Share

Bab 17 Buhul

Author: Dara Aksara
last update Last Updated: 2022-09-15 23:36:35

Sudah sangat larut saat Sarah sampai di rumahnya. Rasa lembab dan tidak nyaman memenuhi tubuhnya. Ia bergegas pergi ke kamar tanpa menyapa ibu dan ayahnya.

"Ah pelayan itu kenapa selalu lupa menghidupkan lampu kamarku." Sarah menggerutu mendapati kamarnya yang masih gelap.

Dengan langkah hati-hati Sarah mencari saklar lampu kamarnya. Keadaan yang gelap tentu menyamarkan pandangannya. Hingga saat ia hampir sampai pada posisi saklar, tangannya yang meraba-raba dinding tanpa sengaja memegang sesuatu.

"Akh! Apa itu?" Jerit Sarah.

Lalu hanya persekian detik lampu tiba-tiba menyala. Manik mata Sarah berusaha segera menyesuaikan dengan keadaan yang tiba-tiba saja menjadi sangat terang. Beberapakali ia mengedipkan matanya, berusaha menangkap jelas sosok bayangan yang ada di hadapannya.

"Aku sudah menunggu mu sejak pukul delapan malam, kira-kira sudah berapa jam aku menunggu di sini?" Suara bariton yang berat dan sedikit serak mengangetkan Sarah.

"Bima?" Sarah tak dapat menyembunyikan wajah ka
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 18 Bimantara dan Sarah

    Rinai di luar membuat suasana semakin syahdu. Dua manusia dengan balutan selimut bernama asmara semakin merasakan kehangatan. Bersiap menaiki lakara kehidupan percintaan.Beberapa kali obsidian hitam milik mereka bertatapan, seolah bertanya tanpa suara."Bima.." Sarah bergumam pelan.Bima menyentuh lembut bibir tebal milik Sarah. Memandanginya lama dengan tatapan rakusnya."Sebaiknya aku pulang sekarang." Bima menghembuskan nafas kasar.Lelaki itu berusaha mengubur nafsu yang sudah hampir menyelimuti seluruh tubuhnya."Satu saja, satu ciuman saja lalu kita bisa tidur," ucap Sarah.Entah apa yang Sarah pikirkan, sepertinya gadis itu sudah kehilangan akal."Tapi aku tidak yakin akan bisa berhenti setelah satu ciuman itu." Bima meremas bantal berusaha menyalurkan rasa frustasinya."Baiklah, tidur saja. Hanya berpegang tangan, seperti ini." Sarah berusaha menggenggam tangan Bima."Kamu gadis nakal Sarah." Bima tertawa kecil."Ayolah, kamu akan bergi sebulan. Aku rasa itu sangat lama." Sar

    Last Updated : 2022-09-20
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 19 Sawala

    Mengetahui kerabatnya akan datang besok, Sarah segera memacu kendaraannya menuju rumah yang ditempati oleh Amarta. Keluarganya tidak boleh tahu tentang Amarta, sekalipun itu orang tuanya.Sesampainya di sana Sarah mendapati Mbok Inah sedang menyapu halaman. Dengan tergesa-gesa Sarah segera masuk tanpa menyapanya.Pandangan mbok Inah mengikuti kemana Sarah pergi, "Ada apa lagi dengan Non Sarah?" gumamnya.Begitu masuk Sarah tidak melihat Amarta di ruang tamu. Ia langsung menuju kamar yang digunakan oleh Amarta. "Amarta! Bangun. Ada hal penting yang harus aku sampaikan." Sarah mengetuk pintu kamar cukup keras.Namun hening, tak ada jawaban dari dalam. Merasa tak dihiraukan, akhirnya Sarah terpaksa mendobrak pintu namun gagal. Ia mengusap lengan atasnya merasa kesakitan, dan tak lama kemudian pintu terbuka."Kenapa? Sepagi ini kamu sudah ribut!" Tanya Amarta tak peduli."Aku harus bicara serius. Ayo duduk." Sarah berjalan menuju sofa di ruang tamu."Sepagi ini? Oke baiklah." Amarta terl

    Last Updated : 2022-09-21
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 20 Ejawantah (Penjelmaan)

    Hapsari ketakutan karena bertemu kembali dengan pesaingnya yang masih muda dan cantik, sementara dirinya jelas terlihat sebagai nenek-nenek tua. Tangannya yang sudah gemetar menjadi semakin tak terkendali. Hal itu membuat keributan diantara orang-orang yang sudah mengantri ingin membeli gudeg Hapsari. Beberapa orang yang mengetahui sebelumnya Hapsari berbicara dengan Amarta mulai berspekulasi. Namun Amarta dengan santainya berlenggang meninggalkan tempat itu tanpa ada beban. Semua yang Hapsari lihat dan ketahui tentang Amarta akan menjadi asrar diantara mereka berdua. Sesampainya di motel Amarta langsung menelepon Sarah. Harus menunggu cukup lama sampai panggilan itu terjawab. "Sarah, kapan Hadi bisa mengantarkan ku ke Surabaya. Aku harus bertemu Diane." Suara dingin yang penuh tekanan terdengar oleh Sarah dari seberang sana. "Setelah ini aku harus memutus hubunganku dengan Amarta," batin Sarah. "Mungkin besok. Hari ini Hadi masih cuti." Sarah mejawab dengan lantang dari balik te

    Last Updated : 2022-09-22
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 21 Batu Ludira

    Setelah melewati berjam-jam perjalanan menuju tempat tinggal Diane, akhirnya Amarta dan Hadi tiba di sana.Sebuah panti khusus lansia yang sudah cukup lama berdiri. Itu dapat dilihat dari model bangunan dengan arsitektur khas kolonial Belanda.Bangunan bercat putih yang sudah usang dengan pilar-pilar besar di bagian depan. Terdapat cukup banyak jendela pada setiap sisi bangunan.Hadi turun bersama Amarta, ditangannya terdapat sebuah bingkisan berisi buah-buahan segar. Sementara Amarta membawa rangkaian bunga Krisan berwarna putih bersamanya."Buah tangan yang mungkin tidak akan sempat Diane makan," batin Amarta begitu melihat bingkisan itu."Mari, Non. Saya akan menanyakan pada petugas berapa nomor kamar Diane." Hadi mempersilahkan Amarta untuk menunggu di lobi, sementara dirinya bertanya pada resepsionis."Halo selamat siang, mau bertanya pasien bernama Diane ada di ruang nomor berapa?" Hadi dengan senyum bertanya pada petugas.Petugas perempuan berseragam oranye itu pun ikut terseny

    Last Updated : 2022-09-22
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 22 Hirap (Hilang)

    Melihat cahaya merah keluar dari celah pintu membuat Hadi khawatir. Tanpa berpikir panjang lelaki berkepala plontos itu menerobos masuk tanpa permisi.Saat pintu terbuka, Hadi melihat Amarta dengan sebuah batu bercahaya merah di antara dirinya dan Diane. Batu itu melayang dan jatuh tepat di atas telapak tangan Amarta."Diane...hidupmu berubah karena batu ini. Hal baik dan hal buruk semua berasal dari sini." Amarta menatap Diane yang mulai membuka matanya."Namun, seharusnya kamu ingat...yang menjadi dasar kekuatan batu ini adalah niat pada hatimu. Semakin besar obsesi di dalam hatimu, semakin banyak batu ini menyerap darahmu. Karena itulah batu ini dinamakan batu Ludira," lanjut Amarta."Sepertinya tidak ada gunanya aku menjelaskan ini sekarang, begitupun bila aku menjelaskannya dulu. Semua tidak akan berguna karena kamu bersikeras ingin bersama lelaki itu. Kita sahabat..aku bahkan menyayangimu seperti saudaraku sendiri. Tapi kamu memilih jalan yang sama denganku, dan sekarang kamu ha

    Last Updated : 2022-09-23
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 23 Senandika (Firasat)

    Hadi kembali ke kediaman Sarah dengan hati yang cukup lega. Ia tidak menyangka Amarta akan memberikan respon positif."Aku akan melaporkannya pada Nona Sarah besok pagi." Hadi langsung menuju kamar tempat ia tinggal di rumah Sarah.Keesokan paginya Hadi meghadap Sarah. Ia melaporkan semua, kecuali kejadian yang terjadi pada Diane. Entah mengapa hatinya terasa was-was karena sudah menjadi saksi atas kematian tidak wajar Diane, dan dia tidak mau menyeret Nona Sarah pada kemungkinan yang membahayakan."Amarta langsung menerimanya? Tanpa mendebat?" Sarah bertanya untuk kesekian kalinya pada Hadi."Iya Non, saya serius. Nona Amarta langsung setuju." Hadi menjawab sambil memperhatikan jalanan."Aneh...entah mengapa aku merasa ada yang janggal." Sarah menatap kearah luar jendela mobil."Sebaiknya Nona Sarah tidak memikirkan soal Nona Amarta lagi. Fokuslah pada acara besar yang sudah menanti." Hadi memberikan saran."Ya kamu benar. Aku rasa Amarta tidak sekejam itu. Kita sudah membantunya, ma

    Last Updated : 2022-09-24
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 24 Kembali

    Bunyi suara peralatan medis mengisi ruang kosong di mana Sarah berbaring. Orang tuanya berada di sana. Menemaninya yang entah dapat hidup kembali atau tidak."Bagaimana ini?" Tanya Bu Laela, suaranya sudah serak dan hampir hilang karena terlalu banyak menangis."Tenanglah Bu. Kita tidak boleh mengabari keluarga Bima dulu. Pernikahan masih jauh, jangan memberikan mereka kesedihan terlalu dini." Pak Agus berusaha menenangkan Istrinya.Samar-samar Sarah mendengar percakapan orang tuanya. Ia bisa mendengar namun tak bisa membuka mata."Dimana ini..." Sarah berdialog sendiri dalam pikirannya.Sarah tak ingat lagi dirinya ada di mana. Rekaman terkahir ingatannya memperlihatkan sebuah truk bermuatan berat melaju kencang ke arahnya. "Sebuah truk.. tabrakan, setelah itu...rasa panas yang seperti membakar tubuhku, wajahku." Dalam keadaan tidak sadar otak Sarah masih aktif mencari jawaban. Ingatan-ingatan yang tergambar abstrak memenuhi otaknya."Akh... Kepalaku sakit. Mungkin lebih baik aku t

    Last Updated : 2022-09-25
  • Amarta : Eternal Curse   Bab 25 Ardaya

    Semua orang di dalam ruangan tiba-tiba terdiam. Air muka mereka berubah dari ketakutan menjadi keterkejutan. "Bagaimana kamu bisa tahu?" Pak Agus bertanya dengan mimik wajah lebih serius. "Aku tahu. Sarah mengandung anak lelaki itu, kan? Aku bisa merasakannya." Amarta mendekati Sarah, ia meletakkan telapak tangannya di atas perut Sarah. "Bayi ini, apa kamu rela mengorbankannya?" lanjut Amarta. Manik hitam milik Sarah bergetar samar. Ia bahkan tidak tahu bahwa kini ia tengah berbadan dua. "Aku mengandung anak Bima?" Sarah bertanya di dalam hati. Tiba-tiba saja air matanya menetes, hal itu membuat kelopak matanya yang memiliki luka bakar terasa perih dan panas. "Bagaimana ini? Apa aku harus mengorbankan anak ini?" Sarah dilema. "Jika kalian setuju, kita harus melakukannya di kediamanmu. Tidak boleh ada yang tahu apa yang aku lakukan pada Sarah kecuali orang tuanya." Sarah berbalik menghadap Pak Agus dan Bu Laela. Orang tua Sarah tak memberi jawaban. Bisa di lihat air muka mereka

    Last Updated : 2022-09-26

Latest chapter

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 70 Dibalik Sehelai Kain

    "Mau bermain ditempat yang lebih sepi?" tanya Amarta seraya tersenyum.Bima terdiam. Seketika suara riuh itu hilang. Lelaki itu terlihat ragu namun dalam waktu bersamaan dia juga bergairah.Entah karena malam yang berlalu dengan cepat, atau karena bisikan yang menggoda telah berhasil membawa mereka melompati momen.Kini Bima dan Amarta telah berada di kamar hotel. Sebuah kamar dengan lampu yang temaram memberikan nuansa hangat. Suara klik dipintu seperti bel yang menandakan bahwa mereka telah siap saling menyibukkan diri.Bima dengan tidak sabar menautkan bibirnya pada milik Amarta. Jemarinya menari dengan indah menggelitik bagian belakang leher Amarta. Gerakannya tak terkendali, seolah telah lama ia menahan semua gairah itu.Ruangan itu begitu hening. Yang terdengar hanya deru nafas yang saling bersahutan. Beberapakali desahan terdengar namun tak lama terkubur lagi oleh keheningan.Netra Bima terpaut pada milik Amarta yang berwarna coklat tua, "Bagaimana ini?" Suara Bima terdengar s

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 69 Bias Cahaya Malam

    Setelah bertemu Amarta di villa, Sarah kembali kerumah dengan rasa lega. Beberapa kali ia terdengar bersenandung seraya menyisir rambut hitam panjangnya.Wanita itu berdiri didepan cermin besar dengan bingkai kayu jati berukiran antik. Tangannya dengan trampil terus menyisir dan merapikan rambut panjang yang basah setelah mandi.Netra hitamnya menatap lekat pantulan bayangan dari cermin. Sosok cantik dan sempurna yang sekarang sedang ia lihat akan segera lenyap. Sarah menatap lekat pada setiap detail sudut wajahnya. Kulitnya yang mulus, bibirnya yang tebal dan penuh. Halis yang hitam dan terukir rapi. Serta mata indah lengkap dengan bulu mata yang lentik. Hidung mungil dan mancung menyempurnakan keseluruhan bagian wajahnya."Tidak apa-apa, aku rela mempertaruhkan semuanya demi mempunyai anak. Tentunya aku harus memiliki anak dari Bima. Anak ini harus diakui dan dijadikan pewaris tunggal." Ucap Sarah."Aku hanya perlu mempercayakan semuanya pada Amarta. Semuanya ... ." Lanjut Sarah.H

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 68 Tumbal Selanjutnya

    Hari itu juga Sarah pergi ke villa dimana Amarta tinggal. Sejak kejadian yang merenggut nyawa Bu Laela, ini pertama kali mereka bertemu kembali. Sarah mengedarkan pandangannya ke sekeliling villa. "Sepi, tapi masih terawat," gumam Sarah.Sarah berjalan perlahan menaiki anak tangga menuju pelataran rumah. Ia mendorong pintu depan pelan dan langsung terbuka. Tanpa ragu wanita itu masuk kedalam tanpa permisi."Kamu datang?" Suara lembut Amarta terdengar dari bagian dalam rumah. Sarah berusaha menajamkan pengelihatannya karena ruangan itu sedikit gelap."Dimana kamu?" Teriak Sarah.Sarah berjalan perlahan mengelilingi ruangan itu, hingga sebuah sentuhan lembut pada pundaknya membuatnya terperanjat."Wah gila! Kenapa gelap sekali di sini? Belum bayar listrik, hah?" sindir Sarah.Amarta tertawa pelan, "Takut? Kenapa sesama pengikut setan harus takut?" Amarta menyindir balik Sarah.Sarah tidak menanggapi jawaban Amarta, dia berjalan mencari-cari dimana kiranya tombol lampu berada. Tak lam

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 67

    Target terkunciSudah empat puluh hari sejak kematian Bu Laela. Kecurigaan serta rasa gelisah perlahan luruh tidak tersisa. Pak Agus juga Sarah sudah mulai terbiasa tanpa kehadiran Bu Laela. Namun, pak Agus ternyata diam-diam menyimpan kecurigaan kepada Sarah juga menantu lelakinya."Sarah, kenapa semenjak ibu meninggal bapak belum melihat Bima tinggal disini lagi?" tanya pak Agus."Oh, Bima sibuk pak. Dia sering dinas diluar jadi memilih pulang kerumah ibu bapaknya saja. Katanya kasian kalau aku harus terganggu karena dia sering pulang tengah malam," ungkap Sarah.Pak Agus mengerutkan keningnya. "Tapi harusnya dia mendampingi kamu, Nak. Ibumu baru saja meninggal." Suara pak Agus terdengar sedikit bergetar. Ia berusaha menahan emosinya kepada menantunya itu.Sarah tersenyum. "Sudah ya Pak. Sarah juga sudah tenang kok, Sarah sudah ikhlas ibu meninggal. Bapak juga harus belajar ikhlas." Pak Agus tertunduk mendengar perkataan putrinya yang terlihat lebih tegar dibanding dirinya. Perla

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 66

    Tanah merahPagi datang bersama gerimis yang turun sejak subuh. Suara dentingan air dari atap seolah menyerupai elegi yang begitu ramai. Didalam rumah Sarah justru keheningan yang pekat terasa begitu riuh.Mbok Inah dan Pak Hadi terduduk lesu di dapur kotor, tepat di bagian belakang rumah. Kilasan ingatan yang terjadi semalam terus berputar seperti kaset yang kusut didalam kepala mereka."Hari ini hasil autopsinya keluar mbok... Bagaimana kalau seandainya mereka tahu ibu dibunuh oleh iblis jahat itu?" Hadi menoleh lirih pada mbok Inah."Entah ini jawaban yang menenangkan atau justru membuatmu semakin gelisah Hadi... Selama ini, tidak ada pembunuhan yang dilakukan oleh non Amarta yang bisa terungkap oleh orang lain." Mbok Inah menatap Hadi dengan sorot mata penuh kengerian.Seketika keheningan merangkul mereka kembali untuk terbenam dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya lamunan itu hilang bersamaan dengan suara langkah kaki yang terdengar berjalan menyusuri lorong penghubung

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 65 Peran Iblis yang dimainkan oleh manusia

    Sarah meremas kasar rambutnya. Jemarinya penuh dengan darah yang sudah mengering. Ia sadar, dan ingat apa yang sudah ia alami."Bima! Teganya kamu..." Suara Sarah bergetar marah. Ia menutupi wajahnya yang sudah basah oleh air mata.Hadi dan mbok Inah yang masih terkejut hanya bisa terdiam menatap Sarah dengan rasa iba."Mbok Inah, Pak Hadi. Tolong bantu aku. Sekarang kalian bersihkan kamarku, jangan sampai ada jejak yang tertinggal. Lalu jasad ibu... " Sarah terdiam sejenak. "Urus semuanya, pastikan tidak ada jejak yang tertinggal," lanjutnya.Keesokan paginya kediaman Sarah mulai ramai. Beberapa polisi dan tim medis mulai berdatangan. Sarah memainkan perannya dengan baik- duduk di sudut ruangan dengan mata yang sembab. Sampai akhirnya jasad Bu Laela dibopong kedalam mobil ambulans untuk otopsi.Kabar ramai dikediaman Sarah langsung sampai pada Bima. Awalnya lelaki itu gusar, namun ia tak menyangka ternyata jasad yang ditemukan di sana bukanlah Sarah.Rasa penasaran dan ketakutan akan

  • Amarta : Eternal Curse   64 Hati dan Jasad yang mati

    Amarta berlari ke luar rumah dengan kaki telanjang berlumuran darah. Beberapa kali ia hampir terjatuh karena kakinya yang licin."Bu Laela?" Bisik Amarta begitu melihat seorang wanita tergeletak di depan rumah. Seketika kedua kaki Amarta seperti kehilangan tenaganya. Perlahan ia mendekati tubuh Bu Laela yang sudah terbujur kaku diatas tanah.Bersamaan dengan itu sebuah mobil datang memasuki halaman, dan dengan cepat Hadi dan mbok Inah berhamburan keluar menuju tempat Amarta dan Bu Laela berada."Ya ampun!" Pekik mbok Inah. Mbok Inah terduduk lemas diatas tanah.Hadi tak dapat menahan Isak tangisnya, lelaki itu pun terduduk didekat tubuh Bu Laela."Ibu! Bu Laela! Bangun Bu!" Hadi berusaha membangunkan Bu Laela. Hadi mengguncang tubuh Bu Laela. Hingga akhirnya Amarta menghentikan itu semua."Cukup Hadi! Bu Laela sudah meninggal!" Ucap Amarta."Kenapa bisa begini? Ayo, non! Hidupkan lagi Ibu Laela!" Hadi terisak.Amarta hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini diluar kendalinya, semua

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 63 Tumbal

    Hadi termenung memikirkan pertanyaannya yang tidak dijawab oleh Amarta. Tubuhnya pasrah ditarik pergi oleh mbok Inah keluar rumah. Mereka segera masuk kedalam mobil setelah mematikan seluruh aliran listrik di rumah itu."Hadi! Sadar! Ayo cepat hidupkan mobilnya!" bentak mbok Inah.Hadi masih terdiam, hingga sebuah pukulan cukup kencang yang mendarat di kepalanya membuat ia sadar."Ah iya, maaf mbok. Saya banyak melamun." Hadi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal lalu langsung pergi cukup jauh meninggalkan area rumah itu.Dalam keadaan gelap gulita tanpa ada penerangan sedikit pun, Amarta memulai ritualnya. Amarta memejamkan kedua matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Dalam satu kali hentakan nafas, netra kecoklatan itu berubah menjadi warna emas yang menyala.Amarta segera membuat simbol pemanggilan dari darah Sarah yang tercecer di lantai. Walaupun keadaan gelap gulita, Amarta tidak merasa kesusahan sedikitpun seolah kegelapan adalah teman baiknya.Setelah simbol pemanggilan s

  • Amarta : Eternal Curse   Bab 62 Darah disudut ruangan

    Kengerian langit malam dengan gemuruh guntur dan kilatan petir terkalahkan oleh pemandangan di dalam ruangan yang terang dan sunyi. Semua orang menatap Amarta dengan penuh tanya, "Akankah ia bisa menyelamatkan lagi Sarah kali ini?" Begitulah pertanyaan yang terpendam di dalam hati mbok Inah dan Hadi.Amarta tanpa ragu berjalan masuk. Tapak kakinya terukir pada genangan darah di atas lantai. "Hadi, suami Sarah yang melakukan ini semua, kan?" "Ya, benar!" Suara Hadi bergetar.Seharusnya tanpa bertanya pun Amarta pasti sudah tahu jawabannya. Namun wanita dengan surai kemerahan itu masih butuh menyakinkan dirinya.Sarah terbaring tidak karuan di atas tempat tidur. Hampir seluruh sprei sudah berlumuran darah. Di ujung ruangan terdapat pisau dapur yang berlumuran darah."Mbok Inah, ambilkan gunting. Hadi, ceritakan apa yang terjadi sebelumnya." Tanya Amarta seraya mengecek kondisi tubuh Sarah."Seperti biasa saya menunggu di teras samping rumah setelah bekerja. Lalu Pak Bram datang dan la

DMCA.com Protection Status