Home / Fiksi Remaja / Alvaro Sang Genus / Bab 27. Cinta Itu Hal Terbodoh

Share

Bab 27. Cinta Itu Hal Terbodoh

Author: Whieta Dy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Cepat turun, Dav! Bawa Spesies itu! Kami menyusul!” teriak Vena. Dia adalah salah satu Familia perempuan selain Davira.

          Lantai di bawah Alvaro serasa bergetar. Ia masih berada di bawah pengaruh obat bius. Ketika berlari layaknya kesetanan tadi, suara angin seperti gemuruh di telinganya. Ia menangkap keraguan Davira untuk meninggalkan anggota Familia yang lain.

          “Cepat!” Vena mendorong bahu Davira.

          Davira melemparkan senapannya yang telah kehabisan peluru. Tak ada pilihan lain, ia menarik Alvaro dan Gio, menuntun mereka turun menggunakan tali. Alvaro hampir merasa lega saat tiba di balkon bawah. Tapi seorang lelaki berpakaian militer tiba-tiba muncul di hadapan mereka. lelaki itu memegang pistol dan mengarahkannya ke dahi Alvaro, melirik Davira dan Gio bergantian.

 &n

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Alvaro Sang Genus   Bab 28. Kembali Ke Kampus

    Sebuah ketukan di pintu. Alvaro membuka mata. Sudah tiga hari ia dirawat di klinik RB. Berharap Davira berdiri di ambangnya sekadar melihat keadaannya. Tapi ternyata tidak, seraut Gio yang muncul dari balik pintu. “Hai, gimana keadaanmu? Merasa baikan?” Gio melangkah masuk dan meremas bahunya. “Sudah tiga hari di sini. Apa aku terlihat baik-baik saja?” Alvaro meringis. Infus di tangannya bergoyang. Gio tertawa. “Nikmati ajalah. Jarang-jarang bisa bersantai tanpa ada target mendapatkan Spesies dan memikirkan tugas kuliah,” candanya. Tapi frasa Spesies agaknya masih sensitif untuk Alvaro. Pemuda itu terdiam, menerawang kejadian di Balakosa Park. “Ha

  • Alvaro Sang Genus   Bab 29. Rahasia Tentang Alvaro

    Tak banyak orang yang tau tentang keberadaan Lembah Ceruk Batu. Letaknya di tengah bukit dan di kelilingi oleh batu-batu cadas dan pepohonan rimbun. Hanya lima puluh meter dari lembah, sebuah mata air mengalir dari celah-celah bebatuan. “Sudah kuduga, kamu pasti ada di sini.” Alvaro melompat di antara bebatuan. Davira mencibir. “Jangan sok menduga. Aku tau kamu mengikutiku,” tandasnya. Batu yang ia duduki datar dan berukuran besar. Cahaya matahari menimpa kulitnya yang berkilau akibat peluh. “Kamu yang duluan mengikutiku ke kampus,” Alvaro memutar matanya. “Tugasku memastikanmu aman setelah penculikan itu.”&n

  • Alvaro Sang Genus   Bab 30. Davira Sebagai Tersangka

    Rumah makan cepat saji Boobsger hari ini sepi pengunjung. Hanya ada lima orang pelanggan termasuk Alvaro. Pemuda itu menatap jam di pergelangan tangannya. “Tepat jam sebelas. Kamu gadis yang sangat disiplin. Familia sejati,” puji Alvaro begitu melihat sosok Davira datang dengan senyum menawan. Seperti biasa, gadis itu terlihat segar tanpa make up dalam penampilan casualnya. Davira melebarkan senyumnya. Memesan coffee latte dan duduk di hadapan pemuda itu. “Ngajak ketemuan jam segini. Ketahuan kamu bolos.” Davira menyesap kopinya perlahan. “Nggak apa-apa. Dosenku pengertian,” jawab Alvaro seenaknya. Tak ingin melepaskan momen itu, Alvaro segera m

  • Alvaro Sang Genus   Bab 31. Ancaman

    Davira muncul empat hari kemudian ke hadapan Alvaro di taman samping Rumah Berwarna dengan rambut tergerai. Tubuhnya dibalut dress putih bermotif bunga-bunga kecil. Anggun dan sangat menawan. Alvaro tercengang, hampir tak mengenalinya. Tapi sorot tenang dan percaya diri yang terpancar di mata gadis itu meyakinkan Alvaro, itu adalah gadis yang sama dengan yang ia jumpai di Boobsger. “Kenapa kamu merubah penampilanmu?” selidik Alvaro. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tak ada penjaga. “Setelah berita kriminal tempo hari, aku merasa seseorang terus membuntutiku. Ini membahayakan RB. Jadi aku merubah penampilanku saat keluar.” “Kamu bukan seperti Davira. Tapi seperti kembarannya.” Alvaro tersenyum, m

  • Alvaro Sang Genus   Bab 32. Harus Menikah

    Serentak semua orang yang berada dalam ruangan itu menoleh keluar. Bocah-bocah panti berlarian menuju pintu. Penjaga masih bersungut-sungut mengawasi sepasang muda mudi itu. Alvaro segera paham situasi. Dia mempererat genggamannya pada jemari Davira. “Maaf, Pak. Kami baru jadian. Di panti ini banyak yang mengawasi, jadi kami bersembunyi di situ. Yah, kukira itu tempat yang aman karena pepohonannya rimbun. Ternyata ah, aku salah. Maaf, kami tidak akan berkencan di sekitar sini lagi.” Alvaro menggaruk belakang telinganya. Davira terkejut dengan pernyataan Alvaro. Namun segera gadis itu menunduk, memasang raut malu-malu. “Maaf Metira, sudah kubilang padanya, jangan di situ. Lihatlah, adik-adik ini ikut menonton kita,” ungkapnya. “Maaf, Sayang.” S

  • Alvaro Sang Genus   Bab 33. Sebuah Misi Pernikahan

    Jantung Alvaro seolah hendak melompat keluar dari kerongkongan mendengar ucapan Metira. Davira bahkan berpegangan pada kursi agar tak limbung. Ucapan Metira membuat jantung keduanya berdetak lebih cepat. “Me-mengapa harus menikah?” Alvaro gagap seketika. “Ya, nggak harus seekstrim itu juga, ‘kan?” Raut Davira memucat. Metira menyilangkan kedua tangannya di depan dada. “Ya, harus. Misi ini harus sempurna.” Perempuan itu mengerjap. “Bukankah kau ingin mengetahui alasan Simurgh Sajm menculikmu dan alasan kami mempertahankanmu, Alvaro?” Hening. Alvaro mengangguk pelan. “Bukankah kau

  • Alvaro Sang Genus   Bab 34. Kamar Pengantin

    Davira menatap keluar jendela dengan gelisah. Ia gadis yang tenang, tapi tidak kali ini. Cincin pernikahan yang baru disematkan Alvaro di jari manisnya sudah puluhan kali ia putar-putar dengan telunjuk dan jempolnya. Alvaro bukannya tidak memperhatikan. Ia juga tak kalah gugup. Ia senang Davira bisa sering bersamanya nanti. Tapi umurnya baru sembilan belas tahun dan ia tak punya banyak pengalaman menghadapi perempuan, apalagi seorang istri. “Bisakah kamu menghentikan gerakanmu itu, Dav? Kamu perempuan paling tenang yang pernah aku temui. Menyusup ke dalam sarang musuh dan dikeroyok saja kamu bisa lakukan dengan bibir tersenyum. Kenapa saat ini tidak? Ini mengganggu konsentrasi menyetirku,” kata Alvaro. “Ah, sialan kau, Alvaro. ini jauh lebih menegangkan dari pada misi-misi sebelumnya. Aku tak pernah membayangk

  • Alvaro Sang Genus   Bab 35. Sebuah Nama Panggilan

    Davira terdengar seperti kesulitan bernapas saat melanjutkan ceritanya. “Aku pernah memiliki teman sekamar. Di Familia, ia bertugas menjadi seorang pemburu. Kamu tahu pemburu? Mereka adalah Familia yang berada dalam mobil untuk menjemput Spesies saat kita menekan tombol pemanggil. Setiap malam ia bermimpi buruk. Melihat anak-anak meraung, mengerumuninya. Akhirnya ia memutuskan untuk selalu terjaga. Kelelahan dan rasa bersalah yang dalam menyiksanya. Suatu hari, saat aku ke kamar selesai bertugas, aku menemukannya ….” Davira memucat. “… menemukan tubuhnya tergantung di langit-langit kamar. Ia depresi dan mengakhiri hidup. Itu mengerikan sekaligus menyakitkan.” Tatapan Davira hampa. “Kami takut menikah apalagi memiliki anak. Kami dibayang-bayangi akan adanya karma bahwa anak kami akan mendapatkan balasan yang sama. Hidup normal itu terdengar seperti omong kosong.” Alvaro mengelus punggung perempuan itu untuk menenangkannya. “Sebenarnya, tanpa pernikahan i

Latest chapter

  • Alvaro Sang Genus   Bab 72. Bertemu Gio Kembali

    Alvaro berbaring di samping Davira. Mereka bertatapan, tersenyum canggung. Jemarinya mengelus pipi halus Davira. “Maaf, aku tak menanyakan kesiapanmu. Ini menjadi tak seromantis yang diinginkan oleh setiap wanita.” sesal Alvaro. “Apa yang diinginkan oleh setiap wanita?” Davira tersenyum. “Aku tahu hari itu akan tiba. Hari di mana aku menjadi istri sesungguhnya. Aku sudah cukup siap.” “Kau membuatnya menjadi seperti melakukan kewajiban saja. Aku suami yang buruk.” Alvaro megerang. Elusannya di pipi Davira terhenti.” “Tidak, bukan begitu. Itu sangat luar biasa, sungguh.” Davira meremas tangan Alvaro, cemas oleh kekecewaan yang tergurat di wajah kekasihnya. “Meski rasanya aneh karena kita sangat terburu-buru. Tiba-tiba saja aku menjadi berbeda dan ada sesuatu yang menggelegak di tubuhku dan menuntut untuk dipenuhi.” Ucapan itu membuat Alvaro tersentak. Ia pun memikirkan hal yang sama. “Kau benar, Vira. Aku menjadi sangat bergairah sejak memasuki ka

  • Alvaro Sang Genus   Bab 71. Si Muka Dua

    Alvaro dan Davira tak pernah menyangka bahwa di Rumah Berwarna ada kamar seluas dan seindah itu. Lantainya mengkilat dan separuhnya ditutupi dengan karpet empuk dan tebal berwarna hijau mint. Ranjang di tengah ruangan berukuran king ditutupi seprei lembut dan wangi. Di dalamnya terdapat kamar mandi dengan bath up yang besar. “Aku tak percaya bahwa kita masih menginjakkan kaki di RB. Ini sangat kontras dengan seluruh ruangan di RB yang kaku dan hanya berwarna silver,” ucap Davira meraba furniture dan seprei dengan hati-hati. “Kau salah. Seharusnya justru kamar ini representasi dari RB. RB itu artinya rumah berwarna. Tapi kenyataannya, tak ada warna dalam kehidupan RB. Kita tak dibiarkan memilih ‘warna’ kita sendiri.” Alvaro bersungut-sungut. Mengerjapkan mata, Davira tersadar Alvaro masih kesal. Sebuah kulkas berwarna merah elegan menarik perhatiannya. Ia menuju ke sana, membuka pintunya dan melongok isinya. Sebotol air dingin, sirup lemon dan bua

  • Alvaro Sang Genus   Bab 70. Negosiasi

    Perempuan itu sedang menatap layar laptopnya saat Alvaro dan Davira menyerbu masuk ke ruangan kerjanya. Di belakangnya, petugas keamanan tergesa mengikuti. “Maaf Metira, saya sudah menahan mereka tapi mereka memaksa masuk,” ucap petugas itu khawatir. Sebagai jawaban, Metira menggeleng dan memberi isyarat agar petugas itu pergi. “Hai, kalian rindu padaku? Terima kasih akhirnya kalian mau mendatangi ibu kalian ini,” sindirnya. Senyum sinis terukir di bibirnya. “Tak perlu basa-basi. Kembalikan gadis itu. Kau menginginkanku. Bukan dia,” sergah Davira, kesal. “Aku menginginkanmu?” Metira mengangkat alisnya. “Yang tepat adalah, aku menginginkan kalian. Kau dan terutama Alvaro.” “Aku tahu. Kau butuh darahku dan ketangguhan Davira,” timpal Alvaro tanpa menyembunyikan kekesalannya. “Ya.” Metira menjetikkan jari. “Jika kemurnian darah Alvaro bisa didapat dengan keturunan, maka aku mau kalian punya anak. Generasi yan

  • Alvaro Sang Genus   Bab 69. Siluet Masa Lalu

    Davira memerhatikan garis pembatas putih di jalan raya. Ia tak bicara sepatah kata pun selama di mobil. Saat mengisi bahan bakar, Alvaro mampir ke mini market dan membelikan air mineral dingin untuknya. Davira menerimanya dalam diam tapi kemudian ia sadar, Alvaro mengkhawatirkan dirinya. “Hai, apa kau pikir reaksiku tadi berlebihan?” tanyanya sedikit malu. Alvaro menatapnya lembut. “Aku tahu. Tak apa. Kau panik. Kau tak suka dengan seseorang yang terlalu banyak bicara apalagi itu mengenai sesuatu tentangmu.” Davira mengangkat kepalanya. “Selama sembilan belas tahun aku bertanya-tanya, apa di luar sana aku memiliki keluarga? Seperti apa mereka? apakah rambutnya selurus rambutku dan bola matanya coklat sepertiku? Dan apa yang ia katakan tadi ….” Napas Davira tercekat.“Adalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku tak siap. Fakta tentang saudara kembarnya yang hilang saat berumur tiga tahun dan itu adalah usia saat aku diculik. Warna biru itu ….” Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 68. Keyakinan Geisha

    Apa yang akan dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang yang begitu mirip dengannya? Apakah ia akan antusias bertanya berasal dari mana ia? Siapa namanya? Mengapa mereka bisa memiliki tekstur rambut dan gigi yang sama seolah Tuhan menuangkan mereka pada cetakan yang sama? Alih-alih melemparkan semua pertanyaan itu, Davira justru duduk menatap perempuan di depannya dengan senyuman kaku. Meski ia mengenal dirinya seorang yang cukup mudah bergaul. Dulu, dulu sekali, kemampuannya itu ia gunakan untuk mendapatkan Spesies dengan mudah. Itu sebabnya Metira bangga padanya. Mengingatnya justru memperburuk keadaan. Perasaan aneh yang karib tadi hadir semakin kuat. “Aku Davira. Maaf ya, aku biasanya tak secanggung ini terhadap orang baru. Tapi kita benar-benar mirip … meski kuakui kau lebih lembut atau feminin? Ah semacam itu.” Davira berusaha mencairkan suasana dan tertawa. Geisha ikut tertawa lirih. “Tapi lekuk tubuhmu lebih feminin. Kau pasti seo

  • Alvaro Sang Genus   Bab 67. Doppelganger?

    “Hai, sudah berapa lama kau temukan kafe ini? Minumannya enak.” Davira menyeruput es kopinya dengan nikmat. “Aku baru sekali ke sini. Dean yang mengajakku,” jawab Alvaro. Tubuhnya condong ke depan dan lagi-lagi ia melirik meja bar.“Kulihat kau gelisah dari tadi. Kenapa, Al?” Alis Davira terangkat, menyentuh jemari Alvaro. Lelaki itu sudah dari setengah jam yang lalu terus-menerus menatap ke sekeliling mereka. Bahkan pelayan yang menyajikan pesanan mereka tadi, Alvaro tatap berkali-kali. Alvaro meringis, menggeleng pelan. “Nggak. Nggak ada masalah,” jawabnya kikuk. Dielusnya jemari Davira yang berada di atas meja untuk meyakinkan perempuan itu, sementara pupilnya tetap bergerak-gerak gelisah. “Ada yang kau tunggu, Al? Dean?” “Nggak. Sudahlah, aku ke toilet dulu, ya.” Alvaro buru-buru berdiri, menghindar dari pertanyaan Davira dengan melangkah cepat, meninggalkan perempuan itu. Davira menggigit-gigit sedotan minumannya. Aura kegelisaha

  • Alvaro Sang Genus   Bab 66. Rencana Alvaro

    Melangkah menuju mobil, Metira memegangi ujung topi bulat pada bagian depan agar wajahnya lebih tersembunyi. Ia tak suka wajahnya diketahui orang dan dihubungkan dengan peristiwa di kampus beberapa bulan yang lalu. Saat sampai di mobil, ia dengan segera melempar topinya ke jok penumpang, memperbaiki kaca spion untuk melihat rumah mungil di belakangnya. Ia tahu pemuda itu tadi ada di sana, di ruangan itu, saat ia berbicara dengan Davira. Ia sengaja menyinggung masa lalu Davira agar pemuda itu terusik. Metira akhirnya tersenyum penuh kemenangan. *** Meski pemuda itu sudah berusaha berubah menjadi lebih penyabar, bayangan Alvaro yang marah tetap mendominasi benaknya. Davira langsung berbalik dan bergegas mengambil apron, menyibukkan diri di dapur. “Kau sudah lama pulangnya? Biasanya kau langsung menemuiku setiap kali pulang ke rumah. Pasti karena lapar, ya?” oceh Davira. Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 65. Tamu Pengganggu

    Suara ketukan di pintu seolah palu godam yang menghantam kepala Davira. Saat matanya terbuka dan kesadaran menyentaknya, ia pun menyadari bahwa suara menggelegar itu hanya ada di mimpinya. Pada kenyataannya, ketukan itu terdengar lembut dan berirama. Segera diraihnya pistol dari laci dan berjingkat menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Meski ia sudah menduga siapa pemilik ketukan berirama itu, ia tetap harus waspada. Sambil mengintip keluar, Davira mengarahkan pistolnya ke pintu sementara sebelah tangannya membuka slot. Namun saat melihat yang datang adalah sosok sesuai dugaannya, Davira menurunkan pistol dan menyembunyikannya dipinggang. Sosok yang dimaksud adalah seorang perempuan berambut cokelat ikal dengan topi lebar yang hampir menutup seluruh wajahnya. “Hai, kau merindukanku, Dav?” sapa perempuan itu dan langsung menyelinap masuk. Davira menutup pintu di belakangnya dan mengikuti langkah perempuan itu dengan wajah kusut. “

  • Alvaro Sang Genus   Bab 64. Serupa Davira

    Tubuh ramping berbalut setelan peach bermotif kupu-kupu. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menutupi punggung. Alvaro terdorong untuk mendekat dan berdiri di sisi perempuan itu. Ia sedang mencatat pesanan pelanggan dan bagian depan tubuhnya ditutupi celemek. Gerakannya anggun dan sangat gemulai.Alvaro berharap perempuan itu segera menoleh dan menjelaskan alasan kenapa ia berada di sini dan bekerja sebagai pelayan. Namun harapan itu memudar seiring perasaan asing yang merambat di benaknya. Ia seolah tak pernah mengenal perempuan itu.Berbalik dan duduk kembali bersama Dean dan yang lain, menunggu perempuan itu yang mendatanginya. Keputusan itu baru akan diambil Alvaro. Belum sempat ia berbalik, perempuan itu menoleh dan tersenyum.Titik pandang mereka bertemu. Perempuan muda itu nyaris sama dengan Davira. Tinggi tubuh, warna kulit, hingga raut wajah. Alvaro saja sampai terperangah dibuatnya.“Hai, teman, di mana tempat dudukmu? Di sana masih kosong. Aku antar, yuk. Sekalia

DMCA.com Protection Status