Jeff dan Meliza sedang berbaring di atas ranjang, tubuh mereka memadu dengan penuh hasrat. Meliza menggigil ketika Jeff mencium lehernya, dan Jeff merasa tak pernah cukup dengan Meliza yang begitu menggoda. Mereka berdua seakan melupakan dunia di luar sana, termasuk Viyone, istri Jeff yang tengah berada di rumah sakit. Jeff yang terbuai dalam nikmatnya hubungan gelap dengan Meliza, hanya fokus pada wanita yang tengah ia rangkul saat ini. "Meliza, aku ingin kamu melahirkan banyak anak untukku," bisik Jeff pelan di telinga Meliza yang basah oleh keringat mereka berdua. "Tentu saja! Tapi, kamu harus menikahiku dulu. Setelah itu berapa pun anak yang kamu inginkan. Akan kuberikan," jawab Meliza dengan suara yang terputus-putus karena mendesah. Jeff tersenyum dengan puas, lalu ia menghentikan aksinya sejenak, dan menatap Meliza dalam-dalam."Kenapa kamu tidak usir mereka? Seharusnya jangan membiarkan mereka pulang ke rumahmu," tanya Meliza penasaran. Jeff mengelus pipi Meliza dengan lem
Dengan pipinya yang dibanjiri air mata, Chris berlutut di hadapan pria dingin itu."Untuk apa kau berlutut, apakah kau ingin memohon padaku agar menerimamu? Itu tidak akan terjadi. Melihat wajahmu saja aku sudah jijik dan ingin muntah. Meliza akan melahirkan anak untukku. Bawa pakaianmu dan ibumu pergi dari sini!" ketus Jeff.Sambil mengusap air mata, Chris berkata," Aku tidak memohon agar diterima di sini," ucap Chris sambil menunduk." Aku hanya memohon Papa agar menerima mama. Tolong jangan mengusirnya. Kalau aku adalah penyebabnya, Maka biar aku saja yang pergi. Seperti yang papa katakan...Aku tidak pantas dilahirkan di dunia ini. Aku akan pergi asalkan Papa memberi kesempatan untuk mamaku!" Bukannya merasa simpati, Jeff justru tertawa lucu mendengar permohonan anak itu," Kamu ingin menjadi anak yang berbakti. Tapi, bagiku sudah tidak berguna. aku hanya membutuhkan Meliza bukan ibumu yang sudah cacat dan tidak bisa melahirkan. Kalau bukan karena niat busuknya. Tidak mungkin anak k
Viyone yang menunggu kepulangan putranya semakin cemas, Ia mondar mandir di kamarnya sambil menatap jam dinding yang telah menunjukan pukul 17.00"Kenapa sudah sore Chris belum pulang, Anakku!" ucapnya yang mulai cemas dan mengambil pakaiannya. Setelah menganti pakaian Viyone langsung pergi dari mencari anaknya.Satu jam kemudian.Viyone tiba di rumahnya dan menemukan baju miliknya dan Chris berserakan di luar bersama koper. Sementara Chris tidak terlihat sama sekali."Chris?" gumam Viyone dengan cemas dan melangkah menuju ke rumah itu. Saat pintu depan terkunci ia membuka dengan kunci yang dia bawa. Klek!" Pintu terbuka dan Viyone pun masuk dan mencari keberadaan putranya"Chris! Chris!" teriak Viyone mencari di ruangan tengah hingga ke bagian dapur dan ruang makan. Karena tidak mendapati keberadaan anaknya ia pun sambil berteriak dan berlari ke lantai atas."Chris! Chris!" teriak Viyone yang menuju ke kamar anaknya itu. Wajahnya semakin cemas dan takut karena tidak melihat anaknya d
Suasana di kamar Jeff dan Meliza begitu panas dan bergairah. Keduanya terlarut dalam pesona cinta terlarang yang mereka jalani. Desahan dan erangan mereka menggema di sepanjang lorong, mencapai telinga Viyone yang terpaku di luar kamar. Emosi bercampur aduk dalam hati Viyone, marah, benci, dan kekecewaan. Tangannya semakin erat memegang gagang pisau sayur yang ia bawa. Merasa tak tahan lagi, Viyone membuka pintu kamar dengan perlahan. Ia menemukan pemandangan yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya. Di hadapannya, suaminya, Jeff, tengah menikmati tubuh Meliza yang mempesona. Hatinya hancur, namun kemarahan yang membara mendorongnya untuk bertindak. Terutama putranya yang dikatakan telah meninggal. Membuat Viyone tidak bisa menahan emosinya lagi. Dengan langkah pasti, Viyone mendekati Jeff dan menepuk pundaknya. Kedua pasangan yang tengah bersenang-senang itu langsung terkejut, Meliza menjerit ketakutan saat melihat pisau yang dipegang Viyone. "Apa yang kau lakukan?" tanya Jef
Para pejalan kaki yang di sana segera berlari menghampirinya. "Di mana keluarga anak ini?" tanya salah satu pejalan kaki."Anak ini mengalami luka-luka fisik, lebih baik kita bawa ke rumah sakit dulu!" jawab seorang pria berpostur besar.Di sisi lain Wilson telah mengetahui berita tersebut, Ia berada di mansion dan ditemani oleh Nick dan Elvis."Apa yang terjadi? Bukankah wanita itu masih dirawat di rumah sakit." ujar Elvis.Wilson langsung bangkit dan memberi perintah kepada pengawalnya," Nick, datangi lokasi kejadian dan rumahnya. Cari bukti sebelum polisi!" "Baik, Bos," jawab Nick yang beranjak dari sana. Begitu juga Wilson langsung menuju ke rumah sakit menemui Chris.Di saat yang sama Wilson yang dan anggotanya ingin melangkah menuju ke pintu utama, Langkah mereka dihentikan oleh Vic yang juga berada di ruang tamu dengan ditemani pengawal pribadinya, Luis."Papa, mau ke mana?" tanya Vic yang duduk di lantai sedang bermain dengan berbagai macam mainannya."Papa ada urusan sebent
Malam itu, Nick menyelinap masuk ke rumah keluarga Hamilton, dengan hati-hati ia berjalan di lorong gelap. Ia tahu betul, tugas ini merupakan langkah krusial untuk mengungkap kebenaran tentang apa yang terjadi pada Chris. Nick menemukan ruangan pribadi Jeff dan masuk ke dalamnya. Di dalam ruangan itu, ia menemukan laptop Jeff yang tergeletak di atas meja kerja. Dengan sigap, ia menyalakannya dan mulai mencari bukti yang dibutuhkan. Tidak butuh waktu lama baginya untuk menemukan rekaman CCTV yang menunjukkan adegan kekerasan yang dilakukan Jeff terhadap Chris. Mata Nick membelalak, penuh kemarahan, ketika menyaksikan betapa kejamnya Jeff berlaku. "Sungguh keterlaluan, sepertinya aku harus mencari cara membalasmu," gumam Nick dengan suara lirih, namun penuh niat balas dendam. Tangannya mengepal erat, seolah ingin menghajar Jeff di tempat itu juga. Namun, ia tahu bahwa sekarang bukan waktunya untuk bertindak gegabah.Dengan hati-hati, Nick menyalin bukti tersebut ke dalam flashdisk yan
"Kau sudah salah menyakiti orang," jawab Nick dengan suara yang dingin dan tajam. "Apa yang aku lakukan malam ini hanya peringatan untukmu. Pembalasan untuk seseorang yang telah kau sakiti." Dalam sekejap, Nick melangkah mendekati Jeff dan menikam bagian pusaka Jeff dengan pisau yang digenggamnya. Jeff merasakan nyeri yang luar biasa, namun sebelum dia bisa berteriak, Nick segera membekap mulutnya. Darah mengalir deras dari luka Jeff, mengotori sprei ranjang dengan warna merah pekat. Wajah Jeff memerah karena menahan rasa sakit yang amat sangat, sementara Nick terus menatapnya dengan tatapan dingin dan penuh kebencian. "Pria brengsek seperti kamu, harus hancur secara perlahan," bisik Nick dengan nada mengancam, sambil menikam berulang kali pada pusaka Jeff yang baru dijahit.Jeff menahan sakit dan mengenggam erat sprei dengan kedua tangannya. Sakit yang dia rasakan tak bisa dibayangkan lagi. Sesaat kemudian ia tidak sadarkan diri. Nick melepaskan tangannya dan meninggalkan kamar it
Chris yang baru sadar setelah pingsan dua hari. Akibat kekerasan yang dilakukan Jeff terhadap dirinya. Ia membuka mata dan melihat Wilson duduk di sampingnya."Chris, kamu sudah bangun," seru Wilson yang menyentuh kepala anak itu."Paman, kenapa aku ada di sini!" tanya Chris yang masih dalam kondisi lemah."Pihak rumah sakit menghubungi paman. Makanya paman datang ke sini, bagaimana denganmu? Apakah merasa tidak nyaman?" tanya Wilson yang penuh perhatian.Chris terbangun dari tidurnya, tubuhnya terasa sakit dan lemas. Matanya berair saat ingatan tentang kejadian yang menimpa dirinya dan ibunya kembali menghantui pikirannya. Dalam hati, dia merasa sangat bersalah. "Paman, aku ingin menemui mama!" ujar Chris dengan suara lirih, berusaha bangkit dari ranjang meski tubuhnya menolak. Wilson yang melihat keadaannya langsung menahan Chris agar tidak memaksakan diri. "Chris, jangan cemaskan mamamu. Aku yakin dia akan baik-baik saja," ucap Wilson dengan nada menenangkan, namun jelas tak mam
Matahari pagi bersinar cerah di langit kota San Fransisco, menandakan awal dari hari baru. Chris dan Vic, si kembar yang baru saja pindah ke kota ini bersama keluarga mereka, bersiap untuk menghadapi hari pertama mereka di sekolah baru. Mereka berdua tidak sabar untuk menjelajahi dunia baru mereka, mengejar cita-cita mereka, dan berteman dengan orang-orang baru. Di sisi lain, Wilson, ayah mereka, merasa lega bisa kembali ke San Fransisco bersama keluarganya. Ia ingin anak-anaknya tumbuh dalam lingkungan yang baik dan mendapatkan pendidikan terbaik. Oleh karena itu, ia mendaftarkan Chris dan Vic ke sekolah yang terbaik di kota ini. Hari demi hari berlalu, Chris dan Vic mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka. Mereka giat belajar, dan mereka berhasil menjalin persahabatan yang erat dengan teman-teman sekelas mereka. Selain itu, mereka juga berlatih memanah setelah pulang sekolah. Nick dan Ethan, pelatih memanah yang juga bekerja di Markas Dragon, mengajari mereka dengan p
Beberapa bulan telah berlalu sejak Wilson terpilih sebagai pemimpin mafia di seluruh dunia. Kini, ia mengundang para ketua mafia dari berbagai negara untuk berkumpul dalam sebuah perjamuan mewah. Viyone dan kedua putranya yang kini telah menjadi bagian dari organisasi tersebut, juga ikut hadir dan memperkenalkan diri mereka. Chris dan Vic, putra-putra Wilson yang menjadi calon penerus, diwajibkan hadir dalam acara penting tersebut. Di sebuah ruangan mewah dengan pencahayaan yang temaram, suara gelas beradu satu sama lain menggema di seluruh ruangan. Para mafia, yang mengenakan setelan jas hitam rapi, tampak saling bersulang dengan anggur merah di tangan mereka. Tawa dan candaan terdengar di antara mereka, menciptakan suasana yang damai dan harmonis, seolah melupakan sisi gelap kehidupan yang mereka jalani. Wilson, yang duduk di ujung meja dengan kursi yang lebih besar dan mewah, menjadi pusat perhatian para mafia. Ia tersenyum lebar, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi sebagai
Wilson memandang Markus dengan tatapan dingin sambil melepaskan tembakan."Aahh!" jeritan Markus yang kesakitan terdengar ketika dua tembakan menembus lututnya. Darah keluar mengotori lantai restoran, namun suara pistol yang digunakan oleh Wilson tidak mengeluarkan suara, sehingga tidak mengejutkan pengunjung lainnya.Markus terduduk, berusaha menahan sakit. "Kau...," ujarnya terhenti, menahan rasa sakit yang menyiksa.Wilson mendekat, matanya penuh kebencian yang telah terkubur selama bertahun-tahun. "Putraku telah menyadarkan aku. Aku telah menderita akibat dendam. Kematian kedua orang tuaku adalah sesuatu yang tidak bisa aku lupakan. Aku membiarkanmu hidup supaya kamu menjalani sisa hidupmu dengan penuh penderitaan. Semua anggotamu sudah ditahan oleh orang-orangku. Jangan berharap ada yang bisa menyelamatkanmu."Markus mengerang, keringat dingin membasahi wajahnya. "Kau menggunakan cara ini untuk menyiksaku," ujarnya dengan napas terengah-engah."Aku dan Viyone adalah korbanmu. Dua
"Untuk apa kau memberitahu aku semua ini?" tanya Markus dengan nada marah dan bingung, tatapannya tajam menelusuri setiap gerakan Wilson. "Aku hanya ingin kamu sadar, Sifatmu, yang selalu dianggap tidak peduli, justru dikalahkan oleh seorang anak lima tahun. Dia tahu caranya menyayangi keluarganya. Dia tahu cara menghargai siapapun. Sedangkan dirimu, Markus, ambisimu begitu tinggi sehingga kamu tidak peduli pada orang di sekitarmu. Contohnya adalah istri dan putrimu sendiri. Mereka harus menderita karena keegoisanmu. Dan kini, semua penyesalan itu tidak akan ada gunanya," ucap Wilson dengan suara tegas namun penuh dengan kepedihan.Markus terdiam, kata-kata Wilson menghantamnya seperti palu godam. Ingatan-ingatan tentang istri dan putrinya yang tersisih oleh ambisinya sendiri mulai menghantui pikirannya.FlashbackSehari sebelum Chris dan Vic diculik, suasana di rumah Wilson sangat tegang. Wilson duduk di meja makan bersama istri dan kedua anaknya, membicarakan sesuatu yang sangat se
Dalam perjalanan menuju restoran, kelompok Markus mengalami hambatan serius ketika mereka dihadang oleh anggota kelompok Wilson. Sejumlah mobil diparkir strategis di tengah jalan, menghalangi perjalanan mereka dan menciptakan situasi tegang. Nick, pemimpin kelompok Wilson, berdiri di sana dengan tenang, namun penuh kewaspadaan, sambil memegang senapannya dengan erat. Nick, bersama teman-temannya, dengan cepat menodongkan senjata masing-masing ke arah anggota kelompok Markus. Anggota kelompok Markus, yang tidak menyangka akan dihadang, tampak waspada dan bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk."Gawat! Mereka sudah merencanakan dari awal. Bagaimana dengan bos kita?" tanya salah satu anggota Markus yang di dalam mobil.Para anggota Markus keluar dari mobil mereka dengan wajah penuh ketegangan. Suasana di sekitar terasa mencekam saat kedua kelompok berdiri saling berhadapan, masing-masing memegang senjata.Nick, dengan tatapan tajam, menodongkan senjatanya ke arah mereka. "Kalian
Markus sambil memikirkan ulang sejak Stuart yang menculik si kembar dan begitu mudahnya bisa lolos, berkata, "Pengawasan wilayah tempat tinggal Wilson tiba-tiba saja dikurangi. Dengan sifat mereka yang begitu teliti, tidak mungkin anak mereka begitu mudah diculik. Sementara si kembar yang baru sadar juga tiba-tiba saja mengakuiku sebagai kakek mereka. Sifat mereka berubah sama sekali dengan pertemuan terakhir sebelumnya. Apakah dua bocah ini sudah permainkan aku sejak awal?" gumam Markus.Markus kemudian melangkah keluar dari ruangan itu dengan langkah mantap. Ia mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, merasakan dinginnya logam yang menyentuh kulitnya memberikan ketenangan tersendiri. Matanya tajam menyisir sekeliling ruangan, mencari tanda-tanda bahaya yang mungkin tersembunyi. Dia berjalan menuju ke pintu belakang sambil menghubungi anggotanya melalui ponsel."Hubungi semua anggota kita. Kita sudah masuk perangkap sejak awal!" perintah Markus dengan nada tegas dan tanpa kompromi."
Wilson dan anggotanya melaju dengan tenang di jalan menuju restoran, sementara di dalam mobil, suasana sedikit tegang. Wilson dan Viyone sesekali melihat ponsel mereka, memastikan bahwa Chris dan Vic berada dalam posisi yang aman."Apakah Chris dan Vic akan dalam bahaya setelah Markus tahu rencana kita?" tanya Viyone dengan nada cemas. Ia duduk di samping suaminya, menggenggam tangannya erat."Tenang saja, Viyone. Mereka sangat pintar. Bukankah mereka juga berhasil mengelabui Stuart dan Markus? Jadi, mereka tahu cara menemukan jalan keluar," jawab Wilson dengan yakin, menenangkan istrinya."Aku berharap begitu juga. Aku tidak menyangka mereka sangat berani," ujar Viyone dengan nada khawatir."Karena mereka mirip denganku," ucap Wilson sambil tersenyum, mencoba mencairkan suasana.Sementara itu, di dalam restoran, Vic berlari ke sana ke mari, penuh energi setelah makan."Vic, kamu baru saja selesai makan. Jangan lari-lari!" seru Chris yang mengikuti adiknya dengan cemas.Markus, yang b
"Kakek, apakah kakek tahu betapa jantungku ini sangat merindukanmu siang dan malam, Aku berharap bisa bertemu denganmu selma ini. tapi karena aku selalu diawasi oleh paman-paman sehingga aku tidak bebas," ucap Vic sambil menangis.Chris, dengan tatapan tajam," menjawab, "Yang benar adalah hatimu, bukan jantung," ujarnya sambil mengeleng kepalanya.Markus, yang menyaksikan pertukaran emosi itu, tersenyum dan bertanya, "Ha ha ha...kalian sangat lucu sekali. Chris, Vic, apakah benar kalian merindukan kakek?""Iya," jawab sikembar dengan serentak sambil mengangguk.Namun, Markus menyampaikan pemikirannya, "Anak yang pintar, Kakek mengira selama ini kalian tidak mengakui ku lagi."Dengan jujur, Chris dan Vic menjawab, "Kami hanya berpura-pura di depan papa dan mama."Vic lalu mengajukan pertanyaan yang menggugah, "Apakah kakek dan mama tidak bisa berbaikan lagi?"Sementara itu, Chris menyuarakan kekhawatirannya, "Kakek dan papa apakah harus bermusuhan?"Markus menyadarkan mereka, "Urusan k
"Bertindak ceroboh?" tanya Stuart yang tidak paham."Kau akan segera paham," jawab Wilson dengan senyum.Stuart kemudian dibawa oleh Steven ke tempat kurungan di Markas Dragon. Tempat itu suram dan penuh dengan kegelapan, bau lembap menyengat hidung Stuart saat ia dilemparkan ke dalam salah satu sel. Terdengar suara pintu besi yang berderit saat ditutup, meninggalkan Stuart dalam kegelapan total.Sementara itu, di tempat lain, Chris dan Vic baru saja sadar. Mereka saling memandang bingung, menyadari bahwa mereka berada di kamar yang asing."Kakak, apakah kita pindah alam?" tanya Vic yang melirik sana sini, mengamati semua perubahan di kamar itu."Kita berada di kamar orang lain," jawab Chris sambil mengucek matanya dan mencoba mengingat kejadian terakhir yang mereka alami."Kamar siapa? Kenapa kita bisa ada di sini?" tanya Vic dengan penuh kekhawatiran."Sepertinya tempat dia," jawab Chris yang merujuk pada seseorang, dengan nada suara yang mengisyaratkan bahaya.Si kembar itu kemudia