แชร์

Kobaran Dendam

ผู้เขียน: Daffa
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-09 17:08:59

Hujan masih turun dengan deras ketika berita kematian Adrian Wijaya tersebar luas. Rumah besar keluarga Wijaya dipenuhi dengan suara isak tangis dan kemarahan yang tak terbendung. Di tengah aula megah itu, tubuh Adrian terbaring di dalam peti yang masih terbuka, memperlihatkan wajahnya yang pucat dengan luka tembak di kepalanya.

Indra Wijaya berdiri di samping peti itu, matanya merah dan penuh kebencian. Tangannya mengepal begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Putra bungsunya, kebanggaannya, telah direnggut darinya dengan cara yang begitu brutal.

Di sekelilingnya, para tamu yang hadir hanya bisa menundukkan kepala, tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Hanya suara rintik hujan dan isakan lemah dari anggota keluarga yang terdengar.

Aldo Wijaya, putra sulungnya, berdiri di sampingnya, wajahnya dingin namun sorot matanya sama berbahayanya dengan sang ayah. "Ayah, kita harus membalas dendam. Kita tidak bisa membiarkan ini begitu saja. Dimas Mahendra harus membayar dengan darah.
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Alverez   Mengungkap Kematian Adrian

    Hujan turun dengan deras di halaman rumah keluarga Wijaya, menciptakan genangan air yang memantulkan cahaya lampu-lampu taman. Di dalam rumah, suasana masih dipenuhi duka dan kemarahan. Indra Wijaya telah memerintahkan serangan balik terhadap keluarga Mahendra, tapi dua putranya yang tersisa, Alan dan Arga Wijaya, memilih untuk berpikir lebih jernih sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.Alan duduk di ruang kerjanya, mengamati foto-foto tubuh Adrian yang diambil oleh penyelidik keluarga. Luka tembak di kepalanya begitu jelas, sementara tanda-tanda penganiayaan di tubuhnya menunjukkan bahwa adik mereka telah disiksa sebelum akhirnya dihabisi. Arga berdiri di belakangnya, kedua tangannya mengepal erat."Aku tidak percaya Dimas Mahendra akan melakukan ini secepat itu," ujar Arga dengan nada penuh emosi.Alan mengangguk. "Aku juga berpikir begitu. Papa terlalu cepat menyimpulkan bahwa ini perbuatan keluarga Mahendra. Kita harus melihat dari sudut pandang yang lebih luas."Arga menghempa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-09
  • Alverez   Manuver Calvin Rahardian

    Namun, di tempat lain, Calvin Rahadian sudah lebih dulu menyusun langkah berikutnya. Dengan keluarga Wijaya yang mulai mencurigai keluarga Mahendra dan semakin banyak bukti yang mengarah kepada mereka, Calvin tahu ini adalah saat yang tepat untuk mendekati Dimas Mahendra dan memastikan posisi dirinya tetap aman.***Calvin duduk di dalam mobil mewahnya, menatap hujan yang turun membasahi kota. Dalam pikirannya, semua rencana sedang dimainkan seperti bidak catur. Keluarga Wijaya sudah mulai menuduh keluarga Mahendra secara terbuka, dan ini adalah kesempatan bagi Calvin untuk semakin merapatkan hubungannya dengan Dimas Mahendra.Dengan napas panjang, Calvin mengeluarkan ponselnya dan menelepon salah satu orang kepercayaan Dimas."Aku harus bertemu dengan Tuan Dimas. Ini mendesak," katanya dengan nada tegas.Beberapa jam kemudian, Calvin sudah berada di dalam ruangan kerja Dimas Mahendra. Pria itu duduk dengan ekspresi penuh kemarahan, jelas terbebani oleh semua tuduhan yang kini diarahk

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-10
  • Alverez   Jerat Cinta Palsu

    Di luar ruangan, Calvin menyeringai. Semua berjalan sesuai rencana. Keluarga Wijaya dan Mahendra semakin masuk ke dalam permainannya, dan dia hanya tinggal duduk manis menunggu kehancuran mereka.Namun, ada satu hal lagi yang harus ia pastikan. Alan dan Arga Wijaya mulai mencurigainya. Mereka berdua bukan orang yang mudah dipermainkan, dan jika mereka sampai menemukan bukti kuat tentang siapa yang sebenarnya membunuh Adrian, maka rencana Calvin bisa berantakan.Ia membutuhkan strategi baru. Seseorang yang bisa masuk ke dalam kehidupan keluarga Wijaya, khususnya Aldo Wijaya, si putra sulung yang paling dipercaya oleh Indra Wijaya.Calvin menatap saudara perempuannya, Mitha Rahadian, yang tengah duduk di sofa dengan kaki bersilang, memainkan ponselnya dengan bosan."Aku punya tugas untukmu," ujar Calvin seraya duduk di seberangnya.Mitha mengangkat alis. "Tugas? Aku bukan anak buahmu, Calvin.""Ini penting," lanjut Calvin, menatapnya tajam. "Aku butuh kau untuk mendekati Aldo Wijaya. Bu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-10
  • Alverez   Rencana Tersembunyi

    Di sebuah ruangan remang-remang dalam kediaman keluarga Wijaya, Andre Wijaya duduk di kursi beludru dengan tangan terlipat di depan dada. Mata tajamnya menatap layar laptop yang menampilkan berbagai rekaman CCTV yang telah ia kumpulkan secara diam-diam. Dalam salah satu rekaman itu, tampak Aldo Wijaya sedang berbicara dengan Mitha Rahadian. Mereka terlihat akrab, bahkan sedikit terlalu akrab untuk seseorang yang baru saling mengenal. Andre mengepalkan tangan. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Sejak kecil, ia selalu berada di bawah bayang-bayang Aldo. Kakaknya itu adalah kebanggaan keluarga, pewaris utama bisnis keluarga Wijaya. Sementara ia hanya dianggap bayangan—tidak lebih dari cadangan jika Aldo gagal. Hal itu selalu membuatnya merasa tidak dihargai. Dan sekarang, ada seseorang yang ingin mendekati Aldo, tapi bukan karena cinta atau ketertarikan, melainkan karena sebuah rencana yang lebih dalam. Andre mendekatkan wajahnya ke layar, memperhatikan setiap ekspresi Mitha dalam

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-11
  • Alverez   Perang Dingin

    Sementara itu, Andre menyaksikan dari kejauhan, menyadari bahwa waktu mereka semakin sedikit. Jika Aldo mulai curiga, maka mereka harus bertindak lebih cepat. Sebelum semuanya menjadi kacau.Mitha Rahadian duduk di sebuah ruangan tersembunyi, menatap Andre Wijaya dengan ekspresi penuh arti. Mereka telah bersekongkol dalam kegelapan, menyusun rencana untuk menyingkirkan Aldo Wijaya dari dalam keluarga."Aldo terlalu kuat pengaruhnya," kata Mitha pelan, mengaduk cangkir teh di tangannya. "Selama dia masih ada, kau tidak akan pernah mendapatkan apa yang pantas menjadi milikmu."Andre menatapnya dalam diam. Ada sesuatu dalam tatapan Mitha yang membuatnya waspada, tapi ia tahu bahwa mereka memiliki tujuan yang sama. Aldo adalah anak emas, putra sulung yang selalu mendapatkan perhatian dan kepercayaan penuh dari Indra Wijaya. Sementara itu, Andre selalu berada di bayang-bayang, dipandang sebagai bayangan yang tidak cukup kuat untuk memimpin keluarga."Aku ingin dia keluar dari permainan," k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-11
  • Alverez   Paksaan yang Mencekam

    Hujan turun deras di luar jendela, menciptakan irama monoton yang menggema di dalam ruangan besar yang dingin dan sepi. Clara duduk di tepi ranjang dengan tangan terikat di belakang kursi. Wajahnya pucat, dan matanya yang biasanya penuh cahaya kini redup, menunjukkan kelelahan dan ketakutan yang mendalam.Di depannya, berdiri seorang pria dengan setelan jas rapi. Calvin Rahadian menatapnya dengan mata tajam penuh obsesi. Senyuman di wajahnya begitu halus, tapi mengandung ancaman tersirat."Clara... aku tidak ingin ini menjadi sulit untukmu," kata Calvin dengan nada lembut yang bertolak belakang dengan situasi yang sedang berlangsung. "Kita bisa melakukan ini dengan cara yang mudah, atau kita bisa melakukannya dengan cara yang sulit. Pilihannya ada padamu."Clara menatapnya dengan pandangan tajam. "Aku tidak akan pernah menikah denganmu, Calvin. Tidak peduli seberapa keras kau mencoba memaksaku!"Calvin mendesah, lalu berjalan perlahan ke arah Clara, membungkuk sedikit hingga wajah mer

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-12
  • Alverez   Permainan Licik Calvin

    Dimas Mahendra duduk diam di ruang kantornya yang remang-remang. Di hadapannya, Calvin Rahadian bersandar santai di kursinya, sebuah ekspresi penuh kemenangan terukir di wajahnya. Di atas meja, sebuah laptop terbuka, menampilkan rekaman CCTV yang tampaknya akan mengubah segalanya."Aku ingin kau melihat ini, Dimas," kata Calvin dengan nada tenang, namun ada nada manipulatif yang tersembunyi di baliknya.Dimas menatap layar dengan waspada. Ia menekan tombol putar, dan rekaman mulai berjalan. Tampak seorang pria bertubuh tegap menyeret seorang gadis ke dalam ruangan yang gelap. Meski kualitas gambar tidak terlalu jelas, wajah pria itu tampak familiar.Alan Wijaya.Jantung Dimas berdegup kencang. Ia memperhatikan dengan seksama saat Alan Wijaya membawa Clara, putrinya, ke dalam ruangan yang tampak seperti sebuah gudang tua. Gadis itu tampak ketakutan, melawan sebisanya, namun pria itu terlalu kuat."Tidak mungkin..." bisik Dimas, tangannya mengepal erat.Calvin mendekat, menaruh tanganny

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • Alverez   Pengkhianatan di Balik Tirai

    Di sudut lain ruangan, Indra Wijaya menatap putranya dengan ekspresi penuh kepedihan. Ia tidak tahu siapa yang harus disalahkan atas ini, tapi dalam hatinya, ia bertekad untuk menemukan siapa yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini. Dan jika ia menemukannya, tidak akan ada belas kasihan.Aldo Wijaya masih terbaring di rumah sakit dengan kondisi kritis. Selang-selang medis yang menempel di tubuhnya membuatnya terlihat begitu rapuh, begitu berbeda dengan sosok kakak tertua yang selalu menjadi kebanggaan keluarga. Semua orang di keluarga Wijaya kini berduka, namun satu orang melihat ini sebagai kesempatan.Andre Wijaya.Di dalam pikirannya, inilah momen yang telah ia tunggu-tunggu. Selama ini, Aldo selalu menjadi anak emas, sosok yang tak tergantikan di mata ayah mereka, Indra Wijaya. Tidak peduli seberapa keras ia berusaha, Andre selalu berada di bawah bayang-bayang Aldo. Namun sekarang, Aldo telah terjatuh, dan inilah waktunya untuk bertindak.Andre memasuki ruang kerja Indra dengan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14

บทล่าสุด

  • Alverez    Jalan Pulang untuk Clara

    Hujan mengguyur malam Jakarta dengan derasnya, membasahi jendela apartemen tempat Adrian Wijaya berdiri mematung. Pandangannya kosong menatap ke luar, namun pikirannya bekerja cepat. Sudah terlalu banyak yang terjadi, terlalu banyak yang dikorbankan. Alvian, saudara kembarnya yang ia kenal sejak kecil, telah mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan Clara Mahendra. Dan kini, Adrian tahu bahwa ia tidak boleh gagal. Clara harus kembali kepada ayahnya, Dimas Mahendra. Bukan hanya demi menyatukan kembali keluarga itu, tapi juga demi mengakhiri semua pertumpahan darah yang dipicu oleh obsesi Calvin Rahadian.Di balik ruangan, Clara duduk di sofa dengan selimut menyelimuti tubuhnya yang masih lelah. Trauma yang ia alami tidak bisa dihapus begitu saja. Namun, ada semangat di matanya—semangat untuk bertahan, untuk kembali, dan untuk melawan.Adrian mendekat, duduk di samping Clara, menggenggam tangannya dengan lembut. "Aku akan membawamu pulang, Clara. Ayahmu harus tahu bahwa k

  • Alverez   Nyala Api dalam Kegelapan

    Langit malam kembali mendung, seperti menyatu dengan suasana hati Andre Wijaya. Ia berdiri sendiri di balkon lantai atas rumah keluarga Wijaya, menatap lampu-lampu kota Jakarta yang tampak seperti bintang mati. Di dalam dirinya, badai mengamuk. Peristiwa malam perayaan khusus keluarga masih membekas jelas di kepalanya. Anya. Gadis yang selama ini ada di sudut hatinya. Gadis yang kini menjadi penyebab keterpurukan moralnya.Alan belum bicara padanya sejak kejadian itu. Tatapan dingin dari sang kakak seperti pisau yang tertancap dalam-dalam di dadanya. Andre tahu, ia sudah melewati batas. Ia sudah membuka celah bagi musuh untuk masuk lebih dalam ke dalam keluarga mereka.Sementara itu, Alan sibuk mengurus kerusakan reputasi yang perlahan mulai mencuat di media. Meski tidak secara eksplisit diberitakan, namun berbagai portal gosip sudah mencium skandal Andre. Sebuah video buram tersebar di media sosial, menunjukkan sosok yang mirip dengan Andre bersama seorang perempuan m

  • Alverez   Reputasi yang Terenggut

    Pagi itu, Vila Wijaya yang megah di kawasan Puncak tampak sunyi, meski baru saja semalam menjadi tempat perayaan penuh gegap gempita memperingati keberhasilan keluarga Wijaya mempertahankan kendali atas proyek pembangunan energi terbarukan di Kalimantan Timur. Namun, sukacita itu tak berlangsung lama. Karena tepat dini hari, seorang tamu tak diundang berhasil menyelinap ke kamar Andre Wijaya dan menodai kehormatan malam itu.Anya, wanita cantik yang dikenal sebagai sahabat masa kecil Andre, telah berhasil menyelesaikan misi pertamanya untuk Dimas Mahendra. Dengan gaun merah menyala dan aroma parfum yang begitu khas, ia menggoda Andre tepat saat semua orang sibuk merayakan keberhasilan mereka di halaman belakang vila. Andre yang sudah lama menyimpan rasa pada Anya, dan juga sedang berada dalam kondisi mabuk ringan akibat minuman perayaan, tak kuasa menahan godaan itu.Mereka berdua menghilang ke kamar Andre, dan tak lama kemudian suara tawa dan desahan samar mengisi rua

  • Alverez   Perayaan yang Ternoda

    Hujan belum reda sepenuhnya dari langit kota itu ketika pesta perayaan khusus keluarga Wijaya berlangsung dalam kemegahan yang tetap dijaga tertutup. Gedung keluarga, yang berada di kawasan dataran tinggi dengan pemandangan langsung ke kota, bersinar terang dari lampu-lampu kristal yang tergantung dari langit-langitnya. Para tamu undangan—terbatas hanya keluarga inti dan rekan terpercaya—berpakaian rapi dalam balutan formalitas dan anggur merah yang tak berhenti dituang.Namun di tengah suasana hangat dan selebrasi yang penuh prestise itu, Andre Wijaya berdiri di balkon lantai atas, jauh dari keramaian, memandang lampu-lampu kota yang berkedip dalam bayangan gelap malam. Rasa frustrasi yang terus menumpuk sejak konflik internal dengan Alan belum juga surut. Kini, kehadiran kembali Adrian, adik bungsu yang dianggap telah mati, membuat Andre merasa makin tenggelam dalam bayangan bayangannya sendiri.“Apa kabar, Andre?” Sebuah suara lembut menyusup ke balik keheningannya.

  • Alverez   Operasi Langit Hitam

    Langit malam tampak muram, dihiasi awan hitam pekat yang menggantung berat di cakrawala. Angin bertiup tajam, menyibak pepohonan yang berjajar di sepanjang jalanan hutan pinggiran kota. Di balik bayang-bayang gelap itu, Bara Alvino, Adrian Wijaya, Arga Wijaya, dan Clara Mahendra bersembunyi di markas sementara mereka yang tersembunyi di bawah tanah. Tempat itu dulu adalah bunker militer tak terpakai, yang kini mereka sulap menjadi pusat komando darurat.Bara berdiri di depan layar besar yang menampilkan peta kota. Tangan kirinya memegang tablet yang terus menerus memperbarui pergerakan musuh, sementara tangan kanannya meremas sisa luka tembak yang belum sepenuhnya sembuh."Operasi Langit Hitam akan dimulai malam ini," ucap Bara tegas, memecah keheningan ruangan.Adrian yang berdiri di dekat meja dengan berbagai dokumen intelijen mengangkat kepalanya. "Kau yakin ini waktunya? Calvin pasti sedang menggila mencari Clara. Keadaan sangat tidak stabil."Clara y

  • Alverez   Pelarian dalam Bayangan

    Sirene mobil terdengar samar di kejauhan. Di dalam mobil hitam yang melaju cepat di jalan-jalan belakang kota, Bara Valentino memelintir kemudi dengan penuh fokus. Di sampingnya, Adrian duduk dengan ekspresi dingin, sesekali menoleh ke kursi belakang tempat Clara duduk dengan wajah pucat dan mata masih sembab. Arga duduk di sebelah Clara, menatap jalanan di belakang melalui kaca spion kecil, berjaga-jaga."Kita sudah masuk ke zona aman?" tanya Adrian dengan suara rendah."Belum. Tapi kita hampir keluar dari radius pencarian mereka. Mobil-mobil Calvin tersebar ke seluruh penjuru. Kita harus menyeberang ke distrik timur sebelum fajar," jawab Bara dengan nada tergesa.Arga menghela napas berat. "Sial, semua ini karena Mitha. Kita kecolongan."Clara hanya diam. Tubuhnya masih gemetar. Peristiwa beberapa hari terakhir masih menghantui pikirannya. Ia belum sepenuhnya percaya bahwa Adrian—atau pria yang mengaku sebagai Adrian—masih hidup. Tapi ketika mereka bertemu, ada kilasan ingatan, luka

  • Alverez   Pelarian

    Mitha menggenggam ponselnya erat saat nada sambung berbunyi di telinganya. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ia tahu bahwa apa yang akan ia katakan bisa membawa konsekuensi besar, tetapi rasa penasarannya lebih kuat daripada keraguannya."Halo?" Suara Calvin terdengar dari seberang telepon, datar dan penuh kewaspadaan.Mitha menelan ludah. "Kak, aku punya informasi yang mungkin menarik untukmu. Aku baru saja mengikuti seseorang dan aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada di sana."Hening sejenak, lalu Calvin menjawab dengan suara rendah, "Di mana? Dan siapa yang kau ikuti?"Mitha melirik ke sekelilingnya, memastikan tidak ada yang memperhatikan sebelum ia menjawab dengan suara pelan, "Aku mengikuti Bara Alvino. Aku tadi kencan dengannya di kafe, dan aku penasaran... Jadi, aku mengikutinya sampai ke rumahnya. Kak, di dalam rumahnya aku melihat seseorang yang sangat mirip dengan Clara Mahendra."Calvin terdiam. Kemudian, tawa

  • Alverez   Bayangan di Kegelapan

    Mitha Rahadian tidak bisa mengabaikan rasa penasarannya sejak pertemuannya dengan Bara di kafe tadi sore. Ada sesuatu tentang pria itu yang menariknya, bukan hanya karena pesona dinginnya yang misterius, tetapi juga karena aura yang mengelilinginya. Bara Alvino bukan pria biasa, dan Mitha tahu ada sesuatu yang disembunyikannya.Ketika Bara meninggalkan kafe, Mitha diam-diam mengikutinya. Dengan langkah ringan dan gerakan yang terlatih sejak kecil dalam lingkungan keluarga Rahadian, ia berhasil menjaga jarak tanpa menarik perhatian. Bara berjalan santai menuju mobilnya, tidak menunjukkan tanda-tanda menyadari bahwa ia sedang dibuntuti. Mitha segera memanggil sopir pribadinya dan menyuruhnya mengikuti mobil Bara dari kejauhan.Selama perjalanan, Mitha tidak bisa berhenti bertanya-tanya. Ada sesuatu yang aneh dengan Bara. Selain aura misteriusnya, dia juga tampak selalu waspada. Seolah-olah dia tidak bisa membiarkan siapa pun terlalu dekat dengannya.Setelah hampir tiga puluh menit perja

  • Alverez   Rencana Besar Wijaya

    Langit malam masih gelap ketika Adrian Wijaya berdiri di depan gerbang besar rumah keluarganya. Sudah lama ia tidak menginjakkan kaki di sini, dan kini ia kembali dengan membawa beban yang lebih besar dari sebelumnya. Ia menatap rumah megah itu, mengingat setiap kenangan yang pernah ia lalui di dalamnya. Malam ini, ia kembali bukan sebagai Adrian yang dulu, melainkan sebagai seseorang yang memiliki misi yang belum terselesaikan.Dengan langkah tegas, Adrian mendorong gerbang dan memasuki halaman rumah. Para penjaga yang melihatnya langsung membelalakkan mata, seolah melihat hantu. Salah satu dari mereka bahkan nyaris menjatuhkan senjata yang dipegangnya."Adrian...?" gumam salah satu penjaga dengan suara gemetar.Adrian tidak menjawab. Ia hanya terus berjalan melewati mereka, menuju pintu utama. Ia tahu bahwa keberadaannya akan segera diketahui oleh kedua saudaranya, Alan dan Andre Wijaya. Itu hanya soal waktu sebelum mereka muncul dengan seribu pertanyaan yang harus ia hadapi.Saat A

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status