Setelah beberapa saat terjaga Natalie pun akhirnya tertidur pulas dengan segala rencana-rencananya.
Sementara di dalam ruangan Zean, dia sangat kalut akan pesan masuk yang diterimanya. Napasnya turun naik tidak beraturan.
Begitu pula dengan Carine, dia mulai sangat cemas dan ketakutan jika semua rahasia yang dia tutupi terbongkar.
"Siapa dia?" ucap Carine sambil menuruni tangga.
Didengar oleh Zean, "Rine, di mana Natalie?" tanyanya gusar.
Carine hanya menoleh, "Kamu mau menemuinya? Kamu dan dia belum menikah! Tidak malu kah?" gertaknya penuh amarah.
Zean terdiam dan kembali memikirkan akan pesan-pesan kaleng yang diterimanya. 'Sekarang aku diambang kehancuran! Siapa dia? Mau apa?' gumamnya dalam senyap.
Sedangkan Carine segera melajukan mobilnya dan pergi ke Jacob temannya yang mengerti ilmu IT, dia hanya ingin tahu siapa mengirimkan pesan ancaman tersebut.
Di tengah-tengah jalan, pikiran Car
"Kak Joseph, Ann ada kelas sekarang! Nanti sore ke sini lagi!" ucap Ann spontan sambil bergegas ke luar dari perpustakaan.Melihat itu Juan dengan cepat mengikutinya. "Hey! Ann... tunggu!" Namun Ann tidak menghiraukan itu, dia berlari dengan cepat langsung masuk ke sekolah dan masuk ke dalam kelasnya.Sedangkan Juan masih memperhatikan gadis impiannya itu, kemudian masuk ke dalam gedung sekolah lalu masuk ke salah satu ruangan."Hey, Juan!" sapa Mike kaget melihat cucu kesayangan dari pemilik sekolah ini datang."Kakekmu yang menyuruhmu ke sini?" tambah Mike sambil menghampiri Juan yang sedang duduk di atas sofa.Juan bergeming sejenak. Tak Begitu lama dia pun mengeluarkan suaranya, "Tak ada urusannya dengan kakek, aku ke sini karena ada temanku yang sekolah di sini."Mike tertegun. "Teman? Anak SMA?" singkatnya tidak percaya, karena dirinya mengetahui kalau anak dari omnya ini sangat memilih teman
Mata Juan terpaut pada kedua bola mata Ann yang nampak seperti melihat penjahat. Entahlah Ann ini kalau melihat Juan reaksinya seperti melihat alien selalu terperanjat. Juan melihat reaksi Ann yang seperti itu dia langsung menarik lengannya dan membuat Ann hampir jatuh ke pangkuannya. "Ouch, Juan!" spontan Ann dengan reaksi malu-malu. Sedangkan Juan sendiri langsung memalingkan mukanya dan pergi meninggalkan Ann beserta teman-temannya.***Seperti biasanya Natalie selalu bangun pagi walaupun tidak melakukan apa-apa. Perasaan Natalie memang hampa dan tak bersemangat. Pandangannya melirik ke arah handphone yang semalam dimatikan lalu mengambilnya. Begitu hendak dibuka pintu apartemen ada yang menekannya, malas namun Natalie mencoba berdiri lalu membukanya. "Bapak!" ucap Natalie terperanjat."Nat, cepat kemasi barang-barangmu! Kita harus pergi dari sini!" ucap Zean sambil masuk ke dalam kamar.Zean mengambil tas Natalie dan memasukan beberapa baj
Zean menghentikan mobilnya di salah satu pusat pembelanjaan. "Nat, apa yang aku bicarakan tadi di rumah sakit, kita harus jalankan dengan sebaik-baiknya!" ucap Zean sambil ke luar lalu membukakan pintu untuk Natalie."Tapi aku masih belum stabil, Pak! Masih sakit!" ucap Natalie sambil meringis.Melihat itu Zean merasa kasihan padanya, dengan cepat dia mendatangi apotek yang tidak jauh dari pusat pembelanjaan dengan tujuan membelikan obat yang sesuai resep dokter. Setelah beberapa saat Zean datang dengan membawa obat-obatan dan juice, lalu diberikan pada Natalie yang nampak pucat. Kemudian Natalie meminum obat-obatan tersebut."Ayo, kita cari apa yang kita butuhkan, aku ingin cepat pulang dan beristirahat!" ajak Natalie sambil menoleh pada Zean yang sedang menyender pada bagasi mobil.Akhirnya Zean dan Natalie membeli barang-barang untuk mengelabui Carine. Dari perut palsu dengan berbagai ukuran, juga segala pernak-pernik kehamilan lainnya untuk meyakinkan
Pagi hari sekali sebelum berangkat ke sekolah Ann menyempatkan membuat beberapa menu sarapan untuk teman-temannya. Rania yang sedikit pemalas membuatnya tersenyum begitu melihat makanan sudah tersaji di atas meja kebersamaan. Di dalam kamar asrama ini memang ada meja besar untuk dipakai untuk segala hal. Ya sebut saja meja kebersamaan. "Ann, pagi-pagi begini mau ke mana?" tanya Rania sambil menoleh ke arah Ann yang sudah rapi."Aku kan pekerja juga di perpustakaan!" singkat Ann sembari memasukan kaos putih yang dikenakannya ke dalam celana jeans.Mendengar suara keributan, Sylvie terbangun dan langsung menghampiri meja makan sambil mengambil sosis goreng dan roti. "Ann kamu gak harus lelah seperti itu!Bukannya ayahmu kemarin mengirim uang untuk biaya hidup dan kebutuhanmu?" selanya serius.Ann tidak menjawab melainkan pergi begitu saja.Di luar pekarangan asrama Ann menoleh pada mobil yang terparkir persis di depan pintu masuk. "Parkir itu ya jang
"Jangan keras-keras Ann! Nanti aku jelaskan!" gertak Juan sambil menghampiri Ann lalu menutup mulutnya.Kemudian Juan menarik Ann ke dalam ruangan Mike. "Juan? Ann? Kalian kenapa?" ucap Mike spontan sambil beranjak agak kaget.Juan menarik kursi, lalu menyuruh Ann duduk dengan paksa. Tatapan Juan tidak berkedip pada wajah ketus Ann, dia pun menghela napas kasar lalu berbalik."Aku mendapatkan kartu pelajarmu dari Mike, demi Tuhan aku hanya melampirkan data-datamu via online dan tidak menggunakan untuk hal yang merugikanmu! Karena aku tahu hidupmu sudah penuh dengan masalah!" tegas Juan dengan jujur.Mike menyela, "Apa pun itu Juan, hal privacy seperti ini seharusnya ada izin si empunya identitas. Karena sudah melanggar hukum dan jika yang bersangkutan tidak menerimanya, dia berhak menuntutnya."Juan membalikan badannya, "Laporkanlah aku! Lalu tuntutlah!" sinisnya disertai tatapan dingin, lalu dia pun ke luar dari ruangan.Melihat sikap Juan
Hingga kelas terakhir Reina tidak ke luar dari ruangan. Perasaannya tidak menentu pada pria yang dia temui pertama kali di atas atap apartemen Ronald. "Hey Re, ayo pulang jangan bengong gitu!" ajak Lydia yang merupakan teman baru Reina, ternyata dia sudah memperhatikannya dari tadi."Ayo!" singkat Reina disertai beranjak dari duduk lalu membereskan buku-bukunya.Kemudian Reina dan Lydia pun berjalan berdampingan menelusuri koridor, begitu sampai pertigaan mereka berpapasan dengan Adrian. "Pak dosen?" kejut Lydia sambil menunduk sopan. Sedangkan reaksi Reina dia datar dan biasa saja, tidak seperti awal pertemuannya."Kalian baru mau pulang?" tanya Adrian ramah sedangkan perhatiannya pada mimik wajah Reina.Lydia menjawab, "Iya Pak!""Bapak mau pulang juga?" sambung Lydia sambil menoleh.Adrian hanya mengangguk. Lalu mereka bertiga pun berjalan secara bersamaan ke luar dari kampus."Re, aku duluan ya! Pacarku sudah nunggu!" uc
"Sampai kapan kalian akan terpaku begitu saja?" ucap Berriel mengejutkan perbincangan senyap mereka. Mendengar itu Reina dan Adrian langsung menundukan pandangannya. "Tante, Reina pulang dulu, terima kasih!" pamit Reina sambil berlari ke luar lalu pulang ke rumahnya. *** Sedangkan di tempat lain Liza sedang menyamar menjadi staff di dalam kementrian telekomunikasi atas bantuan Laura sahabatnya. Hingga jam istirahat tiba Liza mendengar seseorang sedang berbicara di telepon di belakang kantin, dia pun mengendap-endap mendekat agar leluasa mendengar jelas perkataan demi perkataan. 'Oh, dia ternyata orang suruhan Carine! Tapi siapa yang bertanggungjawab di belakang mereka berdua?' gumamnya. "Ibu, sedang apa di sini?" tiba-tiba lelaki yang sedang berbicara di telpon tersebut sudah ada di depan Liza. Liza agak gelagapan, "I-itu tadi, ibu agak mual..." ucapnya berbohong, tetapi matanya melirik pada name tag lelaki tersebut. Danish Alberte ada
Begitu masuk Ann dan Juan duduk sejajar menghadap ke arah para dosen. Seperti sebelumnya Ann diberikan pertanyaan-pertanyaan dari berbagai rumus-rumus matematika yang dibuatnya. Ann yang sudah terbiasa memberikan penjelasan dengan detail membuat semua orang di sana sangat puas."Ann, terima kasih sudah datang dan membuat kami di sini bangga padamu!" ucap salah satu ahli matematika sambil menjabat tangan mungil Ann. Ann hanya tersenyum datar, padahal dia tidak menyangka kalau riset kecilnya diapresiasi oleh kampus ternama di Jerman.Setelah hampir dua jam, Ann ke luar dari ruangan. Baru saja dirinya melangkah, Juan menarik lengannya lalu menuntun ke dalam ruangan miliknya. "Duduk dulu di sini saja, aku ada kelas untuk mahasiswaku. Kalau kamu mau, bisa ikut sebagai asistenku, atau di sini sambil membuat makalah untuk ke penerbit," ucap Juan tegas sambil menumpukan beberapa buku tebal di tangannya.Dengan cepat Ann meraih tumpukan buka dari tangan Juan kemudi
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,