Singapore
Sebuah kertas hasil pemeriksaan yang baru saja di dapat dari rumah sakit, dilempar ke atas tempat tidur. Lelaki itu sengaja datang ke luar negeri untuk melakukan pemeriksaan ulang setelah di Jakarta melakukan tiga kali test di rumah sakit yang berbeda-beda.
Dia hanya tidak percaya, sekelas dirinya yang hidup bersih dan tidak pernah berbuat macam-macam, bisa terjangkit penyakit HIV. Padahal tidak pernah berhubungan intim dengan siapapun, apa lagi memakai narkoba dengan jarum suntik yang tidak steril seperti yang dokter katakan ketika di Jakarta.
Lelaki itu menunduk, meremas rambutnya dengan menggemeretukan gigi. Sungguh, Penyakitnya telah membuatnya bingung dan akhirnya melakukan kesalahan fatal. Ya, dia baru saja membatalkan pernikahan impian dengan wanita yang sangat diperjuangkannya sejak lama.
Namun dia juga sadar diri, jika pernikahan tetap berlanjut, dia tidak mau istrinya nanti tertular HIV juga seperti dirinya. Dan yang pasti, kekasihnya itu akan berpikir macam-macam tentang dirinya. Mungkin seperti ini yang dinamakan cinta tanpa harus memiliki.
Semua barang yang berada di atas nakas seketika berserakan di lantai disapu habis oleh tangan kekarnya. Pria itu murka setelah sejak kemarin diam tanpa kata, padahal dia sedang bertengkar dengan isi kepala.
Brak!
Sekarang giliran gelas berisi air yang dilemparkannya.
"Penyakit ini salah! Aku tidak mungkin HIV, Tuhan. Kenapa Engkau memberikanku ujian seperti ini? Hah?!"
"Kenapa? Kenapa? Selama ini aku selalu menjauhi larangan Tuhan yang sering orang tua nasihatkan padaku! Tapi kenapa Engkau limpahkan juga penyakit seperti ini? Hah? Jawab?!"
Setelah lelah meracau, lelaki itu kini terduduk lemah. Dia memeluk lutut dan menenggelamkan kepalanya di sana. Sungguh, penyakitnya yang datang secara tiba-tiba itu telah merampas semua impian dan harapan. Menghilangkan rasa percaya diri menjadi berkecil hati.
Sebuah ponsel dikeluarkan dari saku celana jeansnya. Menatap potret seorang wanita yang dengan terpaksa dia tinggalkan sampai membuatnya berurai air mata.
"Maafkan aku, Shira. Aku telah merusak impian kita. Aku tidak berani jujur kenapa aku membatalkan pernikahan kita. Aku bingung, aku malu, aku takut prasangkamu akan seperti apa padaku. Walau begitu, aku akan tetap mencintaimu meskipun kamu telah dimiliki orang lain."
***
Jakarta
Sementara usai makan malam dari restoran, Jonathan menemui orang tua Shira selaku calon mertuanya. Sudah satu jam mereka berada di ruang tamu tersebut, membahas apa pun agar percakapan tetap hidup. Alhasil, David menjadi kagum pada cara Jonathan mengembangkan relasi bisnis dan memandang hidup. Termasuk sikap elegan menghormati seorang wanita.
Ya, menurut pengakuan Jonathan, dia sudah lama jatuh hati pada Shira saat pertama kali masuk ke perusahaannya menjadi sekretarisnya. Namun, karena Shira sudah memiliki tunangan, Jonathan hanya memendam cinta tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Sekali lagi terima kasih, Om, Tante, sudah meminta saya untuk datang ke sini. Semoga ini adalah awal yang baik untuk pernikahan saya dan Shira nanti. Jika ada keperluan lain untuk pesta, bisa hubungi saya."
"Baik, Nak Jonathan. Senang kami bisa langsung bertemu denganmu."
"Justru saya yang senang, dan malah menganggu waktu istirahat kalian."
Jonathan yang terbiasa dingin, sedikit berubah ramah ketika di hadapan orang tua Shira. Mungkin seperti itulah baginya persamaan antara cinta dan bisnis, tekad yang gigih akan mengalahkan karakter asli.
Shira dan orang tuanya pun mengantar Jonathan sampai ke teras depan. Melihat sang pria gagah yang mulai memasuki mobil mewahnya. Meninggalkan pelataran rumah setelah memberi salam hormat. Hari juga sudah cukup malam, Shira juga harus beristirahat karena esok pagi dia harus pergi.
Namun sebelum masuk ke kamar, Shira melihat dulu Sean yang ada di sebelah kamarnya. Adiknya sudah tertidur pulas. Entah bagaimana jadinya jika Sean masih bangun dan ikut menemui Jonathan. Apakah Jonathan akan risih, benci, atau simpati.
Melihat lelaki berumur 18 tahun itu, selalu mengingatkan Shira pada Farel. Karena mantan calon suaminya itu sangat akrab dengan adiknya. Farel tidak pernah malu mengajak jalan Sean dengan segala keterbatasannya. Bagi Shira dan Farel, Sean tetaplah sempurna meskipun penyandang disabilitas.
"Apa calon suamimu sudah tahu tentang Sean?" tanya Angeline di belakangnya, membuat Shira kaget atas kedatangan.
"Belum, Bu."
"Aku penasaran bagaimana reaksi calon suamimu nanti saat kamu mempunyai adik yang seperti ini. Semoga dia bukan hanya mencintai kelebihanmu, tetapi juga menerima kekurangan keluarga kita."
"Iya, Bu. Aku juga berharap begitu."
***
Sesampainya di rumah pribadinya, Jonathan disambut gembira oleh dua sahabatnya yang sudah menunggu lama. Dia adalah Frans dan Glen, yang sama-sama memiliki kekayaan selangit karena terlahir dari keluarga kaya raya.
"Bagaimana? Sukses?"
Jonathan mengedikkan bahu dan langsung melempar jas ke sofa "Seperti yang kalian lihat, apakah ada kegagalan di raut wajahku?"
Keduanya sahabatnya bersorak senang. Kemudian mereka merayakan keberhasilan Jonathan dengan meneguk minuman memabukkan di ruang tamu yang tampaknya sudah berantakan.
"Ini gila, bagaimana kalau Grace tahu?"
"Jangan bahas dia, aku tidak berselera membahas wanita itu."
"Ya sudah, jadi si Shira wanita pujaanmu itu sudah clear akan menikah denganmu?" tanya Glen.
"Jangan ditanya. Pasti mau! Siapa wanita yang tidak akan tergiur dengan ketampanan wajah kita bertiga, apa lagi ditunjang dengan kekayaan yang melenakan dunia?" timpal Frans sekenanya.
Glen hanya terkekeh."Benar itu, kalau kita mau juga, siapa wanita yang akan menolak jika kita ajak menikah. Cuman aku tidak mau menikah dulu, masih ingin bersenang-senang dengan banyak wanita. Hahaha ...."
"Sama, Bro. Karena wanita kalau sudah nikah itu auranya jadi beda, kurang enak ditatap lama-lama. Berbeda dengan yang belum menikah, segar terus ..., mungkin karena masih perawan ya? Hahaha!"
Sementara Jonathan hanya terdiam, dia merasa Shira tidak seperti itu. Bahkan dia belum melihat sirat cinta jikalu Shira menyukainya. Dia juga tidak melihat Shira menjadi wanita matrealistis meskipun ditawari apa pun. Namun begitu, Jonathan tetaplah senang. Karena wanita incarannya itu selangkah lagi akan menjadi miliknya.
Ya, karena Jonathan tidak akan pernah puas jika semua keinginannya tidak terpenuhi. Jika dia mau, maka dia harus memilikinya, bagaimana pun caranya. Tidak sia-sia Jonathan selama ini bersikap seperti yang David pujikan padanya tadi. Terutama, Jonathan telah berhasil membuat Farel meninggalkan Shira.
Seketika ponsel dalam saku kemejanya bergetar. Jonathan melihat layar yang menampilkan pesan masuk dari orang suruhannya.
[Ternyata dia ke Singapore untuk melakukan test juga, Bos.]
[Terus bagaimana dokter di sana? Apa mau menerima uang untuk memalsukan data?]
[Aman.]
Jonathan tertawa dalam hati. 'Terus saja melakukan test sampai ke rumah sakit ujung dunia sekalipun, dan bersenang-senanglah dengan penyakit HIV-mu, Farel. Kamu tidak akan lebih hebat dariku sekalipun kamu seorang raja!' Batinnya
Tibalah hari di mana Shira akan pergi ke suatu tempat bersama Jonathan. Mereka sepakat untuk bertemu di bandara jam delapan pagi. Sesampainya di sana, Shira dijemput oleh seorang wanita suruhan Jonathan untuk mengantarkannya ke ruang tamu VVIP. Tiga orang bodyguard telah mengelilingi Jonathan di ruang khusus yang begitu mewah, yang hanya ada dia di sana tanpa pengunjung bandara lain. Saat ini bosnya tampil stylish dengan memakai kaos T-shirt berwarna biru, dipadu dengan celana jeans dan sepatu sneakers hitam. Jonathan berdiri saat kedatangan Shira yang juga memakai baju santai tapi tetap sopan menawan. "Sebenarnya kita mau ke mana, Pak? Ke luar negeri?""Bapak lagi?"Spontan Shira menutup mulutnya. "Eh, maaf, Pak. Mmm ... maksudnya kita mau ke mana, Nathan?""Ke suatu tempat." Jonathan langsung saja memakai kaca mata hitam dan menggamit lengan Shira menuju pesawat jet pribadinya yang sudah siap, diikuti oleh tiga orang bodyguard di belakangnya yang tajam memantau sekitar. Siapa pu
"Eyang? Apa Eyang lihat Shira?" tanya Jonathan saat menuruni anak tangga dari kamarnya yang berada di lantai atas. Sementara Eyang sedang mengobrol dengan Argoputra di ruang keluarga, melanjutkan pembahasan pernikaha Jonathan."Tadi memang sama Eyang, dia di samping rumah dekat kolam, susul sana!" "Baik, Eyang." Jonathan mempercepat langkahnya. Namun tiba-tiba dia berhenti tatkala Shira sudah berganti baju dengan rambut basah kuyup. Dia keluar dari kamar Tsania bersama si empunya kamar."Apa yang terjadi denganmu?" "Tadi Shira terpeleset terus jatuh ke kolam," jawab Tsania seraya mengusap bahu Shira. Memperlihatkan raut kasihan, tetapi lain hal dengan isi hati."Ya sudah, ayo masuk!" Jonathan menggamit lengan Shira masuk ke dalam kamar Tsania. "Mau ngapain, Mas? Mau anu di kamarku?" selidik Tsania.Mata Jonathan melotot tajam. "Anu apa? Apa kamu tidak lihat rambut dia basah? Aku hanya ingin mengeringkan rambutnya!" ucap Jonathan ketus, kemudian berlalu masuk ke kamar. Tsania menge
Tanpa menunggu waktu lama, mobil mewah berwarna hitam itu berhenti di depan rumah sakit setelah sang pengemudi memberikan beberapa klakson pada setiap pengendara yang menurutnya memperlambat laju jalan. Sungguh, Jonathan menjalankan kuda besi itu seperti orang kesetanan. "Suster? Suster? Help me!"Dua orang perawat wanita tergopoh-gopoh membawa bangkar dari dalam. Bergegas Jonathan membawa Shira dari mobil dan menidurkannya di atas bangkar. "Quickly help her, she fainted!"Di dalam ruang IGD, Jonathan yang tidak tahu penyebab Shira bisa pingsan seperti itu, hanya bisa menjawab apa adanya saat seorang suster melakukan observasi. Berkali-kali Jonathan mondar-mandir ke sana ke mari saat dokter melakukan pemeriksaan. Pada saat itu, satu menit terlewati bagaikan satu jam baginya. Sangat lama bagi dia yang tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan. "Bagaimana keadaan Shira, Dok?" seloroh Jonathan saat dokter keluar dari ruangan. Dia adalah dokter Alex dari Jakarta yang bertugas di Singapore
"Aku tidak tahu, Shira. Tetapi Eyang akan sangat bersedih, apa lagi beliau kelihatannya sayang sama kamu.""Kenapa begitu?" Shira penasaran alasan apa yang membuat Eyang Sucia akan sesedih itu. Rasanya untuk pertemuan pertama, tidak akan ada hal spesial yang terikat secara batin. Pikiran Jonathan menerawang pada beberapa tragedi di belasan tahun silam. Kejadian memilukan pada kala itu mampu meninggalkan luka jangka panjang hingga membekas sampai sekarang. "Eyang Sucia trauma kehilangan, terlepas itu adalah aturan dari orang tuanya Eyang Sukma dan Datuk Datin, Eyang Sucia memperketat aturan turun temurun itu setelah kehilangan ayahnya, Datuk Datin, tiga tahun setelah Eyang Sukma meninggal. Aturan itu semakin diperketat setelah meninggalnya Eyang Kakung-kakekku. Kecelakaan pesawat yang telah menghilangkan banyak nyawa penumpang itu telah menenggelamkan Eyang Kakung ke dasar laut tanpa meninggalkan jasad untuk dipusarakan. Itu adalah tragedi kesedihan terberat yang pernah keluarga ini
Merasa usulannya sia-sia, cara terakhir untuk membatalkan pernikahan putranya adalah dengan meminta perempuan itu untuk meninggalkannya. Toh bicara pada Jonathan juga percuma, Berlin lebih tahu watak putera sulungnya. Maka saat menjelang malam, ketika semua penghuni rumah tertidur pulas, Berlin bergegas menemui Shira."Mami mau ke mana?" tanya Gerald saat ibunya akan masuk ke kamar tamu tempat di mana Shira berada. Berlin yang sudah memegang handel pintu tak langsung masuk, dia beralih ke puteranya yang sepertinya penasaran apa yang akan ibunya lakukan. "Mami mau meminta wanita itu untuk meninggalkan abangmu, Mami tidak sudi memiliki menantu seperti itu, seperti tidak laku pada perempuan berkelas saja!" ketusnya. Setelah mendengar penuturan Berlin, Gerald langsung menyeret lembut ibunya dengan memegang kedua pundaknya dari belakang untuk menjauh dari ruangan tersebut. "Mami tenang dulu, jangan seperti Tsania dan Celine yang gak sabaran," "Maksud kamu apa, Ger? Memangnya Tsania sa
"Aku baru bangun, Bu. Ini masih sangat pagi untuk mengetahui keadaan rumah, jadi aku tidak tahu apa-apa." Berlin menjawab apa adanya. Dia memang tidak tahu, tapi dia yang membuatnya pergi. "Serius Mami tidak tahu di mana Shira?" Jonathan kembali bertanya, merasa tidak puas akan jawaban sang ibu. Pasalnya, Jonathan tahu kalau perempuan yang telah melahirkannya itu awalnya tidak setuju atas keputusannya. Tidak heran jikalau Berlin melakukan sesuatu atas apa yang tidak disenanginya. Jonathan paham betul, wataknya yang ambisius adalah turunan dari sang ibu. "Iya, Honey. Kamu ini bertanya atau menuduh Mami?"Jonathan menggeleng. "Tidak, Mi."Eyang Sucia menghembuskan nafas kasar, karena tahu tidak akan pernah mendapat jawaban dari mulut menantunya sekalipun Berlin telah berbuat sesuatu. "Kita chek CCTV saja."Berlin tidak kaget mendengar ajakan Eyang pada puteranya. Karena CCTV yang menyorot pada saat Berlin menghampiri Shira ke ruang tamu kemarin, tidak akan pernah tampak. Tentu saja B
Hari berlalu, seorang pria berbalut jas hitam mengetuk pintu ruang kantor Jonathan. Tanpa menunggu persetujuan, pria itu langsung masuk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan sang boss yang dikenal penuh ketegasan. Pria itu bernama Steven. Orang-orang mengetahui hubungan di antara keduanya sebagai relasi bisnis, padahal faktanya dia adalah kaki tangan rahasia Jonathan."Bagaimana? Sudah selesai? Saya harap 24 jam waktu yang saya berikan padamu sejak kemarin, sekarang kamu membawa hal yang tidak sia-sia," imbuh Jonathan datar. Pria itu menaruh ponsel dan map yang dibawanya di atas meja yang menjadi penyekat di antara mereka. Kemudian membuka laman pertama yang menampilkan seorang foto perempuan. "Nona Shira diduga menjadi korban penculikan berencana. Kasus ini bisa sangat rumit dan aneh," pria jangkung itu memulai pembicaraan yang menjadi tujuannya datang ke kantor ini. Sementara Jonathan fokus pada gambar-gambar sang kekasih hati yang ditunjuk-tunjuk oleh pria di depannya. "Bisa
JakartaJika ada kemungkinan menemukan penghiburan dari tragedi kehilangan seseorang yang amat dicintai, itu adalah harapan yang perlu ada, bahwa barangkali semua yang terjadi adalah yang terbaik. Itu kalimat untuk orang yang tidak mau mencari jalan keluar seperti teman Jonathan sepuluh tahun lalu, saat temannya kehilangan kekasihnya pada tragedi pembunuhan. Jonathan tidak akan menganggap hilangnya Shira adalah yang terbaik, pria seperti dirinya bukan tipikal orang yang mudah pasrah. Meskipun Shira berada di ujung dunia sekalipun, Jonathan akan tetap mengejarnya penuh langkah pengharapan. Walau jasad yang ditemukan, akan didekapnya penuh ketulusan cinta."Glen?""Frans?""Apa menurutmu Shira akan ditemukan?'' tanya Jonathan pada kedua sahabatnya penuh keresahan.Seperti biasa, kedua sahabatnya itu akan langsung melesat ke rumah Jonathan ketika mendengar hal serius yang perlu didiskusikan. Frans dan Glen sudah menganggap rumah pribadi Jonathan sebagai basecamp untuk mereka bertiga."Ya
Moana menyalakan rekaman suara yang baru saja didapatkannya. Sontak kedua mata Berlin membulat sempurna, tak terima. "Apa yang kamu inginkan dariku, Moana?" Berlin menggemeretukkan gigi. Merasa kesal ternyata adik iparnya bisa berpikiran sampai merekam pembicaraannya. Dasar licik!"Tidak ada, hanya saja kamu tahu sendiri jika sampai rekaman ini sampai di tangan Mas Argo, oh ... atau sampai ke Eyang? yang lebih lagi, kalau sampai ke tangan Jonathan? Bagaimana? Bukankah kamu sangat menjaga image di depan putramu itu?" "Kamu mau apa? Kamu mau pembangunan puncak Blue Sun Company diatasnamakan Adijaya Property sebagaimana permintaanmu dua minggu yang lalu? jangan mimpi Moana! Aku mengembangkan perusahaanku di atas keringatku sendiri!""Walaupun dengan cara haram?" Moana menyinggung. Dia melipatkan tangan di atas perutnya. Tak ingin kalah angkuh dari kakak iparnya yang sudah tertangkap basah."Apa maksudmu, Moana? Jangan berani bermain-main denganku!" Berlin menunjuk tepat di depan wajah
JakartaJika ada kemungkinan menemukan penghiburan dari tragedi kehilangan seseorang yang amat dicintai, itu adalah harapan yang perlu ada, bahwa barangkali semua yang terjadi adalah yang terbaik. Itu kalimat untuk orang yang tidak mau mencari jalan keluar seperti teman Jonathan sepuluh tahun lalu, saat temannya kehilangan kekasihnya pada tragedi pembunuhan. Jonathan tidak akan menganggap hilangnya Shira adalah yang terbaik, pria seperti dirinya bukan tipikal orang yang mudah pasrah. Meskipun Shira berada di ujung dunia sekalipun, Jonathan akan tetap mengejarnya penuh langkah pengharapan. Walau jasad yang ditemukan, akan didekapnya penuh ketulusan cinta."Glen?""Frans?""Apa menurutmu Shira akan ditemukan?'' tanya Jonathan pada kedua sahabatnya penuh keresahan.Seperti biasa, kedua sahabatnya itu akan langsung melesat ke rumah Jonathan ketika mendengar hal serius yang perlu didiskusikan. Frans dan Glen sudah menganggap rumah pribadi Jonathan sebagai basecamp untuk mereka bertiga."Ya
Hari berlalu, seorang pria berbalut jas hitam mengetuk pintu ruang kantor Jonathan. Tanpa menunggu persetujuan, pria itu langsung masuk dan duduk di kursi yang berhadapan dengan sang boss yang dikenal penuh ketegasan. Pria itu bernama Steven. Orang-orang mengetahui hubungan di antara keduanya sebagai relasi bisnis, padahal faktanya dia adalah kaki tangan rahasia Jonathan."Bagaimana? Sudah selesai? Saya harap 24 jam waktu yang saya berikan padamu sejak kemarin, sekarang kamu membawa hal yang tidak sia-sia," imbuh Jonathan datar. Pria itu menaruh ponsel dan map yang dibawanya di atas meja yang menjadi penyekat di antara mereka. Kemudian membuka laman pertama yang menampilkan seorang foto perempuan. "Nona Shira diduga menjadi korban penculikan berencana. Kasus ini bisa sangat rumit dan aneh," pria jangkung itu memulai pembicaraan yang menjadi tujuannya datang ke kantor ini. Sementara Jonathan fokus pada gambar-gambar sang kekasih hati yang ditunjuk-tunjuk oleh pria di depannya. "Bisa
"Aku baru bangun, Bu. Ini masih sangat pagi untuk mengetahui keadaan rumah, jadi aku tidak tahu apa-apa." Berlin menjawab apa adanya. Dia memang tidak tahu, tapi dia yang membuatnya pergi. "Serius Mami tidak tahu di mana Shira?" Jonathan kembali bertanya, merasa tidak puas akan jawaban sang ibu. Pasalnya, Jonathan tahu kalau perempuan yang telah melahirkannya itu awalnya tidak setuju atas keputusannya. Tidak heran jikalau Berlin melakukan sesuatu atas apa yang tidak disenanginya. Jonathan paham betul, wataknya yang ambisius adalah turunan dari sang ibu. "Iya, Honey. Kamu ini bertanya atau menuduh Mami?"Jonathan menggeleng. "Tidak, Mi."Eyang Sucia menghembuskan nafas kasar, karena tahu tidak akan pernah mendapat jawaban dari mulut menantunya sekalipun Berlin telah berbuat sesuatu. "Kita chek CCTV saja."Berlin tidak kaget mendengar ajakan Eyang pada puteranya. Karena CCTV yang menyorot pada saat Berlin menghampiri Shira ke ruang tamu kemarin, tidak akan pernah tampak. Tentu saja B
Merasa usulannya sia-sia, cara terakhir untuk membatalkan pernikahan putranya adalah dengan meminta perempuan itu untuk meninggalkannya. Toh bicara pada Jonathan juga percuma, Berlin lebih tahu watak putera sulungnya. Maka saat menjelang malam, ketika semua penghuni rumah tertidur pulas, Berlin bergegas menemui Shira."Mami mau ke mana?" tanya Gerald saat ibunya akan masuk ke kamar tamu tempat di mana Shira berada. Berlin yang sudah memegang handel pintu tak langsung masuk, dia beralih ke puteranya yang sepertinya penasaran apa yang akan ibunya lakukan. "Mami mau meminta wanita itu untuk meninggalkan abangmu, Mami tidak sudi memiliki menantu seperti itu, seperti tidak laku pada perempuan berkelas saja!" ketusnya. Setelah mendengar penuturan Berlin, Gerald langsung menyeret lembut ibunya dengan memegang kedua pundaknya dari belakang untuk menjauh dari ruangan tersebut. "Mami tenang dulu, jangan seperti Tsania dan Celine yang gak sabaran," "Maksud kamu apa, Ger? Memangnya Tsania sa
"Aku tidak tahu, Shira. Tetapi Eyang akan sangat bersedih, apa lagi beliau kelihatannya sayang sama kamu.""Kenapa begitu?" Shira penasaran alasan apa yang membuat Eyang Sucia akan sesedih itu. Rasanya untuk pertemuan pertama, tidak akan ada hal spesial yang terikat secara batin. Pikiran Jonathan menerawang pada beberapa tragedi di belasan tahun silam. Kejadian memilukan pada kala itu mampu meninggalkan luka jangka panjang hingga membekas sampai sekarang. "Eyang Sucia trauma kehilangan, terlepas itu adalah aturan dari orang tuanya Eyang Sukma dan Datuk Datin, Eyang Sucia memperketat aturan turun temurun itu setelah kehilangan ayahnya, Datuk Datin, tiga tahun setelah Eyang Sukma meninggal. Aturan itu semakin diperketat setelah meninggalnya Eyang Kakung-kakekku. Kecelakaan pesawat yang telah menghilangkan banyak nyawa penumpang itu telah menenggelamkan Eyang Kakung ke dasar laut tanpa meninggalkan jasad untuk dipusarakan. Itu adalah tragedi kesedihan terberat yang pernah keluarga ini
Tanpa menunggu waktu lama, mobil mewah berwarna hitam itu berhenti di depan rumah sakit setelah sang pengemudi memberikan beberapa klakson pada setiap pengendara yang menurutnya memperlambat laju jalan. Sungguh, Jonathan menjalankan kuda besi itu seperti orang kesetanan. "Suster? Suster? Help me!"Dua orang perawat wanita tergopoh-gopoh membawa bangkar dari dalam. Bergegas Jonathan membawa Shira dari mobil dan menidurkannya di atas bangkar. "Quickly help her, she fainted!"Di dalam ruang IGD, Jonathan yang tidak tahu penyebab Shira bisa pingsan seperti itu, hanya bisa menjawab apa adanya saat seorang suster melakukan observasi. Berkali-kali Jonathan mondar-mandir ke sana ke mari saat dokter melakukan pemeriksaan. Pada saat itu, satu menit terlewati bagaikan satu jam baginya. Sangat lama bagi dia yang tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan. "Bagaimana keadaan Shira, Dok?" seloroh Jonathan saat dokter keluar dari ruangan. Dia adalah dokter Alex dari Jakarta yang bertugas di Singapore
"Eyang? Apa Eyang lihat Shira?" tanya Jonathan saat menuruni anak tangga dari kamarnya yang berada di lantai atas. Sementara Eyang sedang mengobrol dengan Argoputra di ruang keluarga, melanjutkan pembahasan pernikaha Jonathan."Tadi memang sama Eyang, dia di samping rumah dekat kolam, susul sana!" "Baik, Eyang." Jonathan mempercepat langkahnya. Namun tiba-tiba dia berhenti tatkala Shira sudah berganti baju dengan rambut basah kuyup. Dia keluar dari kamar Tsania bersama si empunya kamar."Apa yang terjadi denganmu?" "Tadi Shira terpeleset terus jatuh ke kolam," jawab Tsania seraya mengusap bahu Shira. Memperlihatkan raut kasihan, tetapi lain hal dengan isi hati."Ya sudah, ayo masuk!" Jonathan menggamit lengan Shira masuk ke dalam kamar Tsania. "Mau ngapain, Mas? Mau anu di kamarku?" selidik Tsania.Mata Jonathan melotot tajam. "Anu apa? Apa kamu tidak lihat rambut dia basah? Aku hanya ingin mengeringkan rambutnya!" ucap Jonathan ketus, kemudian berlalu masuk ke kamar. Tsania menge
Tibalah hari di mana Shira akan pergi ke suatu tempat bersama Jonathan. Mereka sepakat untuk bertemu di bandara jam delapan pagi. Sesampainya di sana, Shira dijemput oleh seorang wanita suruhan Jonathan untuk mengantarkannya ke ruang tamu VVIP. Tiga orang bodyguard telah mengelilingi Jonathan di ruang khusus yang begitu mewah, yang hanya ada dia di sana tanpa pengunjung bandara lain. Saat ini bosnya tampil stylish dengan memakai kaos T-shirt berwarna biru, dipadu dengan celana jeans dan sepatu sneakers hitam. Jonathan berdiri saat kedatangan Shira yang juga memakai baju santai tapi tetap sopan menawan. "Sebenarnya kita mau ke mana, Pak? Ke luar negeri?""Bapak lagi?"Spontan Shira menutup mulutnya. "Eh, maaf, Pak. Mmm ... maksudnya kita mau ke mana, Nathan?""Ke suatu tempat." Jonathan langsung saja memakai kaca mata hitam dan menggamit lengan Shira menuju pesawat jet pribadinya yang sudah siap, diikuti oleh tiga orang bodyguard di belakangnya yang tajam memantau sekitar. Siapa pu