Share

PART 3

last update Terakhir Diperbarui: 2020-09-22 10:29:25

“Idan, kamu mau kemana? Kan Tante Tyas sama Julia mau ke sini. Kok malah pergi, sih?” tanya Stella, ketika melihat putranya turun dari lantai dua rumahnya.

Helm di tangan kanan pria itu semakin membenarkan dugaan sang ibu, hingga mau tak mau ia pun segera melontarkan satu kebohongan yang sudah sejak tadi ada di isi kepalanya, “Nggak ke mana-mana, Ma. Idan cuma mau pergi beli rokok aja sebentar kok di Mang Badrun. Nggak lama kok. Tunggu sebentar ya, Ma?”

Akan tetapi Stella bukanlah sosok ibu kolot yang mudah dibohongi oleh kedua anaknya, “Beli rokok di kiosnya Mang Badrun kok pakai helm segala? Kan dari sini deket. Kamu mau ke mana lagi memangnya? Tante Tyas jangan-jangan sudah di jalan lagi, Nak. Kamu nggak ada niatan kabur apa gimana kan?”

“Ck, Mama ini. Idan cuma mau mampir ke Distro deket-deket gang rumah kita ini aja kok, Ma. Mau kepoin apa gitu kek yang kerenan dikit daripada ini. Mama nggak liat ini kemeja udah bulukan gini. Malu dong sama calon istri, Ma. Jadi ya ke sana harus pakai helm kalo nggak mau ditilang sama polisi. Mama ih, kepo aja jadi orang.” Sehingga Saidan pun dengan cepat harus menciptakan satu kebohongan baru lagi, untuk meyakinkan ibunya itu.

Alhasil karena memang kemeja yang berada di balik jaket denim milik Saidan itu sudah tampak sedikit memudar, Stella pun pada akhirnya memercayai apa yang dikatakan putranya, “Ya ampun, Idanku sayanggg... Kirain Mama kamu mau apa. Ya udah gih cepetan sana pergi. Nggak usah pake beli rokok-rokok dulu deh. Ntar tuh mulut bau asap lagi. Kita belum tahu anaknya Tante Tyas itu suka apa enggak sama cowok yang suka ngerokok kayak kamu. Ya nggak, sih? Jangan lama-lama ya, Nak. Kasihan lho mereka ntar nungguin kamu kelamaan.”

Mereka bercakap-cakap lebih kurang tiga menit sembari sesekali berseloroh, “Beres, Ma. Tungguin ya? Kalo mereka datang cepetan suruh Nasha telepon aku aja, Ma.”

“Nggak usah. Biar Mama suruh Papamu aja yang telepon kamu. Biar cepetan nurut kamunya. Tahu kan Papamu gimana galaknya?”

“Idih jangan gitu dong, Mama. Papa kan suka bikin ciut. Ya udah Idan cabut dulu deh. Bye, Mamaaa...”

“Astaga, anak itu. Bukannya salam malah bye kayak orang bule. Udah ah, mendingan aku ikutan ganti baju juga. Tunik yang ini kayaknya udah pernah aku pakai pas nggak sengaja ketemu sama Mba Tyas. Malu dong. Cus deh, Guys. Hahaha...” Lalu terputus seiring perginya Saidan dari rumahnya.

Sementara itu di tempat lain, Julia terus saja mencoba menghubungi nomor ponsel Saidan sembari menggerutu panjang, karena entah mengapa tiba-tiba ia merasa ada yang salah dengan perkataannya beberapa saat lalu, “Ih, kok jadi gini nada sambungnya Mas Idan? Bukannya tadi pas gue miscall ada NSP-nya ya? Apa nomornya nggak aktif? Em, ini WA-nya juga kok jadi centang satu melulu ya? Foto profilnya juga jadi nggak ada kayak pertama dia chat gue siang tadi. Apa jangan-jangan nomorku diblokir sama Mas Idan? Kok dia gitu?”

Isi kepalanya berputar tak jelas ke sana kemari bersamaan dengan gerakkan tangannya di layar ponsel, “Lika, udah siap belum, Sayang? Mama tunggu di depan ya?”

“Waduh, gimana dong? Mama udah tungguin aja nih. Mas Idan kok nggak aktif-aktif, sih, nomornya? Kayak anak kecil banget deh dia kalo sampai nomor gue beneran diblokir. Kan gue realistis aja gitu ngomongnya. Hidup ini apa emangnya yang dicari kalo bukan kebahagiaan. Ck, nyebelin. Gimana dong ini? Perasaan gue jadi nggak enak jadinya kannn...” Namun sekali lagi yang ia hanya bisa memperbanyak gerutuannya, akibat rasa bersalah di dalam dirinya pada seorang Saidan Pratama Putra.

Kedua kakinya bahkan terasa berat untuk beranjak dari tempat tidur ketika ibunya kembali bersuara dari balik pintu kamar, “Malika Kuncorooo... Kamu ngapain aja, sih, di dalam? Lama sekali berdandannyaaa... Kita udah telat sepuluh menitan iniii... Kamu emangnya pakai baju apa, Lika? Jangan yang aneh-aneh deh ya? Mama nggak suka!”

“Astaga, Tuhannn...! Gimana dong gue?! Aduhhh... Bilang apa sama Mama biar nggak jadi aja ketemuannya ini?! Ribet amat! Ampunnn...!” Dan semua itu jelas karena kebodohannya sendiri.

Dengan sejumlah keberanian yang ia kumpulkan setelah beberapa kali mengisi oksigen ke paru-parunya, kini Julia pun memberanikan diri untuk membuka pintu kamarnya.

Benar saja, di balik sana Tyas sudah memasang wajah juteknya untuk sang anak, dan sepersekian detik berikutnya, wanita paruh baya itu mengubahnya wajahnya menjadi semakin tak enak dilihat, “Astaga, Lika Sayanggg... Kamu belum sisiran juga ya ini? Kok masih dicepol asal-asalan aja, sih, rambutnya? Dari tadi kamu dalam kamar itu ngapain, hem? Ya ampun anak iniii...! Ayo sini Mama bantu rapikan rambutnya biar kita nggak semakin telat! Ckckckkk...!”

Nada repetannya pun kian detik semakin membuat kepala Julia mau pecah, “Ma, kita nggak usah pergi aja ke rumahnya Mas Idan ya? Lika—”

“APA? Kamu udah gila apa gimana, sih, Malika Kuncorooo...?! Kamu lupa ini juga ada hubungannya sama Almarhum Papamu? Ya Tuhan ampunilah segala dosa-dosa hambamu iniii...! Udah, stop. Sini cepetan duduk biar Mama bantuin ikat rambutnya. Atau mau dicatok aja? Apa gimana?” Dan puncaknya adalah ketika gadis itu mengatakan jika mereka sebaiknya membatalkan rencana kunjungan mereka ke rumah keluarga Pratama Putra.

Untung saja dari balik pintu yang masih terbuka lebar, Satria Hadi Kuncoro segera bersuara mengeluarkan isi kepalanya di sana, “Bener kali yang Kak Lika bilang itu, Ma. Harusnya keluarga cowok yang datang berkunjung ke rumah keluarga cewek. Masa ini malah keluarga cewek, sih, yang kebelet pergi ke tempat mereka. Aku aja paham aturannya. Masa Mama yang katanya ada darah Kejawen malah nggak tahu aturan. Malu-maluin tahu, Ma! Aku nggak mau ikutan deh. Aneh aja dari tadi mikir Mba Lika sama Mama gini. Nggak papa kan, Ma?”

“Tuh kan, Ma. Hadi aja bilang kayak gitu. Aku juga dari tadi tuh mikir kayak gitu kali, Ma. Maluuu...” Sehingga Julia mulai sedikit lega akibat mendapat dukungan dari sang adik yang kini masih menjadi mahasiswa kedokteran itu.

Akan tetapi Tyas dengan begitu berang kembali melepaskan emosinya di depan kedua anaknya di sana, “Kalian berdua sekongkol ya mau ngebully Mama? Kan dari kemarin sudah Mama bilang kalo dulu itu Almarhum Papamu yang maksain anaknya Om Angga buat dijadikan calon mantu. Tiap tahun pas masih hidup juga Papa selalu ingetin Mama sama keluarga Pratama soal ini. Jadi ya karena Mama menghormati permintaan Papa, sekarang inilah menurut Mama waktu yang tepat. Karena apa? Karena Papamu udah hampir satu tahun lebih ninggalin kita semua! Kurang jelas? Kurang puas? Nyebelin aja kalian berdua ini ya?! Jengkel deh Mama dari kemarin dibully terusss... Capek tahu nggak, sih, capekkk...!”

BLAM!

“Astagaaa...!” Bahkan kini ia pun dengan keras membanting pintu kamar Julia sebagai bagian tambahan dari rasa kesalnya.

Hadi yang merasa terkejut, dengan spontan kembali berbicara saat melihat dua titik air mata lolos begitu saja dari mata kakak perempuannya, “Mba Lika, maafin Mama ya?”

“Mama nggak salah, Diii... Mba yang salah. Hiksss... Mba yang harus disalahkannn... Mba beneran keceplosan tadi, Diii... Hiksss...”

“Bukan, Mba. Emang harusnya kayak gitu kan aturan sopan santunnya? Masa kita yang dari pihak cewek harus—”

“Bukan itu, Di. Tadi Mba sama Mas Idan udah komunikasi baik-baik walaupun baru lewat telepon sama chat di handphone. Cuma mulutnya ini yang keceplosan nyuruh dia berhenti kerja jadi Customer Service di Provider gitu. Mba bilang mendingan dia ikut bantuin bisnis truk Bokapnya aja. Eh dia malah marah sama Mba, terus nomornya nggak bisa ditelepon. Chat WA-nya juga udah centang satu aja sama fotonya tiba-tiba hilang. Itu tandanya nomor Mba diblokir sama dia kan, Diii... Hiks... Gimana sama Mama ini? Mba malu berat, Di. Malu cowoknya udah ilfil tapi masih tetap nyamperin.” Namun mereka lantas terlibat adu argumen, sampai pada puncaknya Julia pun meloloskan sejumlah isi hatinya di sana.

Lima detik lamanya Satria Hadi Kuncoro terdiam mencermati apa yang baru kakaknya ceritakan, namun kemudian ia pun berpikiran lain tentang hubungan Julia dan Saidan, “Lho, kemarin pagi katanya Mba belum kenal sama Mas Saidan ini. Kok yang kalian omongin udah sampai ke masalah masa depan segala, sih? Hahaha... Aduh Hadi jadi pengen ngakak keras-keras deh, Mba. Romantis banget lho padahal ini. Lihat coba sekarang. Mba Lika aja sampai nangis gara-gara orang yang namanya Saidan Pratama Putra. Kayak apa, sih, orangnya? Ganteng ya dia? Kirimin Hadi fotonya calon kakak ipar dong di WA, Mba?”

Hadi merasa lucu ketika melihat Julia menangis karena seorang lelaki, dan itu tentu saja membuat kakaknya berubah dari melow menjadi frontal seketika, “SATRIA HADIII...! Astagaaa...! Keluar lo dari kamar gue sekarang juga! Cepetannn...!”

“Hahaha... Galak amat, Mba. Ciye ciye Mba Lika lagi kasmaran sama calon suaminya. Ciye ciye...!” Hadi bahkan terus saja membully tanpa berniat untuk berhenti.

“Kampret lo, Diii...! Keluar dari sini cepetannn...! Ugh!”

“Auwww...! Sakit, Mba!”

“Makanya jangan ngebully gue! Sana lo cepet keluar! Gue mau tidur!”

“Gue gue. Lebay amat lo ikutan kayak anak Jakarta aja, Mba. Biasa juga dari dulu tinggal sama Eyang ngomongnya aku kam—”

“DIAM!” Sampai pada ujungnya Julia pun dengan begitu kesal mendorong adiknya keluar dari kamarnya.

BLAM!

“Eh, buset! Kaget aku, Mba! Hahaha...” Sebelum pada akhirnya ia juga ikut-ikutan membanting pintu kamarnya seperti sang ibu, beberapa saat lalu dan membuat Hadi sedikit kaget namun sekaligus merasa semakin lucu.

Dalam isi kepala Hadi, entah mengapa ia tiba-tiba ingin berkenalan dengan lelaki yang dijodohkan untuk kakaknya untuk membantunya meluruskan kesalahpahaman di antara mereka berdua, namun ia masih bingung harus memulai hal tersebut dari mana.

Sejujurnya Hadi bisa saja meminta pertolongan dari ibunya, tapi mungkin saat ini bukan waktu yang tepat, mengingat tadi ia lebih dulu membuat wanita paruh baya itu kesal setengah mati sebelum Julia pun tidak sengaja menjadi sasaran keduanya.

Maka itu yang bisa ia lakukan hanyalah ikut menggerutu dan mengumpati Saidan, “Besok aja deh kalo hati Mama udah adem baru kucoba minta nomor handphone si cowok aneh yang namanya Saidan Pratama Putra itu. Jengkel juga aku gara-gara dia Mama sama Mba Lika jadi marah-marah kayak orang kena PMS gini. Kan ini rumah jadi sepi efek mereka berdua pada diam-diam aja di kamar. Sialan bener tuh orang! Awas ya tuh orang. Kukasih dia pelajaran yang bikin dia nggak bakalan bisa ngelupain aku! Lihat aja nanti! Huh!” Karena menurutnya menjadi biang onar dari semua masalah yang malam ini terjadi dalam keluarganya. 

Bab terkait

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 4

    Saidan kini tengah berada di kos-kosan Heru, teman seprofesinya. Sekitar dua jam lalu ia datang membawa beberapa bungkus kacang kulit dan juga bir kaleng dingin, karena pikirannya sedang kusut.Heru menerima kedatangan Saidan dengan senang hati, sebab ia juga sebenarnya sejak seminggu yang lalu memiliki modus untuk bertanya tentang Nasha Pratama Putra, adik kandung teman gilanya itu.Akan tetapi sepertinya Heru belum bisa melancarkan rencananya itu saat ini, karena Saidan ternyata datang membawa masalahnya juga, “Lo denger nggak apa yang gue bilang tadi? Dia menghina kerjaan kita, Bro! Dia bilang kerja jadi Customer Service di Provider gitu gajinya pasti nggak bakalan cukup buat ngebahagiain dia sama calon anak-anak kami nanti. Yang bener aja! Sialan!” Alhasil Heru Sudi Hutomo pun berusaha sebisa menjadi pendengar yang baik dengan memberinya semangat dan masukan panjang lebar, “Hahaha... Sabar, Bro. Lo yang anak orang

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-22
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 5

    Matahari kembali bersinar seiring dengan perputaran bumi pada porosnya. Heru yang terkena sinar matahari dari celah ventilasi kamar kosnya pun akhirnya terbangun dari tidur lelapnya, kemudian kehebohan terjadi di sana, setelah ia selesai melihat ke arah jam dinding, “Astaga! Udah jam berapa in— Eh buset! Jam setengah tujuh! Ya ampun! Heh, Dan! Cepetan bangun. Kita bisa telat ngantor ini. Hadeh, semua gara-gara begadang nggak jelas sama lo ini kan. Saidan, bangunnn...!”“Aduh apaan, Ma? Idan masih ngan—”Heru membangunkan Saidan dengan maksud agar teman gilanya itu segera pulang ke rumahnya lalu tidak terlambat ke tempat kerja mereka, “Mama mama! Gue bukan Emak lo, Saidan Pratama Putra! Gue Heru Sudi Hutomo temen gila lo yang punya kosan iniii...! Lo buka mata dulu sekarang biar bisa liat tuh di dinding udah jam berapa? Udah setengah tujuh pagi, Dan! Kita kan dapat sh

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-23
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 6

    “Udah belom, Dan? Lama banget, sih, lo mandinya? Kita bisa terlambat nih!” teriak Heru sembari memasang kancing seragam kerjanya.Saat ini jarum jam dinding sudah hampir mengarah ke angka tujuh. Padahal tepat pukul delapan adalah batas maksimum untuk masuk kerja, tanpa kata terlambat di kantor mereka.Hal tersebutlah yang membuat Heru sedikit terburu-buru dengan aktivitasnya, namun bagi Saidan, kehebohan itu terlalu berlebihan.Ia keluar dari dalam kamar mandi sembari merepeti Heru pula, "Sabar dikit napa, Her. Gue kan kudu nyiduk air dulu di kamar mandi lo pake gayung. Memang ada shower? Bikin kesel aja. Capek tahu!”Tentu saja setelahnya ocehan demi ocehan terjadi di sana dengan gaya bicaranya masing-masing.Sejak keduanya mendeklarasikan status sebagai teman, kejadian itu tak pernah berhenti mereka lakukan, “Gue ini orang miskin yang udah nggak punya orang tua la

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-24
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 7

    Julia sedang mengajar Matematika di hadapan para murid Sekolah Dasar kelas 4A. Saat ini sang ibu guru cantik sementara menulis soal tentang KPK dan FPB, “Eh, maaf. Siapa ya?” Akan tetapi ingatannya penuh dengan nama Saidan dan juga bagaimana tutur kata pria itu, ketika mereka bertemu secara tidak sengaja tadi pagi.Secepat kilat Julia mempercepat laju tangannya di depan white board, namun dari kedua bibirnya, sejumlah gerutuan mengalir begitu saja di sana, “Sialan emang tuh laki! Bisa-bisanya dia pura-pura nggak kenal gue? Padahal kan kemarin sempat video call. Dasar! Awas aja dia ntar. Gue harus cepat-cepat blokir nomor hape, WA sama akun FB-nya sebelum terlambat nih. Soalnya feeling gue, kayaknya dia bakalan coba buat kepo deh tuh. Secara kan hari ini gue pake rok pensil sama kemeja. Rambut gue tadi sempat diurai juga sebelum dicepol kayak gini. Jadi pagi tadi kayaknya dia pasti terkesima dong sama penampilan gue. Ya nggak, sih

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 8

    Saidan menggerutu sembari menatap ke layar ponselnya. Saat ini ia tengah berada di tempat makan yang tak jauh dari tempat kerjanya sendirian saja, namun tak lama kemudian bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang.Orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah Heru Sudi Hutomo, sahabat gila Saidan Pratama Putra.Pria asal Jember itu datang bersama dengan sejumlah ledakannya di sana, “Gimana, Dan? Kok muka lo jelek gitu? Dilihatin si Noni terus tuh. Kayaknya dia naksir deh sama lo?”“Ck! Bisa diem nggak lo, Her? Cewek aja terus yang ada dalam pikiran lo. Dasar otak mesum! Gimana nasib adek gue kalo sampe punya suami kayak lo gini? Musibah!” Sehingga Saidan yang kesal akibat teleponnya tak digubris oleh Julia, pun dengan sinis membalas ejekan itu.Heru tak lantas menanggapi kata-kata itu dengan serius, karena sebagai seorang teman yang sudah hampir enam bulan bekerja bersama, ia sudah mulai paham bagaimana sifat dan

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 9

    Saidan dan Heru mendekat ke arah halaman kantor provider tempat mereka bekerja. Di sana sudah ada ibu kandung Saidan, yang ingin meminta penjelasan pada sang putra.Degupan jantung Saidan, jujur saja saat ini tak ubahnya seperti suara beduk lebaran. Tak ada seulas senyum pun di wajah tampannya, sehingga Heru pun memutuskan untuk mencairkan suasana.Ia mencoba untuk berpamitan pada Saidan, "Eh, Bro. Gue duluan atau bantuin lo ngomong ke nyo--""Lo masuk aja, Her. Ntar aja gue ceritain hasilnya ke elo." Namun belum selesai Heru berbicara Saidan sudah lebih dulu memotong ucapannya, dengan berkata jika tidak memerlukan bantuannya.Heru yang mengangguk lantas berbicara lagi di sana, "Oh, oke-oke. Gue masuk deh. Tapi pake acara negor nyokap lo nggak nih?"Alhasil langkah kaki Saidan secara otomatis terhenti kali ini, sebab jawaban dari teman gilanya itu belum ia dengar.Tentu

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 10

    Saidan duduk bersila tepat di depan pintu kamar Heru, dengan perasaan yang tidak menentu. Sejak tadi tatapan matanya hanya tertuju ke arah pintu kamar kos Julia, dan hal tersebut tentu saja tak luput dari perhatian Heru.Pria asal Jember itu tahu pasti jika saat ini teman gilanya sedang dalam keadaan galau gundah gulana, memikirkan si tetangga kos yang belum menampakkan batang hidungnya sama sekali.Oleh sebab itu Heru pun berinisiatif untuk menegur Saidan terlebih dahulu, "Ayo jalan, Dan. Kok masih di sini? Katanya kita mau ke rumah lo buat ngambil kasur sama baju-baju. Nanti semakin larut nih. Jadi jalan nggak, sih?""Besok aja deh, Her. Gue masih mau nungguin Julia datang dan bicara empat mata sama dia." Namun jawaban yang Saidan berikan, sungguh di luar dugaan Heru.Meski begitu Heru belum mau membiarkan keinginannya tak tercapai, sebab jujur saja ia memiliki tujuan penting di rumah Saidan nantinya.

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-25
  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 11

    "Lo kenapa dari tadi senyam senyum muluk, Dan? Ada orderan baru ya? Fuso apa truck nih? Atau jangan-jangan rental lagi ya kayak kemarin?" tanya Heru yang baru saja datang ke kantor jasa penyewaan angkutan umum milik ayah Saidan, Angga Pratama Putra.Ya, itu memang benar adanya. Heru dan Saidan, nyatanya sudah kurang lebih enam hari bekerja di sana. Heru mendapat respon baik dengan jabatannya sebagai seorang karyawan di bagian administrasi, sementara Saidan sendiri mendapat tempat terbaik persis satu tangga di bawah kaki sang ayah.Saidan berhenti menjadi seorang operator seluler dengan mengajak serta Heru bersamanya, "Bukan soal kerjaan kok, Her. Tapi gue baru habis nyetor foto ke Julia, terus dia balas pake stiker kiss-kiss unyu nih. Lo mau lihat? Tuh, coba deh lo kasih tanggapan ini maksudnya apaan coba?" Karena laki-laki dua puluh tujuh tahun itu kini memiliki tujuan yang ingin ia capai.Hal tersebut tentu saja ma

    Terakhir Diperbarui : 2020-09-26

Bab terbaru

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 14

    "Saya terima nikah dan kawinnya Nayla Rosita Dewi binti Mustafa Ahmad dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!" "Sah?""Sahhh...!"Hancur. Remuk bagaikan sebuah kaleng bekas yang terkena ban mobil, mungkin adalah gambaran hati Saidan saat ini. Statusnya yang sudah menikah dengan Nayla tanpa ia kehendaki, tentu saja menyakitkan untuk seorang Julia Malika Kuncoro. Perjodohan yang telah digadang-gadang oleh kedua orang tua keduanya, kini berpindah posisi menjadi milik Hadi dan Nasha, adik-adik mereka.Seharusnya, semua bisa di kendalikan saat ini. Saidan yakin menggunakan pengaman saat berhubungan dengan Nayla meski dalam keadaan mabuk sekalipun, namun Angga Pratama Putra dan Stella Syaqila tidak mendukungnya.Stella beralasan suka tidak suka, Saidan sudah menodai Nayla, padahal ia bukanlah pria pertamanya. Angga pun m

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 13

    Julia Malika KuncoroAku tak tahu apa yang harus ku perbuat. Tiba-tiba saja hidupku terasa hancur, hingga membuatku terus mengeluarkan air mata. Rasanya benar-benar tidak nyaman. Seperti patah, bahkan memercikkan banyak darah dan semua ini hanya karena seorang Saidan Pratama Putra. Ya, laki-laki itulah yang membuatku tiba-tiba saja menangis dan mengurung diriku di dalam kamar ini. Sejak enam hari yang lalu, kami kembali berkomunikasi seperti sebelumnya. Aku bukan hanya membaca kalimat demi kalimat darinya, tapi mendengarkan suaranya juga.Dia berkata akan mengajakku bertemu untuk menagih janjiku satu minggu yang lalu, namun mungkin semua itu tak bisa terjadi, saat kata-kata Mama kembali mengisi di setiap sudut kepalaku, "Cewek itu dihamili Saidan, Lika. Tapi Saidannya nggak mau tanggung jawab katanya!"

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 12

    Saidan Pratama Putra POVPagi itu setelah Heru masuk ke dalam toilet, aku mendapat panggilan telepon dari Mama di rumah.Dari intonasi suaranya, aku tahu ia sedang marah padaku, "Kamu di mana, Saidan?! Cepat pulang ke rumah sekarang juga!"Tentu saja aku merasa aneh dan menjawab pertanyaan Mama dengan satu pertanyaan pula, "Kenapa, Ma?"Akan tetapi Mama tidak memberikan jawaban yang kuinginkan saat itu juga, "Jangan banyak tanya, Saidan! CEPAT PULANG SEKARANG JUGA!" Lalu sambungan telepon pun terputus.KlikSeharusnya aku tahu gerutuanku tak berguna, karena Mama sudah pasti tak dapat mendengarnya.Sayangnya aku yang terlihat tolol menyerukannya juga, "Egh? Halo, Ma? Halo? Hemmm... Dimatikan. Kenapa, sih? Apa ada yang salah sama--""Saidan, kita pulang ke rumah sekarang!" Tapi itu

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 11

    "Lo kenapa dari tadi senyam senyum muluk, Dan? Ada orderan baru ya? Fuso apa truck nih? Atau jangan-jangan rental lagi ya kayak kemarin?" tanya Heru yang baru saja datang ke kantor jasa penyewaan angkutan umum milik ayah Saidan, Angga Pratama Putra.Ya, itu memang benar adanya. Heru dan Saidan, nyatanya sudah kurang lebih enam hari bekerja di sana. Heru mendapat respon baik dengan jabatannya sebagai seorang karyawan di bagian administrasi, sementara Saidan sendiri mendapat tempat terbaik persis satu tangga di bawah kaki sang ayah.Saidan berhenti menjadi seorang operator seluler dengan mengajak serta Heru bersamanya, "Bukan soal kerjaan kok, Her. Tapi gue baru habis nyetor foto ke Julia, terus dia balas pake stiker kiss-kiss unyu nih. Lo mau lihat? Tuh, coba deh lo kasih tanggapan ini maksudnya apaan coba?" Karena laki-laki dua puluh tujuh tahun itu kini memiliki tujuan yang ingin ia capai.Hal tersebut tentu saja ma

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 10

    Saidan duduk bersila tepat di depan pintu kamar Heru, dengan perasaan yang tidak menentu. Sejak tadi tatapan matanya hanya tertuju ke arah pintu kamar kos Julia, dan hal tersebut tentu saja tak luput dari perhatian Heru.Pria asal Jember itu tahu pasti jika saat ini teman gilanya sedang dalam keadaan galau gundah gulana, memikirkan si tetangga kos yang belum menampakkan batang hidungnya sama sekali.Oleh sebab itu Heru pun berinisiatif untuk menegur Saidan terlebih dahulu, "Ayo jalan, Dan. Kok masih di sini? Katanya kita mau ke rumah lo buat ngambil kasur sama baju-baju. Nanti semakin larut nih. Jadi jalan nggak, sih?""Besok aja deh, Her. Gue masih mau nungguin Julia datang dan bicara empat mata sama dia." Namun jawaban yang Saidan berikan, sungguh di luar dugaan Heru.Meski begitu Heru belum mau membiarkan keinginannya tak tercapai, sebab jujur saja ia memiliki tujuan penting di rumah Saidan nantinya.

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 9

    Saidan dan Heru mendekat ke arah halaman kantor provider tempat mereka bekerja. Di sana sudah ada ibu kandung Saidan, yang ingin meminta penjelasan pada sang putra.Degupan jantung Saidan, jujur saja saat ini tak ubahnya seperti suara beduk lebaran. Tak ada seulas senyum pun di wajah tampannya, sehingga Heru pun memutuskan untuk mencairkan suasana.Ia mencoba untuk berpamitan pada Saidan, "Eh, Bro. Gue duluan atau bantuin lo ngomong ke nyo--""Lo masuk aja, Her. Ntar aja gue ceritain hasilnya ke elo." Namun belum selesai Heru berbicara Saidan sudah lebih dulu memotong ucapannya, dengan berkata jika tidak memerlukan bantuannya.Heru yang mengangguk lantas berbicara lagi di sana, "Oh, oke-oke. Gue masuk deh. Tapi pake acara negor nyokap lo nggak nih?"Alhasil langkah kaki Saidan secara otomatis terhenti kali ini, sebab jawaban dari teman gilanya itu belum ia dengar.Tentu

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 8

    Saidan menggerutu sembari menatap ke layar ponselnya. Saat ini ia tengah berada di tempat makan yang tak jauh dari tempat kerjanya sendirian saja, namun tak lama kemudian bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang.Orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah Heru Sudi Hutomo, sahabat gila Saidan Pratama Putra.Pria asal Jember itu datang bersama dengan sejumlah ledakannya di sana, “Gimana, Dan? Kok muka lo jelek gitu? Dilihatin si Noni terus tuh. Kayaknya dia naksir deh sama lo?”“Ck! Bisa diem nggak lo, Her? Cewek aja terus yang ada dalam pikiran lo. Dasar otak mesum! Gimana nasib adek gue kalo sampe punya suami kayak lo gini? Musibah!” Sehingga Saidan yang kesal akibat teleponnya tak digubris oleh Julia, pun dengan sinis membalas ejekan itu.Heru tak lantas menanggapi kata-kata itu dengan serius, karena sebagai seorang teman yang sudah hampir enam bulan bekerja bersama, ia sudah mulai paham bagaimana sifat dan

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 7

    Julia sedang mengajar Matematika di hadapan para murid Sekolah Dasar kelas 4A. Saat ini sang ibu guru cantik sementara menulis soal tentang KPK dan FPB, “Eh, maaf. Siapa ya?” Akan tetapi ingatannya penuh dengan nama Saidan dan juga bagaimana tutur kata pria itu, ketika mereka bertemu secara tidak sengaja tadi pagi.Secepat kilat Julia mempercepat laju tangannya di depan white board, namun dari kedua bibirnya, sejumlah gerutuan mengalir begitu saja di sana, “Sialan emang tuh laki! Bisa-bisanya dia pura-pura nggak kenal gue? Padahal kan kemarin sempat video call. Dasar! Awas aja dia ntar. Gue harus cepat-cepat blokir nomor hape, WA sama akun FB-nya sebelum terlambat nih. Soalnya feeling gue, kayaknya dia bakalan coba buat kepo deh tuh. Secara kan hari ini gue pake rok pensil sama kemeja. Rambut gue tadi sempat diurai juga sebelum dicepol kayak gini. Jadi pagi tadi kayaknya dia pasti terkesima dong sama penampilan gue. Ya nggak, sih

  • Andaikan Kau Datang Kembali [Indonesia]   PART 6

    “Udah belom, Dan? Lama banget, sih, lo mandinya? Kita bisa terlambat nih!” teriak Heru sembari memasang kancing seragam kerjanya.Saat ini jarum jam dinding sudah hampir mengarah ke angka tujuh. Padahal tepat pukul delapan adalah batas maksimum untuk masuk kerja, tanpa kata terlambat di kantor mereka.Hal tersebutlah yang membuat Heru sedikit terburu-buru dengan aktivitasnya, namun bagi Saidan, kehebohan itu terlalu berlebihan.Ia keluar dari dalam kamar mandi sembari merepeti Heru pula, "Sabar dikit napa, Her. Gue kan kudu nyiduk air dulu di kamar mandi lo pake gayung. Memang ada shower? Bikin kesel aja. Capek tahu!”Tentu saja setelahnya ocehan demi ocehan terjadi di sana dengan gaya bicaranya masing-masing.Sejak keduanya mendeklarasikan status sebagai teman, kejadian itu tak pernah berhenti mereka lakukan, “Gue ini orang miskin yang udah nggak punya orang tua la

DMCA.com Protection Status