Kedua mata Alana mengerjap berat saat napas hangat menyapu lembut lehernya. Ia menutup wajahnya perlahan saat cahaya hangat menerpa wajahnya. Lilitan lengan kekar di perutnya terasa jelas hingga Alana tiba-tiba tersentak saat merasakan beban di pundaknya. "Dia!" lirih Alana menatap lurus ke arah cermin di depan sana. Alana menggigit bibir bawahnya dengan gugup. 'Apa yang laki-laki ini lakukan?! Kenapa dia memelukku seerat ini?!' batin Alana menjerit memaki Alex. Susah payah kini Alana melepaskan lilitan tangan Alex yang sangat kuat. Ia bahkan sampai kehabisan rasa sabar memukuli tangan itu. Senyuman tipis terukir di bibir Alex. Alana memekik dalam hitungan detik saat laki-laki itu kian mengeratkan dan menyandarkan kepalanya di pundak Alana. "Mama tadi pulang, mengajak kembar pergi dengan Papa. Ada urusan di luar kota," bisik Alex lirih. "Da-dan kau?!" pekik Alana masih menarik tangan Alex "Di sini, menjagamu. Supaya kau tidak nakal," bisiknya menggoda. Alana menipiskan bibir
"Mama kenapa tidak pulang-pulang? Sengaja ya, Mama meminta Alana berduaan terus sama Alex?!" Alana marah-marah pada Mamanya di telfon. Gadis itu duduk di sofa memeluk bantal kecil miliknya dan sesekali melirik laki-laki yang tengah duduk sibuk dengan laptop yang dia tatap sejak tadi. "Pasti Mama sengaja kan?! Mama sedang liburan di sana? Mama tidak mengajak Alana, Mama malah mengajak anak-anak nakal itu, iya kan?!" pekiknya dengan nada sangat sebal. "Tidak Sayang, memang di sini Papa ada beberapa urusan dan belum bisa pulang. Alana jangan khawatir, Alex tidak akan macam-macam sama Alana," tutur Stella dari balik panggil itu. Alana mendengkus kesal, ia pun langsung menutup panggilan itu tanpa mendengarkan kata-kata Mamanya. Alex meliriknya dan menatap bibir Alana yang cemberut. Sengaja Alex membuatnya sebal, ke mana saja Alana melangkah maka ia akan terus mengikutinya. "Pintar merajuk, hem?" Alex mengusap pipi Alana dan mendekatkan wajahnya. "Diam, jangan ganggu!" Alana mendoron
Setelah beberapa hari di rumah hanya dengan Alex yang selalu memperhatikannya, meskipun Alana kadang mengusirnya, mengunci pintu untuknya, tapi laki-laki itu tetap setia menjaganya dengan baik. Hingga kini Alana duduk di sofa ruang tamu menatap Alex yang sibuk berkutat dengan laptop-nya sejak satu yang lalu. "Apa kau tidak mengantuk?" tanya Alana tiba-tiba. Alex seketika mengangkat wajahnya. "Memangnya kau mengantuk, hem?" tanya balik laki-laki itu. Alana tidak memberikan jawaban, melainkan ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malan. Laki-laki itu meletakkan bantalan sofa di sampingnya. "Tidurlah di sini, aku akan menemanimu." "Tidak mau. Kau pasti mencari-cari kesempatan dariku," jawab Alana drngan bibirnya cemberut. "Ya sudah, tidur di kamar saja sana, aku akan melanjutkan pekerjaanku sebentar," ujar Alex tersenyum tipis. Alana tersenyum tipis. "Aku akan menghubungi Papaku kalau aku kecewa dan benci dijaga olehmu!" ujar Alana tiba-tiba. Mendengar apa
"Akhirnya kita sampai rumah juga! Aaa... Tidak sabar ngasih kejutan buat Mommy!"Teriakan Kenzo melengking saat ia berlari membuka pintu rumah dan masuk ke dalam diikuti kembaranya yang berjalan menyeret tas koper miliknya yang di dalamnya penuh dengan banyak oleh-oleh. Kenzi dan Kenzo berdiri di bawah anak tangga menatap ke lantai dua di kamar Alana. "Heum, kok sepi?" Kenzi mengerjapkan kedua matanya. "Mommy ada di kamar!" seru Kenzo berlari naik ke lantai dua. Anak-anak itu berjalan menuju ke kamar Alana, mereka membuka pintu kamar itu dan menemukan Alana yang tertidur nyenyak di atas ranjang dan Alex yang duduk menyangga kepalanya di sofa dengan wajah terkantuk-kantuk. "Psss... Psss... Daddy!" Suara bisikan itu membuat Alex membuka kedua matanya lebar-lebar, ia menoleh ke arah pintu di mana Kenzi melambaikan tangan dan tersenyum lebar. "Kalian?! Sudah pulang?!" pekik Alex lirih. Seketika si kembar berlari masuk ke dalam kamar Alana dan langsung menubruk memeluk Alex penuh k
Sejak semalam Alana mengusir Alex dan si kembar, hingga pagi ini ia tidak melihat lagi mereka bertiga di rumah. Alana menuruni anak tangga dan berjalan membuka pintu samping rumahnya. Taman pun juga sangat sepi, tidak ada siapapun. Alana menundukkan kepalanya. 'Apa mereka tersinggung dengan ucapanku? Tapi mereka kan memang anak-anak yang berisik. Aku jujur, kan?' batin Alana dengan resah. "Sayang, sedang apa di sana? Ayo sarapan dulu, Mama sudah buat sup ayam kesukaanmu. Ayo makan dulu," ajak Stella merangkul pundak Alana. "Ma, anak-anak nakal ke mana?" tanya Alana menatap sang Mama. "Kenzo dan Kenzi?" Stella tersenyum tipis. Alana hanya mengangguk dan duduk di kursi ruang makan tepat di samping sang Papa. "Bukannya mereka anak-anak yang berisik? Jadi kan kalau begini sepi, tidak ada yang mengganggu Alana," ujar Frans menyahuti. Ucapan Papanya yang begitu menyinggung, membuat Alana kembali meletakkan sendok yang baru saja ia pegang. Gadis itu terlihat sebal dan wajahnya jadi m
Malam ini si kembar menjalankan aksinya. Mereka sibuk menata beberapa makanan di atas meja yang berada di teras belakang.Rencana mereka malam ini tidak boleh gagal sedikitpun. Kenzo dan Kenzi sudah merancangnya matang-matang. "Nyalakan lampunya!" seru Kenzo menatap sang adik. "Siap Boss!" Kenzi menekan saklar lampu, cahaya lampu taman yang biasanya remang-remang, malam ini disulap menjadi sangat terang oleh si kembar atas bantuan Papa mereka. "Yeah! Kerja bagus!" pekik Kenzi menatap pepohonan di taman yang kini terang karena lampu-lampu kecil yang sengaja dugantung di sana. "Daddy! Mantap!" Kenzo mengacungkan jempolnya pada sang Papa. Alex terkekeh gemas. "Lanjutkan rencana kalian. Ingat Sayang, jangan membuat Mommy kalian sampai kesal, paham?!" Usapan tangan Alex mendarat di pucuk kepala kedua bocah itu beserta kecupan di pipi mereka. "Siap Daddy, sekarang Daddy sembunyi ya, nanti kalau kita sudah masuk ke dalam rumah, Daddy bisa berduaan sama Mommy," terang Kenzi pada sang
"Mom, bagaimana hadiahnya semalam? Suka kan? Mommy... Jawab dong!" Kenzo dan Kenzi menarik-narik kedua lengan Alana bersamaan ke kanan dan ke kiri. Semanta Alana baru saja terbangun dari tidurnya sudah digaduhi oleh kedua anak kembarnya yang sangat berisik ini. "Astaga, kalian tidak bisa lepaskan tangan Mommy dulu, hem?" Alana merengut kesal. "Eh, maaf Mommy. Tapi Kenzo mau tanya... Hadiah semala, Mommy suka?" tanya anak itu lagi."Suka," jawab Alana tersenyum manis. "Tapi, Mommy tidak mau memakainya dalam waktu dekat ini." "Hah? Kenapa? Bukannya Mommy suka? Kalau suka kan harusnya dipakai." Kenzi beralih naik ke atas ranjang dan duduk di pangkuan Alana. Mungkin biasanya Alana akan marah saat mereka mendekatinya apalagi sampai meminta pangku begini. Kedua tangan Alana melingkar memeluk tubuh-tubuh mengil putranya. Alana mengembuskan napasnya pelan. "Mommy menyimpan banyak sekali rasa sakit, bukan berarti Mommy tidak sayang pada kalian berdua dan tidak akan menuruti apa yang ka
Kenzo mendengkus pelan, di sekolah barunya ia merasa malas dan tidak asik seperti saat di Barcelona. Terlebih lagi ia jauh dari Ayumi dan juga Celine, teman-temannya yang paling Kenzo pikirkan. "Aku kangen Ayumi," ujar Kenzo tiba-tiba. Kenzi yang duduk di sampingnya menoleh dan mengangguk. "Sama. Biasanya jam istirahat kita main bersama-sama," jawab Kenzi mencebikkan bibirnya. "Kepikiran juga sama si mulut mercon, pasti dia ngamuk kalau kita tinggal pulang ke sini," seru Kenzo mendongak menatap langit biru dari jendela kelasnya. "Heem, begitulah."Suara bel kelas berdering keras. Tanda jam pelajaran akan dimulai sebentar lagi. Kenzi pun mengeluarkan buku peliharannya, dan Kenzo masih diam melamun. Anak itu mengambil sesuatu dari dalam tas miliknya. Ia cemberut sedih. "Ayumi," lirih Kenzo menatap origami burung kertas yang pernah Ayumi berikan padanya untuk pertama kali. Kenzo tidak menyangka kalau ia akan merasa sesedih ini meninggalkan teman-teman dekatnya. Ayumi dan Celine,
"Kedepannya, Daddy dan Mommy ingin kita sering-sering berkumpul seperti ini." Alana tersenyum manis, wanita itu menatap Yasmin yang menuangkan teh ke dalam cangkir masing-masing anggota keluarga. "Ayumi juga ingin Mom, apalagi suasana yang seperti ini. Menyenangkan sekali," ujar wanita muda itu duduk bersandar. "Ya, ini sangat jarang dan bahkan nyaris tidak pernah kita semua lakukan." Alana kembali menyahuti. Mereka bertiga berada di dalam rumah kaca yang sudah berdiri dengan indah lengkap dengan hiasan dan bunga-bunga indah yang berada di dalamnya. Suara gemericik air, dan udara segar di dalam tempat itu membuat semua orang betah. Termasuk Odette, bocah cantik itu yang meminta dibuatkan rumah kaca yang besar, seperti yang ada pada acara kartun yang dia tonton setiap hari. "Di mana Daddy dan kembar?" gumam Alana menatap ke arah pintu rumah kaca yang terbuka. "Ada kok Mom, Odette yang memanggil mereka," jawab Yasmin duduk di samping Ayumi. Tak lama setelah mereka mengobrol, mun
"Rasanya, seumur-umur dari kecil kita besar bersama menjadi anak Daddy. Tapi hanya Odette yang mendapatkan hadiah yang istimewa, Cucu perempuannya..." Kenzi mengangguk, dia terkekeh pelan dan duduk bersandar di teras meletakkan laptopnya. Mereka berdua duduk bersantai bersama. Meskipun sudah cukup lama momen untuk mereka berdua jarang terjadi lantaran sama-sama saling sibuk. "Apa kau akan kembali lagi ke rumah mertuamu dan tidak ingin menempati rumahmu yang dulu, Zi?" tanya Kenzo pada sang kembaran. "Orang tuanya Ayumi juga sama kesepiannya seperti orang tua kita, aku juga kasihan dan ingin menuruti permintaan istriku tinggal dengan orang tuannya," jelas Kenzi pada Kenzo. Helaan napas panjang keluar dari bibir Kenzo. "Rasanya seperti baru kemarin kita bertemu Daddy, kita tinggal berdua dengan Mommy saja, dianak haramkan oleh sebutan orang-orang. Sekarang kita sudah punya anak saja ya..." "Itulah, waktu berjalan dengan cepat." Di tengah mereka berdua yang bercanda, muncul Alan
Odette terdiam duduk di teras samping sendirian. Anak itu menatap pemandangan rumah kaca yang belum selesai dibangun. Ya. Odette lah yang meminta pada sang Kakek, dengan senang hati Alex mengabulkannya. Baginya, apa yang tidak untuk Cucu-cucu kesayangannya. "Odette, kenapa duduk sendirian? Kenapa tidak main sama adik?" tanya Alex, dia berdiri di belakang Cucunya dan anak itu diam menatap ke depan sana. "Odette menunggu rumah kacanya jadi, Opa," jawab anak itu dengan polos. Senyuman di bibir Alex terukir. Dari semua cucunya, hanya Odette yang sangat Alex sayangi. Bukannya pilih kasih, mungkin karena terbiasa dengan anak laki-laki, hingga dia merasa istimewa dengan adanya Odette di antara mereka semua. Laki-laki itu ikut duduk di samping Odette, sementara semua orang sibuk di dalam rumah, kecuali Kenzo yang sudah pergi ke kantor pagi tadi. "Kalau Odette ingin sesuatu, minta saja ke Opa, ya?" ujar Alex mengusap pucuk kepala anak perempuan yang cantik itu. "Kenapa Opa?" tanya Odet
Kedatangan Kenzi di rumah Alex membuat suasana menjadi banyak berubah. Ramai, meriah, dan bahagia karena semua keluarga Verolov berkumpul di sana. Wajah-wajah bahagia mereka tidak bisa disembunyikan, semua cucunya berkumpul dan bermain bersama. "Ya ampun, Odette cepat sekali besar hem? Sepertinya baru kemarin dititipkan di sini," seru Ayumi menekuk lututnya di hadapan Odette yang duduk sedang makan siang. "Kan Odette sudah besar, Tante. Usianya sudah lima!" seru anak itu. "Lima apa, Sayang? Lima hari? Lima minggu? Atau-""Lima tahun, Tante. Kata Ayah Odette sudah besar, sudah jadi anak gadis Ayah dan Ibu yang paling cantik!" serunya dengan wajah kesenangan. Semua orang di sana terkekeh. "Ikut Om Kenzi pulang ke rumah Adik Elvyn," ajak Kenzi mendekati anak perempuan satu-satunya dalam keluarga Verolov. Odette menggelengkan kepalanya. "Tidak mau. Nanti Ibu dan Ayah akan kesepian kalau Odette ikut Om dan Tante," jawab anak itu, ada-ada saja jawabannya. "Ajak saja kalau kau bisa,"
"Odette, kenapa main sendiri di luar? Ayo masuk ke dalam Sayang, anginnya dingin..." Kenzo berdiri di ambang pintu menatap sang putri yang bermain sendirian sore ini di teras depan rumah. Anak perempuannya itu menggeleng, dengan bibir mengerucut dia menolak ajakan sang Ayah dan tetap melanjutkan permainannya. Kenzo mendekati putrinya tersebut, ia mengusap pucuk kepala Odette dengan lembut."Kenapa lagi? Kenapa manyun begini, hem?" Kenzo merapikan rambut pirang Odette. "Ayo main di dalam, ini sudah malam, Sayang.""Tidak mau. Tidak mau ketemu adik," serunya menggelengkan kepala dan menolak tegas. Sudah Kenzo duga, sejak kejadian Odette dijambak oleh Rafael, anak itu pun tidak mau main bersama dengan adiknya. Dia lebih memilih bermain sendirian dan enggan ditemani siapapun. Yasmin juga sudah lelah menasihatinya, tapi putrinya keras kepala dan sekali tidak, maka dia benar-benar akan menolaknya. "Kakak, kan Kakak sudah besar Sayang. Jangan seperti ini yuk, kasihan Ibu," bujuk Kenzo
Yasmin membeli keperluan memasak dan camilan di sebuah pusat perbelanjaan. Ditemani oleh Kenzo, mereka berdua pergi bersama, tanpa Odette apalagi Rafael. Keduanya berjalan bersama, namun tak jarang banyak pada gadis ataupun wanita-wanita yang membuat Yasmin kesal, lantaran cara menatap mereka pada Kenzo membuat Yasmin ingin meneriakinya. "Heran, apa mereka tidak pernah melihat orang yang tampan?" omel Yasmin dengan nada kesal. "Ada apa?" tanya Kenzo, dia sendiri malah tidak sadar saat menjadi bahan tatapan orang lain yang berlalu-lalang di sekitar sana."Lihat mereka semua, Sayang. Apa tidak bisa mereka biasa saja menatapmu!" kesal Yasmin dengan nada geram. Kenzo pun tertawa melihatnya, dia menyipitkan kedua matanya pada Yasmin. Satu sikunya menyenggol pelan dengan sengaja, dia memang suami yang sangat amat jahil. "Aku rasa memang seperti ini resikonya menjadi laki-laki tampan." "Cih, percaya diri sekali!" balas Yasmin seraya mengambil sebuah camilan di sebuah rak. "Tentu saja
Dua tahun kemudian..."Ibu, Ibu... Rafael nakal! Dia terus gigit Odette, Ibu!" Teriakan keras itu berasal dari teras depan. Seperti biasa kalau keributan seperti ini sudah biasa terjadi setiap pagi. Odette tumbuh menjadi anak yang pintar, begitu pula dengan Rafael. Mereka tumbuh bersama dan selalu menghabiskan waktu bersama sebagai saudara yang saling menyayangi. "Rafael, jangan ganggu Kakak dong, Sayang!" Suara Yasmin membuat anak laki-laki itu cemberut, Rafael berdiri di dekat pintu membawa mainannya. "Ibu, nakal..." Anak itu berceloteh. "Eh, kok malam Ibu yang nakal?" Yasmin terkekeh mendengarnya, memang Rafael mulai belajar berbicara meskipun tak banyak, namun Yasmin bisa memahaminya. Odette kembali mendekati sang Ibu, anak perempuan itu tersenyum manis. Dia menekan gemas pipi adik laki-lakinya sembari terkikik geli. "Adik bilang Ibu yang nakal. Rafael tidak mau dibilangin ya," ujar Odette memeluk sang adik. "Odette, ambilkan botol minum punya adik di meja makan, Sayang,"
Rencana tidak mau pulang yang dilakukan oleh Odette berbuah hal yang membahagiakan untuk Alana dan Alex, pasalnya hal itu berhasil membuat Kenzo dan Yasmin pun ikut tinggal di sana.Odette kini ikut bersama Yasmin dan Kenzo pulang ke rumah untuk mengambil beberapa barang. "Ibu, bajunya Odette dibawa semuanya?" tanya anak itu membuka lemari pakaiannya. "Jangan Sayang, kita kan nanti juga akan pulang ke sini juga," jawab Yasmin pada sang putri. Anak itu mengangguk, dia mengambil beberapa bajunya dengan perlahan-lahan di dalam lemari. Meskipun terlihat sepele, namun Yasmin merasa berhasil mendidik anak itu dengan baik.Banyak hal yang Odette lakukan sendiri. Setidaknya di usianya yang masih sangat kecil, dia berusaha keras untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak menyusahkan orang tuanya. "Wahhh, anak Ayah sedang apa?" Suara Kenzo membuat Odette menoleh dan anak itu tersenyum menunjukkan deretan giginya. "Odette bantu Ibu, Ayah!" serunya dengan wajah berseri-seri. "Semangat sekali
Berita duka kematian sang Papa membuat Yasmin amat terpukul. Sejahat apapun Papanya memperlakukan Yasmin ketika masih hidup, namun dia tetaplah Papa kandungnya. Setelah pemakaman selesai siang tadi, Yasmin kembali pulang ke rumahnya. Wanita itu duduk diam di dalam kamar menatap jendela kamar yang terbuka lebar dengan angin berhembus kencang. 'Mama sekarang dan Papa sudah bertemu di surga. Padahal akhirnya, anak yang paling kau benci yang mengurus semuanya, Pa.' Yasmin membatin, dia mengusap wajahnya pelan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kepalanya pening karena terus menerus menangis. Dia juga meninggal Odette di rumah Mama mertuanya. "Sayang," panggil Kenzo, laki-laki itu membuka pintu kamar. Yasmin menoleh menatapnya. "Ada apa? Aku lelah sekali, kepalaku pusing." Laki-laki itu mendekat, dia berdiri membungkuk di hadapan Yasmin dan mengusap keningnya. "Istirahatlah," ucap Kenzo singkat. Telapak tangan Yasmin mencekal lengan sang suami. Kenzo pun akhirnya ikut bergabu