"Oh, dia tidak bisa pulang lebih awal ya, Dad... Heem, tidak papa Dad. Yasmin tidak kesepian kok, ada Rafael." Yasmin tersenyum menjawab panggilan dari Papa mertuanya yang mengatakan kalau Kenzo ada pertemuan hingga larut malam nanti bersamanya. Setelah memberitahu semua itu, barulah panggilan tertutup. Di sana, Yasmin menatap putranya yang tertidur. Dia kembali memperhatikan dress biru yang sudah ia gantung di depan lemari, akan dia pakai makan malam dengan suaminya. Tapi semuanya gagal. "Huhhh... Tidak papa, tidak boleh kesal, tidak boleh marah, dia pasti juga jauh lebih lelah daripada aku," ucap Yasmin pada dirinya sendiri seraya menepuk dadanya pelan. Yasmin tersenyum tegar, dia mencoba terbiasa dengan ini semua tanpa menyangkut pautkan emosinya. Meskipun dia ingin menangis karena lelahnya menjaga seorang anak seharian penuh dan tidak pernah ada waktu dari seorang suami. "Rafael, malam ini kita tidur lebih awal, ya Sayang... Anak Ibu tidur yang nyenyak," bisik Yasmin mengecu
Biasanya saat Kenzo bekerja, dia akan terbangun pagi-pagi sekali. Tapi kini hingga pukul tujuh pagi belum ada yang bangun. Kenzo yang merasa ada sesuatu yang memainkan jemari tangannya, ia pun mengusap wajahnya pelan dan terbangun. "Ya ampun, sudah bangun, anak Ayah..." Kenzo tersenyum saat mengetahui kalau Rafael yang memainkan tangannya. Laki-laki itu tersenyum, ia mengecup pipi putranya yang gembil berisi. Tatapan Kenzo teralih pada Yasmin yang tertidur di sebelah Rafael. Kenzo menatapi wajah istrinya yang terlihat sangat kelelahan. "Istriku," lirihnya pelan. Kenzo meninggalkan satu kecupan di pipi Yasmin sebelum ia menyibak selimutnya, menutupkan pada tubuh sang istri. Laki-laki itu menggendong putranya dan mengajaknya bangun lebih dulu. Langkah Kenzo keluar dari dalam kamar menuju lantai satu di mana Bibi menyiapkan sarapan untuk mereka. "Pagi Bi," sapa Kenzo pada wanita itu. "Pagi Tuan, eh... Tiana tidak ke kantor?" tanya wanita itu, dia sedikit kaget saat melihat Kenzo
"Rafael ini persis sekali dengan bayinya Kenzo dan Kenzi, hanya saja... Pipinya Rafael lebih gembil." Alana tersenyum manis menimang cucunya. Sedangkan Alex hanya duduk di sampingnya dan menatap mereka. "Jadi mereka dulu seperti ini?" tanya Alex tiba-tiba. "Hah?" Sontak sajan Ayumi dan Yasmin menatap sang Papa mertua. "Daddy tidak tahu ya?" tanya Yasmin. "Daddy memangnya dulu waktu Mommy melahirkan, merantau?" tanya Ayumi. Dua menantunya yang polos dan tidak tahu apa-apa itu penasaran, hingga sukses membuat Alex tersenyum. Sedangkan dua suami mereka meliriknya dengan lirikan tak biasa. Sebenarnya tidak masalah karena mereka juga tidak tahu latar belakang keluarga suami mereka lebih detailnya. "Iya, Daddy dulu ada di luar negeri," jawab Alex tersenyum. Dia meminta Rafael dari gendongan Alana. "Daddy dulu pernah ditinggal Mommy." "Ya ampun," lirih Yasmin mengerjapkan kedua mata lebarnya. Dan tiba-tiba Alex tersenyum menatapnya. "Dan sikap konyolnya itu malah menurun pada Yasmi
Hari libur yang seperti ini yang Kenzo nantikan, ia bisa mengajak istrinya jalan-jalan ke manapun Yasmin mau. Bersama dengan Rafael yang selalu digendongnya, Yasmin bersikeras tidak mau kalau anaknya dinaikkan di kereta dorong, entah kenapa dia punya perasaan takut. "Kita mau ke mana? Biar aku yang menggendong Rafael," ujar Kenzo menyelimutkan mantel tebalnya di tubuh Yasmin. Wanita itu menoleh dan tersenyum manis. "Kita cari tempat yang nyaman saja. Rafael tidak udah diganti gendong, dia tertidur pulas kok." Yasmin menundukkan kepalanya mengusap kening Rafael, Yasmin membungkus tubuh mungil putranya dengan selimut tebal yang dia bawa. Mereka tengah jalan-jalan di tengah kota Paris, setelah makan malam bersama, mereka masih ingin mendatangi beberapa tempat lagi.Hingga tiba-tiba langkah Kenzo terhenti, laki-laki itu menatap ke dalam sebuah toko. "Sayang," panggil Yasmin pada sang suami. Kenzo tersenyum dan menunjuk ke dalam sebuah toko mainan paling besar di kota Paris."Ayo b
'Siapapun yang menemukan anak ini, dia bernama Odette. Kami tidak mampu membiayai kehidupannya, tolong rawat anak baik ini dengan penuh kasih sayang. Aku minta maaf, aku tahu ini salah, tapi aku sungguh tidak punya apapun untuk menghidupinya. Anak ini kecil karena sering lapar dan kurang makan. Maafkan saya.'Kenzo dan Yasmin tercengang membaca surat itu. Apalagi bocah perempuan itu diam memeluk leher Kenzo dan dia menatap sekitar dengan pandangan polosnya. "Apa yang harus kita lakukan?" cicit Yasmin bingung. "Kita bawa saja ke tempat Daddy, kita minta bantuan rekan Daddy, biar nanti-""Kalau orang yang meninggalkannya dicari, dan Odette dikembalikan, bahagia kalau dia dibuang lagi?! Bagaimana kalau sampai orang jahat yang menemukannya, Kenzo!" amuk Yasmin, dia menjadi jauh lebih marah lagi. Kenzo menggaruk keningnya pelan, tapi tetap saja ia membawa tas merah muda yang Kumal milik Odette. "Tidak ada jalan lagi, kita bawa dulu ke tempat Daddy. Biar kita juga tidak jadi tersangka,
"Ayo kita masuk ke rumah kita..." Kenzo menggandeng tangan mungil milik Odette, anak itu nampak sangat kagum melihat rumah orang tua barunya. Dia menatapi atap rumah yang memiliki aksen gambar lukisan awan dan bunga-bunga yang indah. "Rumahnya Ayah bagus," ucap anak itu tersenyum manis. Yasmin pun ikut tersenyum. "Iya dong, sekarang Odette tinggal sama Ayah dan Ibu ya, nak?" "Iya Ibu." Anak itu berjalan mendekati sebuah akuarium besar dan diam berjinjit di sana melihat banyak ikan dalam kolam kaca besar di ruang tamu tersebut. Yasmin dan Kenzo saling tatap sebelum Kenzo mengambil Rafael dari gendongan Yasmin. "Odette belum mengantuk?" tanya Yasmin mendekati anak itu. "Belum, Odette masih mau lihat ikan. Banyak sekali, Ayah Ibu menangkap ikannya di mana?" tanya anak itu dengan polos. Yasmin terkekeh. "Kita beli, bukan menangkap sendiri, Sayang." "Oh begitu ya..." Senyuman mengambang di kedua sudut bibir Yasmin. Wanita itu langsung menggendong Odette dan mengajaknya naik ke l
Setelah sarapan bersama, Kenzo pun berangkat bekerja. Yasmin menjaga Rafael di ruang keluarga, diremani oleh Odette yang hanya diam memperhatikan Ibunya. Yasmin memberikan camilan, minuman susu cokelat, stroberi, melon, dan banyak lagi. Tapi tak satu makanan itu disentuh oleh Odette. "Kenapa tidak dimakan, Sayang?" tanya Yasmin menatap sang putri. Kedua mata indah bermanik biru itu mengerjapkan pelan. "Boleh?" tanya anak itu. "Ini bukan buat adik?" Pertanyaan macam apa itu, Yasmin menghela napasnya pelan. Dia menggeleng. "Tidak Sayang, adik masih belum boleh makan ini, dan semua ini buat Kakak. Buat Odette," jelas Yasmin. "Waahhh, terima kasih, Ibu!" serunya kesenangan. Anak itu nampak kebingungan memilih mana yang ingin dia makan, Odette mengambil satu kue dan susu melon. Ekspresi wajah yang menikmati, pupil mata birunya yang langsung melebar. Dia benar-benar tidak pernah merasakan nikmatnya hidup layaknya anak seusianya. Yasmin ingin sekali membuat Odette merasa bahagia, m
Yasmin menunjukkan ekspresi sedih, wanita itu memakaikan coat hangat berwarna cokelat muda pada tubuh mungil Odette. Setelah menitipkan Rafael pada Alana, kini Yasmin akan bertemu dengan kedua orang tua Odette. Entah apa yang ingin mereka katakan, tapi untuk melepaskan anak ini dan membuatnya tersiksa meskipun bersama orang tua kandungnya, Yasmin tidak akan pernah setuju. "Ibu... Kenapa menangis?" Telapak tangan mungil itu mengusap pipi Yasmin dengan lembut. "Tidak papa. Ibu dan Ayah akan mengajak Odette bertemu seseorang. Odette mau, kan?" "Mau. Memangnya mau bertemu siapa? Kenapa Adik Rafael tidak ikut, Bu?" tanya anak itu menggenggam telunjuk Yasmin. "Kenapa kok dititipkan di rumah Oma?" "Iya Sayang, kan adik masih kecil."Seperti anak seusianya, dia akan banyak bertanya-tanya pada orang terdekatnya. Termasuk Yasmin. Mereka kini berada di depan resto ternama yang ada di sebuah hotel bintang lima di mana Kenzo sudah mengatur pertemuan dengan kedua orang tua Odette. "Ayah..."
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu