“Heni, langsung ikut saya ke IGD ya.”
Heni membelalak, baru pertama koas juga dan dia langsung diajak residen anak tahun ke dua itu untuk ikut dia ke IGD? Ah ... rasanya visiting bangsal lebih ia butuhkan untuk sekedar mengingat dan hafal ruang per ruangan sekaligus kenalan sama perawat di poli, tapi kenapa ini ... ah! Heni tidak bisa berkutik, bisa apa keset rumah sakit macam dia ini?
“Ba-baik, Dokter.”
Wanita dengan paras ayu dan kulit kuning langsat itu tersenyum. Dari wajahnya bisa Heni lihat kalau dokter Yona orangnya sabar dan tidak banyak bicara. Beda dengan penanggung jawab Karina, wajahnya jutek, judes persis seperti suami Karina! Apes memang si Karin, agaknya dia memang dikelilingi orang-orang yang bermuka dingin.
Heni mengekor di belakang dokter Yona. Di sana pasti bakal banyak koas juga, entah yang baru masuk seperti dia atau koas senior yang sudah mau lulus. Harapan Heni tentu supaya mereka bisa diajak kerja sama dan t
"Jahit dulu lukanya, Dek!" Titah salah seorang perawat IGD pada Heni. Heni hanya mengangguk, handscoon sudah terpasang di kedua tangan, siap melakukan perintah yang diberikan untuk menjahit luka robek di dahi anak sepuluh tahun itu. Beginilah nanti kerja Heni sampai beberapa tahun ke depannya mungkin. Tapi apapun itu, demi gelar yang begitu dia impikan selama ini, apapun akan Heni lakukan. Heni tengah serius, beberapa koas yang lain masing-masing punya pasien yang harus mereka pegang dan urus untuk kemudian mereka konsulkan, ada beberapa bahkan yang langsung didampingi residen sambil menunggu konsulen datang ke IGD. IGD penuh hari ini! Saat ini! Kutukan macam apa ini? Baru pertama kali koas dan kondisi IGD macam ini?Heni begitu serius, di saat yang sama sosok lelaki dengan snelli lengan panjang dan setelan scrub warna biru melangkah masuk ke dalam IGD. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling hingga kemudian matanya membelalak ketika m
"Aku kenal dia, Hen!" Desis Karina perlahan. Kini Heni yang terkejut, ia menoleh dan menatap Karina dengan saksama. Kenal? Bagaimana bisa? "Hah? Kenal di mana?" Kejar Heni yang terkejut mengetahui Karina ternyata kenal dengan lelaki somplak yang dia maksud. "Dia sohib Bang Kelvin. Dari SMA." Jelas Karina lirih. Heni sontak menepuk jidatnya, menggelengkan kepala perlahan sambil menghela napas panjang. Jadi begitu? Apakah abangnya Karina ini sama somplaknya dengan Brian sampai mau berteman bahkan bersahabat dengan lelaki macam Brian begini? "Dah, kalo begini, Rin, aku pilih hamil dan melahirkan lima kali daripada harus berjodoh sama dia!" Tentu Heni ingat betul taruhan mereka. Tidak masalah Heni harus 5 kali hamil dan melahirkan, asal bukan dengan lelaki macam dia Heni menikah dan menyerahkan diri untuk ditiduri! Setengah hari bersama Brian saja Heni sudah sakit kepala dan frustasi, apalagi harus menikah dengan lelaki seperti
"Jadi dia temen kamu, Rin?"Tentu Brian terkejut ketika mendapati Heni tengah duduk dan nampak mengobrol dengan Karina. Gadis yang juga adik dari Kevin, sahabatnya sejak SMA. Gadis yang sudah mematahkan hatinya karena mendadak menikahi lelaki lain. "Iya, Bang. Temen dari semester 1." Jawab Karina sambil tersenyum. Brian mengangguk, ia duduk di bangku yang ada di depan dua gadis itu. Ah ... Satu dari dua gadis itu sudah tidak lagi berstatus gadis! Sudah menjadi istri orang! "Jadi Abang yang kemarin nyerempet Heni?" Mata Karina membulat, sementara bisa Brian lihat Heni melengos, memalingkan muda wajah cemberut. Brian tersenyum, "Salah dia sendiri, tau-tau nongol." Jawab Brian sambil melirik Heni yang sontak membelalak menatapnya. "Eh, apaan? Kau yang nyetir nggak pakai mata, Mas!" Salak Heni galak membuat Brian melotot gemas. Berani sekali gadis ini! Dia lupa kalau strata mereka berbeda di rumah sakit ini? Koas menem
"Sayang!" Yudha menoleh, mendapati sangat istri sudah berdiri di belakangnya dengan senyum manis. Yudha membalikkan badan, mengelus lembut kepala istri mungilnya dengan penuh kasih. "Loh sendiri? Bodyguard kamu mana?" Tanya Yudha sambil mencubit gemas pipi Karina. Alis Karina berkerut. Sementara Yudha masih menatapnya dengan saksama. Bodyguard? Siapa yang Yudha maksud? Sedetikpun kemudian Karina tersenyum ketika tahu siapa yang suaminya itu maksud dengan bodyguard. "Oalah, Heni?" Tanya Karina sambil menahan tawa. "Nongkrong di kantin dianya.""Iya dong, siapa lagi?" Yudha meraih tangan sangat istri, membawa Karina melangkah menuju parkiran. Karina kembali terkekeh, akan ada banyak hal yang hendak Karina ceritakan pada suaminya ini. Entah penting atau tidak, tapi ingin rasanya Karina menceritakan semua itu pada suaminya. "Dia protes tadi pagi, Sayang. Katanya kalau PP ke rumah sakit sama aku terus, kapan dia mau jal
“Kau balik duluan aja deh, Rin. Ini sohib abang kau benar-benar sengaja pengen nyiksa aku!”Heni memijit pelipisnya perlahan-lahan, ini sudah waktunya pulang, tetapi Brian dengan begitu rese menahannya dengan dalih dia harus menemani sosok itu visiting bangsal! Jangan lupa dokter Yona pun memberinya tugas yang sama, ah ... kenapa masa kepaniteraan klinik yang sudah dia bayangkan akan begitu indah malah jadi seperti ini sih?Bukannya prihatin, terdengar suara gelak tawa dari seberang. Heni sontak membelalak, rasanya kalau Karina ada di hadapan dia atau berada tidak jauh darinya, Heni ingin mencekik Karina sampai dia memohon ampun. Sebodoh amat suaminya dosen, Heni tidak peduli!“Rin ... please jangan rese, oke?” desis Heni yang sudah tidak mau lagi ribut-ribut. Dia sudah lelah seharian ribut dengan lelaki tengil yang bernama Brian itu.“Tanda-tanda nih, jodoh!”Mendengar kata itu kembali terucap dari mulut Karina,
Heni mencebik, ia mengambil tasnya dan melangkah lunglai menyusuri koridor rumah sakit. Harusnya dia dapat tebengan gratis sampai kost. Tetapi karena si dokter edan itu, Heni terpaksa harus merogoh kocek untuk membayar ongkos pulang. Benar-benar lelaki menyebalkan!Sampai kapan dia harus seperti ini? Konsulennya semua enak untuk stase anak, semoga untuk stase yang lain pun sama. Residennya pun bisa diajak kerja sama dan tidak terlalu menonjolkan senioritas mereka. Tetapi kenapa malah dokter definitif-nya yang sangat menyebalkan dan menguras kesabaran Heni sampai titik terakhir?Heni mendesah, menatap ke sekeliling. Hari sudah mulai gelap, dan Heni sadar, ia bahkan belum order ojek online untuk mengantarkan dia pulang dari ‘romusha’ di bawah kendali Brian hari ini. Ponsel dengan softcase berwarna pink pastel itu sudah berada dalam genggaman Heni, Heni baru saja hendak membuka kunci layar ketika suara klakson mobil itu mengejutkan dirinya.“Woy!
“Temenin makan ya? Mau, kan?”Heni melonjak, kontan ia menoleh dan menatap wajah itu dengan saksama. Wajah itu tersenyum, sebuah senyuman yang entah mengapa mampu meluruhkan semua rasa kesal yang Heni miliki untuk lelaki itu. Kenapa senyum itu indah sekali? Heni mengumpat dalam hati, kenapa dengan dirinya ini?“Ma-makan di mana, Mas?” Heni menundukkan wajah, ia bisa merasakan wajahnya memerah. Sebuah respon aneh yang entah mengapa sangat membingungkan dirinya.“Kamu mau makan apa? Sebagai ucapan terima kasih deh seharian udah kamu bantu tadi.” Hilang sudah semua kekesalan Heni secara tiba-tiba.Heni heran, apa Brian ini punya kepribadian ganda? Dan bisa secepat itu kah kepribadiannya berubah? Beberapa menit yang lalu dia bisa jadi begitu menyebalkan dan di menit ini ... Brian nampak begitu lain dan berbeda dari sebelumnya.Suaranya lembut, terdengar begitu manis dan senyum itu membuang semua pandangan dan penilai
Karina tersentak ketika lengan kekar itu memeluk perutnya, bisa Karina rasakan hembusan napas itu begitu lembut dan teratur menyapa leher dan belakang telinga. Hal yang lantas membuat Karina membuka matanya dan terjaga dari tidur. "Kebiasaan!" Gumam Karina lirih sambil tersenyum. Wajah itu begitu tenang dan nyaman terlelap. Wajah yang nampak begitu polos seperti bayi. Kemana wajah garang dengan mata tajam yang selama ini melekat sempurna di diri Yudha? Semua lenyap tidak bersisa ketika ia tidur memeluk Karina dengan begitu posesif dan manja seperti ini. Karina merasakan perutnya perih. Matanya lantas menyusuri tembok guna mencari jam, ia ingin tahu sudah pukul berapa sekarang. "Astaga! Jam sepuluh malam?" Karina memekik, itu artinya dia tidur sudah cukup lama setelah pulang dari rumah sakit tadi! Karina berusaha melepaskan tangan yang memeluk perutnya itu, namun Yudha benar-benar begitu posesif. Dia tidak mau melepaskan Karina, malah