mencari kenikmatan satu sama lain. Mengambil ponselnya mencoba fokus pada pekerjaan yang akan dirinya tinggal beberapa hari untuk
Catatan kecil yang harus Wijaya ingat adalah Tania menginginkan memiliki anak dengan dirinya dan itu artinya harus memiliki pesawat pribadi, hal yang tidak pernah dilakukannya selama ini karena pastinya perawatan yang sangat mahal tapi demi Tania akan diwujudkan olehnya.“Aku bercanda nanti kamu benaran beli pesawat pribadi, lagian kalau memang memiliki anak aku nggak mau mereka menjadi manja dengan semua uang kamu.” Tania membuka suara sambil menatap Wijaya dalam.Mereka kembali ke kursi dengan duduk saling berhadapan, Tania kelaparan dan minta dibuatkan makanan yang tersedia di pesawat. Wijaya hanya diam memandang apa yang wanita itu lakukan, setiap gerakan Tania tidak lepas dari pengamatannya.“Kenapa lihat aku seperti itu?” tanya Tania dengan mengangkat alisnya.“Cantik.” Satu kata yang Wijaya katakan dapat membuat pipi Tania memerah dan dirinya semakin menyukainya.“Sejak kapan kamu mencintaiku?”
Sentuhan Tania membuat Wijaya memejamkan matanya, miliknya seakan ingin dipuaskan kembali dan tidak bisa hanya satu kali permainan. Tatapan Tania yang penuh gairah membuat Wijaya semangat melakukannya dengan miliknya keluar masuk dalam milik Tania, desahan-desahan kecil membuat gerakan Wijaya semakin cepat juga kasar.“Lebih cepat lagi...” Tania mengeluarkan suara desahannya membuat Wijaya semakin mempercepat gerakannya didalam milik Tania disertai remasan pada bukit kembarnya.“Kamu suka, Sayang?” Wijaya membelai lembut rambut Tania yang hanya mengangguk sambil memejamkan matanya “Aku mencintaimu dan nggak akan aku biarkan mereka menyakiti kamu lagi.”Gerakan Wijaya semakin cepat sehingga Tania mengangkat tubuhnya tanda mencapai klimaks, membuat Wijaya melumat bibirnya lembut dan gerakan dibawah semakin cepat dan keras tidak memberikan waktu istirahat pada Tania karena Wijaya belum mencapai klimaksnya. Tania mendorong tubuh W
“Dalam...lebih keras.” Suara erangan Tania membuat Wijaya semakin dalam dan kasar memasukkan adiknya kedalam rumah, tangan Wijaya tidak tinggal diam dengan meremas bukit kembar milik Tania yang membuatnya semakin semangat bermain didalam sana. Kehamilan Tania kedua ini membuatnya semakin menggairahkan dan Wijaya meminta mereka tidak menggunakan pakaian saat berada didalam kamar. “Aku mau keluar.” Tania membuka suaranya membuat Wijaya bergerak semakin cepat dan kasar sampai akhirnya mereka mencapai klimaks secara bersamaan. Wijaya semakin mendorong adiknya kedalam dengan beberapa kali cairannya keluar dalam jumlah yang banyak, membiarkan sesaat didalam sebelum akhirnya melepaskan penyatuan mereka. Tania mengambil posisi berjongkok membersihkan adik kecilnya dari cairan mereka berdua, tangannya hanya meremas rambut Tania perlahan sebelum akhirnya adik kecilnya benar-benar bersih. “Bagaimana kabar dia?” tanya Wijaya membelai perut Tania pelan. “S
Kabar yang mereka dapatkan membuat semua langsung menuju rumah sakit, perasaan tidak tenangnya benar-benar terbukti. Tania hanya bisa memeluk dan menepuk punggung Wijaya agar bisa tenang, tapi tidak berlangsung lama saat mendengar hal yang membuat Wijaya jatuh.“Aku malu sama Regan dan Mira nggak bisa menjaga putrinya dengan baik.” Wijaya menangis dipelukan Tania.Wijaya harus benar-benar kuat, Devan sendiri benar-benar tidak bisa menahan dirinya. Wijaya tahu apa yang Devan rasakan saat ini, hanya saja harus terlihat kuat depan mereka semua. Memasuki ruangan Via yang selalu menangis merasa bersalah dengan apa yang terjadi, Bima sendiri berada disamping Via tidak berhenti menenangkannya.“Mili sudah masuk penjara.” Nanda memberikan informasi yang hanya diangguki Wijaya “Pasalnya percobaan pembunuhan, hanya saja mereka menggunakan gangguan kejiwaan Mili dan kemungkinan akan dibebaskan.”“Bagaimana bisa?” Wijay
“Perasaanku semakin tidak tenang sama sekali.” Wijaya bergerak bolak balik membuat Tania dan Tari memutar bola matanya malas.“Mereka baik-baik saja, Pa.” Tari menenangkan Wijaya entah sudah ke berapa kali.“Mereka jadi balik?” tanya Wijaya kesekian kalinya yang diangguki Tania dan Tari kembali.“Nanda dan yang lain pasti menjaga Via.” Tania menenangkan perasaan Wijaya.“Aku mungkin terlalu berlebihan.”Wijaya menyandarkan dirinya di sofa dengan Tania yang berada disampingnya dan Tari dihadapannya yang masih sibuk dengan laptopnya. Wijaya tahu bahkan sangat tahu jika perasaannya tidak pernah salah, wanita seperti Mili akan bisa melakukan segala macam cara licik untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.Pengawal yang diminta menjaga keluarganya atau mereka yang menyelidiki Mili tidak memberikan informasi apapun dan itu semua membuat Wijaya semakin merasa tidak tenang. Tep
Menghabiskan waktu di Bali semakin membuat perasaan tidak menentu sama sekali, permasalahan Via belum selesai sama sekali membuat pikirannya menjadi tidak tenang. Ditambah kehamilan Tina yang berada jauh disana juga menjadi beban pikiran Wijaya, Tania berkali-kali mengatakan jika semuanya baik-baik saja tetap tidak membuat semua menjadi tenang.“Mereka ada di Singapore jadi tenang saja, Nanda juga mengecek semuanya. Mili nggak mungkin berbuat aneh-aneh sama Tina, dendam Mili hanya pada Via.” Tania mengatakan itu berulang kali.“Keputusanku tidak salah, kan?” Wijaya menatap Tania meminta persetujuan yang diangguki pelan “Aku meminta mereka mengurus Singapore, Vian sendiri sudah harus memperbaiki yang ada disini.”“Kamu mau memikirkan mereka atau menikmati malam indah kita?” Tania membelai wajah Wijaya pelan dengan mencium bibirnya penuh gairah.Sentuhan Tania membuat Wijaya tidak bisa menahan diri dengan mena
“Kenapa?” tanya Tania saat duduk disamping Wijaya setelah meletakkan minuman “Ada yang mengganggu pikiran kamu?”Wijaya tersenyum dengan menggelengkan kepala, menarik Tania agar duduk dipangkuannya tidak lupa membelai perutnya yang mulai membesar. Wijaya tidak pernah melakukan hal kecil seperti ini pada Vita sebelumnya dan tentu saja Helena, hanya Tania yang mendapatkan perlakuan special dari dirinya.“Memang memikirkan apa? Masalah Via?” Tania membelai wajah Wijaya perlahan yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Lalu?”“Kalau aku meninggal terlebih dahulu apa kamu akan menikah?” pertanyaan Wijaya membuat Tania mengerutkan keningnya “Aku cuman nggak mau kamu kesepian jadinya aku tanya hal ini.”Tania mengangkat bahu “Satu hal yang pasti kalau kamu meninggal terlebih dahulu jangan lupa wariskan semua harta kamu ke aku dan anak-anak kita bukan anak-anak kamu sama Vita.”
Melihat Tania marah adalah hal yang membuat Wijaya pusing, Tania bisa mendiamkannya selama berhati-hati, tidak tahu akan melakukan apa karena apapun yang dilakukannya tidak akan berdampak apapun.“Coba papa ingat-ingat melakukan kesalahan apa.” Tari berkata dengan santai.“Kalian tadi liatin papa itu kenapa sih?” tanya Wijaya penasaran membuat Tari mengangkat bahu.“Pa, sebenarnya kenapa papa bisa bertahan sama mama kalau nggak saling cinta?” Tari mencoba bertanya hal lain agar tidak perlu memikirkan masalah Tania saat ini.“Kalian yang buat kita bertahan.” Wijaya menatap Tari lembut “Kami dulu berjanji satu sama lain, meskipun kita menikah karena dijodohkan tapi kami ingin pernikahan yang normal pada umumnya.”“Papa bahagia sama mama?” tanya Tari penuh selidik.Wijaya tersenyum “Mama kamu adalah teman dan partner yang terbaik pernah ada.”“Papa
Bali adalah tempat untuk menenangkan diri yang terbaik, mengajak semua keluarga ke Bali setelah permasalahan yang dialami Bima dan Via. Kehamilan Tania sendiri berkembang dengan cepat membuat Wijaya harus ekstra hati-hati dalam mengambil keputusan, banyak hal yang menjadi pertimbangannya.“Kamu kapan lulus sih?” Wijaya menatap malas pada Tari.“Sidang aja belum bicara lulus.” Tari menjawab santai dengan mata tetap fokus pada laptop “Kita sampai kapan disini?”“Belum tahu, secara masih banyak yang harus diselesaikan.” Wijaya menjawab santai.“Papa juga kenapa kasih ijin Mbak Via nikah sama Mas Bima, Mas Rifat calon yang ok dibandingkan Mas Bima.” Tari mengalihkan pandangan kearah Wijaya yang menghembuskan nafas panjang.“Kamu tahu kan kalau papa sama mama nggak saling cinta, jadi papa nggak mau kakak kamu atau kamu mengalami hal yang sama kaya kita.” Wijaya menjelaskan pelan mem
“Jangan terlalu keras sama Via.” Tania membelai wajah Wijaya setelah melepaskan penyatuan mereka “Via sendiri belum berpengalaman.”“Andaikan dia menikah sama Rifat pasti semuanya nggak akan begini.” Wijaya mengusap wajah dengan kedua tangannya “Kurang apa sih memang Rifat?”“Cinta, Via nggak cinta sama Rifat.” Tania menjawab santai “Kamu mau mereka hidup tanpa cinta? Seperti kamu sama Vita dulu, lalu Via tetap melakukannya sama Bima.”Wijaya membenarkan perkataan Tania mengenai hal itu, tidak mungkin dirinya membuat sang anak hidup tanpa cinta. Wijaya tidak mau anak-anaknya merasakan apa yang dia rasakan, pengalaman dirinya dengan Vita adalah guru paling berharga.“Devan dan Tina saling cinta?” tanya Tania tiba-tiba yang membuat Wijaya bingung “Aku ngerasa mereka kaya saudara bukan pasangan suami istri, tapi pandanganku aja jadi jangan diambil hati.”Pe
“Kalian harus pergi dari rumah ini.” Muklis berkata dengan wajah seriusnya “Mili tidak terima mereka menikah.”Wijaya hanya diam memandang semua yang ada di ruangan, putrinya Via tampak frustasi dengan Tania dan Tina yang berada disampingnya. Mencoba untuk bersikap tenang dengan memandang Bima yang seakan tidak terpengaruh sama sekali dengan kata-kata yang Muklis katakan.“Kamu sudah menebak semua ini terjadi?” tembak Wijaya membuat suasana sunyi menatap kearah Wijaya dan Bima bergantian.Bima menghembuskan nafas kasar “Sedikitnya sudah, maaf tidak memberitahukan semuanya.”“Lalu apa rencana kamu?” Wijaya bertanya dengan menatap dalam pada Bima yang terdiam “Kalau menikah sama Via nggak ada rencana buat mengatasi ini buat apa?”“MAS! Kamu bisa nggak usah pakai emosi? Kasihan Via juga kalau begini dan seharusnya ini semua tugas kita bagaimanapun kita saudara yang harus sal