Dua orang itu sekarang saling menatap. Sabrina kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Khale. "Apapun yang kami lakukan itu semua demi kamu Khale. Jadi tidak sewajarnya jika kamu marah atau membentak orang tuamu!" Sabrina marah."Demi kebaikanku? Kebaikan yang mana?" Khale berteriak marah. Dia melangkah maju untuk lebih mendekat pada kedua orang tuanya."Ibu tidak pernah memikirkan perasaanku. Bagaimana perasaan bersalahku pada Amala setelah tahu apa yang terjadi padanya. Kalian sudah menghancurkan kebahagiaan anak kalian sendiri! Puas kalian?" "Khale! Apa kamu tahu justru karena kami memikirkanmu makanya kami melakukan ini. Ibu tidak mau jika selamanya kita hanya menumpang pada keluarga Amala! Apa kamu tahu Khale, ayah kamu sudah terlalu lama mengabdi pada keluarga Amala. Ibu Amala itu dulu adalah kekasih Ayahmu, dan aku adalah kekasih ayahnya. Tapi mereka malah mengkhianati kami dan menikah. Kami menaruh dendam dan memang ingin membalas sakit hati kami pada mereka. Sengaja mendek
Kenan membuka komputer di hadapannya dan segera mencari tahu apa yang terjadi pada Perusahaannya. Seketika dia terbelalak.Grup Alazka berhasil mengakuisisi perusahaannya. Kenan benar-benar merasa dunianya seperti hampir kiamat. Kepalanya mendadak terasa begitu berat. Tangannya terkepal keras dan dia membanting apa saja yang ada di atas meja."Brengsek!" Dia mengumpat begitu keras.Asistennya ketakutan dan memilih pergi dari ruangan itu. Kenan jatuh lemas ke kursi kehormatannya. Kedua lututnya terasa lemas. Bayangannya sudah dipenuhi dengan kekhawatiran. Jika dia bangkrut bagaimana? Dia belum siap jika harus jatuh miskin.Dia merasa tidak sanggup berlama lama di Kantor ketika puluhan panggilan masuk dari beberapa rekan kerja yang menanam saham di perusahaannya. Sepertinya mereka sedang meminta penjelasan terkait anjloknya saham perusahaan.Sampai di rumah tentu istrinya terkejut melihatnya sang suami sudah pulang dan berwajah lesu juga pucat."Kenan, ada apa?""Berakhir sudah! Kita t
Sabrina dan Nathalie tentu saja takut mendengar suara Nathan yang sengaja dikeraskan oleh Amala.Mereka segera beringsut mundur."Nathalie, sebaiknya kita pergi saja. Bisa gawat kalau Presiden Alazka tau kita kesini dan mengganggu Amala." Bisik Sabrina.Nathalie sebenarnya belum puas berbicara pada Amala. Tapi dia juga takut jika harus menghadapi kemarahan Presiden Alazka. Jadi dia menuruti Sabrina untuk segera pergi dari sana."Amala, ada apa?" Nathan kembali bertanya."Oh, tidak ada apa-apa, Nath. Aku hanya ingin memastikan apakah kamu sudah sampai ke kantor? Aku khawatir karena kamu mengendarai mobil sendiri." Amala menjawab demikian setelah melihat dua wanita tak tahu malu itu sudah pergi dari depan rumahnya.Alasan Amala juga tepat, karena hari ini Nathan mengendarai mobil sendiri. Biasanya dia akan selalu dijemput oleh Kenzi."Hem.. aku sudah sampai. Jangan khawatir. Aku baru saja duduk di kantor." Jawab Nathan."Oke. Baiklah. Aku tenang sekarang. Sampai jumpa nanti siang ya?" A
Khale benar-benar dibuat dilema. Sisi lain dia sangat membenci Nathalie setelah mengetahui kebusukannya. Tapi disisi lain, dia merasa bersalah. Mencintai itu memang rumit. Ada kalanya seseorang akan nekat.Tetapi seperti apapun perjuangan seseorang seharusnya jangan melewati batasan. Khale termenung dalam keraguan. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Di dalam sana, seorang wanita yang sangat mencintainya sedang berjuang melawan maut, sementara dirinya sendirian.Dia tidak mau menghubungi orang tuanya lagi. Dia masih sangat marah. Lalu untuk menghubungi kedua orang tua Nathalie, dia tidak sanggup. Mereka sudah lama tinggal di luar negeri. Dia jarang dan hampir tidak pernah berkomunikasi dengan mereka. Tidak mungkin Khale akan menghubungi saat ini dengan membawa kabar buruk. Tapi jika terjadi apa-apa pada Nathalie bagaimana?Khale sungguh dalam keadaan kebingungan. Pada saat yang sama, seorang suster menghampirinya."Tuan, Dokter menunggu anda di ruangannya."Khale terkejut dan
Sudah ada satu Minggu Nathalie dirawat di rumah sakit. Baik mertua dan orang tuanya tidak ada yang tahu jika dia kecelakaan. Nathalie juga tidak ingin menghubungi mereka. Sabrina sepertinya memang sedang dalam keadaan tidak baik baik saja. Mengenai kebangkrutan Perusahaannya dan takut dengan kebusukannya terbongkar, dia memilih diam di dalam rumah tanpa peduli dengan Nathalie sang menantu yang sudah lama tidak pulang.Khale yang setia menemaninya. Nathalie sampai ragu dengan perhatian dan kepedulian Khale padanya. Khale tidak pernah seperti ini. Nathalie sering merasa takut. Takut Khale hanya sedang mengujinya. Membuatnya terbang tinggi setelah itu menghempaskannya.Dia semakin yakin setelah hampir satu harian ini Khale tidak datang menengoknya. Padahal tadi pagi Khale sempat merawatnya. Memberinya sarapan dan membantunya meminum obat. Lalu berpamitan akan pergi sebentar saja. Tapi ini sudah sore. Khale tidak kunjung datang.Air mata Nathalie jatuh tak terasa, memikirkan betapa hinan
Kehidupan mulai berjalan Normal. Amala Knight kini telah dikenal publik sebagai istri dari Nathan Alazka melalui sebuah pesta pernikahan yang mereka gelar secara besar-besaran seminggu yang lalu. Bersama dengan penyematan nama belakang Glen, lebih tepatnya penggantian nama belakang. Glen Alazka.Saat ini Amala telah menjalani kehidupan yang baik bergelimang kasih sayang dan cinta dari Nathan Alazka. Juga bergelimang harta tanpa harus susah payah merebut harta warisan keluarga Knight miliknya.Glen pun sangat senang. Dia bahagia karena telah melihat kedua orang tuanya telah bersatu. Harapannya sekarang tinggal menunggu seseorang adik keluar dari rahim mamanya. Dia pasrah, apakah itu akan perempuan, laki-laki atau kembar sekaligus. Glen merasa kesepian. Apalagi Amala sekarang lebih sering pergi ke perusahaan.Tapi harapan Glen dan Kakek ternyata harus sia-sia. Amala tidak kunjung hamil. Segala macam cara sudah ditempuh oleh Nathan dan juga Amala, tapi tetap saja. Sementara kabar kelu
"Ini dompetmu. Dan ini uang Tuan tadi yang belum sempatku terima, sudah jatuh duluan ke tanah." Daniah mengulurkan selembar uang kertas ratusan ribu dan dompet milik Glen.Glen menerimanya, kemudian mengulurkan kembali uang itu."Untuk air mineralmu saja.""Tidak ada kembaliannya Tuan. Tidak apa apa, tidak usah dibayar kalau begitu."Glen tertawa kecil."Ambil saja kembaliannya.""Benar Tuan?" wajah Daniah langsung terlihat senang.Glen mengangguk kecil."Ah, terimakasih Tuan. Terimakasih. Dari pagi tadi aku belum mendapatkan uang. Aku akan membeli nasi goreng dengan uang ini." nada ucapan Daniah terdengar sangat senang."Kamu belum makan?" Glen bertanya."Eh, iya. Belum, Tuan.""Sejak pagi?"Daniah tidak menjawab tapi hanya menunduk saja.Glen langsung tahu jawaban wanita itu, dia membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang."Ini untukmu. Belilah makanan yang banyak.""Tidak perlu Tuan. Tidak perlu. Ini sudah cukup." jawab Daniah, dengan cepat sambil menggoyangkan tangann
Sebuah tamparan tangan yang cukup keras mendarat di pipi Daniah, dan langsung meninggalkan bekas lima jari disana. Wanita muda itu jatuh tersungkur di lantai. Dia mengusap pipinya yang terasa perih. Air matanya jatuh ke pipi. Daniah menangis tanpa suara."Sudah ku peringatkan! Jangan pernah mencampuri urusanku! Sudah untung aku mau menikahimu dan menampungmu di sini. Tahu diri kamu, Daniah!!! Dasar pembawa sial!" Umpat Ricard."Maaf Mas. Aku hanya ingin mengingatkan." Suara serak milik Daniah tanpa berani menatap wajah garang milik Ricard, pria yang sudah menikahinya tiga bulan terakhir ini."Tidak perlu kamu mengingatkan aku. Dengar Daniah, kamu sudah menghancurkan hidupku. Dan aku pun mau hidupmu juga hancur sepertiku!" Bentak Ricard tangannya terangkat lagi.Tapi Kayla yang menyaksikan itu mencegah perbuatan Ricard. "Sudah Ric, sudah!" Dia memegangi tangan Ricard dan menarik tangannya." Sudah sayang. Kasian, dia juga kan wanita. Masa iya kamu berlaku kasar padanya. Jangan mengotor
Fic tidak menyadari perasaan yang tumbuh di antara mereka. Orang lain juga sama, tidak ada yang tahu apa yang tersimpan di dalam hati Ellena. Namun, suatu saat Ellena tidak mampu menahan lagi dan mulai mengekspresikan perasaannya dengan lebih jelas. Fic hanya menganggap bahwa Ellena begitu karena belum dewasa dan belum mengerti perasaannya. Suatu hari, Ellena yang sudah bukan remaja lagi, mengungkapkan perasaan cinta yang selama ini terpendam.Fic merasa seolah tersambar petir dan sulit memahami apa yang sedang terjadi. "Mana mungkin?" batin Fic. "Aku hanya seorang kepala pelayan, dan usia kita terpaut jauh. Aku bahkan bisa jadi pamanmu, nona!" Namun, Ellena sama sekali tidak peduli dengan alasan tersebut. Ia nekad melakukan apapun untuk bisa bersama Fic. Perasaan Ellena semakin memuncak dan menghempas rasa ragu di hatinya. Fic kini terjebak dalam dilema, antara menerima perasaan Ellena atau tetap pada prinsipnya. Ketika akhirnya ia mulai merasakan getaran yang sama dalam hatinya, ia
"Diam!" Ellena bersikukuh, masih saja melanjutkan pekerjaannya. Lalu mengambil celana Fic dan meminta Fic untuk mengenakannya dengan sabar.Fic hanya bisa menurut. Ellena memakaikan kemeja putih pada Fic, mengancingkan baju itu."Ellena, aku bisa sendiri." menarik tangan Ellena hingga tubuh Ellena menabrak dadanya."Aku ingin melakukannya Fic. Dengan begitu, aku semakin bahagia." Ellena melepaskan tangan Fic, sekarang memasangkan dasi untuk Fic."Nona."Ellena masih belum selesai merapikan rambut, baju dan dasi Suaminya."Sudah rapi. Tinggal jas nya saja. Dipakai sekarang apa nanti saja?"Fic tak menjawab pertanyaan Ellena. Masih senantiasa menatap wajah Ellena."Fic.""Bisa menikahimu saja, sudah membuatku tak berhenti bersyukur. Jangan melakukan ini lagi. Itu membuatku merasa bersalah."Ellena dengan lembut menarik tengkuk Fic, menciumi wajahnya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin melakukan ini setiap pagi. Kau tidak boleh melarangku, atau aku akan mengadu pada Ayah. Kau sudah men
Fic menarik nafas dalam-dalam dan tersenyum, "Baiklah, Tuan. Jika Anda telah mempercayai saya, saya tidak ingin mengecewakan Anda. Tapi, bolehkah saya mencari pengganti diri saya sebagai Kepala Pelayan?""Ya. Tentu saja. Semua itu ku serahkan padamu. Siapapun yang kau pilih, aku yakin kau sudah memikirkannya dengan baik," jawab Glen dengan mata yang bersinar penuh keyakinan. Fic mengangguk mantap, memperkuat pernyataannya.Mereka kembali ke kamar masing-masing setelah obrolan itu selesai. Langkah mereka terasa lebih ringan, seolah sebuah keputusan besar telah berhasil dilewati bersama. Di balik pintu kamar, Fic tersenyum tipis, merasa yakin akan kebijaksanaan pilihan yang telah dipertimbangkan matang-matang.Malam mulai menggantikan siang. Fic melangkah perlahan, merangkak ke atas ranjang mengikuti Ellena yang sudah lebih dulu berbaring. Mata Fic tak henti memandangi wajah Ellena, tersenyum padanya dengan penuh kebahagiaan. Sejenak Fic merasa puas, menikmati momen itu. Setelah itu, p
"Ellena, ayo kemari, Nak." ajak Daniah ramah. Glen juga menoleh ke arah Fic dengan tatapan yang sama hangatnya, "Ayo Fic, ajak istrimu makan bersama kami."Fic mengangguk, menarik kursi untuk Ellena dan kemudian duduk di sebelahnya. Meskipun bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi ini, bahkan seringkali dia makan bersama mereka di masa lalu, namun suasana kali ini terasa berbeda. Fic merasa canggung, jantungnya berdebar kencang. Dahulu, dia hanya duduk di sini sebagai kepala pelayan yang setia. Namun sekarang, perannya telah berganti. Menjadi seorang menantu keluarga ini.Dua orang di hadapannya adalah sosok yang ia segani dan hormati selama ini, tuan dan nyonyanya. Dan tak disangka, kini mereka telah menjadi mertuanya. Fic menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang menjalar di seluruh tubuhnya.Daniah bergerak mengambil piring untuk Glen dan dirinya, lalu mengayunkan tangan ke arah piring Ellena dan Fic. Namun, tiba-tiba Fic menahan tangan Daniah. "Nyonya, biar saya
Lebih dari dua minggu sudah, Fic dan Ellena tinggal di villa puncak ini. Dan Pagi ini, Fic terlihat sibuk berkemas. Ellena duduk di samping tempat tidur dengan wajah murung dan bahunya yang terkulai. Semalam, Fic mencoba meyakinkan Ellena untuk pulang, bukan karena ia tidak ingin memenuhi keinginan Ellena untuk berlama-lama di sini, melainkan karena kekhawatiran terhadap rumah yang ditinggalkannya. Fic tak bisa menepis rasa cemas, terutama tentang kesepian yang pasti dirasakan Daniah tanpa Ellena sang putri.Setelah berbagai usaha Fic untuk merasuk, akhirnya Ellena mau pulang dengan imbalan janji berbulan madu ke Kampung halaman Ilham. Walaupun tampak masih belum sepenuhnya ikhlas, Ellena bertanya, "Jadi, setelah ini kita akan pergi ke Lampung, ya Fic?"Fic hanya mengangguk sambil mencium pucuk kepala Ellena, mengekspresikan rasa sayangnya padanya. Mereka berdua duduk di belakang mobil yang melaju perlahan meninggalkan Villa Puncak, tempat yang menyimpan begitu banyak kenangan manis
"Dasar sialan! Arg..!" bentak Keyan kesal, lalu meninju lengan Kimmy dan Khale bergantian. Tapi, perlahan ia ikut tertawa juga. Mereka masih terdengar tertawa bahagia, saling bercanda, sampai melangkah ke kamar masing-masing. "Besok, aku tidak mau lagi satu mobil dengan kalian! Mulai besok, kita akan membawa mobil masing-masing!" seru Keyan, wajahnya merah padam, sebelum menutup pintu kamarnya dengan keras.Sementara di sisi lain.Menuju Villa Puncak,Fic dengan lembut menuntun Ellena, melewati batu-batu hitam kecil yang tersusun apik di jalan setapak. Mereka berada di taman, tepat di luar Villa Puncak. Fic mengajak Ellena menuju bangku khusus yang lengkap dengan meja bundar berisi buah-buahan segar dan minuman yang menggoda. Fic mempersilahkan Ellena duduk, layaknya mempersilahkan seorang putri kerajaan. "Silahkan Tuan Putri," ucapnya sambil membungkukkan tubuh.Ellena tergelak dan menutup mulutnya dengan tangan. Ia duduk dan melihat sekitarnya, merasakan keindahan sore itu. "Ah Fic
Saat ini di kediaman Ken, Khale dan Kimmy melangkahkan kaki mereka ke dalam rumah dengan langkah gontai. Keyan menyusul dari belakang, tetapi mulutnya tak berhenti mengomel, mengumpat dua kakaknya yang sama sekali tidak menggubrisnya. Ketiga pemuda itu menghempaskan bokong mereka ke sofa dengan kasar, tak peduli dengan tas yang belum mereka taruh. "Aku kesal!! Hari ini aku kesal dengan kalian berdua!" ujar Keyan kesal sambil menunjuk kedua kakaknya."Apa sih anak ini?" balas Khale sambil melotot."Tau tuh!" Kimmy ikut melotot dengan wajah tidak senang.Keyan sudah berdiri, marah, dan menggerakkan tangannya hendak memukul kepala Kimmy, namun ditangkap oleh Kimmy. "Haha.. Keyan rupanya iri kepada kita, Khal. Dia tidak bisa mendekati wanita incarannya, berbeda dengan kita." ejek Kimmy sambil melepaskan tangannya dari Keyan. Khale hanya menanggapi dengan senyuman sinis, menambah rasa kesal Keyan semakin mendalam."Siapa bilang iri? Aku cuma ngerasa tidak dianggap oleh kalian. Kalian s
Mereka baru saja selesai menikmati hidangan makan malam. Fic duduk bersandar di sofa sambil menggelar lengannya ke arah Ellena yang duduk didepannya tanpa jarak. Ellena menyandarkan punggungnya di dada Fic yang hangat. Kedua tangan Fic membelai perut Ellena seolah memberikan rasa nyaman pada istrinya ini, sementara lehernya dielusnya dengan lembut. "Fic, kenapa saat yang tadi itu kamu mendadak menjadi cerewet sih?" Ellena bertanya dengan nada iseng, sambil tangannya asyik mengutak-atik ponselnya.Fic tersenyum kecil. "Siapa yang cerewet? Aku?" dia menanggapi dengan nada bercanda."Padahal kamu sedang kesulitan bernafas, aku hanya peduli dan mencoba mengetahui penyebabnya." Jawab Ellena."Susah bernafas? Memang kenapa, ya? Apa aku menekan tubuhmu terlalu keras? Sepertinya tidak." Fic berkata sambil melanjutkan elusan lembutnya di leher Ellena, tangannya kadang bergerak meraba-raba sekilas membuat Ellena menggelinjang. "Ya... aku tidak tahu. Rasanya sesak saja," jawab Ellena, sambil ter
Fic melucuti pakaian Ellena. Sekali lagi mengamati tubuh indah itu sambil tangannya bergerak aktif. Menyentuh semua itu tanpa terlewat.Fic menyisir setiap bagian tubuh Ellena dengan bibirnya. Hingga sampai pada Area sensitif. Fic merenggangkan kedua paha Ellena. Dan memposisikan wajahnya. Ellena menggeliat bak cacing kepanasan karena ulah Fic. Meremas kuat rambut Fic hingga berantakan."Fic, berhenti." nafasnya tersengal sengal.Fic mendongak, menatap wajah Ellena yang sudah memerah. Fic tersenyum, menyambar bibir itu. Hanya sebentar, lagi lagi turun perlahan dan kembali lagi ke area sensitif.Ellena menegang, Fic belum berhenti. Masih berada disitu. Fic benar benar ingin membuat Ellena menggelinjang tak karuan. Hingga Ellena menggoyahkan tubuhnya tanda tak sanggup lagi."Ah, Fic. Berhentilah. Ku mohon." Mendorong kepala Fic.Fic akhirnya berhenti , memandangi tubuh yang terus menggeliat itu."Fic. Kamu menyiksaku!"Fic hanya tersenyum, kembali menyerang wajah leher dan dada Ellena,