Malam itu, Julian kembali ke rumah bersama Amber. Perasaan lega bercampur dengan kecemasan mengisi hatinya. Dia tahu bahwa keputusan ini tidak akan mudah, tapi dia yakin itu adalah yang terbaik untuk masa depan mereka.Saat sedang bersiap untuk tidur, ponsel Julian bergetar. Sebuah pesan masuk dari Clara. Pesannya singkat namun mengerikan: “Jika kau tidak datang sekarang, aku akan bunuh diri.”Julian membaca pesan itu berulang kali, berusaha memahami niat Clara. Dia tahu Clara sedang dalam kondisi emosional yang buruk, tapi ancaman ini sangat serius. Selama beberapa jam, dia memikirkan langkah apa yang harus diambil. Akhirnya, dia memutuskan untuk pergi menemui Clara dan mencoba menghentikannya.Dengan hati yang berat, Julian meninggalkan rumah dan menuju apartemen Clara, tapi Clara tidak ada di sana, Tara asisten Clara memberitahu Julian bahwa Clara berada di hotel. Segera saja Julian menyusul ke hotel yang Tara sebutkan. Dia tahu ini bukan keputusan yang mudah, tapi dia merasa harus
Di ruang tamu yang nyaman di penthouse Julian, Amber duduk dengan cemas menunggu kepulangan si kembar. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang masa depan mereka, terutama mengingat situasi yang semakin rumit dengan Clara. Pintu depan berderit terbuka, dan Amber segera berdiri ketika Gracey masuk bersama Victor dan Violet yang ceria.“Mommy!” seru si kembar serempak, berlari ke arah Amber dan memeluknya erat.“Bagaimana hari kalian anak-anak? Kalian senang main bersama Grandpa dan Grandma?” tanya Amber dengan senyum penuh kasih, meskipun hatinya masih berat dengan kekhawatiran.“Kami bersenang-senang! Grandma mengajak kami bermain di taman,” kata Victor dengan antusias.Gracey tersenyum lembut, melepaskan mantel dan duduk di sofa. Amber mengarahkan pandangannya ke Gracey, penuh rasa terima kasih. “Terima kasih, Mom, sudah menjaga mereka hari ini.”“Tidak masalah, Amber,” jawab Gracey dengan lembut. Dia mengarahkan pandangan penuh arti kepada Amber, menyiratkan ada sesuatu yang penting
Clara memulai hari dengan percaya diri yang menggebu-gebu. Dia merasa di atas angin, yakin bahwa rencananya akan berhasil membawa Julian ke pelukannya. Amber dan Julian pasti sedang bertengkar, pikirnya, dan itu artinya Amber akan segera keluar dari kehidupan Julian. Clara merasa bahwa tak butuh waktu lama baginya untuk menggantikan posisi Amber.“Nona, apa agenda Anda hari ini?” Tara sudah bersiap seperti biasa.Clara tersenyum lebar, “tentu saja aku harus mempercantik diri, karena Julian akan segera datang padaku.”“Apa Nona benar-benar sudah tidur dengan Tuan Julian semalam?” Tanya Clara kemudian, “Nona benar-benar memastikan sperma Tuan Julian masuk ke rahim Anda, kan?”Tara hanya memastikan, sebab Clara adalah wanita yang ceroboh. Apalagi sebelumnya Clara sempat bermain-main dengan pria tidak jelas dari kelab malam. Bagi Tara, memastikan bahwa Clara tidur dengan Julian adalah hal penting. Sebab keberhasilan rencana menjebak Julian hanya bisa terjadi jika Clara benar-benar mengand
Setelah menghabiskan berjam-jam di salon kecantikan mewah di pusat kota Los Angeles, Clara merasa segar dan percaya diri. Rambutnya yang kini lebih mengilap dan wajahnya yang dipenuhi riasan sempurna membuatnya yakin bahwa Julian akan terpesona melihatnya. Dia tidak sabar untuk mengunjungi Julian di kantornya, dengan harapan bahwa rencana yang telah dijalankannya akan membuat Amber dan Julian bertengkar hebat, membuka jalan baginya untuk mengambil tempat Amber di hati Julian.Clara tiba di gedung kantor Julian dengan senyuman penuh percaya diri, mengenakan gaun yang elegan dan sepatu hak tinggi yang berderap di lantai marmer. Dia berjalan ke resepsionis dengan langkah pasti, meminta untuk bertemu dengan Julian.“Apakah Tuan Julian ada di kantornya?” tanya Clara dengan nada manis.Resepsionis mengangguk dan menghubungi Julian. Setelah beberapa saat, dia memberikan instruksi kepada Clara untuk menuju ke lantai atas. Clara menaiki lift dengan hati yang berdebar, membayangkan bagaimana di
Amber membawa Julian ke kamarnya dengan hati-hati, memastikan dia tidak terjatuh di sepanjang jalan. Julian terhuyung-huyung, tubuhnya berat karena pengaruh alkohol. Amber menuntunnya ke tempat tidur dan membantunya duduk.“Duduklah, Julian. Aku akan membantumu mengganti pakaian,” kata Amber dengan suara lembut namun tegas.Julian hanya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas, matanya setengah tertutup. Amber melepaskan jas dan dasi Julian, kemudian membuka kancing kemejanya satu per satu. Dia menarik kaus kakinya dengan hati-hati, memastikan Julian merasa nyaman. Setelah itu, Amber mengambil piyama dari lemari dan memakaikannya pada Julian.“Sekarang, berbaringlah,” ujar Amber sambil menuntun Julian ke posisi berbaring. “Aku akan membuatkan sup pereda pengar untukmu.”Amber pergi ke dapur, menyiapkan sup dengan cepat. Dia kembali dengan mangkuk sup hangat dan duduk di samping tempat tidur, menyuapkan sup itu ke mulut Julian. Julian menelan perlahan, matanya mulai tertutup lagi.Setelah
Julian menatap Amber dengan sorot mata serius, “tolong jangan menyerah.”jangan menyerah katanya? Amber tidak habis pikir. Dengan semua masalah ini, bagaimana bisa dia masih meminta Amber maju? Amber merasa hatinya semakin berat mendengar permintaan Julian. Semua perhatian dan kemewahan yang Julian berikan tidak bisa menutupi kenyataan bahwa hubungan mereka penuh dengan masalah dan ketidakpastian. Dengan tekad yang kuat, Amber berdiri dari kursinya.“Aku tidak bisa, Julian,” katanya dengan suara tegas. “Aku tidak bisa terus bertahan di tengah masalah seperti ini.”Julian menatap Amber dengan wajah yang penuh kesedihan. “Amber, tunggu. Aku bisa menjelaskan ….”Namun, Amber tidak mendengarkan. Dia berlari meninggalkan meja, air mata mulai mengalir di pipinya. Dia tidak mempedulikan tatapan orang-orang di restoran mewah itu. Yang ada di pikirannya hanyalah mencari pelarian dari semua tekanan yang dia rasakan.Amber berlari ke dek paling atas kapal pesiar, di mana angin laut yang dingin m
Mobil berhenti di depan rumah, dan Julian, Mark, serta Victor segera turun, bercanda dan tertawa di antara mereka. Sementara itu, Amber masih duduk di dalam mobil, menunggu Violet yang sedang mencari permen favoritnya yang terselip di antara kursi.“Permennya pasti ada di sini, Mommy,” gumam Violet sambil merogoh-rogoh celah kursi.Amber hanya bisa tersenyum lelah, namun tak sengaja raut sedih terpancar di wajahnya. Violet, yang lebih peka dan perasa, langsung menyadari perubahan itu. Dengan mata yang besar dan penuh perhatian, dia memandang ibunya.“Mommy … apa … apa Mommy baik-baik saja?” tanya Violet dengan suara kecilnya yang lembut.Amber terkejut, lalu berusaha tersenyum. “Iya, sayang. Mommy baik-baik saja. Kenapa tanya begitu?”Violet mendekat, memegang tangan ibunya. “Apa Daddy melakukan hal buruk saat kencan? Apa dia membuat Mommy sedih? Atau ... kencannya tidak menyenangkan?”Amber merasakan hatinya menghangat oleh perhatian putrinya. Dia menarik Violet ke dalam pelukan dan
Malam semakin larut, dan suasana di dalam tenda semakin tenang. Suara nafas teratur Victor dan Violet menandakan bahwa mereka sudah terlelap dalam mimpi. Julian menatap kedua anaknya dengan rasa sayang yang mendalam. Dia merasa lega bisa menghabiskan waktu berharga seperti ini bersama mereka.Dengan hati-hati, Julian mengangkat tubuh kecil Victor dan menggendongnya. Dia berjalan pelan keluar dari tenda dan menuju kamar anak-anak. Dia membaringkan Victor dengan lembut di tempat tidurnya, memastikan selimut menutupi tubuh kecilnya dengan hangat. Kemudian, Julian kembali ke tenda dan melakukan hal yang sama pada Violet, menggendongnya dengan penuh kasih sayang dan membawanya ke kamar. Amber hendak melangkah keluar sambil mengamati Julian dari kejauhan, merasa hatinya campur aduk. Saat Julian selesai dan kembali ke tenda, Amber berdiri dan berjalan menuju kamar tidurnya sendiri. “Anak-anak sudah tidur, kalau begitu, aku juga akan tidur.”Julian menahan tangan Amber, “sebentar saja, beri
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah beberapa bulan sejak Hector dan Hugo lahir, dan hidup Amber kini penuh dengan kesibukan. Setiap hari, dia terfokus mengurus dua bayi kembar mereka, sementara Julian mengambil alih tugas mengasuh Victor dan Violet setiap kali ada waktu. Gracey sering mampir dan kadang menginap untuk membantu Amber, memberikan sedikit kelonggaran dari tugas berat sebagai ibu baru.Suatu malam, saat mereka akhirnya bisa duduk berdua di sofa setelah anak-anak tertidur, Julian memandang Amber dengan lembut. Wajah istrinya terlihat lelah, tetapi tetap memancarkan kehangatan dan kasih sayang.“Amber,” panggil Julian pelan, membuat Amber menoleh. “Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Apa itu, Sayang?” Amber bertanya sambil menyesuaikan posisi duduknya, mencoba meredakan kelelahan di tubuhnya.“Aku ingin memberikanmu sesuatu sebagai hadiah,” kata Julian dengan serius. “Hadiah yang spesial.”Amber mengerutkan kening, sedikit terkejut. “Hadiah? Untuk apa?”Julian tersenyum han
Waktu berlalu dengan cepat, dan kehamilan Amber kini sudah mencapai bulan terakhir. Setiap hari terasa penuh dengan harapan dan kegembiraan. Ketika Amber dan Julian melakukan USG beberapa minggu sebelumnya, mereka terkejut dan senang mengetahui bahwa bayi yang dikandung Amber ternyata kembar. Namun, sebagai kejutan, mereka memutuskan untuk tidak mengungkap jenis kelamin bayi tersebut, menjaga agar momen kelahiran menjadi lebih spesial.Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Amber merasakan kontraksi yang semakin intens, dan Julian segera membawa Amber ke rumah sakit. Ketegangan dan kegembiraan memenuhi udara saat mereka memasuki ruang bersalin. Julian menggenggam tangan Amber erat, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas.“Grandma, sebentar lagi adik bayi akan lahir, ya?” tanya Violet dengan wajah polosnya.Gracey yang ikut ke rumah sakit mengangguk pelan, “iya sayang. Mommy akan melahirkan adik bayi untuk kalian.”“Apa prosesnya cepat?” tanya Victor dengan wajah khawatir, “bany
Pagi itu, Amber merasa tidak enak badan. Sudah beberapa hari terakhir tubuhnya lemah, disertai pusing dan mual yang semakin parah. Namun, hari ini, saat mereka mengunjungi rumah orang tua Julian, Gracey dan James, mual itu terasa lebih kuat. Amber dan Julian sengaja membawa si kembar, Victor dan Violet, untuk bermain di rumah kakek dan nenek mereka. Namun, suasana hangat yang biasanya menyelimuti mereka saat berkumpul kali ini terasa berbeda.Julian duduk di sebelah Amber di ruang tamu, matanya penuh kekhawatiran. “Sayang, kau terlihat pucat. Ada apa? Kau sakit?” tanyanya lembut.Amber mengerutkan kening, tangannya memegang perutnya. “Aku merasa pusing dan mual, tapi tidak demam.”Julian semakin cemas. “Ini sudah beberapa hari. Mungkin kita perlu ke dokter.”Sebelum Amber sempat menjawab, rasa mual itu datang lebih kuat. “Hoeekk!” Amber menahan muntah, lalu melambaikan tangan ke arah Julian. “Julian, tolong... menjauh sebentar,” pintanya dengan lemah.Julian mundur dengan bingung. Ini
Setahun telah berlalu sejak Amber dan Julian mengikat janji suci dalam pernikahan mereka. Kehidupan mereka yang damai penuh dengan cinta, kebahagiaan, dan tawa anak-anak yang mengisi rumah mereka. Namun, di balik senyum Amber yang selalu cerah, ada kegelisahan yang tak kunjung hilang. Meskipun pernikahan mereka telah memasuki usia setahun, Amber belum juga hamil lagi. Rasa cemas dan bersalah mulai menghantui pikirannya, terutama karena Julian dan anak-anak pernah sangat menginginkan kehadiran adik bayi untuk Victor dan Violet.Hari itu, setelah mengantar Victor dan Violet ke taman kanak-kanak, Amber memutuskan untuk duduk sejenak di taman sekolah, menikmati ketenangan pagi. Saat dia duduk, Amber melihat seorang wanita di bangku lain yang tampak kelelahan dan sedih. Merasa iba, Amber menghampirinya.“Hai, kau baik-baik saja?” Amber menyapa dengan lembut.Wanita itu, yang terlihat terkejut dengan perhatian Amber, tersenyum kecil meski kesedihan masih terpancar di wajahnya. “Oh, hai… Iy
Sepulang dari bulan madu yang indah dan penuh kenangan di Eropa, Amber dan Julian kembali ke rumah mereka dengan hati yang hangat. Namun, kehangatan itu segera terganggu oleh dua sosok kecil yang sudah tak sabar menunggu di depan pintu.“Mommy! Daddy!” teriak Victor dan Violet serempak, wajah mereka bersinar-sinar penuh antusiasme.Gracey mengikuti dibelakang mereka. Kemudian memeluk Amber dengan hangat. “Bagaimana? Kalian menghabiskan waktu dengan baik di sana, kan?”“Sangat menyenangkan, Mom,” Amber mengurai pelukan, dia memberikan bingkisan yang terpisah pada Gracey. “Ini hadiah yang khusus aku bawakan dari setiap negara yang kami kunjungi.”“Tidak perlu repot-repot, Sayang.” Gracey menerima bingkisan itu, “tapi karena ini dari menantu kesayanganku, akan aku terima dengan senang hati.”“Mommy, Mommy!” Violet membentangkan tangannya, “peluk Vio! Aku sangat rindu pada Mommy!”Victor ikut membentangkan tangan, “jangan lupa aku juga anak kalian.” Ucapnya dengan malu-malu.Julian berde
Segera setelah pesta pernikahan selesai, Julian membawa Amber pergi berbulan madu. Meninggalkan Victor dan Violet dibawah pengawasan Gracey dan James. Perjalanan mereka dimulai dari Paris, kota yang tak pernah kehilangan pesonanya sebagai tujuan romantis. Mereka tiba di Paris pada malam hari, disambut oleh gemerlapnya lampu kota dan Menara Eiffel yang menjulang megah, seakan mengucapkan selamat datang kepada mereka. Julian telah merencanakan segalanya dengan cermat. Dia memilih hotel yang elegan dengan pemandangan langsung ke Menara Eiffel.Malam pertama mereka di Paris dihabiskan dengan makan malam romantis di sebuah restoran mewah di tepi Sungai Seine. Di bawah sinar lilin yang redup dan dengan latar belakang Menara Eiffel yang berkilauan, mereka menikmati hidangan Prancis yang lezat, ditemani oleh alunan musik lembut yang dimainkan oleh musisi lokal.“Kita akhirnya di sini,” kata Julian sambil menggenggam tangan Amber di atas meja. “Ini adalah awal dari kehidupan baru kita, dan ak
Hari itu tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama oleh Amber dan Julian. Pernikahan mereka diatur dengan sempurna, setiap detail dipikirkan dengan seksama untuk memastikan bahwa momen ini akan menjadi kenangan indah seumur hidup. Para tamu mulai berdatangan, mengenakan pakaian terbaik mereka, memberikan suasana mewah tetapi tidak menghilangkan kesan hangat di sekitar gereja besar yang dikelilingi taman penuh bunga berwarna-warni.Di ruang tunggu pengantin wanita, Amber berkumpul bersama Gracey dan kedua anaknya, Victor dan Violet. Dengan gaun pengantin putih yang anggun, Amber tampak seperti sosok peri yang tenang dan penuh cinta. Matanya bersinar, tetapi di balik itu, ada sedikit kegugupan yang wajar. Ini bukan hanya tentang pernikahan, melainkan awal dari kehidupan baru. Tidak hanya baginya, tetapi juga bagi Julian, terutama Victor dan Violet.Gracey, mengenakan gaun biru langit, menghampiri Amber dengan senyum penuh arti. Dia telah melihat banyak perubahan dalam
Hari-hari menjelang pernikahan Julian dan Amber terasa seperti mimpi yang hampir menjadi kenyataan. Setelah sekian lama dilanda berbagai cobaan, akhirnya momen bahagia itu tiba juga. Julian yang perfeksionis, tak ingin melewatkan satupun detail dalam persiapan pernikahan mereka. Dia ingin pernikahan ini menjadi simbol cinta yang tidak akan pernah terlupakan oleh siapapun.Pagi itu, matahari bersinar cerah, seakan turut merayakan kebahagiaan mereka. Julian, Amber, dan si kembar, berkumpul di butik tempat mereka akan fitting pakaian pernikahan. Butik tersebut telah disulap menjadi tempat yang penuh dengan keanggunan, dihiasi dengan bunga segar dan kain-kain sutra yang menambah kesan mewah.Amber berdiri di depan cermin besar, mengenakan gaun pengantin putih yang anggun. Gaun itu terbuat dari sutra lembut yang membalut tubuhnya dengan sempurna, dihiasi renda halus yang menyatu dengan kulitnya, serta manik-manik berkilauan yang memantulkan cahaya lampu kristal di atasnya. Saat Amber melih
Seminggu setelah kejadian yang mengguncang keluarga Kingston, Amber akhirnya diizinkan pulang. Kondisinya sudah jauh membaik setelah melewati masa pemulihan yang intensif. Hari itu, Julian, James, Gracey, dan si kembar menjemputnya di rumah sakit.Saat pintu rumah sakit terbuka, wajah-wajah penuh harapan menyambut Amber dengan sukacita. Sementara Amber yang berdiri di ambang pintu tersenyum tipis penuh kehangatan. Si kembar lantas berlari kecil menuju Amber, wajah mereka bersinar dengan kegembiraan yang tak terbendung.“Mommy!” seru Victor dan Violet serempak, keduanya melompat ke dalam pelukan Amber dengan semangat yang menggebu-gebu.“Mommy! Aku merindukanmu!” ujar Violet yang semakin mengeratkan pelukan.“Aku juga!” seru Victor tidak mau kalah.Amber tidak bisa menahan air matanya. Dia merindukan anak-anaknya lebih dari apa pun selama masa pemulihan ini. Pelukan mereka adalah sesuatu yang dia impikan setiap malam di rumah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia membalas pelukan mere