Mayor Jenderal berdiskusi dengan Letnan mengenai berita yang didapatkannya tadi. Beberapa demon terlihat muncul di hutan bagian selatan Kassel. Beberapa utusan prajurit divisi kavalier sudah bersiap untuk menghabisi para demon.
“Aku tidak memiliki prediksi bahwa demon akan muncul dalam jumlah yang lumayan banyak di hutan.” Perkataan Mayor Jenderal hanya direspon dengan anggukan oleh Letnan.
Dua kapten dari dua divisi yang berbeda yaitu kavalier dan datang menghadap kepada Mayor Jenderal.
“Kapten Bauer, apakah ini termasuk dalam prediksimu?” tanya Mayor Jenderal setelah dia memberi hormat kepada Mayor Jenderal.
“Tidak Mayor, bahkan saya dan subordinat saya memprediksi bahwa mereka tidak akan muncul dalam beberapa bulan ke depan. Meskipun begitu, sepertinya kemunculan mereka dari sumber yang sama meskipun tidak di lokasi yang tepat. Asumsi saya bahwa hanya beberapa celah l
Letnan permisi meninggalkan kantor Mayor Jenderal. Dia menuju kantornya yang terletak di sudut gedung. Tidak ada siapa pun yang melihat pergerakannya bersama bawahannya. Di dalam ruangan, terdapat tujuh orang berpakaian hitam.“Di mana kalian menemukan aura merah itu?” tanya Luigi sesampainya di ruangan. Mereka tidak perlu khawatir ada yang menguping karena ruangan itu sudah kedap suara.“Danau di Niestetal, Kapten.” Salah satu dari orang yang mengenakan pakaian hitam bersuara.“Tidak jauh dari sini rupanya.” Letnan Kolonel itu tersenyum sinis. Jika dia berhasil menangkap aura merah itu, tidak lama lagi rencananya akan terwujud.“Kau! Keluarkan bola hitam yang kupinta seminggu yang lalu!” Luigi menunjuk laki-laki yang berambut pirang. Dengan tunduknya, laki-laki itu mengeluarkan bola hitam dari jubahnya sesuai dengan perintah Luigi.
Kenan menghembuskan napasnya lega ketika sihir proteksinya bekerja dengan baik. Dia tidak menyangka waktu santainya di pinggir danau diinterupsi oleh segerombolan orang aneh berbaju hitam. Untung saja saat Kenan merasakan pergerakan gerombolan itu kembali ke danau, Kenan sudah membuka portal menuju Ulm dan memaksa Jen untuk kembali ke kastil.Kenan bersembunyi di atas pohon yang tinggi agar bisa mengawasi tujuh orang berbaju hitam itu mencari dirinya. Dia juga mengawasi laki-laki paruh baya yang mengenakan seragam putih berteriak memberi mereka instruksi. Berkat kemampuan mendengarnya yang sangat bagus, dia bisa mendengar tujuan mereka mencari dirinya, aura merah. Mereka memanggil dirinya aura merah. Sebelum mereka berdelapan hilang ke dalam kabut, Kenan bisa mendengar instruksi terakhir dari laki-laki berbaju putih.“Sialan!” Kenan mengacak rambutnya frustasi. Jika saja pelukis itu bisa menggambarkan ciri-ciri Kenan dengan
Protokoler sempat memberitahu bahwasannya calon prajurit memiliki waktu bebas untuk hari ini dan hari esok. Jika mereka ingin berjalan-jalan di kota harus meminta izin Kapten Administrasi. Karleen mengajak Lisette untuk menggunakan kesempatan yang mereka miliki pada hari ini. Tentu saja mereka akan mengajak Edwyn. Jika memungkinkan Karleen akan mengajak Warren dan Gunther untuk berjalan-jalan bersama.“Lisette! Dimana Edwyn?” tanya Karleen setelah berusaha mencari keberadaan Edwyn.“Dia sedang bersama teman-teman barunya,” jawab Lisette yang terdengar tidak bersemangat.“Apa kau ingin jalan-jalan ke pusat kota, Lisette? Jika kau ingin kita bisa pergi bersama Edwyn. Hmm, mungkin saja kita juga bisa mengajak Kapten Warren dan Komandan Gunther,” kata Karleen diakhir dengan kekehannya.“Boleh sekali Karleen! Tapi bagaimana kita bisa mengajak Edwyn pergi ber
Kenan yang duduk di belakang Conrad sangat antusias ketika mereka sudah sampai di tengah kota. Tidak jauh berbeda dari kota Ulm. Meskipun begitu, suasana yang diberikan jauh berbeda dibandingkan di Ulm. Conrad menepi di sebuah tempat yang sepi. Kebetulan di dekat mereka terdapat taman yang sedang kosong.“Kenan, tolong kau jaga sekitar. Aku ingin mengembalikan Apsel,” pinta Conrad yang sudah bersiap-siap membuka portal menggunakan tangannya.“Siap, Kak!” seru Kenan senang. Dia berjaga-jaga agar tidak ada orang yang melihat mereka. Tidak membutuhkan waktu lama Conrad sudah mengembalikan Apsel ke kendang. Dia juga tahu bahwa Jen sudah dimasukkan ke kendang oleh salah satu pekerja mereka.“Ayo kita jalan-jalan!” Kenan berseru menaikkan satu tangannya ke atas. Conrad tertawa ringan melihat tingkah mereka.“Kenan, sebentar!” Conrad menarik lengan Kenan dari
tampak antusias dengan rencana jalan-jalan mereka di pusat kota. Sedangkan Lisette dan Edwyn tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Karleen tidak mau menggangu kedua sahabatnya itu. Dia yakin saat mereka jalan-jalan nanti mereka berdua akan berbaikan secara natural.Lima belas menit mereka habiskan untuk perjalanan menuju pusat kota. Mata Karleen terbelalak saat melihat area pertokoan dan gedung yang tinggi. Suasana di sini jelas berbeda dengan Niestetal. Tidak hanya Karleen yang takjub, Edwyn dan Lisette pun sama. Mereka bertiga berjalan menyusuri jalanan yang rapi dan bersih itu.“Apa yang ingin kalian lakukan pertama kali di sini?” tanya Karleen membuka obrolan. Mereka bertiga berdiri, membentuk lingkaran kecil.“Bagaimana kalau kita melihat-lihat toko baju di sana,” jawab Edwyn. Dia menunjuk salah satu toko baju tepat di seberang mereka.“Boleh saja, kau in
Karleen dan Kenan saling menatap satu sama lain. Tanpa Karleen duga, laki-laki berambut silver itu mengulurkan tangannya pertama kali.“Kenan Freiberg, senang bertemu denganmu.”“Karleen Becker, senang bertemu denganmu juga,” balas Karleen berusaha ramah. Sebenarnya dia merasa sedikit aneh karena sejak tadi dia tahu bahwa Kenan menatapnya dengan intens.“Kau ingin membeli apa, Karleen? Bia raku bayarkan,” tawar Conrad.“Ah, tidak perlu Kak. Aku hanya akan membeli sapu tangan ini.” Karleen menunjuk sapu tangan berwarna hijau lumut itu. Meskipun warna sapu tangan itu lebih gelap dari mata Warren, Karleen berharap Warren akan senang menerimanya.“Hijau, huh? Aku tebak kau membelikan ini untuk Warren?” duga Conrad. Karleen memalingkan wajahnya malu.“Hehehe, bagaimana bisa kau mengetahuinya, Kak?&r
Conrad menatap Kenan dengan sedikit prihatin. “Kau, kenapa kau bertingkah tidak sopan seperti tadi? Mengapa kau berkata yang tidak-tidak di hadapan Karleen? Untung saja dia menamparmu tidak terlalu keras.”“Kak, d-dia siapa, hah? Katakan dengan jujur, dia sebenarnya siapa?’ tanya Kenan.“Bukankah kau sudah berkenalan dengannya tadi? Kau sudah tahu kan dia siapa?” Conrad seperti mengelak pertanyaan Kenan.“Bukan namanya, tapi hubungan anak itu denganmu apa? Bagaimana anak itu bisa terlihat mirip denganku. Bahkan dia sangat mirip dengan gadis kecil yang ada di mimpiku.”Conrad menelan ludahnya. Dia tidak siap menjawab hal yang sesungguhnya kepada Kenan.“Aku hanya sebatas teman dengannya. Kau tidak tahu bahwa Karleeen dari belakang sangat mirip dengan Ailsa? Coba kau lihat dia dari sini, kau bisa melihatnya kan?” kata Conr
Kenan memimpin jalan menuju Kafe. Karleen dengan susah payah menyamakan langkahnya dengan langkah kaki Kenan. Dia menatap Kenan dari samping sesudah dia berhasil menyamakan langkahnya. Wajahnya memang sangat tampan, tapi sikapnya barusan membuat dirinya merinding. Memang fisik itu belum tentu mencerminkan kepribadian seseorang.Karleen sangat yakin jika Kenan sepantaran dirinya. Namun, tubuh Kenan tidak kalah tunjang dibandingkan Warren membuat Karleen bertanya-tanya apakah laki-laki itu memang sepantaran dirinya atau lebih tua darinya.Mereka sampai di sebuah kafe yang lumayan luas. Dengan interiornya yang klasik, memberikan suasana yang nyaman bagi Karleen. Kenan langsung melihat-lihat buku menu yang terpampang di atas meja.“Kau ingin pesan apa?” tanya Kenan. Karleen bergedik setelah mendengar pertanyaan Kenan.“Mengapa kau bertanya? Kau ingin menrakrirku, huh?”&nbs