Sepeninggalnya Adrian, Berriel memikirkan akan kelanjutan rumah tangganya. Seolah apa yang disarankan adiknya itu dengan otomatis sekarang ada di dalam pikirannya.
Liza selaku teman baiknya memahami bagaimana perasaan dan pikiran Berriel. Dia pun menepuk bahu sambil memberikan satu album besar perkawinan miliknya dulu. "Riel, kalau saja Alvine tidak diambil wanita lain aku akan pertahankan pernikahanku waktu itu, walaupun aku juga tahu dia sudah beberapa kali tidur sama mantannya itu!" tegas Liza dan wajahnya sekarang nampak murung.
Berriel yang dari tadi termenung pun meraih album perkawinan sahabatnya itu. Begitu dibuka di sana masih tersimpan lengkap photo-photo dari acara pertunangan, lamaran dan seserahan mewah antara Liza dan Alvine mantan suaminya.
Sangat disayangkan pose-pose kebahagian waktu itu kini berubah menjadi benci dan sangat asing. Seperti cerahnya langit yang tiba-tiba gelap gulita lalu mengeluarkan gemuruh. Gemuruh itu adalah angkara murka
"Belle..." Pekikan ketakutan dan kekhawatiran ke luar dari mulut Angela. Hingga pekikannya itu terdengar ke seluruh bangunan dan membuat Nancy yang baru saja hendak melepaskan pakaiannya di kamarnya di lantai tiga kembali mengurungkan dan langsung berlari ke arah suara. "Ada apa Angela?" "Kamu kenapa?" Pertanyaan Nancy dan ikuti Maria yang langsung masuk ke dalam kamar. "Bell!" kagetnya sambil menghampiri gadis yang sedang hamil ini dalam keadaan bersimbah darah. Nancy langsung menghampiri walaupun agak gugup. Tangannya meraih hanpdhone yang ada di sakunya dan dengan cepat menelpon ambulans. Asrama putri ini kembali ricuh dan Julia sigap sekali menutup akses agar pihak media tidak masuk. "Makanya jangan tinggalkan dia sendirian!" makian Angela pada diri sendiri sambil bingung dan ketakutan kalau terjadi apa-apa pada sahabat satu-satunya ini. Selang beberapa saat ambulans datang dengan teamnya. "Bagaimana mau dibawa ke rumah sakit atau?" tanya petugas yang sudah mengetahui kalau
Berriel mengelus rambut Angela, "Sayang, boleh tinggalkan Tante dan Belle sebentar?" pintanya mempertandai ada yang harus mereka bicarakan sedikit pribadi. Angela mengangguk lalu beranjak berdiri dan pergi yang sebelumnya mengelus halus punggung tangan Belle dengan lembut. Krep! Pintu ditutup. Kemudian Berriel duduk persis di pinggir dipan menghadap pada wajah anaknya yang berbaring. Helaan napas panjang dan kemudian disemburkan lalu terdiam beberapa saat. "Sayang, Ibu tahu kamu masih sakit hati sekarang. Tetapi jauh lebih baik daripada nanti," ucapan Berriel dengan bibir bergetar persis di depan wajah Belle. Air mata Berriel mengalir hinggga menetes pada tangannya tak tertahankan. Melihat itu Belle merasa sangat tidak enak hati dia pun meraih tangan ibunya, "Bu, Belle minta maaf. Sakit hati itu ada, dan masih. Akan tetapi membuat Belle merasa lega. Maaf sudah membuat ibu dan ayah malu akan perbuatan Belle selama ini," ucapnya agak parau. Bernard yang bergeming jongkok sambil men
Melihat Natalie masih terpaku dan lambat Carine tidak sabaran dan bergegas masuk ke dalam kamar. Tas warna coklat diambilnya, lalu mengambil beberapa helai pakaian Natalie yang dibelikan oleh Zean. Setelah semuanya masuk, tas pun ditutup dan dibawa ke luar lalu seketika dilemparkan persis di depan Natalie. "Cepatlah pergi! Taruh handphone yang aku belikan!" titah Carine tidak berkeprimanusiaan. Natalie menatap wajah Carine sembari tersenyum dingin, "Terima kasih, Nyonya. Semoga anda bahagia dan tidak sepertiku!" tutur Natalie kuat dan tidak menampakan kelemahannya di depan wanita yang suka dipanggil nenek ketika dia sedang kesal. Sejenak Natalie mengikat rambutnya dengan tali rambut yang melingkar di pergelangan tangannya. Setelahnya tangannya pun meraih gagang tas lalu menariknya, sedangkan matanya masih memutar ke sekeliling apartemen, 'Terima kasih sudah membuatku nyaman walaupun hanya beberapa bulan saja,' gumam gadis yang sekarang dapat sandangan habis manis sepah dibuang ini. T
Di dalam rumah neneknya Natalie masih memeriksa barang-barang adiknya dan juga pakaian Loriez yang masih tertata rapi di dalam lemari usang di sudut dekat tempat tidur, dengan pikirannya yang sedang memikirkan akan kelanjutan hidupnya, "Aku harus bagaimana?" *** -Jerman- Setengah jam sudah Ann bersama Mike di ruangannya yang dikelilingi oleh buku-buku yang ditulis oleh Ann, nenek dari Mike. Di sana memang tidak semua buku diterbitkan, ada juga hasil tangan dan masih tersimpan rapi. "Diam dan mengerti merupakan suatu ungkapan cinta dan pengorbanan. Aku mencintaimu suamiku. Diamku menyadari kalau kamu sebetulnya belum mengerti aku, apalagi cintaku." Suara Ann lantang membaca salah satu tulisan milik Ann yang membuatnya mendekat pada Mike dan bertanya, "Cinta? Diam? Maksudnya?" Mike mengambil buku yang dipegang Ann kemudian membacanya kembali. "Entahlah! Aku juga tidak mengerti!" jawabnya polos sambil menarikan bahunya. Pandangan Ann pun pada buku berjudul yang menurutnya sangat uni
Ann beserta keempat temannya masih dalam perjalanan ke Duisburg City Center. Tiba-tiba handphone Ann berbunyi, perlahan handphone itu diambilnya lalu memeriksa siapa yang menelpon. "Bibi Lana?" ucap Ann bertanya-tanya dan langsung mengangkatnya, "Iya, Bi. Apa kabar?" "Ini aku, Kak. Renata!" sahutnya di ujung telepon. "Ren...sayang...Bibi Lana ke mana?" "Bibi ada. Dia lagi nangis." "Sayang, berikan telepon pada Bibi sekarang!" "Tidak, Kak. Rena mau berbicara sama Kaka...." Belumlah Ann menjawab, Renata sudah berbicara kembali, "Kak, apa betul Rena ini anak ibu bersama selingkuhannya? Ayah bahkan tidak mau memeluk Renata, Kak. Padahal Renata rindu dan mau tanya kenapa ayah bunuh ibu." "Ternyata Rena, Kakak dan juga adik yang meninggal di dalam kandungan ibu bukanlah anak ayah!" tambah Renata yang membuat Ann menahan emosinya. "Stop, Pak!" teriak Ann pada Pak sopir sambil beranjak dari tempat duduknya lalu ke luar dari bus. Melihat itu ketiga temannya pun langsung mengikuti. "Ann
Setelah mengajar di sekolah ANN dan kampusnya, Juan pulang ke rumah dan bertemu Alice yang sedang main sepatu roda di taman depan dekat rumahnya. Pandangan Alice terlihat memelas seperti sedang meminta maaf, namun Juan mengacuhkannya. "Juan...Juan...." Teriak Alice membuat Catherine yang baru saja datang dan melintas dengan mobilnya melirik ke arah Alice dan Juan yang acuh begitu saja. Catherine memarkirkan mobilnya di dalam garasi, begitu juga mobil Juan. Brug! Pintu mobil Catherine banting, lalu menguncinya menggunakan remote kontrol. "Dia itu siapa?" tanya Catherine sambil menunggu Juan yang sedang berjalan ke arahnya. "Siapa, siapa?" tanya Juan pura-pura tidak mengerti. "Itu, gadis berambut ikal di taman depan!" Catherine berucap sambil melirik ke arah gerbang. "Lupakan sajalah, Bu. Tidak penting!" jawabnya singkat. Mendengar ribut-ribut dari bawah Erick langsung turun yang dari tadi sibuk bersama Mark dan Alexander di dalam ruangan penelitiannya. "Kalian ini, datang-datan
Baru saja Juan hendak membuka pintu rumahnya, Catherine tiba-tiba muncul dari arah dapur. "Juan, sayang...ajak Ann untuk makan malam terlebih dahulu," ucapnya sambil menoleh pada mereka berdua. Juan memandang pada ibunya, lalu pada Ann yang sedang dipegangnya. "Mau tidak?" Ann menoleh pada Cathrine dan mengangguk pelan tanda setuju. Tangan Juan yang tadinya menggenggam lengan, kini berganti pada jemari Ann. Ann beraksi biasa saja karena dipikirnya Juan hanya membantunya agar tidak gugup dan malu. Sementara Cathrine sudah memastikan kalau Juan bukan hanya menaksir Ann ini, tetapi dia mencintainya. Ann dan Juan duduk berdampingan di dalam ruang makan yang mewah. "Nah ini adalah soup burung dara kesukaan mertua Tante, beliau bukan mertua buat Tante ini, tapi sudah Tante anggap seperti orang tua sendiri," ucapnya sambil menaruh mangkuk soup di atas meja. Asisten rumah Cathrine membawakan cake strawberry, "Itu kesukaan Juan!" Catherine memberitahu sambil mengambil piring isi cake. Ann
Kemudian tangan Jacob pun meraih kotak berbentuk hati itu dan menaruh dua lembar ratusan $NZ ke dalamnya, lalu meninggalkan Cristin bersama Khaty yang terpaku melihat itu. *** Sore ini Ann sengaja berjalan ke arah taman bermaksud untuk menemui Alice. Setibanya di sana dia pun menemukan Alice sedang asik dengan sepatu rodanya. Sebelum mendekat ke arahnya Ann menghela napas terlebih dahulu, lalu melanjutkan kembali langkahnya. "Alice...." Sapa Ann sambil menepuk pundaknya pelan. "Ann!" Alice membalikan badannya agak terkejut. "Kita perlu bicara! Sepertinya kamu salah paham antara aku dan Juan!" ucap Ann berniat mengklarifikasi. Tiba-tiba Rita sudah berdiri di belakang Ann. "Tante dan ayahnya Alice tadinya ingin memisahkan persahabatan kalian karena takut kamu seperti ayahmu," lirihnya pelan dan jelas. "Akan tetapi, Tante salah!" imbuhnya melanjutkan sambil memegang pergelangan tangan Ann dan mengajaknya duduk di kursi taman.
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,