Beranda / Romansa / Andai Semua Berbeda / 209. Giliran Fea Dapat Kejutan

Share

209. Giliran Fea Dapat Kejutan

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Nyonya, kapan saja, bisa hubungi saya. Atau, jika Nyonya tidak keberatan, saya bisa kontak, ya?" Herni yang masih di tempatnya mengulurkan tangan, bersalaman dengan Fea dan Sherlita.

"Tentu, Bu. Silakan saja." Sherlita mengangguk sambil tersenyum.

"Eh, kalau ada rekan atau keluarga mungkin ingin mengadopsi anak ..." Herni sedikit ragu mengutarakan kata-katanya.

"Oh, ya ... nanti juga kami hubungi." Dengan cepat Sherlita menjawab.

"Baik, saya permisi. Terima kasih." Herni berbalik dan menyusul segera ke dalam mobil.

Fea dan Sherlita melambai hingga kendaraan yang mengantar rombongan itu meninggalkan halaman rumah besar. Arnon dan Robby sudah mengarahkan langkah balik ke dalam rumah. 

"Davis sudah tidur?" tanya Fea.

"Yup. Dan si kembar tidak mau pergi. Mereka menungggui Davis yang terlelap. Beneran mereka pingin adik, Fea." Sherlita menggoda Fea. 

"Ah, mulai lagi," sahut Fea dengan senyum tersungging di bibirnya.

<
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Andai Semua Berbeda   210. The Shocking Time

    "Ya, Arnon? Kenapa?" Fea menarik nafas panjang. Dia menetralkan dadanya, masih terkejut mendapat telpon tiba-tiba. "Fea, aku kena masalah!" Suara Arnon tedengar cemas. "Bisa bantu aku, please!?" "Arnon! Ada apa?" Dengan cepat Fea berdiri. Tidak tahu apa yang terjadi tapi Fea tiba-tiba saja menjadi cemas. Jika tidak serius, Arnon tidak akan memberi kabar dengan cara mengejutkan begini. "Kamu ke bandara sekarang, tidak ada waktu. Aku tidak bisa jelaskan di telpon. Waktuku tidak banyak, Fea." Arnon menjawab cepat, masih dengan suara cemas. "Bandara!? Arnon? Ada apa?" Fea makin bingung. "Pergi saja. Nanti aku jelaskan. Aku tunggu, Fea!" Dan Arnon menutup telpon. Fea terduduk. Dengan tanagn sedikit gemetar. Ada apa ini? "Ya Tuhan ... apa yang terjadi?" Fea berucap dengan memegang dadanya. Dia seketika ingat kecelakaan yang Arnon alami. Kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Arnon. Dia hilang ingatan dan berbulan-bulan baru bis

  • Andai Semua Berbeda   211. Tangis Fea Pun Meledak

    Wajah Fea menoleh cepat ke arah pintu. Seseorang berdiri di sana. Fea berdiri dan memandang pada pria itu. Pria setengah baya, kira-kira hampir seusia Riko. "Selamat pagi, Pak. Saya Fernita Hendrawan. Suami saya menghubungi menyampaikan dia ada masalah. Bisakah beritahu saya apa yang terjadi?" Dengan cepat Fea bicara. Tidak sabar dia ingin segera tahu ada apa dengan Arnon. "Ibu, bisakah Ibu duduk sebentar. Saya tidak biasa bicara sesuatu yang serius dengan berdiri. Mari, silakan." Pria itu menunjuk ke kursi, lalu dia sendiri memutar langkahnya, dia duduk di kuris di belakang meja kerjanya. "Ah, baik." Dengan cepat juga Fea duduk. Dia silangkan kaki kanan di atas lutut. Kedua tangannya menangkup lututnya dan memandang pada pria itu. "Tuan Arnon Hendrawan." Santai, tenang, pria itu menyebut nama Arnon. "Ya, itu suami saya," sahut Fea. Dia memandang oria itu dengan harap-harap cemas. Kasus apa yang membelit Arnon? "Apa Tuan Arnon sama sek

  • Andai Semua Berbeda   212. Love You Even More

    Tepuk tangan terdengar dari orang-orang yang ada di dalam kabin pesawat itu. Fea mengangkat wajahnya. Kedua pipinya basah karena menangis. Dia melihat ke sekelilingnya. "Selamat hari pernikahan, Nyonya Hendrawan. Kita akan segera memulai perjalanan kita." Salah satu pria yang tadi berjalan di belakang Fea, bicara denagn senyum lebar. "Jadi ... semua ini ..." Fea masih merasa gemetar. Tangannya begitu dingin, suaranya pun belum normal. Dia menoleh pada Arnon yang juga belum melepas pelukan di pinggang Fea. "Kejutan buat wanita paling istimewa. Istriku tercinta." Arnon mengusap pipi Fea yang basah. "Kamu bisa tega kayak gitu sama aku, Ar." Fea memegang tangan Arnon yang masih menyentuh pipinya. "Kamu ga tahu rasa hatiku? Aku benar-benar panik, bingung, kuatir ... Segala macam campur aduk. Astaga ..." "Kru pesawat ini luar biasa, kan? Kamu tidak terpikir sama sekali kalau ini hanya settingan?" Arnon tersenyum lebar. "Nggak. Sa

  • Andai Semua Berbeda   213. Fea Bisa Cemburu

    Menjelajah salah satu negeri cantik, Fea masih juga terpesona dengan sekelilingnya. Ke mana juga dia dan Arnon pergi, Fea terus saja berdecak kagum. Alam, bangunan, penataan kota, dan yang lainnya, membuat sangat nyaman untuk menikmati waktu berdua. Hari terakhir, perjalanan mereka menjelajah desa cantik Mevagissey. Fea sangat menikmati keasrian desa yang rapi dan bersih. Masih terasa suasana abad 18 yang menarik. Dengan pelabuhan kecilnya, benar-benar menakjubkan. Selama perjalanan itu, seorang pemandu wisata cantik, masih cukup muda menyertai perjalanan Arnon dan Fea. Dia menunjukkan berbagi tempat bersejarah di desa itu. Berbagai fungsi bangunan dan bagaimana kehidupan yang terkesan kuno bisa sejalan dengan perkembangan zaman yang makin maju. "Wow, all is amazing." Arnon sangat terpukau dengan semua yang dijelaskan pemandu wisata itu. Apalagi saat bicara tentang kuliner, Arnon semakin bersemangat. Dalam perjalanan itu tampak keduanya makin ak

  • Andai Semua Berbeda   214. Kabar dari Panti

    "Akhirnya ..." Fea turun dari mobil.Dia pandangi sekelilingnya. Kembali ke rumah besar, kembali pada kenyataan hidupnya."Sudah kangen rumah? Aku masih mau lebih lama berkelana denganmu." Arnon berdiri di sisi Fea."Kangen kesayangan kita. Pingin peluk dan ucel-ucel mereka." Senyum Fea melebar."Kenapa sepi, ya? Apa mereka tidak di rumah?" Arnon merasa aneh. Jika anak-anak di rumah, biasanya terdengar seruan dan teriakan. Entah mereka gembira atau sedang bertengkar."Selamat sore, Tuan Muda, Nyonya Muda!" Rahmat yang menyambut Arnon dan Fea."Pak Rahmat!" Arnon menoleh. "Mana anak-anak?""Mereka ke rumah sakit, Tuan Muda." Rahmat mengangkat koper Arnon dan Fea."Rumah sakit?" Fea dan Arnon bersamaan menyahut."Arfen atau Fernan yang sakit?" Seketika Fea menghentikan langkah. Tentu saja dia sangat terkejut. Tidak dapat berita apapun sebelum mereka kembali pulang, kenapa saat tiba di rumah justru kabar buruk yang di

  • Andai Semua Berbeda   215. Demi Seorang Anak

    "Hai, Sher ... Kenapa?" Fea keluar kamar, menerima telpon dari Sherlita."Fea, Davis rewel terus. Ga bisa tidur. Minum susu udah, Aku kipas-kipas biar ga kepanasan udah. Aku cek dia ga pup, ga juga pipis. Bingung aku. Nangis terus. Gimana ini?" Terdengar Sherlita bingung dengan bayinya."Masuk angin kali, Sher. Perutnya kembung, ga?" Fea mencoba menduga."Bentar, aku lihat." Sherlita menjawab.Fea menunggu, sambil dia melangkah menuju ke ruang makan. Fea menghampiri kulkas, mengambil susu UHT dan menuang ke gelas yang ada di meja."Kayaknya nggak, deh. Duh, kenapa, ya? Kasihan banget ini." Sherlita cemas."Hmm ..." Fea meletakkan kotak susu di meja. Dia duduk sambil memegang gelasnya. "Periksa di kakinya, apa ada ruam.""Kaki ..." Sherlita belum terlalu paham. Fea menjelaskan lagi yang dia maksud."Astaga, benar. Aduh, kok bisa gitu, Fea? Lalu gimana ini?" Sherlita terdengar makin cemas."Tenang, Sher. Itu wajar sa

  • Andai Semua Berbeda   216. Permintaan Rania

    Fea masih menunggu di depan ruangan itu. Suara tangis bayi tak lagi terdengar. Fea makin penasaran, tapi tidak bisa melakukan yang lain, kecuali menunggu. Hingga hampir dua puluh menit berlalu, pintu ruangan terbuka. Fea menoleh cepat ke arah pintu dan melihat Irvan berdiri di sana dengan bayi mungil dalam gendongannya."Oh, my God ..." Fea dengan cepat menghampiri dan melihat bayi kecil itu."Dia lucu sekali. Kulitnya merah, rambutnya hitam dan halus," kata Fea penuh rasa kagum."Laki-laki, Fea. Lengkap sudah. Aku punya Mutiara dan sekarang Tuhan kirimkan Bima Perkasa. Dia akan jadi anak yang kuat." Irvan menatap bayinya dengan penuh sayang."Ah, nama yang bagus." Fea tersenyum. "Lalu Stefi?""Sebentar lagi akan dipindah ke ruangan. Aku akan bawa Bima ke kamar lebih dulu," jawab Irvan."Baiklah, aku akan temani Stefi. Selamat ya, buat kelahiran Bima," kata Fea dengan hati penuh kegembiraan."Thank you." Irvab meneruskan langkahnya. B

  • Andai Semua Berbeda   217. Kalau Bukan Kamu ...

    "Terima kasih banyak. Kalian repot-repot datang. Saya tahu kalian pasti sibuk, apalagi Pak Arnon." Bu Liani menyalami Arnon dan Fea. "Kami senang bisa datang lagi, Bu. Si kembar juga lama tidak bertemu teman-temannya di sini." Fea tersneyum. Jadi juga akhirnya Arnon ikut mengantar si kembar datang ke panti membawakan hadiah ulang tahun buat Ivo. Bocah manis dengan rambut sepunggung itu genap tujuh tahun. Dia sangat senang mendapat hadiah ulang tahun dari si kembar. "Anak-anak di sini tidak biasa merayakan ulang tahun. Kami hanya bernyanyi dan berdoa bersama untuk mereka yang ulang tahun. Sengaja saya tidak biasakan, sebab tidak selalu ada berkat lebih. Saya kuatir jika satu dapat acara, yang lain tidak, maka mereka akan timbul rasa iri." Liani menjelaskan kebiasaan di panti itu. "Ya, bisa dipahami, Bu. Justru aku jadi tidak enak. Apa tidak cemburu yang lain, karena hari ini Ivo dapat kiriman hadiah ulang tahun?" Arnon melihat ke arah Ivo dan si kembar. Bersama beberapa teman lain,

Bab terbaru

  • Andai Semua Berbeda   Extra Part - The Double Twins

    Tawa lepas terdengar di tepi pantai. Dibarengi suara deburan ombak yang tak mau menunda hentakannya menerjang bibir pantai luas dan indah. Angin semakin kencang bertiup, seolah-olah memaksa awan-awan bergerak cepat dan segera berganti bentuk menghias biru langit.Pohon-pohon di tepi pantai berkejaran menggoyangkan dahan dan daun-daun yang memenuhi batangnya. Seakan-akan menari menikmati hari yang cerah. Sesekali terdengar desauan suara gesekan dedaunan itu."Sayang ... lihat apa?" Arnon memencet hidung Fea.Fea gelagapan. Dia pegang tangan Arnon, menoleh padanya."Memperhatikan anak-anak. Rasanya belum lama aku berjuang membawa mereka lahir, ternyata mereka sudah mulai gede." Senyum Fea mengembang manis. Dia lepaskan tangan Arnon dan merapikan helaian rambutnya yang menutupi wajah karena tiupan angin."Kamu benar. Arnon dan Fernan suaranya mulai berubah. Tingginya sudah melampaui kamu. Dan sudah mulai ngerti cewek cantik." Arnon ikut tersenyum leba

  • Andai Semua Berbeda   235. Andai Semua Berbeda

    Arnon memegang lengan Fea, meminta dia menurunkan tangan. Fea menggeleng. Dia kesal karena perjalanan itu terganggu gara-gara dia sakit. "Sayang, kenapa?" ulang Arnon. "Kenapa aku sakit? Harusnya kita happy, menikmati semuanya." Fea sedikit merajuk. Arnon menggeser kursinya, merapat pada Fea dan memeluknya. "Jangan sedih. Sakit itu ga bisa ditolak. Sudah, ga apa-apa." "Hhmm, uuhhkkk ..." Fea kembali merasa mual. Sedang pusing yang mendera kembali datang. "Kita ke dokter saja. Ga bisa kayak gini. Ini sudah campur-campur sakitnya. Ayo!" Arnon tidak bisa menunggu. Lebih baik mencari obat yang benar, agar Fea segera pulih. Sebab masih dua hari lagi perjalanan mereka. Dengan tubuh sedikit oleng, Fea menurut. Arnon menuntunnya masuk ke dalam mobil. Arnon segera browsing mencari klinik terdekat. "Good, hanya sepuluh menit dari sini. Kita pergi." Arnon dengan cepat melaju di jalanan. Pulau itu tidak sepadat kota asa

  • Andai Semua Berbeda   234. Senyum Berubah Menjadi Rasa Cemas

    Arnon memandang Fea. Dia tahu, Fea benar-benar lupa ada apa dengan salah satu kembar mereka."Pulang, bisakah ada adik di perut Mama?" Fea mengulang yang Fernan katakan.Fea memeluk Arnon seketika. Senyumnya melebar. "Iya, ingat. Tapi aku mau jalan-jalan. Rugi kalau jauh-jauh hanya untuk rebahan di kamar.""Hee ... hee ..." Arnon tersenyum lebar. "Oke, kita tidur. Besok kita berpetualang di luar pagi hingga siang. Malam, petualangan di atas kasur. Jangan menolak, Sayang ..."Fea tidak menyahut, tidak juga menolak. Yang terjadi terjadilah. Dia juga berharap jika Tuhan kehendaki, maka dia akan segera mengandung. Namun, jika tidak, dia pasrah. Tuhan yang lebih tahu, apakah baik buta dia dan Arnon, juga anak-anak, jika ada anggota keluarga baru.Malam dengan cepat berlalu, pagi pun menyapa lagi.Arnon dan Fea mulai berkelana di pulau cantik itu. Awal, mereka datang ke resto Hervina. Hervina sendiri yang menjemput dari hotel. Fea dan Arnon dijamu

  • Andai Semua Berbeda   233. Jangan Lepaskan

    Arnon pun tidak kalah terkejut saat mengenali wanita yang memanggilnya. Apa dia harus menemuinya? Tetapi langkah mereka memang terarah ke tempat di mana wanita cantik dengan postur tinggi dan langsing itu berada."Kamu akan menemuinya?" tanya Fea."Kenapa tidak? Aku bersama kamu. Kita temui sama-sama." Arnon memegang erat tangan Fea.Mereka melangkah mendekat pada wanita itu."Selamat datang di pulau cantik ini. Selamat berpetualang." Senyum manisnya, masih sama seperti dulu, itu yang Arnon lihat."Maaf, Kak Hervi ga bisa jemput. Hari ini restonya ada acara wedding, jadi dia pastikan semua berjalan lancar." Suaranya ceria dan terdengar ramah."Kamu dan Hervina?" Arnon menatap wanita itu."Namaku Widya Sukma Adijaya. Kamu teman kuliah Kak Hervi, pasti ingat namanya." Widya berkata sambil tersenyum lebar.Arnon mengerutkan kening. "Aku tidak ingat lengkapnya, tapi ya ... Hervina ... belakangnya Adijaya. Jadi dia kakakmu?"

  • Andai Semua Berbeda   232. Tumpeng Buat Tinah

    Fea menatap Arnon lekat-lekat. Seketika suasana riuh dan meriha itu tidak manis lagi. Kenapa Arnon mengatakan itu? Wajahnya tegas, membalas tatapan Fea. Apakah Arnon sebenarnya terpaksa datang ke panti? "Kamu kenapa?" tanya Fea. "Tidak bisa menikmati acara ini." Arnon mengatakan lebih tegas. "Kamu tidak ingin datang? Aku sudah bertanya lebih dulu, Ar, kamu bisa atau tidak. Kamu iyakan, kamu bilang Sabtu ini kosong, ga ada urusan mendesak. Makanya aku siapkan semua, bukan, kamu bahkan membantu menyiapkan ..." "Bagaimana bisa menikmati acara, kalau di sisiku ada bidadari cantik membuat aku tak bisa berkedip?" Arnon berkata dengan mata menghujam dua bola mata Fea, tanpa berkedip. "Ahh ..." Fea seketika menghela nafas panjang. "Arnon ..." Arnon tersenyum. Dia raih tangan Fea dan menggenggamnya. "Thank you." Fea ikut tersenyum. "Thank you buat apa?" "Aku mungkin akan bilang berulang-ulang, tapi akan tetap mengatakannya lagi.

  • Andai Semua Berbeda   231. Tak Mudah Menyelami Hati

    "Itulah, memang tidak mudah menyelami hati seseorang. Boleh dibilang, aku setuju dengan pepatah yang mengatakan, dalamnya lautan bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu," ujar Fea."Jawab saja, pakai melantunkan peribahasa segala. Hee ... hee ..." Sherlita merasa lucu dengan jawaban Fea."Pak Rido, dia terjebak banyak hutang. Karena diam-diam dia suka berjudi. Awalnya dia dapat uang dari pinjaman online. Kamu bisa bayangkan seperti apa jeratan pinjaman online apalagi yang asal begitu." Fea memulai penjelasannya."Waduh, kok ngeri aku," ujar Sherlita. Tak dia bayangkan itu yang terjadi. "Karena judi Rido nekad memperjualbelikan anak-anak?""Awalnya dia ga bermaksud begitu. Hanya dia melihat ada peluang dapat uang gede. Tanpa pikir panjang, dia iya saja. Dan sudah terlanjur ada perjanjian untuk menyerahkan anak itu." Fea menambahkan."Lalu, setelah tahu kenyataannya?" Sherlita makin penasaran."Menurut yang aku dengar, dia menyesal, t

  • Andai Semua Berbeda   230. Kejutan Kawan Lama

    Ahmad tersenyum. "Monggo, dibuka saja, Nyonya Muda." Fea ikut tersenyum lebar. "Makasih, Pak." "Sami-sami, Nyonya." Ahmad mengangguk dan berbalik meninggalkan Fea dan Arnon. "Penasaran. Undangan pernikahan kali." Arnon berkomentar. Fea membuka paper bag itu dan mengeluarkan isinya. Mata Fea melebar. Di dalamnya ada hiasan dinding, kerajinan tangan dari Lombok. Dan ada kartu kecil di dalamnya. "Ini dari ..." Fea menunjukkan pada Arnon. Arnon menerima kartu itu dan membacanya. "Hervina. Oh, my God. Dia beri kejutan ini?" Ternyata ada tiket dua untuk liburan di Lombok selama satu minggu. "Siapa Hervina?" tanya Fea. Dia tidak merasa mengenal nama itu. Ada sesuatu yang menggelitik dadanya, sebab yang mengirim hadiah buat Arnon adalah seorang wanita. "Ah, aku ga pernah cerita, ya? Jujur, lupa." Arnon memandang Fea. "Oke, lalu siapa dia?" Fea berusaha tenang, tapi tetap saja ada rasa tidak nyaman di

  • Andai Semua Berbeda   229. Permohonan Maaf Herni, Kepedihan Liani

    "Jahat sekali mereka melakukan itu pada anak-anak. Aku tak habis pikir. Mereka lahir tanpa meminta. Sejak bocah hanya derita dan kepedihan yang mereka punya. Tidak mengenal orang tua, tidak tahu sanak saudara. Lalu, ada orang yang masih juga melakukan hal buruk pada mereka. Ya Tuhan ..." Bu Liani meliahat pada Herni. Herni makin dalam menunduk. Rasa bersalah memenuhi hatinya. Dia tidak berani memandang Bu Liani ataupun Arnon. "Bu, semua sudah jelas, Ibu pasti akan segera pulang. Anak-anak akan lega, Ibu bisa bersama mereka lagi." Arnon menenangkan Bu Liani. "Bagaimana aku menghadapi mereka, Pak Arnon? Bagaimana bisa aku menjelaskan semua ini? Aku benar-benar hancur," Bu Liani mengusap lagi kedua pipinya yang basah. Tatapannya kembali tertuju pada Herni. "Apa yang ada di otak kamu, Herni? Apa?" "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku ...." lirih kalimat itu yang Herni ucapkan. "Kita memang tidak berlebihan duit. Tidak semua yang kita ingin dengan g

  • Andai Semua Berbeda   228. Bukan Seperti yang Dibayangkan

    Arnon mengenalkan Fea dan memnita waktu agar Fea melihat ke dalam, bertemu dengan Tinah. Awalnya polisi itu sedikit keberatan karena mereka masih melakukan penggeledahan. Arnon meyakinkan bahwa dia punya tujuan dan kepentingan sama dengan polisi yang datang ke panti itu. "Sudah beberapa waktu kamu mencoba menyelidiki, Pak. Istri saya bekerja sama dengan pengurus panti yang memang merasa ada kejanggalan di panti. Saya harap ini bisa memberikan titik terang juga untuk penyelidikan yang dilakukan." Arnon bicara tegas. Akhirnya Fea diberikan ruang menemui Tinah. Wanita itu dan beberapa pengurus lainnya ada di depan kantor. Mereka duduk menunggu, sambil memperhatikan para petugas yang bekerja mencari bukti. Sesekali mereka akan memanggil jika perlu mendapat keterangan atua mencari sesuatu yang mereka perlukan. "Fea!" Tinah seketika berdiri saat melihat Fea datang. "Bu, gimana?" tanya Fea. "Aku bingung kenapa Bu Liani harus dibawa. Dia pasti b

DMCA.com Protection Status