Terkurung dalam penjara sempit ini, di sinilah Henry berada. Henry tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi Setelah ia membawa Diana ke dalam reruntuhan istana ini, ia tiba-tiba di masukkan begitu saja. "Sialan, apa yang sebenarnya terjadi?" Henry tidak mendapatkan petunjuk apapun.
Tadi, setelah ia membawa Diana dalam keadaan tidak sadarkan diri ke hadapan Fulton, Fulton menyuruhnya untuk memasukkan Diana dalam salah satu kamar kosong. Setelah itu Fulton membawa Henry ke luar dan memasukannya ke dalam penjara ini. "Kau tunggu di sini saja." Setelah mengatakan itu Fulton pergi dari sana, meninggalkan Henry dengan kebingungan.
Henry menyandarkan dirinya ke dinding penjara ini, ia mendongakkan kepalanya dan menutup mata. Berpikir keras tentang sesuatu yang terasa sangat ganjil.
"Diana ...."
Tap tap
Tidak lama kemudian, Henry mendengar suara derap langkah kaki. Henry membuka matanya
Fulton memang brengsek, jika Diana punya kekuatan lebih mungkin ia akan membunuh pria itu. Tapi yang bisa Diana lakukan sekarang hanyalah menyesali semua yang telah terjadi. Ia menangis, ia meringkuk di ujung ranjang ini. Diana merasa dirinya kotor."Ka-kau brengsek!"Sedangkan Fulton sendiri seperti menulikan pendengarannya, ia dengan santai memakai kembali pakaiannya. Pandangannya ia alihkan kepada Diana, gadis itu masih menangis di sana. Fulton menyeringai ketika melihat Diana yang berusaha menutupi tubuhnya. Ah, padahal ia telah melihat semuanya."Kenapa kau lakukan ini kepadaku!" Dengan berderai air mata Diana menanyakan hal itu, jika memang dirinya adalah kelemahan Dedrick maka Fulton cukup membunuhnya. Tidak perlu melecehkannya seperti ini.Fulton selesai dengan pakaiannya, mata ambernya tidak lepas dari Diana yang menatapnya dengan tatapan penuh benci. Tatapan seperti itu, Fulton dari dulu sering mendapatkannya. "Kenapa? Karena aku aka
Sudah berapa lama Diana di sini? Diana tidak tahu pasti, tapi mungkin ia sudah sekitar 3-4 hari di sini. Selama itu pula Fulton selalu melecehkannya. Diana stress, depresi, dan selalu ketakutan ketika melihat Fulton. Pria dengan bekas luka di wajahnya itu benar-benar brengsek."Jangan lagi, kumohon ...." Diana berusaha mendorong Fulton yang berada di atas tubuhnya, pria itu menindihnya seraya menciumi lehernya. Percayalah, Diana sangat merasa jijik. "Tidak!"Fulton mengabaikannya. Ya, ia tidak pernah mendengar permohonan Diana. Baginya jika Diana belum hamil anaknya, ia akan terus melakukan ini. "Kenapa? Bukankah ini menyenangkan? Atau permainan ku tidak seperti Dedrick?"Ketika nama Dedrick di sebutkan, Diana semakin merasa jijik pada dirinya. Ia merasa telah mengecewakan Dedrick, dan jika Dedrick tahu pasti ia akan sangat kecewa. Memikirkannya saja membuat air mata Diana semakin turun dengan deras."Akh, huek ...." Diana menutup mulutnya ket
Semenjak Fulton mengetahui Diana hamil, pria itu tidak lagi pernah menyentuh Diana. Diana sangat mensyukuri hal itu. Hanya saja sikap Fulton membuat Diana mengernyitkan dahi bingung, pria itu lebih memperhatikan dirinya. Aneh sekali. Seperti sekarang ini, Fulton datang dengan membawa sepiring makanan. Padahal sebelumnya Fulton membiarkan pengawal yang mengantarkannya."Makanlah, kau harus makan banyak agar bayi itu kuat." Fulton duduk di tepi ranjang, ia menyodorkan piring yang berisi makanan sehat itu pada Diana. Diana tidak tahu siapa yang memasak, tapi makanan yang selalu diberikan padanya terasa aneh. Maksudnya berubah-ubah, terkadang terasa asin, tapi terkadang hambar juga.Diana tidak ada pilihan lain, ia ingin bayinya baik-baik saja. Jadi, Diana menerima piring itu dan menyantapnya. Menu pagi ini sama seperti kemarin, terdiri dari sayur dan kentang. Yang membedakannya adalah seiris daging yang telah di panggang. "Te-terima kasih."Ketika sesuap kent
Fulton menyandarkan tubuhnya pada sebuah batang pohon di depan reruntuhan Istana ini, karena sudah lama runtuh, istana ini sangat tidak terawat. Rumput-rumput liar sudah tumbuh di mana-mana, bahkan sudah menaiki dinding istana ini. Meski ini telah menjadi markas para Rogue, tapi mereka tidak membersihkannya sama sekali.Tiba-tiba saja Fulton teringat dengan pertanyaan Diana tadi. Gadis itu bertanya apa masalahnya dengan Dedrick, sepertinya Dedrick tidak menceritakannya. "Biarlah, lagi pula Dedrick sebentar lagi akan mati di tanganku. Di saat itulah aku akan merebut Diamond Pack."Jika ingin merebut istananya, maka kau harus membunuh pemimpinnya. Itulah yang Fulton pelajari ketika ia bergabung dengan para rogue. Jika pemimpinya mati, maka akan semakin mudah mendapatkan apa yang ia inginkan dengan mudah. Tidak ada yang akan memimpin mereka."Alpha."Fulton menoleh ketika seseorang memanggilnya. "Ada apa?" tanya Fulton seraya memusatkan perhatiannya pada baw
"Sialan! Ternyata begitu?!"Henry dan Diana menoleh ke arah pintu, di sana Fulton berdiri dengan wajah marahnya. Fulton terlihat sangat menakutkan. Kedua tangannya terkepal dan matanya menatap tajam Diana dan Henry bergantian.Henry yang ada di sana segera pasang badan untuk Diana, ia maju dan membuat Diana berada di belakang tubuhnya, bermaksud melindungi Diana. Ia tidak akan membiarkan Fulton menyentuh Dian lagi. "Kau benar-benar brengsek, Fulton.""Henry, kau ingin mati?" Fulton maju.Henry tidak mengindahkan perkataan Fulton, ia menolehkan kepalanya pada Diana yang berada di belakang tubuhnya. "Diana, kau harus segera melarikan diri. Aku akan melawannya." Henry mengatakannya dengan nada pelan, tapi Diana masih bisa mendengarnya."Henry, tapi-""Diana kau harus menyelamatkan diri, aku tidak tahu apa yang akan Fulton lakukan padamu dan janin mu." Henry tidak tahu apakah
Diana tidak tahu ia mau di bawa ke mana, tapi Fulton terus menariknya dengan kasar. Kepala Diana pusing, bahkan pandangannya sudah berkunang-kunang tapi Fulton tidak mempedulikannya. Mereka berdua tiba di sebuah lapangan, Diana melihat ada banyak Rogue di sini.Fulton kembali menyentak kasar Diana agar mengikutinya ke tengah lapangan, para Rogue di sana memberi mereka jalan dan ketika tiba di tengah lapangan itu Fulton mendorong kasar tubuh Diana ke tanah hingga Diana tersungkur."Akh ....""Diana."Diana pikir ia berhalusinasi, ia mendengar suara yang akhir-akhir ini ia rindukan. Dengan hidung yang masih mengeluarkan darah, Diana mengangkat kepalanya. "Dedrick?" Diana melihat Dedrick yang berada di dalam kepungan para Rogue, sama seperti dirinya.Dedrick balas menatap Diana dengan pandangan nanar, Diana-nya menderita. Ini karena ketidakmampuan dirinya menjaga Diana hingga memb
Fulton mengumpat ketika mendapati Diana sudah berada di gendongan Dedrick. "Sialan, kejar mereka!" Fulton bangkit kemudian ikut mengejar Dedrick yang membawa Diana lari masuk ke dalam hutan.Di sisi lain Dedrick berlari dengan cepat, Diana yang berada dalam gendongannya meringis sakit. "Umh, sa-sakit." Mata Diana tertutup rapat, tapi keningnya mengkerut. Dedrick semakin khawatir di tambah dengan Rogue yang mengejarnya di belakang."Akh!" Diana kembali menjerit, tapi kaki ini lebih kencang. Diana memeluk erat perutnya yang terasa sakit luar biasa.Dedrick menatap cemas. "Diana.!" Kemudian Dedrick merasakan sesuatu yang hangat membasahi tangan kanannya, tangan yang menahan pinggul Diana agar tetap berada di posisinya. Mata Dedrick semakin terbelalak ketika mencium bau anyir darah dari Diana. "Diana, bertahan lah."Diana mengalami pendarahan.Jantung Dedrick berdegup kencang, ia semakin ketak
Diana perlahan membuka matanya, sejak tadi ia masih sadar tapi rasa sakit yang ia derita tidak bisa membuatnya membuka mata. Ketika abu-abu itu memandang, Diana menemukan Era yang menatapnya. "Diana, kau membuka matamu." "Diana, minumlah ini. Kau kekurangan minum." Era memberikan Diana sebuah air yang Diana yakin itu adalah obat. Warna air itu agak kemerahan. Diana meminumnya hingga tandas, meski rasanya agak pahit tapi Diana tetap meminumnya. "Era, apakah ia baik-baik saja?" tanya Diana merujuk pada janinnya. Tangan Diana menyentuh perutnya yang sudah tidak sesakit tadi. Era menarik sudut bibirnya. "Tidak apa-apa, kau dan bayinya kuat. Hanya pendarahan sedikit, tapi itu sudah diatasi." Era mengeluarkan kain bersih kemudian mengikatkannya pada kepala Diana yang berdarah. Menutup lukanya. Wajah Diana yang tadinya terkena noda darah juga sudah dibersihkan, Era juga yang melakukannya. Diana lega sekali, tapi ia tiba-tiba saja terpikir dengan Dedrick. Diana memperhatikan sekitarnya, ia