Kenan yang duduk di belakang Conrad sangat antusias ketika mereka sudah sampai di tengah kota. Tidak jauh berbeda dari kota Ulm. Meskipun begitu, suasana yang diberikan jauh berbeda dibandingkan di Ulm. Conrad menepi di sebuah tempat yang sepi. Kebetulan di dekat mereka terdapat taman yang sedang kosong.
“Kenan, tolong kau jaga sekitar. Aku ingin mengembalikan Apsel,” pinta Conrad yang sudah bersiap-siap membuka portal menggunakan tangannya.
“Siap, Kak!” seru Kenan senang. Dia berjaga-jaga agar tidak ada orang yang melihat mereka. Tidak membutuhkan waktu lama Conrad sudah mengembalikan Apsel ke kendang. Dia juga tahu bahwa Jen sudah dimasukkan ke kendang oleh salah satu pekerja mereka.
“Ayo kita jalan-jalan!” Kenan berseru menaikkan satu tangannya ke atas. Conrad tertawa ringan melihat tingkah mereka.
“Kenan, sebentar!” Conrad menarik lengan Kenan dari
tampak antusias dengan rencana jalan-jalan mereka di pusat kota. Sedangkan Lisette dan Edwyn tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Karleen tidak mau menggangu kedua sahabatnya itu. Dia yakin saat mereka jalan-jalan nanti mereka berdua akan berbaikan secara natural.Lima belas menit mereka habiskan untuk perjalanan menuju pusat kota. Mata Karleen terbelalak saat melihat area pertokoan dan gedung yang tinggi. Suasana di sini jelas berbeda dengan Niestetal. Tidak hanya Karleen yang takjub, Edwyn dan Lisette pun sama. Mereka bertiga berjalan menyusuri jalanan yang rapi dan bersih itu.“Apa yang ingin kalian lakukan pertama kali di sini?” tanya Karleen membuka obrolan. Mereka bertiga berdiri, membentuk lingkaran kecil.“Bagaimana kalau kita melihat-lihat toko baju di sana,” jawab Edwyn. Dia menunjuk salah satu toko baju tepat di seberang mereka.“Boleh saja, kau in
Karleen dan Kenan saling menatap satu sama lain. Tanpa Karleen duga, laki-laki berambut silver itu mengulurkan tangannya pertama kali.“Kenan Freiberg, senang bertemu denganmu.”“Karleen Becker, senang bertemu denganmu juga,” balas Karleen berusaha ramah. Sebenarnya dia merasa sedikit aneh karena sejak tadi dia tahu bahwa Kenan menatapnya dengan intens.“Kau ingin membeli apa, Karleen? Bia raku bayarkan,” tawar Conrad.“Ah, tidak perlu Kak. Aku hanya akan membeli sapu tangan ini.” Karleen menunjuk sapu tangan berwarna hijau lumut itu. Meskipun warna sapu tangan itu lebih gelap dari mata Warren, Karleen berharap Warren akan senang menerimanya.“Hijau, huh? Aku tebak kau membelikan ini untuk Warren?” duga Conrad. Karleen memalingkan wajahnya malu.“Hehehe, bagaimana bisa kau mengetahuinya, Kak?&r
Conrad menatap Kenan dengan sedikit prihatin. “Kau, kenapa kau bertingkah tidak sopan seperti tadi? Mengapa kau berkata yang tidak-tidak di hadapan Karleen? Untung saja dia menamparmu tidak terlalu keras.”“Kak, d-dia siapa, hah? Katakan dengan jujur, dia sebenarnya siapa?’ tanya Kenan.“Bukankah kau sudah berkenalan dengannya tadi? Kau sudah tahu kan dia siapa?” Conrad seperti mengelak pertanyaan Kenan.“Bukan namanya, tapi hubungan anak itu denganmu apa? Bagaimana anak itu bisa terlihat mirip denganku. Bahkan dia sangat mirip dengan gadis kecil yang ada di mimpiku.”Conrad menelan ludahnya. Dia tidak siap menjawab hal yang sesungguhnya kepada Kenan.“Aku hanya sebatas teman dengannya. Kau tidak tahu bahwa Karleeen dari belakang sangat mirip dengan Ailsa? Coba kau lihat dia dari sini, kau bisa melihatnya kan?” kata Conr
Kenan memimpin jalan menuju Kafe. Karleen dengan susah payah menyamakan langkahnya dengan langkah kaki Kenan. Dia menatap Kenan dari samping sesudah dia berhasil menyamakan langkahnya. Wajahnya memang sangat tampan, tapi sikapnya barusan membuat dirinya merinding. Memang fisik itu belum tentu mencerminkan kepribadian seseorang.Karleen sangat yakin jika Kenan sepantaran dirinya. Namun, tubuh Kenan tidak kalah tunjang dibandingkan Warren membuat Karleen bertanya-tanya apakah laki-laki itu memang sepantaran dirinya atau lebih tua darinya.Mereka sampai di sebuah kafe yang lumayan luas. Dengan interiornya yang klasik, memberikan suasana yang nyaman bagi Karleen. Kenan langsung melihat-lihat buku menu yang terpampang di atas meja.“Kau ingin pesan apa?” tanya Kenan. Karleen bergedik setelah mendengar pertanyaan Kenan.“Mengapa kau bertanya? Kau ingin menrakrirku, huh?”&nbs
Kenan berusaha menenangkan dirinya. Jarinya mengelap darah segar yang keluar dari hidung Karleen. Karleen tidak hanya mimisan, dia juga batuk-batuk. Bahkan batuknya semakin parah karena mengeluarkan darah. Darah dari batuk Karleen meninggalkan banyak bercak merah pada kemejanya.Pelayan dan pekerja di kafe itu terlihat panik melihat kondisi Karleen. Tidak lama berselang, Karleen kehilangan kesadarannya. Kenan meminta pertolongan kepada pekerja di kafe tersebut. Mereka tampak sedikit bingung mengatasi kondisi yang dialami Karleen.Conrad yang tahu siatusi seperti ini akan terjadi, masuk ke dalam kafe. Dia meninggalkan belanjaan Kenan di toko baju tadi.“Karleen!” panggil Conrad dengan panik. Dia langsung menggendong Karleen yang semula berada di pangkuan Kenan.“Kau! Jangan dekati Karleen!” ucap Conrad dengan lantang. Kenan terkejut karena Conrad terlihat sangat marah. Conrad m
Lisette yang mendengar sedikit keributan di belakangnya, membalikkan badan. Dia tidak menyangka Edwyn akan menyerang laki-laki berambut perak itu. “Edwyn!” teriak Lisette. Conrad yang tidak perlu menebak apa yang terjadi, sudah tahu kejadian itu akan terjadi. Sahabatnya Karleen, Edwyn pasti sepenuhnya menyalahkan Kenan. Apalagi mereka bertiga sudah bersama-sama sejak kecil. Mereka pasti tahu bahwa Karleen jarang sekali sakit dan tidak memiliki penyakit apapun.“Edwyn! Apa yang kau lakukan kepada Tuan ini?” tanya Lisette yang sedikit khawatir dengan kondisi Kenan.“Dia pantas mendapatkan tinjuan itu Lisette! Bagaimana bisa orang yang baru saja dikenal oleh Karleen, langsung memeluk Karleen?” Lisette tidak mengerti dengan ucapan Edwyn.“Maksudmu, dia memeluk Karleen?” tanya Lisette memastikan.“Iya, dia mengaku sendiri sendiri setelah aku tanya.&rdq
Kenan duduk termangu di koridor rumah sakit. Kedua tangannya mengepal. Jika saja dia tidak bertindak impulsif untuk memeluk Karleen, pasti Karleen tidak akan seperti ini. Dia sangat berharap Karleen bisa pulih dengan cepat. Ada banyak hal yang ingin dia katakan kepada kembarannya itu. Dadanya merasa sesak. Jika Conrad sudah mengenal Karleen sejak lama dan mengetahui bahwa Karleen merupakan kembarannya, mengapa Conrad menutup kebenaran itu dari dirinya?Ingin rasanya Kenan marah kepada Conrad. Jika Kenan tidak pernah bermimpi mengenai Karleen kecil, maka Kenan tidak akan pernah tahu bahwa dirinya memiliki saudara kembar. Kenan berusaha mengingat-ingat kembali segala kejanggalan selama hidupnya di kastil. Ada banyak keanehan yang dia alami dan tidak mungkin pernah dialami oleh anak-anak lain sebayanya.Sejak kecil dia hanya berada di kastil saja. Conrad tidak memperbolehkan Kenan untuk keluar dari kastil. Kenan juga dilarang untuk bermai
“Kau tidak usah khawatir, kondisi Karleen tidak parah. Dia sudah diberi injeksi dan hanya butuh istirahat saja,” jelas Conrad. Kenan tersenyum tipis.“Kau, apa yang sudah kau katakan kepada Karleen?” tanya Conrad dengan intonasi yang berbeda dengan sebelumnya.“A-aku bilang bahwa aku adalah kembarannya.” Conrad berdecak sebal mendengar jawaban Kenan.“Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu kepada orang yang baru pertama kali kau temui? Apa yang mendorong dirimu untuk mengatakan itu, hah? Kau kira dia akan percaya dengan kata-katamu?”“Kak, bukankah aku yang seharusnya bertanya. Bagaimana bisa kau menutupi kenyataan bahwa aku adalah saudara kembar Karleen?” Pupil mata Conrad membesar.“K-kau!” Conrad tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.“Aku sudah sangat yakin bahwa dia ada