"Ayo kita masuk ke rumah kita..." Kenzo menggandeng tangan mungil milik Odette, anak itu nampak sangat kagum melihat rumah orang tua barunya. Dia menatapi atap rumah yang memiliki aksen gambar lukisan awan dan bunga-bunga yang indah. "Rumahnya Ayah bagus," ucap anak itu tersenyum manis. Yasmin pun ikut tersenyum. "Iya dong, sekarang Odette tinggal sama Ayah dan Ibu ya, nak?" "Iya Ibu." Anak itu berjalan mendekati sebuah akuarium besar dan diam berjinjit di sana melihat banyak ikan dalam kolam kaca besar di ruang tamu tersebut. Yasmin dan Kenzo saling tatap sebelum Kenzo mengambil Rafael dari gendongan Yasmin. "Odette belum mengantuk?" tanya Yasmin mendekati anak itu. "Belum, Odette masih mau lihat ikan. Banyak sekali, Ayah Ibu menangkap ikannya di mana?" tanya anak itu dengan polos. Yasmin terkekeh. "Kita beli, bukan menangkap sendiri, Sayang." "Oh begitu ya..." Senyuman mengambang di kedua sudut bibir Yasmin. Wanita itu langsung menggendong Odette dan mengajaknya naik ke l
Setelah sarapan bersama, Kenzo pun berangkat bekerja. Yasmin menjaga Rafael di ruang keluarga, diremani oleh Odette yang hanya diam memperhatikan Ibunya. Yasmin memberikan camilan, minuman susu cokelat, stroberi, melon, dan banyak lagi. Tapi tak satu makanan itu disentuh oleh Odette. "Kenapa tidak dimakan, Sayang?" tanya Yasmin menatap sang putri. Kedua mata indah bermanik biru itu mengerjapkan pelan. "Boleh?" tanya anak itu. "Ini bukan buat adik?" Pertanyaan macam apa itu, Yasmin menghela napasnya pelan. Dia menggeleng. "Tidak Sayang, adik masih belum boleh makan ini, dan semua ini buat Kakak. Buat Odette," jelas Yasmin. "Waahhh, terima kasih, Ibu!" serunya kesenangan. Anak itu nampak kebingungan memilih mana yang ingin dia makan, Odette mengambil satu kue dan susu melon. Ekspresi wajah yang menikmati, pupil mata birunya yang langsung melebar. Dia benar-benar tidak pernah merasakan nikmatnya hidup layaknya anak seusianya. Yasmin ingin sekali membuat Odette merasa bahagia, m
Yasmin menunjukkan ekspresi sedih, wanita itu memakaikan coat hangat berwarna cokelat muda pada tubuh mungil Odette. Setelah menitipkan Rafael pada Alana, kini Yasmin akan bertemu dengan kedua orang tua Odette. Entah apa yang ingin mereka katakan, tapi untuk melepaskan anak ini dan membuatnya tersiksa meskipun bersama orang tua kandungnya, Yasmin tidak akan pernah setuju. "Ibu... Kenapa menangis?" Telapak tangan mungil itu mengusap pipi Yasmin dengan lembut. "Tidak papa. Ibu dan Ayah akan mengajak Odette bertemu seseorang. Odette mau, kan?" "Mau. Memangnya mau bertemu siapa? Kenapa Adik Rafael tidak ikut, Bu?" tanya anak itu menggenggam telunjuk Yasmin. "Kenapa kok dititipkan di rumah Oma?" "Iya Sayang, kan adik masih kecil."Seperti anak seusianya, dia akan banyak bertanya-tanya pada orang terdekatnya. Termasuk Yasmin. Mereka kini berada di depan resto ternama yang ada di sebuah hotel bintang lima di mana Kenzo sudah mengatur pertemuan dengan kedua orang tua Odette. "Ayah..."
Setelah pertemuan itu, Yasmin dan Kenzo kembali pulang. Tapi kali ini mereka kembali ke tempat Alex dan Alana, karena Rafael masih dititipkan di sana. Sepanjang perjalanan Odette terus menangis dan anak itu sungguh ketakutan kalau dia akan dikembalikan pada kedua orang tuanya, bahkan sampai mereka tiba di rumah orang tua Kenzo. "Sudah Sayang, tidak usah menangis lagi. Ini kan Odette ikut sama Ibu dan Ayah," ujar Kenzo mengecup pipi anak itu. "Lohhh... Kenapa menangis?" Alex menyambut kepulangan mereka dengan anggota keluarga lainnya. "Odette," panggil Alana mendekatinya. "Kak, kenapa?" Ayumi menatap Yasmin yang menyeka air matanya. Mereka berkumpul di rumah tamu. Odette turun dari gendongan Kenzo, anak itu berlari ke arah Alana dan menangis memeluknya. Semua orang hanya diam, anak itu sepertinya ingin mengadu. "Odette, kenapa sayang?" Alana mengusap rambut keriting milik Odette. "Oma, Odette tidak mau pulang sama Mama. Odette mau ikut Ibu... Mau di sini dengan Oma, dengan Opa
"Bangun Sayang, ayo pulang ke rumah, yuk..." Yasmin mendekati Odette yang masih tidur. Setelah semalam mereka memutuskan menginap di rumah orang tua Kenzo. Dan kini anak itu mengeliat membuka kedua matanya perlahan-lahan. Dia patuh dengan apapun yang Yasmin katakan, langsung bangun dan duduk di tepi ranjang dengan muka bantalnya. "Ehhh, baru bangun?" Suara Ayumi mengintip ke kamar Yasmin. "Baru bangun, Tante. Masih malas dia." Yasmin terkekeh, dia sendiri sibuk mengurus Rafael. "Ayo bangun, mandi dulu, masa kalah sama Adik?" "Ibu, kepalaku sakit," ujar Odette, dia turun dari atas ranjang dan memeluk tubuh Yasmin dari belakang. "Banyak nangis jadi pusing. Sini sama Tante Ayumi," panggil Ayumi pada gadis kecil itu. Odette mendekati Ayumi, anak itu memeluk tubuh Ayumi. Tangan kecilnya mengusap perut Tantenya yang besar, sebelum dia memeluk perut itu. Semua orang di kediaman orang tua Kenzo sangat menyayangi Odette. Termasuk Ayumi, dia selalu mengajak Odette melakukan hal-hal yang
Suara tangisan bayi menggema di dalam rumah Yasmin. Sejak pulang tadi, Rafael terus menerus rewel dan menangis walaupun biasanya anak itu tidak pernah seperti ini. Seperti ada yang kurang dalam keinginannya yang tidak diketahui oleh Yasmin sendiri. "Ya ampun nak, kenapa sih? Digendong nangis, ditidurkan nangis, diberi susu formula juga menangis, kenapa Sayang?" Yasmin tetap menggendongnya. "Tidak demam kan, Nyonya?" tanya Bibi menatap Yasmin. Wanita itu menggeleng. "Tidak kok Bi. Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba dia menangis terus sejak tadi pagi sampai di rumah," jelas Yasmin pada Bibi. Memang hal ini tidak biasanya terjadi pada Rafael, biasanya dia tidak akan rewel seperti ini. Yasmin diam sejenak menatap anaknya yang mulai terlihat tenang dalam gendongan Bibi. Bahkan beberapa hari yang lalu Rafael tidak menangis sama sekali, apalagi saat bangun tidur, karena ada Odette yang menemaninya, memberikan mainan dan menjaganya juga mengajaknya mengobrol meskipun tidak ada sahutan
"Ke Venice dua hari lagi." Laki-laki tampan itu menyergah panjang. Seketika ia mendongakkan kepalanya dan menyunggar rambut cokelat gelapnya seraya memejamkan kedua mata. "Ya, ada acara meeting penting." Mahesa duduk menatapnya dari arah sofa bersama Alex, Papa Kenzo. "Oh ayolah, aku itu punya anak bayi di rumah. Kalau istriku kenapa-kenapa bagaimana, hah?!" seru Kenzo menatap teman dan Papanya itu. "Kenzo, hanya dua hari saja. Setelah itu kau bisa ambil cuti." Alex mengimbuhi. Kenzo adalah anak paling pembangkang, dia menggelengkan kepalanya dengan perasaan kesal. "Tidak semudah itu Dad! Yasmin baru saja beberapa jam yang lalu menghubungiku kalau Rafael menangis dari pagi sampai siang ini!" seru Kenzo mendebat Papanya. "Lalu? Kau tidak mau, begitu?" tantang Alex pada sang putra. Sejenak Kenzo terdiam, mungkin antara Mahesa dan Alex tidak tahu posisi Kenzo. Bahkan dari raut wajah Kenzo harusnya Alex sudah tahu kalau putranya itu keberatan. "Ken-""Daddy tidak akan tahu rasany
Kenzo masuk ke dalam kamar seraya menggendong Odette yang terus mengoceh panjang lebar. Begitu langkahnya memasuki kamar, laki-laki itu terpana dengan istrinya yang berdiri di depan meja ruang dan menoleh tersenyum cantik. "Selamat sore, Sayang," sapa Yasmin tersenyum manis. Kenzo hanya membalas senyumannya tanpa bersuara, dia melangkah mendekati Yasmin. Telapak tangannya menarik tengkuk leher Odette dan menyembunyikan wajah anak itu di pundaknya, sementara Kenzo mendekati wajah Yasmin dan mengecup bibir istrinya dengan lembut dan singkat. "Ehh... Ayah! Ini kok ditutup!" teriak Odette kebingungan. Yasmin tertawa melihatnya. "Dia antusias menunggumu, tidak sabar diajak jalan-jalan," ujar Yasmin pada sang suami. "Heem, baguslah kalau putriku sudah berantusias." "Adik juga menunggu Ayah!" Odette menunjuk Rafael yang beriman sendiri di atas ranjang, bayi itu sudah tidak menangis lagi. Kenzo menurunkan Odette dan gegas melepaskan tuxedo abu-abu yang dia pakai dan meletakkannya di u
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu