Degup jantung Natalie berdebar kencang, dia kini merasakan kebimbangan, sementara tangannya mengelus perutnya tanpa membuat kesimpulan. Tiba-tiba Carine menghampiri dari belakang, "Nat, kamu masih muda untuk menyia-nyiakan usiamu!Percayalah perkataanku," Carine meyakinkan.
"...ayo kita pulang...aku kasih kamu waktu semalam untuk berpikir!" ajak Carine menambahkan.
Tidak ada pilihan kendati masih dalam keadaan bingung, tidak seimbang dan resah. Natalie melangkah mengikuti Carine yang sudah berjalan terlebih dahulu ke mobilnya. Tiba-tiba Sabela mendekat ke arah Natalie, "Kamu harus ikuti kata hati,atau kamu akan menyesal!" bisiknya. Natalie hanya menoleh disertai anggukan.
Tidak begitu lama, Natalie dan Carine sudah berada di depan parkiran rumahnya. Natalie langsung masuk ke dalam kamar begitu saja, sedangkan Carine mengerti apa yang dirasakannya. Namun dirinya seolah sedang menikmati kegalauannya itu, dia hanya mengulas senyuman sinis sambil melangkah ke anak ta
Setelah itu Juan kembali ke rumah dengan senyuman penuh kepuasan. Ya, Juan hanya tersenyum di saat pikirannya pada sosok Ann yang dia temui pertama kali di ladang milik pamannya beberapa tahun lalu.Sosok Juan yang dingin dan serius, disebabkan oleh ajaran disiplin dari semenjak dia bayi. Erick Monterra dan Catherine adalah sosok keluarga yang sangat sempurna. Mereka benar-benar merencanakan dari pertama kali hendak memiliki anak, bukan hanya itu saja penerapan pola pikir pun disesuaikan oleh keinginan mereka berdua. Hingga akhirnya terbentuknya jati diri Juan Derriel seperti sekarang, dia tidak banyak berbicara. Apalagi melakukan sesuatu harus dengan waktu yang tepat, terlebih lagi dia tidak ke luar dari rumah untuk hal yang tidak penting. Ditambah Erick selalu memantau gerak-gerik anaknya dengan memasang mindset dalam dirinya, 'Selama kamu membuang-buang waktu percuma, kamu tidak akan menjadi apa-apa!'***Di dalam apartemen lantai lima belas ini Ann sedang me
Sore hari pukul 17: 37 Ann sudah berada di airport diantar oleh orang-orang yang menyayanginya termasuk Julia, Nancy dan tidak ketinggalan Maria kendati dia pernah membuat Ann tersiksa oleh perbuatannya.Melihat gadis belia ini akan pergi meninggalkan Selandia Baru untuk mencapai cita-citanya, Maria tiba-tiba datang menghampiri lalu meraih jemari Ann. "Ann, tidak ada kata-kata lain selain kamu pasti menjadi anak sukses. Maafkan aku, maafkan ayahmu dan kakakmu Natalie!" ucapnya membuat Ann sedikit agak terkejut.Maria berbicara kembali, "Suster pernah berbuat jahat padamu, Ann! Tapi, kamu sabar menghadapinya! Maka perlakuanlah hal serupa untuk mereka!"Ann tidak bereaksi apa pun, selain mengelus halus punggung gemuk tangan Maria. Lalu melangkah ke arah Antonio selaku pendamping dari sekolah The Youth sampai Ann ke Jerman.Ronald memeluk tubuh Ann untuk yang kesekian kalinya. "Jaga diri di sana!" bisiknya.Ann mengangguk lalu
Ann menghampiri Rania, dengan cepat mengambil buku yang ada di tangannya. Kemudian dia membuka lembar per lembar buku tersebut dan membaca paragraf demi paragraf tanpa ada yang terlewati, 'Ini tulisanku!' hati Ann berbicara."Juan Derriel?" ucap Ann sambil mengelus halus sampul buku yang dicetak glossy mate ini.Ann tersenyum melihat ilustrasi sampul buku yang persis dirinya ketika di ladang dan sedang berlari karena mendengar suara minta tolong yang berasal dari rumahnya.Sylvie mengelus pundak Ann sambil bertanya, "Artinya kamu sudah menerbitkan buku?"Ann tidak menjawab pertanyaan dari Sylvie dia segera menulis alamat perpustakaan Stockholm yang menerbitkan buku tersebut dan bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.Perjalanan yang lumayan melelahkan kalaupun hanya 200 meter jarak antara asrama ke perpustakaan ini. Karena Ann ke sana dengan berlari.Tepat di depan bangunan persegi panjang dengan halaman park
Zayn masih bergeming dengan posisi menghadap ke arah pintu lift.Melihat itu Natalie tersenyum agak keheranan, dengan cepat tangannya menarik lengan dokter tampan ini agar masuk ke dalam lift yang saat ini berposisi terbuka karena ditahan oleh kakinya. "Masuk dulu aja! Natalie buat cake chocolate loh!" ajaknya.Zayn masuk ke dalam lift dalam keadaan masih terpaku, walau inilah yang sebenarnya dia inginkan. Matanya melirik ke arah Natalie yang berdiri di sebelahnya.Pintu lift terbuka.Tetapi Zayn masih saja berdiri, entah kenapa dia canggung dan tidak selincah juga seberani seperti sedang menangani pasiennya."Dokter ini kenapa?" ucap Natalie sambil menggenggam jemarinya lalu menarik ke luar dari lift. Kemudian dia masuk ke dalam apartemen."Duduklah dokter, suka espresso? Atau Natalie buatkan yang lain?" tanya Natalie sambil menatap ke arah wajah kikuk Zayn.Zayn menjawab datar, "Espresso wit
Ronald tidak menjawabnya tapi malah pergi ke dalam kamarnya. Lalu kembali dengan memberikan satu map berwarna coklat. "Aku tidak ada maksud untuk mempermalukan atau menghindar. Hanya saja tidak ingin kita menikah, namun perasaan dan pikiranku pada orang lain," jelas Ronald.Reina tidak mengambil map tersebut, dia masih tidak percaya dengan yang Ronald tuturkan. Spontan dia duduk di atas kursi kecil yang ada di dekatnya.Ronald mengerti dan memahami kalau diri Reina sedikit agak kecewa dan semua karena ulahnya. Maka sebagai gantinya adalah seperempat aset miliknya diberikan pada Reina."Kalau kamu mau tetap di sini, nanti jangan lupa taruh kunci rumah di tempat semula! Jangan lupa bawa map itu!" ucap Ronald sambil ke luar dari apartemennya.Setengah jam Reina termangu dan bergeming. Dia pun mulai menggerakkan tangan mengambil map yang ada atas meja di depannya lalu membukanya. Di dalamnya ada surat tanah dan satu buah tabungan
Setelah beberapa saat terjaga Natalie pun akhirnya tertidur pulas dengan segala rencana-rencananya.Sementara di dalam ruangan Zean, dia sangat kalut akan pesan masuk yang diterimanya. Napasnya turun naik tidak beraturan.Begitu pula dengan Carine, dia mulai sangat cemas dan ketakutan jika semua rahasia yang dia tutupi terbongkar."Siapa dia?" ucap Carine sambil menuruni tangga.Didengar oleh Zean, "Rine, di mana Natalie?" tanyanya gusar.Carine hanya menoleh, "Kamu mau menemuinya? Kamu dan dia belum menikah! Tidak malu kah?" gertaknya penuh amarah.Zean terdiam dan kembali memikirkan akan pesan-pesan kaleng yang diterimanya. 'Sekarang aku diambang kehancuran! Siapa dia? Mau apa?' gumamnya dalam senyap.Sedangkan Carine segera melajukan mobilnya dan pergi ke Jacob temannya yang mengerti ilmu IT, dia hanya ingin tahu siapa mengirimkan pesan ancaman tersebut.Di tengah-tengah jalan, pikiran Car
"Kak Joseph, Ann ada kelas sekarang! Nanti sore ke sini lagi!" ucap Ann spontan sambil bergegas ke luar dari perpustakaan.Melihat itu Juan dengan cepat mengikutinya. "Hey! Ann... tunggu!" Namun Ann tidak menghiraukan itu, dia berlari dengan cepat langsung masuk ke sekolah dan masuk ke dalam kelasnya.Sedangkan Juan masih memperhatikan gadis impiannya itu, kemudian masuk ke dalam gedung sekolah lalu masuk ke salah satu ruangan."Hey, Juan!" sapa Mike kaget melihat cucu kesayangan dari pemilik sekolah ini datang."Kakekmu yang menyuruhmu ke sini?" tambah Mike sambil menghampiri Juan yang sedang duduk di atas sofa.Juan bergeming sejenak. Tak Begitu lama dia pun mengeluarkan suaranya, "Tak ada urusannya dengan kakek, aku ke sini karena ada temanku yang sekolah di sini."Mike tertegun. "Teman? Anak SMA?" singkatnya tidak percaya, karena dirinya mengetahui kalau anak dari omnya ini sangat memilih teman
Mata Juan terpaut pada kedua bola mata Ann yang nampak seperti melihat penjahat. Entahlah Ann ini kalau melihat Juan reaksinya seperti melihat alien selalu terperanjat. Juan melihat reaksi Ann yang seperti itu dia langsung menarik lengannya dan membuat Ann hampir jatuh ke pangkuannya. "Ouch, Juan!" spontan Ann dengan reaksi malu-malu. Sedangkan Juan sendiri langsung memalingkan mukanya dan pergi meninggalkan Ann beserta teman-temannya.***Seperti biasanya Natalie selalu bangun pagi walaupun tidak melakukan apa-apa. Perasaan Natalie memang hampa dan tak bersemangat. Pandangannya melirik ke arah handphone yang semalam dimatikan lalu mengambilnya. Begitu hendak dibuka pintu apartemen ada yang menekannya, malas namun Natalie mencoba berdiri lalu membukanya. "Bapak!" ucap Natalie terperanjat."Nat, cepat kemasi barang-barangmu! Kita harus pergi dari sini!" ucap Zean sambil masuk ke dalam kamar.Zean mengambil tas Natalie dan memasukan beberapa baj
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,