Natalie mencoba tenang dengan menyadari bahwa dirinya memang salah serta telah mengira kalau rumah dan yayasan adalah milik Zean.
Zean pun mengelus perut Natalie. "Sayang, kamu akan aku bahagiakan dan terima kasih sudah menjadi ibu untuk anakku!" lirihnya pelan sekali.
***
Di dalam perjalanan pulang, Ann pun berbicara sambil menaikan sudut bibirnya, "Sekarang ayah malah menuduh ibu sebagai tukang selingkuh! Padahal kenyataannya dia yang melakukannya!"
Pikiran Ann pada waktu dirinya pulang sekolah dulu. Cepat sekali dia masuk ke dalam rumahnya karena sakit perut, "Aduh...." ucapnya sambil menaruh tas sekolah di atas kursi depan. Begitu melintas ke arah pintu kamar ibunya, dia pun mendengar suara aneh yang sering didengar pada malam-malam tertentu antara ibu dan ayahnya. Mata Ann mengitari ruangan dan tidak melihat keberadaan ibunya, karena dapur pun masih berantakan juga sandalnya belum ada di depan. Diketahui oleh Ann kalau ibunya sudah pulang kerja s
"Bisakah selesai dalam satu minggu ini?" ucap Ronald tidak sabar. Kevin melirik pada Ann, dan dia pun memberikan saran keharusan agar ketika di pengadilan nanti Johan harus disudutkan serta tidak layak untuk dipertahankan sebagai Ayah kandung. Atau opsi lain adalah membuat pernyataan kalau Johan tidak mau bertanggung jawab pada Ann. Tiba-tiba saja Ann menyela penjelasan dari kevin, "Kalau itu tidak usah khawatir, Ann ada bukti kalau Ayah memang tidak peduli sama Ann atau pun anak-anaknya yang lain!" ucap Ann sambil mengeluarkan tape recorder kecil yang ada di saku bajunya lalu memberikannya pada Kevin. Sedangkan reaksi Nancy dan Ronald saling berpandangan, mereka berdua tidak menyangka kalau Ann bisa sampai kepikiran untuk melakukan itu. Kevin memutar tape recorder yang Ann berikan dan dengan seksama mendengarkan suara Johan. Setelah mendengarkan rekaman tersebut Kevin menoleh pada Ronald sambil berkata, "Ini sudah sangat cukup untuk dia
Zean menatap wajah Carine yang putih mulus dengan pupil mata biru dan bulu mata lentiknya penuh arti, dia memang mencintai wanita yang ada di depannya ini dari pandangan pertama ketika bertemu di suatu acara pembukaan yayasan milik Pastor David. Sayangnya bersamaan dengan waktu perasaan cinta mereka pudar, penyebabnya kurang berkomunikasi dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Pada akhirnya isi hati mereka goyah pada orang lain dan membuat rumah tangganya ada di ujung tanduk."Natalie hamil dan aku akan segera menikahinya!" lirih Zean tanpa basa basi.Carine tidak beraksi apa pun, dia sama sekali tidak peduli.Zean pun kembali berbicara, "Kita harus bercerai secepatnya!"mendengar itu Carine tertawa kecil sambil menatap wajah Zean, dia pun bicara bernada sinis dan merendahkan,"Delapan belas tahun kita menikah dan aku tidak pernah mendapatkan nafkah sedikit pun darimu, nanti aku akan menuntut ini di pengadilan, begitu juga berapa banyak uangku yang kamu
Sedangkan di dalam rumah, Carine mendatangi kamar Natalie tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Itu membuat Natalie terperanjat, "Ny-nyonya..." ucapnya sambil beranjak dan duduk di pinggir tempat tidur.Carine melipatkan tangan pada dadanya sambil berbicara dengan nada pongah, "Kamu yakin bisa hidup dengan Zean? Dan apakah keluarga Zean akan menerima wanita miskin sepertimu?"Natalie berdiri dan menjawab perkataan Carine dengan singkat, "Aku memang miskin, tapi setidaknya aku bisa memberikan anak!"Tatapan dua wanita yang sudah disentuh oleh Zean pun beradu dengan penuh arti. Kemudian Carine pun keluar sambil membanting pintu kamar dengan sangat keras.Kenapa Carine bersikap seperti itu pada Natalie? Apakah dia masih mencintai Zean dan apakah dia cemburu? Atau ada hal lain yang membuat dirinya bersikap seperti itu?-Flashback on-Kepergian malam itu ke apartemen Imanuel yang sengaja Carine belikan disambut dengan kepahitan. Dia menampaki Ima
-Rumah Zean-Zera terpaku mendengar pernyataan dari Zean tentang perceraian, dia bahkan menganggap anaknya seperti sedang mempermainkan kehidupan rumah tangganya, "Kamu yakin akan menceraikan istri seperti Carine? Dia adalah kehidupan untuk keluarga kita!" ucap Zera dengan nada tinggi dan marah.Zean pun sudah menyangka semua ini akan terjadi dan Ibunya memang sangat mengandalkan Carine dalam hal apa pun. Lalu apakah Zean akan memberitahukan kehamilan Natalie pada Ibunya?Zean dan Zera berseteru hingga beberapa kata makian terlontar dari mulut Ibunya dan membuat Zean pergi meninggalkan Zera begitu saja.Zean terpaku sambil menyenderkan badannya pada jok mobil, dan tidak lama dia pun meninggalkan rumah Ibunya.Sedangkan Zera segera menelpon Carine dan diangkat olehnya setelah beberapa menit, "Selamat malam Bu, apa kabar?" ucap Carine sangat sopan.Di ujung telepon Zera berkata tanpa basa-basi, "Apakah kamu mau bercerai dengan Zean? Kenapa? Ka
Zean membentak Natalie dan seketika Carine pun dibuat terkejut karenanya, dia takut kalau Zean mendengar semua ucapannya.Dia pun menghampiri Natalie sambil mengelus halus perutnya, "Aku sudah mempersiapkan tentang kita, dan kamu jangan khawatir kalau aku dengan Carine akan segera bercerai!" ucapnya sambil menoleh pada Carine.Sedangkan Carine dengan cepat meninggalkan mereka.Kini mata Natalie memandang wajah Zean penuh arti, dia pun berbicara, "Ibumu akan setuju kamu bercerai dengan Carine?"Mendengar itu Zean memalingkan mukanya dan tidak berbicara sepatah kata pun, baru saja Zean mau ke luar dari dapur Natalie berkata, "Natalie mencintai Bapak dan ingin hidup bersama selamanya."Zean membalikan badannya dan segera memeluk Natalie dengan mesra, "Tapi, Bapak tidak akan meninggalkan Natalie 'kan? Sedangkan Bapak tahu sendiri akan kehidupan semua keluarga Bapak yang semuanya ada di bawah naungan Nyonya!" sambung Natalie jelas tapi bernada rendah.
Suara helaan napas dan degupan jantung Carine membuat Zean menyadari akan keberadaannya. Sedangkan Natalie pura-pura tidak mengetahuinya lalu segera mengganti posisinya dan kini ada di atas tubuh Zean.Tepatnya pandangan Zean pada Carine yang ada di belakang pintu dan beradu beberapa jenak. Seketika Carine pun tersadar lalu bergegas pergi ke kamarnya.'Aku akan membuat dirimu bahagia, Rine!' hati Zean bergaduh."Sayang...sudah puas kah?" ucap Natalie membuyarkan gaduhan hati Zean.Zean mencium bibir Natalie lalu memeluknya disertai anggukan pura-pura. Padahal dia menyimpan hasratnya untuk Carine nanti.Setelah beberapa saat Zean pura-pura terkulai lemas dan memejamkan matanya. Namun tidak untuk Natalie, dia segera ke luar kamar dan mendatangi kamar Carine. Begitu tangannya baru saja mengangkat hendak mengetuk pintu, dia mendengar suara Carine sedang berbicara pada seseorang, tetapi bernada marah. Kuping Natalie pun dit
-Asrama putri-"Ann, jangan deh kamu seperti itu! Kasihan 'kan Ayahmu Johan ditiadakan dalam kehidupanmu, hanya demi sekolahmu!" sergah Angela yang tiba-tiba muncul di depan Ann sedang menulis di dalam perpustakaan.Mendengar sergahan Angela seperti itu Ann langsung menutup bukunya. Tetapi matanya menatap kedua mata Angela yang berjalan ke arahnya. "Kenapa kamu ini begitu sangat membenciku dan dari awal kedatanganku ke sini? Salahku apa?" tanggap Ann pelan bernada kesal.Baru saja Angela hendak berbicara tiba-tiba Belle berteriak kencang sekali hingga seluruh asrama berhamburan datang menghampiri. Teriakan yang memekakkan itu membuat Ann menutup kupingnya lalu dengan cepat ke luar perpustakaan.Julia dan Nancy sudah berada di dalam kamar Belle. "Bell, apa yang terjadi? Kamu kenapa?" tanya Nancy menghampiri Belle yang sedang duduk sambil memeluk kedua lututnya. Pandangan semua Suster dan seluruh penghuni asrama pada handphone kecil
Hingga deringan yang ketiga Berriel tidak mengangkatnya. Nyalinya memang menciut kalau sudah ada perkara tentang Belle, apalagi ini masalah menyangkut harga diri seluruh keluarganya.Bernand akan merasa sangat malu pada semua koleganya jika ada salah satu dari mereka mengetahui dan dibenarkan oleh kedua matanya.Melihat kakaknya yang terpaku dan kebingungan, Adrian meliriknya. "Kalau memang tidak siap, tidak usah diangkat telponnya. Nanti kita sama-sama hubungi beliau!" Adrian menenangkan sambil mengelus punggung tangan Berriel.Beberapa jenak Berriel bergeming dan merasakan kalau suaminya sudah mengetahui semua, mungkin saja dia sedang menuju perjalanan pulang atau ke asrama. Baru hendak mengangkat kedua bibirnya, handphonenya berdenting, suara pesan masuk dari berbagai media.Klik!Tring!Tit!Membuat Berriel semakin cemas, karena kalau sudah ada bunyi khas dari platform komunikasi favorit Bernand dan dirinya
Setelah pamitan pada ibu, ayah serta Renata yang baru pulang dari sekolah. Ann langsung masuk ke dalam mobil milik pribadinya, dan sopir pun sudah duduk di depan stir. Sementara Juan masih bergeming di dekat pintu mobil, "Ann, kamu ikut mobilku, aku mau mengantarkanmu." Pinta Juan sembari menatap wajah gadis yang sudah duduk di atas jok mobil belakang. Ann menggelengkan kepalanya. "Aku sama sopir saja!" singkatnya. "Ayo Pak, kita jalan agar tidak ketinggalan pesawat." Ann menambahkan dengan melirik ke arah sopir. Sementara Juan yang masih terpaku di depan pintu mobil, akhirnya duduk di sebelah Ann. Sopir bergegas melajukan mobil. Sedangkan Juan serta Ann saling membisu di belakang, setelah beberapa saat Juan memiringkan badannya menghadap Ann yang sedang membaca buku. "Yang kamu lihat minggu lalu tidak sesuai penglihatanmu!" jelasnya pelan dengan tangan hendak meraih tangan Ann, akan tetapi ditepis olehnya. Ann pun beraksi sama disertai menatap wajah Juan. Kemudian berbicara ketus,
Pesawat pribadi Erick yang ditumpangi dirinya serta Ann sudah mendarat dengan selamat di kota terkenal akan bangunan bersejarahnya namun berarsitektur kuno ini. Hawa sejuk musim semi serta rintikan hujan menyambut kedatangan dua manusia yang berbeda usia ini. "Selamat datang di London, Sir!" ucap Pengawal dari kolega Erick dengan ramah. Ann semakin tajkub pada sosok Erick ini. Sosoknya bagi Ann adalah inspirasinya. Kemudian para pengawal membawa Erick dan Ann agak jauh dari perkotaan. Selama perjalanan pandangan mata Ann menembus kaca jendela mobil jauh ke luar sana. Ya, jauh tidak karuan, hatinya kini hampa karena di sampingnya tidak ada sosok penguatnya. Akan tetapi berbeda setelah melihat handphonenya penuh dengan pesan dari Juan. Pesan-pesan itu seolah asupan energi semangatnya dia pun akhirnya tersenyum. Mobil berhenti di depan bangunan dengan arsitek paling unik di antara bangunan ataupun rumah lainnya. "Ayo, Ann!" ajak Erick yang sedang memperhatikan gadis belia
Alarm jam yang terdapat di atas nakas Jeanne berdering keras persis di sebelah kuping Ann. Suaranya yang memekakan hingga menusuk genderang telinganya, membuat dirinya dengan cepat meraih jam tersebut serta melihatnya. Di sana terlihat pukul 04:25, Ann pun menoleh ke arah samping dimana Jeanne dan Sylvie tidur. "Ke mana mereka?" ucap Ann pada diri sendiri, karena menampaki teman-temannya memang sudah tidak ada di sampingnya. Ann pun bergegas duduk serta memperhatikan ke seluruh ruangan, ranjang Sylvie pun kosong. Matanya hanya melihat ke arah tempat tidur Rania yang dirinya masih tertidur pulas. "Ke mana mereka sepagi ini?" lagi-lagi Ann berbicara sendiri. Cepat sekali Ann masuk ke dalam kamar mandi dan melakukan aktivitasnya. Setelahnya dia pun dengan segera berjalan ke arah dapur. "Juan? Jeanne? Sylvie?" ucap Ann agak terkejut karena mereka sudah ada di dalam dapur. "Pagi, Ann." Sapa Sylvie sambil memberikan secangkir susu coklat hangat. Ann tak
Natalie beserta kecemburuan dan iri hatinya. Sementara Ruth dan Ann mereka berdua menikmati kebersamaan dengan saling bercanda tawa terkadang diselangi pelukan mesra. "Tante pinjam Ann sebentar!" ucap Juan pada Ruth. Juan melakukan itu agar Ruth tidak mencolok memperlakukan Ann hingga membuat Natalie cemberut. "Nat, temankan Tante Ruth sejenak!" Juan menoleh pada Natalie yang masih berdiri bergeming serta memasang muka tak bersahabat. Ruth sepertinya tidak mengerti dengan gelagat Natalie, dia malah berasumsi kalau Juan bereaksi seperti itu karena dirinya sudah tahu isi hati Juan pada putrinya. Kemudian menoleh pada Ann, "Ikutlah Ann, biar Juan tidak sewot melulu!" godanya. Ann mendelik ke arah Juan serta menghampiri, "Mau apa sih?" Juan tidak menjawab pertanyaan dari Ann, melainkan dengan cepat meraih jemarinya lalu menggenggamnya. Ann bertanya kembali, "Mau ke mana?" Juan berbisik ke petugas yang ada di depan pintu tad
Ann menepuk pipinya pelan serta menggercapkan secara cepat kedua bola matanya."Iya, ini Kakak!" Natalie meyakinkan sambil menghampiri adiknya. Tangan kanannya meraih jemari gadis yang memakai pakaian adat Selandia Baru ini pelan sekali, sedangkan tangan kirinya mengelus halus pipi kirinya. "Kamu sangat cantik memakai pakaian ini, dan kamu memang cantik!" ucap Natalie dengan pandangan menatap tajam wajah adiknya.Ann tersenyum tipis serta langsung memeluk kakaknya ini. "Kakak kok bisa ada di sini?" desisnya tepat di kuping Natalie.Natalie merenggangkan pelukannya, dia menuntun adiknya ke arah sudut ruang ramah tamah yang sebelumnya Natalie memotong tart strawberri coklat dan menaruhnya di atas piring kecil lalu mengguyurkan coklat cair di atasnya. "Nih, dari pada colak colek seperti tadi! Jorok tahu!" sindir Natalie sambil memberikan piring kecil isi kue pada adiknya ini. Sumringah Ann mengambilnya serta langsung memakannya sembari dihayati.&n
Napas Catherine tersengal melihat kesedihan saudaranya itu, dia pun turut merasakan bagaimana perasaan Ruth bertahun lamanya. Memahami kalau Ruth bukanlah seorang ibu yang melepaskan tanggung jawab begitu saja, akan tetapi beberapa alasan hingga membuat dirinya terpaksa melakukan semua, terlebih lagi demi keluarganya.Setegar-tegarnya Ruth, namun malam ini dia nampak rapuh. Air matanya mengalir deras di depan anak kandungnya yang sedang tertidur pulas. Tangan halusnya membelai rambut panjang Ann terhampar di atas bantal berbalut sarung berwarna putih. Satu kecupan hangat pun berlabuh di atas pipi mulus gadis belia ini. Kendati tertidur, Ann masih merasakan kecupan serta belaian dari ibu kandungnya ini. Akan tetapi dia berpura-pura memejamkan matanya.'Aku menyayangi kalian,Bu.' Bisik hati Ann dalam senyap. Ann mengerti semua kejadian ini terjadi karena ujian dari Tuhan. Mariez juga Ruth hanya sekedar korban dari para manusia yang telah dikendalikan hawa naf
Ann masih membaca semua tulisan-tulisan tangan hasil dari nenek Ann. Dia merupakan saksi dimana Ruth melahirkan, serta hanya Ann inilah yang mendukung segala hal akan kelahiran putri dari Ruth ini. Nenek Ann tidak menceritakan kisah cinta Johan dan Ruth karena Ruth saat itu telah dijodohkan pada kerabat suaminya, walaupun akhirnya kandas begitu saja seiring penolakan halus dari Ruth sendiri. Ditambah lagi kisah kaburnya Ruth terdengar ke seluruh keluarga besar Arthurian. Thony bukan tidak tahu kalau putrinya sudah menikah juga telah memiliki putri, akan tetapi dia belum tahu siapa asal usul Johan. Hingga akhirnya Thoby menjelaskan semuanya. Namun, saat itu sudah terlambat. Terlebih lagi diketahui oleh Thony kalau Johan telah memiliki istri, dia tidak ingin jika putrinya disandang perusak rumah tangga orang. Thony sekeluarga seolah tega, walaupun kadang-kadang perasaan tidak tega menyelimuti mereka pada bayi yang putrinya secara paksa ditinggalkan begitu saja.
Johan masih tidak percaya pada pernyataan dari Dean. Akan tetapi setelah dia mengingat ulang sikap Mariez dan tingkah lakunya sewaktu berumah tangga bersamanya. Mariez memang agak keras serta cerewet. Dia pun menyadari cerewetnya Mariez disebabkan oleh kelelahannya. Ya, sekarang perasaan Johan tersayat, menyadari bahwa dirinya tidak pernah memperlakukan almarhum istrinya dengan baik. "Maafkan aku, Mar." Ucapnya pelan sekali. Dean belum puas untuk membuat Johan agar merasa lebih bersalah, "Tahu tidak, Dean? Mariez istrimu itu jangankan mau berselingkuh denganku, kalau berpapasan saja sepertinya kalau ada jalan lain, dia akan menghindariku. Dia wanita luar biasa. Sayangnya, dia mendapat suami bangsat sepertimu!" "Cukup! Hentikan! Atau aku bunuh kamu!" ucap Johan sambil berusaha untuk menerjang Dean. Akan tetapi Antonio dan Erick melerainya, "Cepat pergi kamu Dean! Beritahu Ruth kalau suaminya telah ke luar dari penjara!" "Kamu beruntung Johan dicint
"Kenapa? Karena sudah selingkuh dan membuat Natalie? Entah Renata juga bayi yang dikubur pun itu anakku atau bukan!" jawab Johan sinis. Ann menyolot, "Jadi, aku ini bukan anak ibu? Lantas, aku anak siapa?" Johan nampak meraba sakunya, lalu dikeluarkan dompet dari dalamnya. "Nih, ini ibumu! Ruth Arthurian!" tegas dan ketus Johan menjelaskan sedangkan tangannya memberikan secarik foto. Tubuh gadis ini gemetar tidak berani mengambil foto itu. Dadanya sesak dan tidak ada nyali untuk menghadapi kenyataan. Air matanya sudah deras membasahi pipinya, linangan itu ada karena bercampur antara emosi, sakit hati serta kaget. Seketika Ann pun masuk ke dalam kamarnya dengan cepat. "Kalau sekarang kamu mengatakan omong kosong, aku pun harus tahu semua omong kosong foto-foto yang berasal dari rumah kakek Thoby dan ayah Juan!" pikirnya sembari mengambil foto-foto tersebut dan kembali ke ruang makan. "Aku sudah mendengar omong kosongmu,