“Dok,” tanya Valerie lamat-lamat. “Saya tidak tahan sakit. Apakah ada cara untuk mempercepat gugurnya kandungan saya?”
Sang dokter mengangguk mengiyakan. “Kalau Nona bersedia, nanti jam 6 petang bisa dilakukan kuretase. Prosesnya sekitar 30 menit. Lalu dilanjutkan dengan pemulihan sekitar satu jam. Setelah itu Nona bisa pulang dan beristirahat di rumah. Seminggu kemudian bisa datang kembali untuk kontrol.”
“Apakah kuretasenya tidak bisa dilakukan sekarang saja, Dok?”
Dokter tersebut tersenyum sabar. “Ada beberapa prosedur yang harus dijalani sebelum melakukan kuretase. Seperti pemeriksaan kesehatan dan puasa minimal enam jam. Jadi saya sarankan sebaiknya Nona dirawat di sini saja sekarang. Biar diinfus agar tidak merasa sakit. Setelah dikuret,
“I miss you….” “Hahaha…, gombal!” “Lho, nggak percaya….” “Kan baru kemarin ketemu. Cepat banget kangennya!” “Ya namanya juga lagi falling in love.” “Gombal dua kali! Hahaha….” Terdengar suara Joshua tertawa terbahak-bahak juga di seberang sana. Seketika Amanda teringat akan sesuatu. “Oya, Mas. Aku lupa cerita. Tadi Arnold datang ke kosku.”
Hari Selasa Amanda datang ke sekolah pagi-pagi sekali untuk mempersiapkan dekorasi ulang tahun Celine. Dihiasnya ruangan kelas dengan pernak-pernik Beauty and the Beast, sesuai dengan tema yang diinginkan anak didik sekaligus putri kekasihnya itu. Ia dibantu oleh asistennya di kelas dan guru-guru lain yang kebetulan sudah datang. Tiba-tiba Miss Helen, sang kepala sekolah, muncul di depan pintu dan memanggil Amanda untuk berbicara di ruang kerjanya. “Maaf, Miss. Saya masih menghias kelas untuk persiapan ulang tahun murid. Sekitar lima belas menit lagi selesai. Bolehkah setelah itu saya menemui Miss Helen?” pinta gadis itu dengan nada suara memohon. Sang kepala sekolah menatapnya tajam. Amanda sa
Darah Amanda serasa menggelegak mendengar ucapan sinis wanita yang duduk di hadapannya. Emosiku tidak boleh terpancing, batinnya menenangkan diri. Jangan sampai kami bertengkar dan Miss Helen jadi semakin marah padaku. Bisa-bisa dia berubah pikiran dan melarangku ikut merayakan ulang tahun Celine. Anak itu bisa menangis nanti kalau tidak melihatku.“Hubungan kami berdua baru beberapa hari terjalin, Miss. Belum terlalu serius. Makanya saya merasa heran bagaimana orang luar bisa mengetahuinya dan melaporkannya pada Miss Helen? Boleh saya tahu siapakah orang itu?” tanya gadis itu penasaran.Yang ditanya menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Tidak etis rasanya saya membocorkan identitas orang tersebut. Takutnya nanti dianggap mengadu domba.”
Sang adik manggut-manggut mengerti. Dibukanya kotak kue yang diberikan kakaknya. Terlihat dua potongan besar kue yang menggugah selera. Diambilnya sepotong dan dinikmatinya sementara sosok kakaknya menghilang dari balik pintu kamar mandi.Tiba-tiba ponsel Valerie berbunyi. Tertera tulisan Papa pada layarnya. Jantung gadis itu berdegup kencang. Diangkat nggak, ya? batinnya berkecamuk. Takutnya itu Mama yang menelepon tapi memakai ponsel Papa supaya kuangkat.Valerie mendiamkan saja alat komunikasi digitalnya itu berbunyi sekian lama. Dipandanginya dengan ragu-ragu hingga akhirnya deringnya berhenti sendiri. Gadis itu menghela napas lega. Lalu terdengar bunyi ponsel lain dalam kamar itu. Wah, karena nggak kuterima teleponnya, Papa langsung nelepon Kak Manda! serunya dalam hati kecut. Ya udahlah, biar nanti Kak Manda yang nele
Joshua menatap kekasihnya dengan perasaan kasihan. Kami baru berpacaran beberapa hari, tapi dia sudah dipecat dari pekerjaannya akibat menjalin hubungan denganku, sesal pria itu dalam hati.“Lalu apa rencanamu selanjutnya, Manda?”“Yah, mau bagaimana lagi, Mas. Melamar-lamar kerja-lah. Jadi guru di taman kanak-kanak, lembaga kursus Inggris atau pelajaran sekolah, ya semacam itu. Aku juga mencari tambahan murid les privat. Sekarang muridku kan udah tiga orang. Nyari-nyari murid lagi kurasa nggak susah.”Joshua meraih kedua tangan gadis itu dan mengecupnya penuh perasaan. Ditatapnya mata gadis itu dalam-dalam sambil tersenyum tulus.“Lalu bagaimana dengan rencana pernikahan kita?”Amanda terkesima. Tak disangkanya pria di hadapannya ini akan mengungkit masalah tersebut. Gadis itu diam termangu tak mampu berkata-kata.&n
Amanda dan Joshua saling melirik dengan perasaan bahagia. Tak mereka duga setelah berbagai masalah yang bertubi-tubi menyerang, justru membuka lebar-lebar jalan keduanya untuk menjadi suami-istri. Tak terasa mobil Joshua sampai di rumah Hengky. Ketika mereka bertiga sudah memasuki ruang tamu, ayah Amanda itu bertanya pada pria yang mengantarnya, “Nak Joshua, hari sudah malam. Apakah kamu tidak capek menyetir pulang ke Surabaya? Menginaplah di sini malam ini. Tidurlah di kamar tamu.”Kekasih putrinya itu rupanya merasa sungkan. Dengan halus ditolaknya tawaran sang tuan rumah, “Terima kasih banyak, Om Hengky. Tapi maaf, saya harus pulang ke Surabaya malam ini juga. Besok pagi ada urusan pekerjaan yang harus saya selesaikan. Saya usahakan satu-dua hari lagi datang menjenguk Tante Rita bersama dengan Mama dan Celine.” 
“Nggak, dong. Aku tinggal di rumah ditemani dua orang pembantu. Sesekali saja anak dan cucuku datang menginap. Kebetulan rumah mereka juga nggak jauh dari sini.”“Suami Tante mana?”“Ah, dia sudah kecantol cewek lain yang jauh lebih muda dariku, Nold. Sekretarisnya sendiri. Udah lama kok, tahunan. Kabarnya mereka udah punya anak sendiri sekarang.”“Hah?!” seru Arnold berpura-pura terkejut. Padahal dia tidak heran. Salah seorang rekannya sesama instruktur di pusat kebugaran dulu pernah keceplosan kalau Tante Bianca adalah seorang istri kesepian yang diabaikan suaminya akibat berselingkuh dengan perempuan lain.“I
Wanita yang tadinya marah besar itu tertegun seketika. Tak pernah terpikir dalam benaknya untuk mengetahui lebih dalam tentang kehidupan keluarga mendiang suaminya, apalagi menjalin kedekatan dengan mereka. Kenangan akan penghinaan mereka terhadap dirinya di masa lalu membuat hati wanita itu membeku terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan saudara-saudara kandung Wahyu. Namun mendengar penuturan sahabat mendiang suaminya ini membuat perasaan empati mulai singgah dalam sanubarinya.“Aku mengerti hubunganmu dengan adik-adik iparmu itu kurang baik. Mereka pernah merendahkan dirimu akibat berasal dari keluarga yang sederhana, tidak sepadan dengan Wahyu yang bergelimang harta.”Sepasang mata Tante Beatrice menatapnya keheranan. Dari mana dia mengetahuinya? Apakah Wahyu pernah menceritakan hal itu padanya?
Malam harinya Amanda membacakan cerita untuk Celine sebelum tidur. Ditemaninya anak itu sampai terlelap. Lalu dikecupnya pipi mungil yang menggemaskan itu dan keluarlah ia meninggalkan kamar tersebut. Perempuan yang sudah resmi menjadi seorang istri itu lalu melangkah masuk ke dalam kamar yang selama ini ditempati Joshua sendirian. Dengan jantung berdegup kencang dibukanya pintu kamar. “Mas Josh,” sapanya sembari mencari-cari sosok suaminya di dalam ruangan yang terang benderang. Tak ada jawaban. Orang yang dicarinya tak kelihatan batang hidungnya. Diperiksanya kamar mandi, tak tampak secuil pun bayangan Joshua. Di mana ya, suamiku? tanya Amanda dalam hati. Dia lalu keluar dari kamar mandi. Pandangannya mulai berkelana ke sepanjang
Selanjutnya Tante Beatrice dan Tante Bianca bersatu-padu menggugat Arnold atas pasal tindakan penganiayaan. Mereka sepakat mengeluarkan sejumlah besar uang agar kasus tersebut tidak diberitakan oleh media. Bukti-bukti banyak yang memberatkan tersangka hingga menyebabkan statusnya berubah menjadi terdakwa. Kesaksian Joshua turut meyakinkan hakim bahwa terdakwa mempunyai kecenderungan melakukan penyiksaan terhadap kaum wanita.Setelah menjalani persidangan selama beberapa bulan, akhirnya hakim menjatuhkan hukuman tiga belas tahun penjara. Arnold yang kondisinya tak lagi terawat seperti dulu akibat lama meringkuk di sel rumah tahanan, tidak terima terhadap keputusan hakim.“Keputusan hakim tidak adil. Saya mau naik banding! Naik banding!” teriaknya histeris. Kuasa hukum yang diperolehnya secara cuma-cuma dari negara hanya memandang tak berdaya ketika kliennya itu diringkus
Keesokkan harinya Amanda dijemput mobil travel pukul enam pagi. Setelah mengikuti rute sang sopir menjemput penumpang-penumpang di Malang dan menurunkan mereka di alamat-alamat yang dituju, akhirnya tibalah saatnya gadis itu diantarkan ke rumah Joshua.Kedatangannya langsung disambut hangat oleh sang kekasih. Oma Merry sedang menunggui Celine di sekolah. Joshua segera mengajak gadis itu memasuki kamar kerjanya. Sesampainya di ruangan yang cukup besar itu, laki-laki yang dilanda kerinduan teramat sangat itu segera menutup pintu. Direngkuhnya gadis yang selalu menghiasi mimpi-mimpinya tiap malam itu dalam pelukan hangatnya.“Aku kangen banget, Manda,” ucapnya lembut seraya membelai-belai rambut ikal harum sang pujaan hati. Ditengadahkannya wajah cantik itu dan diciuminya dengan penuh hasrat. Bibir mereka saling be
“Bagaimana, Nona Amanda? Barangkali ada hal-hal yang kurang dipahami? Saya akan menjelaskannya lagi jika tidak keberatan….”Yang ditanya menggeleng pelan. Sambil tersenyum simpul, gadis cantik itu menyahut, “Saya sudah memahami semuanya, Bapak Petrus. Saya pribadi bersedia membantu Tante Beatrice. Mengenai Mas Joshua bersedia atau tidak memberikan kesaksian, mohon beri saya waktu untuk membujuknya. Karena ini berkaitan dengan aib rumah tangganya yang dulu menimbulkan kepedihan teramat besar bagi dirinya. Saya harus sangat berhati-hati agar luka hatinya yang sudah sembuh tidak menganga lebar kembali.”Petrus mengangguk tanda mengerti. Memang tak mudah bagi seorang suami untuk membuka aib keretakkan rumah tangganya di depan orang lain. Sambil tersenyum bijaksana, kuasa hukum Beatrice itu berkata bijak, “Terima kasih banyak atas kesediaan Nona Amanda membantu kami. Saya percaya orang baik seperti Nona
Pagi itu Amanda sedang berada di rumah. Ia baru saja selesai sarapan bersama ayahnya dan hendak berangkat ke rumah sakit untuk menggantikan Valerie menjaga ibu mereka. Tiba-tiba ponselnya berbunyi karena telepon dari nomor tak dikenal.“Halo?” sapa gadis itu ramah. Lalu terdengar sebuah suara berat seorang laki-laki dewasa, “Maaf, apakah saya sedang berbicara dengan Nona Amanda?”“Betul, saya sendiri. Ada keperluan apa, ya?” tanya Amanda heran. Caranya bicara bukan seperti orang yang mau menawarkan kartu kredit atau pinjaman tunai, komentarnya dalam hati. Gadis itu sudah terbiasa menerima telepon dari tenaga-tenaga pemasaran produk-produk semacam itu.“Oh, Nona Amanda sendiri? Kenalkan. Saya Petrus, pen
Tante Beatrice melongo. Tak diduganya suaminya bermaksud menjodohkannya dengan sahabat baiknya sendiri. Dan yang paling mengejutkan adalah…ternyata orang itu sudah lama menaruh hati pada dirinya! Pikiran wanita yang sedang yang kacau balau tak sanggup menerima kenyataan ini. Ditatapnya laki-laki berbadan tinggi besar dan berwajah kasar itu dengan garang.“Keluar kau sekarang! Keluar! Kalian para lelaki memang tak bisa dipercaya. Aku kecewa dengan kalian semua! Pergi kau, pergi!” teriaknya mengusir Petrus.Suaranya yang histeris ternyata terdengar sampai ke luar kamar. Seketika seorang dokter dan dua perawat datang menengoknya. “Ada apa, Bu Beatrice. Apakah Ibu merasa kesakitan?” tanya sang dokter cemas. Seharusnya obat yang diberikannya tadi sudah mampu meredakan rasa sakit pada wajah si pasien.“Saya sakit hati melihat orang ini, Dokter!” seru pasiennya seraya menunjuk-nunjuk k
“Arnold kok dilawan,” seringainya jahat. Dengan santai dia naik lift menuju basement tempat mobilnya diparkir.Sementara itu Tante Beatrice yang terbaring di lantai dengan wajah penuh luka perlahan bangkit.Dilihatnya keadaan Tante Bianca. Alangkah terkejutnya dia melihat mata wanita itu terpejam.“Ya Tuhan, apakah dia sudah mati?” cetusnya cemas. Didekatkannya telinganya pada dada perempuan itu. Ia menghembuskan napas lega mendengar Tante Bianca masih bernapas. Dipandanginya wajah dan tubuh yang babak belur itu prihatin. Kami berdua adalah wanita-wanita paruh baya yang tak tahu diri, tangisnya dalam hati. Inilah balasan yang harus kami terima sekarang.Lalu perlahan ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke kama
Keesokkan sorenya, pesawat yang dinaiki Tante Beatrice dari Singapore mendarat di bandara Juanda, Surabaya. Ia dijemput oleh sopirnya yang langsung mengantarnya pulang ke rumah.“Ini oleh-oleh buatmu dan keluarga,” ujar wanita itu sesampainya di rumah. Ia menyerahkan sebuah kantung kertas berisi aneka makanan ringan khas negeri Singa kepada sopirnya. Pegawai kepercayaan Tante Beatrice itu menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.“Apakah Ibu masih mau pergi lagi malam ini?” tanya pria itu sopan. Dilihatnya bosnya itu menggeleng. “Kamu boleh pulang sekarang. Saya sudah tidak ada rencana pergi kemana-mana,” jawab Tante Beatrice lugas.Sang sopir mengangguk. Disodorkannya kunci mobil kepada majikannya dan ia
Tante “Bagaimana gagasan Val tadi menurut Mama?” tanya gadis itu menanti reaksi sang ibu. Rita mengangguk dan berkata, “Mama suka dengan ide-idemu itu, Nak. Tapi coba bicarakan dengan Papa dulu, ya. Siapa tahu beliau bisa memberikan masukan yang bisa mendukung pemikiranmu tadi.”Valerie menatap ibunya takjub. Mama sudah berubah, pikirnya senang. Rupanya serangan stroke yang dialaminya membuat dirinya introspeksi diri. Dulu dia jarang sekali mau mendengarkan pendapat orang lain karena merasa dirinya sendiri yang benar. Tuhan memang luar biasa, batin gadis itu penuh rasa syukur. Selalu punya cara untuk membuat umatNya bertobat.“Lalu bagaimana dengan impianmu untuk belajar bahasa Mandarin di Beijing, Val?” tanya ibunya penasaran. Ia tak percaya anaknya yang biasanya keras kepala in