-Asrama putri-
"Ann, jangan deh kamu seperti itu! Kasihan 'kan Ayahmu Johan ditiadakan dalam kehidupanmu, hanya demi sekolahmu!" sergah Angela yang tiba-tiba muncul di depan Ann sedang menulis di dalam perpustakaan.
Mendengar sergahan Angela seperti itu Ann langsung menutup bukunya. Tetapi matanya menatap kedua mata Angela yang berjalan ke arahnya. "Kenapa kamu ini begitu sangat membenciku dan dari awal kedatanganku ke sini? Salahku apa?" tanggap Ann pelan bernada kesal.
Baru saja Angela hendak berbicara tiba-tiba Belle berteriak kencang sekali hingga seluruh asrama berhamburan datang menghampiri. Teriakan yang memekakkan itu membuat Ann menutup kupingnya lalu dengan cepat ke luar perpustakaan.
Julia dan Nancy sudah berada di dalam kamar Belle. "Bell, apa yang terjadi? Kamu kenapa?" tanya Nancy menghampiri Belle yang sedang duduk sambil memeluk kedua lututnya. Pandangan semua Suster dan seluruh penghuni asrama pada handphone kecil
Hingga deringan yang ketiga Berriel tidak mengangkatnya. Nyalinya memang menciut kalau sudah ada perkara tentang Belle, apalagi ini masalah menyangkut harga diri seluruh keluarganya.Bernand akan merasa sangat malu pada semua koleganya jika ada salah satu dari mereka mengetahui dan dibenarkan oleh kedua matanya.Melihat kakaknya yang terpaku dan kebingungan, Adrian meliriknya. "Kalau memang tidak siap, tidak usah diangkat telponnya. Nanti kita sama-sama hubungi beliau!" Adrian menenangkan sambil mengelus punggung tangan Berriel.Beberapa jenak Berriel bergeming dan merasakan kalau suaminya sudah mengetahui semua, mungkin saja dia sedang menuju perjalanan pulang atau ke asrama. Baru hendak mengangkat kedua bibirnya, handphonenya berdenting, suara pesan masuk dari berbagai media.Klik!Tring!Tit!Membuat Berriel semakin cemas, karena kalau sudah ada bunyi khas dari platform komunikasi favorit Bernand dan dirinya
Perkataan Ann membuat Julia sedikit terbuka pikirannya.Tangannya menutup jendela dan merapatkan gorden. Kakinya melangkah mengarah ke meja dekat sofa, lalu meminum teh dan menyantap soup yang tersaji.Baru saja hendak menyendok soup kedua kalinya tiba-tiba Nancy masuk. "Ny-nyonya...." ucapnya terbata-bata dan agak terpengap-pengap.Brak!Pintu dibuka dengan kasar oleh seorang yang tingginya hampir dekat dengan palang pintu. "Anda di dalam ruangan ini melakukan apa saja hingga anakku bisa keluar bebas? Bukankah aku mempercayakan pada yayasan ini berbayar?" bentaknya sambil menajamkan sorot matanya ke arah Julia."Bang... janganlah seperti itu!!" sela Adrian yang langsung masuk ke dalam ruangan.Iya, ternyata lelaki itu Bernand. Dia, Berriel dan Adrian setelah dari kantor polisi langsung ke asrama. Mereka pun menyuruh secara paksa penjaga untuk membuka pintu gerbang, dan itu membuat wartawan sibuk memfoto dan mencoba mewawancarainya.
Ann dan Belle sudah ada di dalam ruangan Julia.Melihat kedatangan Belle,mata Bernand menyorot tajam dan cepat sekali beranjak dari tempat duduknya. Dia meraih lengan Belle sangat kasar hingga hampir terjatuh dan membuat Ann yang ada di sampingnya pun tersungkur sehingga tubuhnya membentur meja kerja Julia."Bang, jangan kasar begitu!" ucap Adrian sambil membantu Ann bangun.Sedangkan tangan Bernard hampir melayang ke arah wajah Belle. Namun, dilerai oleh Adrian yang memang dekat diantara mereka."Bang...sabar...." ucap Adrian sangat lirih.Bernard menahan emosi dan napasnya turun naik. Matanya sejenak menoleh pada Belle dan Julia, kemudian dia pun bergegas pergi meninggalkan ruangan dan ke luar dari asrama.***Mobil Carine memasuki halaman rumah dan diparkirkan di dalam garasi. Sedangkan bibir sensualnya seketika tersenyum merekah sambil mematikan mobilnya. Kemudian dia pun langsung masuk ke dalam
Mendengar perkataan dari Natalie, Carine tergesa-gesa menuruni tangga lalu ke luar, begitu sampai teras matanya menyorot ke mata lelaki yang pernah menyentuhnya selama hampir 4 tahun belakangan. Dia adalah Imanuel.Carine pun berjalan ke arah Imanuel lalu menarik lengannya sangat kasar dan menuntunnya hingga ke luar pintu gerbang."Kamu ini mau apa? Tahu rumahku dari siapa?" cecar Carine sangat marah.Imanuel menyimpulkan senyum sinis, sedangkan matanya memandang seluruh tubuh Carine bersaksi merendahkan."Kamu 'kan yang menggunggah video itu?" ucapnya tidak ragu.Carine tertawa kecil sambil berdesis tepat di wajah Imanuel, "Aku menyesal telah mau tidur dan mencintaimu! Dan aku peringatkan kalau kamu tidak akan pernah berbahagia, apalagi dari hasil jerih payahku!"Carine memundurkan langkah dan memalingkan wajahnya ketika tangan Imanuel hendak menamparnya.Di belakang gerbang Zean memanggil-ma
"Carine adalah teman SMA aku dulu!" lirihnya agak kaget, dan suaranya hampir terdengar oleh semua orang yang berada di dalam ruangan, tanpa terkecuali oleh Imanuel.Padahal sebenarnya Bernard ini pernah menaksir Carine ketika dia ditugaskan mengurus software yang ada di kampus di mana Carine mengajar. Bernard percaya akan kekuatan Carine ini, dia memang disegani oleh semua rekan-rekan dosen atau pun dari kedinasan.'Jadi, pria ini pernah menjadi kekasih Carine?' hati Bernard berbisik, sedangkan matanya menatap Imanuel yang ada di hadapannya.Sedangkan para penyidik segera melanjutkan menginvestigasi Imanuel dan menahannya hingga penyelidikan selanjutnya. Sementara polisi tidak bisa menangkap Carine karena walikota serta petinggi negara melindunginya. Di sini Carine aman.***Carine dan Natalie sedang belanja di pusat perbelanjaan terkenal di kota, mereka sangat akrab.Tiba-tiba Carine menarik lengan Natalie, "Nat, kita
Mendengar ucapan dari orang yang sudah menjadi pendukung mental gadis kecil ini, bibirnya tersenyum merekah. Lalu dia pun berjalan ke depan tempat ibadah, tangannya ditumpukkan dan beberapa saat dirinya sedang bersama Tuhannya.Dari luar gedung Ronald sudah menunggu sambil memandangi photo Marsha, air matanya tak sadar berlinang.Tiba-tiba Ann sudah berdiri persis di sampingnya memperhatikan wajah Ronald, kemudian ke photo yang dipegangnya, mulut mungilnya berbicara, "Marsha sungguh beruntung memiliki ayah seperti Bapak, dan Ann malu mengambil posisinya.""Hey, Ann ... justru Marsha akan sangat bangga jika posisi itu kamu yang menempatinya." Ungkap Ronald sambil membukakan pintu mobilnya, "Ayo, masuk, Kevin sudah menunggu!"Nancy dan Julia baru saja melangkahkan kaki hendak masuk ke dalam mobil. Tiba-tiba Maria berlari menghampiri, "Aku ikut... please!" rengeknya seperti anak kecil.Ann cekikikan, lalu menarik tangan g
Di dalam ruang sidang, pengesahan adopsi telah usai. Kevin yang berdiri di antara Ronald dan Ann memberikan selamat atasnya. "Bro, setidaknya kamu bisa memperbaiki penyesalan pada Marsha." Tuturnya seraya menuntun mereka ke luar dari ruangan.Sidang adopsi memang tidak serumit sidang kriminal lainnya. Hanya membutuhkan beberapa saksi dan dokumentasi saja.Hati Ann sangat puas dibuatnya seolah dirinya sudah terlepas dari sosok ayah yang dibencinya dari semenjak kecil.Mata Julia memperhatikan wajah anak asuhnya ini, nampak dia seperti sedang memikirkan sesuatu, "Pikiran lagi ke mana, Ann?" sapanya sambil merengkuh bahu mungilnya.Ann membalikkan badannya, "Ann, puas dengan ini! Madam Julia!" jawabnya sambil menatap wajah keriput wanita yang telah membimbingnya dalam segala hal.Mendengar perkataan dari Ann, Julia hanya menghela napas pendek. Dia semakin yakin kalau jiwa Ann sudah dirasuki kebencian.
Degup jantung Natalie berdebar kencang, dia kini merasakan kebimbangan, sementara tangannya mengelus perutnya tanpa membuat kesimpulan. Tiba-tiba Carine menghampiri dari belakang, "Nat, kamu masih muda untuk menyia-nyiakan usiamu!Percayalah perkataanku," Carine meyakinkan."...ayo kita pulang...aku kasih kamu waktu semalam untuk berpikir!" ajak Carine menambahkan.Tidak ada pilihan kendati masih dalam keadaan bingung, tidak seimbang dan resah. Natalie melangkah mengikuti Carine yang sudah berjalan terlebih dahulu ke mobilnya. Tiba-tiba Sabela mendekat ke arah Natalie, "Kamu harus ikuti kata hati,atau kamu akan menyesal!" bisiknya. Natalie hanya menoleh disertai anggukan.Tidak begitu lama, Natalie dan Carine sudah berada di depan parkiran rumahnya. Natalie langsung masuk ke dalam kamar begitu saja, sedangkan Carine mengerti apa yang dirasakannya. Namun dirinya seolah sedang menikmati kegalauannya itu, dia hanya mengulas senyuman sinis sambil melangkah ke anak ta
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,