Hari ketiga akhirnya datang juga. Rebecca kembali ke Jakarta dan tentunya disambut senang oleh Kinan dan senyum-senyum nakal dari Yoga. "Hai, Sayang!" Kinan memeluk Rebecca pun dengan Rebecca yang membalas pelukan sama eratnya. "Tau, gak, Mama kesepian di rumah semenjak kamu pulang ke Singapur," ucap Kinan. Keduanya mengobrol hangat dan terlihat bahagia hingga akhirnya Allea sampai di rumah bersama Inah. Sorot mata Allea terlihat heran ketika neneknya mengobrol dengan orang asing yang sepertinya sudah akrab. "Tante itu siapa, Bi?" tanya Allea sambil menunjuk pada Rebecca yang sedang tertawa dengan neneknya. "Mungkin keluarganya, Non. Udah, kita ke kamar aja, ya?" ucap Inah. Allea memang ke kamar menuruti ajakan pengasuhnya, tetapi rasa penasaran bocah kecil pintar itu sepertinya memuncak saat melihat neneknya memperlakukan wanita itu dengan begitu baik bahkan selalu tersenyum. Sedangkan pada diri dan juga ibunya seolah membenci. "Non, Bibi masak dulu buat Mommy di toko, ya? Kita,
Kini tiba saatnya pulang. Reynand sudah bersiap dengan tas ransel yang selalu ia bawa, pun dengan Nayla, Allea juga Inah. "Saya pamit, Tant!" ucap Reynand pada Nayla. Ia memang sudah terbiasa menyebutnya Tante karena baginya usia Nayla belum dikatakan tua untuk dipanggil ibu. Padahal, bukan perkara dari umur saja seseorang mendapat gelar jadi ibu karena ia sudah memiliki keturunan pun sama. "Hati-hati, Kak Rey!" jawab Allea manja. Reynand tersenyum kaku. Sementara Nayla sepertinya belum menyadari ada kejanggalan dari sang putri.Sepasang mata Allea terus menatap lekat Reynand yang berjalan menuju pintu bahkan hingga ia menaiki angkot di depan toko kue miliknya. "Ayok, kita pulang, Sayang!" ajak Nayla pada putrinya. Allea terperanjat karena ia terlalu fokus memandang Reynand yang bahkan sudah tidak ada di hadapannya. Inah merasa ada yang tidak beres dengan anak majikannya, tetapi ia berusaha menepis. Allea memang besar dan tumbuh oleh orang tua tunggal. Ia diasuh oleh pembantunya
Rebecca menyunggingkan senyum saat melihat Kenan mengejar istrinya. Ia merasa bahagia ketika sepasang suami-istri tersebut menjadi salah paham atas ulahnya. "Kamu bikin ulah apa lagi, Sayang?" bisik Yoga di telinga Rebecca. Rebecca menoleh, lalu tersenyum. "Entah, aku seneng ngeliat mereka berdua berantem," ucap Rebecca dengan mata yang masih fokus pada Kenan yang sedang mengejar istrinya. "Apakah itu tandanya kamu masih ada cinta untuk Kenan?" Pertanyaan Yoga mampu membuat Rebecca bungkam seribu kata. Mungkin rasa itu masih ada, tetapi ia begitu takut kalau Yoga nantinya akan cemburu, lalu menjauhinya. Rebecca mencoba santai dan tersenyum manis pada Yoga. "Kalau sudah ada yang sayang sama aku, ngapain cari yang lain?" ucap Rebecca sambil membenahi kemeja yang sedang dikenakan oleh Yoga. "Serius?" tanya Yoga dengan tatap tajam. Rebecca mengangguk kemudian mencium pipi Yoga secepat kilat agar kecemburuan Yoga hilang begitu saja. Sedangkan di sudut kamar lain ada Allea yang teng
Reynand langsung melepaskan tangannya dari sudut bibir Nayla. "Maaf, hanya mau ambil nasi aja di ujung bibir Tante," ucap Rey tanpa melihat Nayla. "Astaga! Masih ada, kah?" tanya Nayla sambil mengusap-usap di area bibir. "Udah enggak, Tant. Sekali lagi maaf, ya?" Reynand merasa tidak enak. "Gak pa-pa." Kenan langsung pergi ke dapur setelah pamit pada Nayla. "Astaga, lancang sekali tanganku, untung saja Tante Nayla tidak marah," keluh Rey ada dirinya sendiri. "Kak Rey?" Terdengar suara yang Reynand kenal. Suara cempreng dari bocah kecil yang sehari baru bertemu langsung berani menggombalinya. Reynand menoleh. Mata Reynand membulat ketika melihat sosok anak kecil dengan pakaian yang mungkin lebih pantas dikenakan oleh orang dewasa. "Seksi, gak?" tanya Allea sambil menaik-turunkan alisnya. Ia mengenakan kaos super ketat dengan bawahan jeans pendek. Rey tersenyum sarkas. "Gak!" jawabnya kemudian pergi. "Ish! Kok, enggak? Padahal kalo aku liat di tivi malah pada dipuji seksi at
"Nay, aku minta maaf," ucap Kenan saat Nayla hendak tidur memunggunginya. "Aku tau caraku mungkin cemburu padamu salah, tapi sumpah aku gak ngelakuin apa-apa dengan Rebecca. Aku menyangka Rebecca itu kamu karena dia duduk di ranjang kita, Nay." Kenan menjelaskan. Nayla mendengarkan cerita suaminya yang memang belum sempat ia dengar karena selalu menghindar bahkan kesal saat melihat Kenan dan Rebecca."Apakah semua itu benar, Kak?" jawab Nayla dengan wajah menoleh, tetapi tidak dengan tubuhnya. "Sumpah demi apa pun aku mau, kalau apa yang aku ceritakan saat ini semuanya benar dan apa adanya." Kenan mengangkat tangannya yang menandakan ia bersumpah atas ucapan yang dilontarkan sesuai keadaan yang terjadi kala itu. Sepasang mata Nayla berkaca. Ia menyesal karena telah salah sangka pada suaminya. Mungkin memang Nayla juga cukup keras kepala tidak mau mendengarkan penjelasan Kenan dan lebih mempercayai orang yang sebenarnya memang ingin rumah tangganya hancur. Kenan meraih tubuh Nayla d
Nayla membulatkan mata ketika mendengar pertanyaan putrinya, lalu melotot ke arah suaminya yang sudah tersenyum sedari tadi. "Maksud Kakak apa buat begini? Bikin malu saja!" bisik kesal Nayla pada Kenan. "Biarin aja. Kamu, kan, istriku," jawab Kenan enteng tanpa merasa bersalah telah mempermalukan Nayla di hadapan keluarganya. Memang benar apa yang dikatakan oleh Kenan, tetapi kekesalan Nayla juga wajar karena keluarga besarnya malah menjadi seperti jijik melihat tanda merah kecil di lehernya karena ulah sang suami yang seolah menjadi drakula dadakan. "Ayok, kita makan! Malah diliatin aja," ucap Kenan sambil menciduk centong nasi. Seluruh keluarga Kenan akhirnya makan meski dengan sejuta keheningan. Hanya Allea saja yang masih bicara dengan ibunya perihal sekolah dan ada hal yang berhasil membuat Kenan kaget dengan pertanyaan putrinya. "Mom, drakula itu ada enggak?" "Enggak ada, itu hanya cerita di film-film aja." Nayla menjawab santai. "Biasanya drakula itu suka menghisap dara
Waktu berjalan begitu cepat. Allea kecil kini beranjak remaja usia dua belas tahun. Saat ini ia duduk di bangku kelas enam dan memiliki wajah yang semakin cantik. "Nay, Lea udah besar. Kasih Adek, yuk?" pinta Kenan saat mereka hendak tidur setelah capek beraktivitas seharian. "Aku ikut aja, Kak. Benar kata Kak Ken, Lea udah besar ditambah lagi dia sekarang semakin sibuk dengan teman-temannya." "Jadi, kita bikin adek buat Lea, ya?" ajak Kenan yang sudah semangat. Nayla hanya tersenyum mengisyaratkan dia mengikuti apa yang diinginkan oleh suaminya. Zaman memang telah berubah. Sekarang anak kelas enam sekolah dasar pun mengenal arti cinta online bahkan cinta sesama teman sekolahnya. Pubertas anak zaman sekarang memang benar-benar mengerikan terutama untuk orang tua yang terkesan cuek karena kesibukan aktivitas diri di tempat kerja. Tidak terasa sudah hampir lima tahun juga Rebecca tinggal di rumah Kenan menjadi benalu di rumah tangganya dan menjadi simpanan ayah tirinya bahkan ia be
"Lele!" Rey meraih pensil warna yang sedang Allea pegang. "Apa?" Allea menatap malas. "Kamu kenapa?" "Masih harus aku jawab, Kak?""Ya harus, lah! Orang aku gak tau kamu marah karena apa." "Kak Rey jahat! Dari dulu aku bilang kalau aku itu calon pacar Kakak, tapi itu tadi ada cewek yang ke sini. Mana Kak Rey lembut banget sama dia." Allea menangis membuat Rey serba salah. Ya Tuhan, dia beneran cemburu sama aku? Tapi, apa iya sedari kecil dia menyukaiku? Ah, sekarang pun masih kecil. Reynand berucap dalam hatinya. Reynand bingung harus berbuat apa. Bocah kecil yang kini beranjak remaja menangis karena melihat dirinya didatangi oleh seorang wanita. Wanita itu memang dekat dengan Rey. Pemuda itu pun memang menyukai si wanita itu semenjak SMA dulu. Mereka berpisah karena si wanita harus ikut ayahnya ke kota lain dan cinta Rey belum sampai diungkapkan. Namun, saat wanita itu kembali Rey malah dihadapkan dengan sosok gadis remaja yang menaruh hati sejak usia dini. Reynand sesungguhn
Polisi itu kembali menceritakan bahwa yang melakukan semua itu sang sopir yang saat ini sudah dibawa ke mobil polisi di depan rumahnya tanpa perlawanan karena sudah mengakui kesalahannya. Ia diiming-imingi uang oleh Yoga saat ia benar-benar membutuhkan uang tersebut hingga akhirnya ia tergiur dan mau melakukan tindak kriminal tersebut. "Saya semakin pusing!" Kinan memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri. "Tidak! Eko berbohong! Aku tidak pernah menyuruhnya. Ini hanya fitnah semata!" Yoga yang baru ke ruang tamu langsung membantah pernyataan kepolisian tentang sopir Kinan bernama Eko telah memfitnahnya. "Semua bisa jawab di kantor, Pak. Mari, ikut kami," pinta salah satu polisi yang dibantah Yoga. Ia tidak mau ikut bersama petugas polisi. Sempat terjadi perseteruan karena Yoga berontak, tetapi ia kalah karena ternyata petugas polisi lebih banyak di luar sana yang akhirnya masuk untuk membantu meringkus Yoga. "Sayang, percaya aku. Aku tidak mungkin melakukan ini. Tolong aku, Saya
Setelah seluruh pekerja di toko kue Nayla pulang. Keadaan kembali sepi, tetapi tidak mengurangi kehangatan yang ada. Malah semakin terasa hangat dan syahdu ketika Kenan sudah sadar. "Kamu tidur, Sayang. Besok, kan, sekolah," titah Nayla pada putrinya. Allea mengangguk. Ia kembali ke sofa dan menarik selimut hangat setelah mencium pipi ibu dan ayahnya bergantian. "Ah, sepertinya kamu mau agar kita berduaan," goda Kenan pada istrinya. "Kamu juga tidur, Kak." Nayla menarik selimut Kenan. "Jangan ge'er begitu bilang ingin berduaan. Aku ingin kamu cepet sehat," lanjut Nayla dengan seulas senyuman."Kamu mau ke mana?" tanya Kenan. Ia menarik tangan istrinya saat Nayla beranjak dari tempat duduknya. "Rehat, lah. Apalagi?" "Di sini aja," ucap Kenan sambil menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Nayla tersenyum. "Ada-ada aja, gak muat lah, apalagi badanku sudah mulai gendut." "Tapi aku rindu." "Makanya cepet sehat, biar nanti tidur seranjang lagi!" "Ya udah, ayok, pulang sekarang!"
Baru saja dua hari Kinan memberikan ijin pada Rebecca untuk tetap tinggal di rumahnya, ia sudah berani memamerkan kemesraannya pada Kinan meski sepertinya Yoga terus menghindar. "Sayang, kamu kenapa, sih? Bayi kita ingin terus dekat sama kamu," ucap Rebecca manja yang membuat Kinan muak saat berada di ruang makan. Gimana bisa bergerak? Usia kehamilan segitu baru berbentuk gumpalan darah saja belum ada nyawanya!Batin Kinan berbicara kesal mendengar Rebecca manja seperti itu. Ini sudah jadi risiko Kinan yang memberikan kesempatan pada sang suami karena ia juga harus siap kalau sampai terbukti bayi itu memang merupakan darah daging Yoga. "Sus, antar aku ke kamar!" pinta Kinan kesal. "Baik, Nyonya." Suster Rani mulai menarik kursi roda sang majikan agar bisa jauh dari meja makan. "Makananmu belum habis, Sayang!" Yoga menyahut, tetapi Kinan tidak menggubris. Rebecca melihat wajah Yoga dengan sorot mata memandangnya sinis dan cukup membuatnya takut. "Sini, kamu!" sentak Yoga saat Ki
Saat ini Yoga dan Rebecca sudah ada di dalam kamar Kinan. Keadaan hening sejenak saat Kinan menatap suami dan selingkuhannya bergantian. "Pokoknya aku menuntut tanggung jawabmu, Mas! Tidak mungkin aku pulang dengan keadaan seperti ini," ucap Rebecca. "Aku tidak ingin kehilangan istriku demi kamu!" Yoga menolak. Rebecca tersenyum getir. "Untuk apa? Bukankah istrimu saja tidak dapat memberikan kepuasan untukmu? Apalagi saat ini lumpuh, pasti semakin malas untuk melayanimu," ucap Rebecca. "Jaga mulutmu!" ucap Yoga setelah menampar pipi Rebecca. "Sebaiknya kamu pergi dari sini sekarang juga!" Yoga menunjuk pintu kamar Kinan, menyuruh Rebecca untuk meninggalkan kamar bahkan rumah mereka. "Enggak!" Rebecca bersikeras menolak. "Cukup!" Kinan menyela perdebatan mereka. Saat ini Yoga dan Rebecca yang sedang ribut beralih menatap Kinan yang duduk di ranjangnya. "Aku sudah memutuskan kalau Rebecca akan tetap di sini hingga bayinya lahir. Misalkan terbukti itu anakmu, maka kamu harus meni
Sudah jam delapan malam tetapi Kinan belum juga pulang dan hal ini membuat Yoga khawatir karena ia mengetahui kalau harusnya hari ini Kinan sudah pulang dari rumah sakit. Tidak ingin ada hal buruk yang terjadi pada sang istri, ia pun langsung meluncur ke rumah sakit dengan mobilnya sendiri. Mobil berjalan di bawah langit gelap yang disertai gerimis kecil serta kilatan-kilat kecil sepertinya sebentar lagi hujan akan turun. Kini mobil telah terhenti di parkiran rumah sakit dan ia pun keluar dari mobilnya menuju kamar inap sang istri. Namun, alangkah terkejutnya ketika di dalam ruangan malah terisi orang lain. "Siapa kamu? Masuk tanpa permisi, tidak sopan!" Seorang perempuan yang terbaring di bad mencaci kesal pada Yoga. "Astaga! Maaf, Nyonya. Sepertinya saya salah kamar. Satu kali lagi, maaf, maafkan saya salah memasuki ruangan," ucap Yoga merasa tidak enak pada orang tersebut. Untung saja pasien itu tidak memperkarakan ia pada pihak rumah sakit. Yoga masih berdiri di depan pintu d
"Lea? Kamu kenapa?" Bak menjelma seorang pahlawan Doni muncul di samping Allea yang sedang menangis. Allea baru sadar kalau ada Doni di sampingnya. Ia langsung mengusap air mata di pipinya. Namun, belum juga Allea menjawab Rey sudah memanggil namanya. "Lele!" Doni dan Allea kini menoleh ke belakang dan di sana ada Rey yang berlari mendekati sepasang muda-mudi yang berdiri di trotoar. "Kamu salah paham, Le." Rey mencoba menjelaskan. "Salah paham apa, sih, Kak? Kurang jelas apa lagi coba saat Kakak pegangan tangan sama dia? Lagian aku juga bukan siapa-siapa Kakak, jadi bebas kalau Kakak mau ngapain sama dia atau bahkan siapapun!"Rey tahu kalau sesungguhnya Allea sedang cemburu padanya. Namun, ia bingung menjelskan hal yang sesungguhnya apalagi di sampingnya ada laki-laki yang jelas-jelas suka padanya. "Sekali pembohong tetap akan jadi pembohong, Allea. Ngapain juga dipercaya? Mending ikut aku aja, yok!" Doni memegang tangan Allea. Allea memang masih kecil untuk memahami apa yang
Toko kue Kinan semakin ramai dan Rey kembali ditugaskan sebagai kepala toko karena memang Nayla sudah tidak dapat mengontrol bahkan konsentrasinya hanya tertuju pada sang suami yang masih belum sadar dari koma. Apalagi saat ini akan dilakukannya operasi pengambilan darah yang membeku di otak Kenan. "Selamat pagi semuanya ...." ucap Rey saat ia mengumpulkan karyawan dan karyawati di toko. "Maaf sebelumnya kalau kemarin-kemarin saya tidak full di sini karena memang diminta oleh Ibu Nayla untuk menjaga suaminya––Pak Kenan. Di sini saya mau minta keikhlasan dari temen-temen semuanya untuk mendoakan kesembuhan Pak Kenan yang hingga detik ini masih koma, bahkan saya mendengar kabar kalau hari ini beliau akan dioperasi. Jadi, sudi kiranya temen-temen untuk mendoakan beliau." Hening kemudian semua ikut mengangguk. "Baiklah, berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing dan untuk berdoa dimulai!" Kenan dan yang lainnya berdoa dalam hati dengan begitu khusuk. "Selesai!" Rey mengakhiri. "Teri
Pagi, sekitar pukul tujuh Nayla memutuskan untuk menengok ibu mertuanya setelah Rey datang ke rumah sakit yang Nayla minta untuk menjaga suaminya. "Pagi, Tant ...." sapa Reynand."Pagi, Rey. Maaf saya merepotkan. Bisa tolong jaga suami saya, kan? Saya akan ke Rumah Sakit Manuela," ucap Nayla yang telah membawa tas. "Loh, siapa yang sakit, Tant?" "Ibu mertua saya." "Astaga! Apa pun sakitnya semoga beliau cepat kembali sehat, Tant." Nayla tersenyum. "Aamiin ... makasih doa-doanya, Rey. Kalau begitu saya berangkat sekarang, ya?" Nayla berpamitan. "Iya, Tant. Hati-hati," ucap Rey ketika Nayla hendak pergi. Sementara Allea hanya tersenyum-senyum saat melihat Reynand.Nayla dan Allea melesat diantar oleh sopir pribadinya dengan rute menuju sekolah Allea dulu yang lebih dekat. "Hati-hati, ya, Sayang?" ucap Nayla pada putrinya. "Mommy juga hati-hati, ya? Jaga calon adik aku," pinta Allea sambil mengusap perut Nayla. Nayla tersenyum saat Allea melambaikan tangannya setelah berada di l
"Mas?" Sepasang mata Rebecca membulat ketika Yoga menampar pipinya. "Kau!" Yoga menunjuk wajah Rebecca kesal."Mas tega nampar aku?" Rebecca masih belum percaya apa yang diperlakukan Yoga padanya karena dalam benaknya lelaki yang ada di sampingnya memang rela berkorban dan memiliki rasa yang tulus untuknya."Awas!" Yoga mendorong tubuh Rebecca dan ia memunguti pakaian yang berserakan di lantai serta langsung berjalan ke kamar mandi."Mas, Mas mau ke mana?" Rebecca berteriak ketika Yoga hendak ke luar dari kamarnya. "Mas Yoga! Kamu bener-bener jahat!" pekiknya saat Yoga benar-benar pergi dari kamarnya. Yoga tidak memedulikan teriakan dari Rebecca ia berjalan menuju kamar Kinan yang ternyata dikunci. "Sayang? Buka, Yang!" Yoga mengetuk pintu kamar Kinan. Suster Rani hendak membukanya, tetapi Kinan melarang. "Biarkan dia begitu, Sus. Aku tidak ingin melihat wajahnya!" ketus Kinan menahan amarah.Kinan memilih tidur sedangkan Yoga masih berusaha memanggil nama istrinya disertai deng