Setelah mengantarkan ku pulang pada hari itu sikap Dzaqi kembali dingin seolah yang memberikan perhatian kala itu adalah orang yang berbeda. Untuk apa dia melarang ku berhubungan dengan Riana seolah – olah peduli pada ku jika pada akhirnya dia menjauhi ku lagi.
“Masa bodo! Aku akan tetap berteman dekat dengan Riana. Ini hidup ku untuk apa dia ikut campur memangnya siapa dia.” Omel ku sendiri di kamar.
Ping.!
Riana
Lagi ngapain Di?
Aku
Lagi rebahan. Kenapa Na?
Riana
Kamu sudah bilang suka belum ke Dzaqi?
Aku
Kenapa?
Maksudnya apa coba tanya begitu. Aku lagi sensi kalau bahas soal Dzaqi, si cowok nyebelin bin aneh bin suka PHP*in anak orang.
*PHP: Pemberi harapan palsu
Riana
Mau aku tanyain gak ke dia? Mumpung aku lagi chatingan sama dia nih.
Aku
Kamu mau bilangin aku suka sama dia gitu? Gak perlu, mau ditaruh dimana muka aku coba.
Riana
Eh maaf gak begitu maksud aku Di. Tanyanya gini kok, apa ada cewek yang dia taksir di kelas. Siapa tahu memang benar dia suka kamu.
Aku
Oh kirain. Terserah kamu saja.
Riana
Ok, aku tanyain ya ke dia sekarang.
Aku sungguh tidak tahu tujuan Riana apa. Dia benar – benar tulus membantu ku untuk tahu perasaan Dzaqi atau bagaimana. Ini gara – gara Dzaqi aku jadi berpikiran buruk tentang Riana. Dasar cowok player.
Tak lama kemudian, Riana mengirim screen shoot obrolan dia dengan Dzaqi. Dari yang ku lihat Dzaqi bilang dia baru saja putus dari pacarnya jadi dia belum siap untuk memulai hubungan baru.
Membaca hal itu aku merasa kecewa padanya. Dia baru putus dengan pacarnya dan dia sempat mendekati ku. Dia sungguh bermaksud mempermainkan ku atau aku yang salah menginterpretasikan sikapnya pada ku.
“Kamu yang jahat Dza bukan Riana..” Tangis ku malam itu.
***
Sebenarnya aku sangat malas pergi kuliah, badan ku lemas apalagi tadi di sekolah anak – anak pada aktif alias bandel. Namun aku tidak mungkin bolos karena aku harus presentasi. Syukurnya presentasi ku lancar meskipun si brengsek Dzaqi memperhatinkan ku. Masa bodo dengan orang itu.
“Jangan ngelamun Di” peringat Airin menyadarkan ku.
“Hm.. iya”
“Lo keliatan lemas banget dari tadi, kenapa?”
“Karena Dzaqi?” sambungnya
“Hah? Kenapa Dzaqi?”
“Gue suka perhatiin elo loh, kalian lagi deket kan?”
“Hahaha dekat gimana? Kalau dekat dia disini sama gue, kenyataannya gue sama elo kan.”
“Ngelucu lo.”
“Oi..! Curang sudah pada pesan makanan.” ujar Furi yang baru saja datang.
“Senang ya yang rumahnya dekat kampus, mau pulang dulu juga gampang gak perlu macet – macetan.” Sindir Airin.
“Haha enggak Rin. Sebenarnya rumah dia jauh cuman kebetulan dia bawa pesawat jadi gampang kalau mau balik.”
“Wah tahu saja lo Di kalau gue anak sultan.”
“Eh gue pesan makanan dulu ya, abis itu gue mau ngobrolin soal seseorang. Ok?”
Singkat cerita, kami sudah menghabiskan dua porsi makanan. Maklum kami adalah tipe perempuan yang badannya tetap kecil alias langsing meskipun banyak makan. Entah bagaimana kami memiliki kesamaan seperti itu.
Sebenarnya sebelum Dzaqi menyuruh ku menjauhi Riana, aku sudah jarang bareng dia. Aku lebih sering gabung sama Airin dan Furi. Aku lebih merasa nyaman sama mereka. Aku tidak tahu alasannya kenapa.
Soal pembicaraan Furi tentang seseorang ternyata orang itu adalah Dzaqi. Hm dia tidak pernah kehabisan topik tentang temannya itu. Tapi kali ini berbeda, dia bercerita kalau tadi malam Dzaqi curhat padanya tentang Riana.
“Tadi malam Qiqi curhat sama gue, dia bilang dia kesal sama Riana. Si Riana agresif banget sama dia. Dia gak suka sama si Riana. Dia emang terbiasa disukai sama banyak cewek bahkan dia gak masalah kalau ada cewek yang berani ngedekatin dia. Tapi katanya Riana beda dia agresif banget.”
“Cowok mana yang mau sama cewek yang ngejar gitu, malah risih pasti” balas Airin.
“Heueuh.”
“Tapi Ri, Riana bilangnya ke aku beda.”
“Beda gimana?”
“Dia bilang Dzaqi sempat dekatin dia dan bilang suka ke dia. Tapi karena Dzaqi cuek kurang perhatian jadinya Riana pilih Chandra buat jadi pacarnya.” Jelas ku.
“Kamu serius dia bilang begitu?”
“Iya.”
“Hm halu banget dia. Dari awal Dzaqi udah cerita sama gue, si Riana dekatin dia, dia gak suka. Sebelum Pak Gugi ngebagiin kelompok project film si Riana kan ngajak Qiqi buat satu kelompok sama dia, di tolak sama si Qiqi. Dan kemarin malam dia cerita lagi kelakukan si Riana ke dia makin menjadi.”
“Memutar balikkan fakta kalau gitu.” Ujar Airin.
“Heueuh. Gue tebak si Riana pasti bakal ngikut hiking ke gunung Guntur karena Qiqi juga ikut.”
“Anak – anak jadi hiking?” tanya Airin.
“Iya itu di grup chat kelas mereka lagi ngobrolin.”
“Kenapa dia bohong ya?” tanya ku.
Airin melihat ku seolah mengatakan jangan lagi aku memikirkan soal Riana. Mungkin ini lah alasan aku nyaman dengan Airin dan Furi. Secara insting aku mengetahui siapa yang tulus berteman dengan ku.
“Sekarang harus hati – hati. Jangan percaya dengan mudah omongan Riana, Di.” Ujar Furi.
“Kasihan Chandra ya, dia pacaran sama cewek yang masih saja ngejar cowok lain.” Ujar Airin dengan tiba - tiba.
Aku tidak tahu harus percaya siapa. Tapi rasanya Furi dan Dzaqi tidak mungkin bohong. Karena jujur saja setelah ku pikir – pikir lagi aku tidak pernah melihat Dzaqi mendekati Riana di kampus layaknya laki - laki yang sedang menyukai seorang perempuan. Beda dengan Chandra dia benar – benar mendekati Riana, mereka sering mengobrol berdua di kampus. Aku sungguh tak percaya bagaimana bisa Riana membohongi ku.
***
Diatas kasur kamar ku, aku meringkuk kesakitan karena asam lambung ku kambuh. Orang tua ku menyarankan aku untuk beristirahat sementara waktu sesuai saran dari dokter. Kebetulan juga kala itu perkuliahan dan mengajar di PAUD sedang libur semester maka aku bisa istirahat tanpa memikirkan masalah absensi.Namun karena aku sakit, aku tidak bisa ikut pendakian ke gunung Guntur. Jujur saja aku sempat kecewa tapi aku sadar bahwa Tuhan lebih tahu batas kesehatan tubuh ku. Lagipula aku bukan tipe orang yang suka hiking ke gunung, aku lebih menyukai pantai. Alasan aku ingin ikut pendakian kala itu karena Dzaqi. Bukan karena dia mengajakku, dia tidak melakukan itu sama sekali tapi aku yang ingin bersamanya. Aku ingin tahu apa dia akan peduli pada ku saat pendakian setelah mendiamkan ku berhari – hari. Tapi rencana hanya sekedar rencana aku justru sakit dua hari sebelum pemberangkatan.Tepat di ha
Mengapa kala itu aku ingin dia menghubungi ku dan mengapa aku harus merasa sedih kala dia tidak menghubungi ku. Kami tidak pernah saling berkirim pesan sebelumnya layaknya sepasang insan yang sedang dalam tahap pendekatan ataupun hubungan spesial. Dia tidak pernah mengatakan dia tertarik pada ku ataupun menyukai ku. Dia hanya pernah berbincang berdua dengan ku karena tugas kuliah dan dia hanya pernah sekali mengantarkan ku pulang sebagai bentuk membantu teman. Dia memang pernah mengatakan agar aku tidak berhubungan dengan Riana tapi bisa saja itu hanya bentuk peduli atau mengingatkan sebagai seorang teman. Lalu mengapa aku menganggap hal itu sebagai bentuk perhatian dan menganggap bahwa kami dekat lebih dari seorang teman? Sementara apa yang dia lakukan tidak ada yang spesial.Saat itu harusnya aku sadar bahwa perlakuan dia kepada ku sama saja dengan perlakuan dia ke Furi. Furi sempat bercerita kepada ku bahwa Dzaqi pernah memarahi seorang supir mobil bak
Malam setelah aku pulang dari rumah Furi, cerita mengenai Dzaqi berlanjut antara aku dan Airin. Awalnya aku tidak berniat untuk bercerita lebih lanjut namun suasana malam itu membuat aku ingin bercerita pada Airin. Aku sebenarnya tempat curhat semua orang yang dekat dengan ku namun aku tidak punya tempat curhat untukku sendiri, dan aku menemukan Airin sebagai seorang teman yang perhatian. Apalagi dia terlalu pandai dalam membaca suasana hati ku, padahal aku bukan orang yang cukup ekspresif terhadap perasaan sendiri.Saat itu kita sedang bertelepon menceritakan tentang hidup. Dari mulai hal yang meresahkan sampai hal yang menyenangkan. Kita berdua sangat tertarik dengan ilmu psikologi, jadi kita sering membahasnya dengan kehidupan sosial kita.“Jadi, ada apa dengan Dzaqi?”“Haha tiba – tiba. Ada apa dengan Rangga kali Rin.”“Lo dong Cinta-nya.”
“Gue salah gak sih Rin jawab kek gitu? Abisnya gue bingung maksud dia tiba – tiba bahas kecuekannya. Maksudnya itu dia tolak gue secara halus makanya dia minta maaf atau dia mau bilang dia benar perduli sama gue tapi maaf kalau keliatannya cuek karena itu sifatnya, begitu? Gimana menurut lo?”“Hm jawaban dia klise banget ya. Pas lo sindir soal ceweknya yang banyak saja dia gak jawab malah nanya balik.”“Itulah, apa gue minta saran saja ke Chandra ya? Mungkin sama – sama cowok akan lebih paham.”“Iya coba saja.”***Singkat cerita, aku melakukan niat ku untuk meminta saran Chandra. Kebetulan kala itu kami berdua sedang menunggu yang lain di kantin. Dengan hati – hati tanpa menyebutkan nama aku bercerita kepadanya.“Chan, kalau cowok bilang ‘maaf kalau aku keliatan cuek dan gak
Kala itu, LDKM atau kepanjangan dari latihan dasar kepemimpinan mahasiswa dilaksanakan di salah satu tempat perkemahan gunung Papandayan. Gunung yang terkenal dengan keindahan pemandangannya di Garut. Hal itu cukup membuat ku bersemangat ingin segera berada disana.Semua mahasiswa angkatan ku dari semua jurusan mengikuti kegiatan ini dengan menggunakan mobil bak. Bahkan sebagian mahasiswa laki - laki dan panitia menggunakan motor pribadi mereka. Kecuali Dzaqi tentu saja.Saat diperjalanan aku yang duduk paling ujung dapat menikmati pemandangan dengan jelas. Mata ku berkeliling memandang dengan kagum semua pemandangan ciptaan Tuhan yang sangat indah. Hingga tak sengaja aku melihat salah satu kakak tingkat ku yang menjadi panitia mengendarai motornya. Posisi dia tepat dibelakang mobil bak yang ku naiki. Kalau aku tidak salah lihat dia menatap kearah ku, aku tidak tahu arti dari tatapan itu yang pasti bukan jenis tatapan seperti Dzaqi yang ta
Sesuatu yang tak pernah ku bayangkan terjadi pada ku. Semua peserta dan panitia melihat ku, ditambah ejekkan Chandra dan Wardani yang berada disamping ku membuat pipi ku makin merah karena malu. Hal itu berawal karena ucapan salah satu panitia.Saat itu, setelah malam ke dua yang diisi pentas seni, paginya kami semua senam kemudian kami sarapan pagi bersama di aula. Dikarenakan itu adalah sarapan pagi bersama untuk hari terakhir sebelum pulang, panitia membiarkan kami makan dengan kelas masing – masing bukan dengan kelompok. Panitia juga memeriahkan acara dengan menyalakan musik sembari mengajak kami berbincang - bincang. Hingga terjadilah peristiwa yang membuat ku malu. Bukan jenis malu karena melakukan hal memalukan atau aib yang tak sengaja orang lain lihat, tapi malu karena perilaku orang lain sehingga aku menjadi pusat perhatian banyak orang.Jadi ceritanya, Kak Ikmal kirim salam kepada ku pakai mikrofon sampai semua orang disan
Kegiatan ku setelah mengajar jika tidak ada perkuliahan atau libur semester adalah mengobrol dengan guru lain sebelum pulang ke rumah. Biasanya obrolan kami membahas tentang para siswa, topik yang sedang hangat di berita, atau bergosip layaknya seperti ibu – ibu biasa. Namun untuk masalah bergosip aku hanya mendengarkan karena topiknya terlalu dewasa bagi yang belum menikah seperti ku.Kebiasaan kami sebelum berkumpul untuk mengobrol, kami akan memesan makanan terlebih dahulu ke ibu kantin sambil menunggu guru lain yang sedang membersihkan kelas. Kebetulan saat itu aku dan Bu Rika masih ada di kelas. Sebetulnya kelas Bu Rika sudah selesai dibersihkan hanya saja Bu Rika menunggu ku. Oh ya aku belum cerita, Bu Rika adalah kakak tingkat ku di kampus, dia satu kelas dengan Kak Ikmal. Di tempat kerja dia yang paling akrab dengan ku, mungkin karena kami sama – sama masih lajang.“Bu Diza, kalau Ikmal ngedeketin ibu jangan diang
Sudah seminggu perkuliahan semester 3 dimulai dan sudah seminggu juga perkuliahan tanpa ada Dzaqi. Namun, hari itu ada yang berbeda. Aku yang baru masuk kelas karena terlambat kaget melihat sosok Dzaqi yang sedang duduk dibangku ke dua di ujung kanan.Ini halusinasi kah? Batin ku saat itu.Tapi ternyata itu sungguh Dzaqi bukan halusinasi ku. Aku bertanya pada Furi yang duduk disebelah ku.“Dia masih kuliah disini tapi cuman beberapa sks yang diambil.” jelas Furi saat itu.“Jadi maksudnya dia kuliah di dua tempat?”“Heueuh keren ya nanti gelarnya langsung dapat dua.”Aku tidak menanggapi ucapan Furi yang terakhir saking tidak tahu harus bersikap bagaimana. Aku senang tapi aku juga bingung. Entah bingung kenapa. Mungkin aku terlalu terkejut.***Beberapa bulan berlalu, masih tidak ada perubahan hubungan ku dan Dzaqi. Meskipun berpapasan pun kita tak pernah saling sapa ataupun senyum
Penjelasan Dzaqi telah membuka pikiran ku bahwa perasaan ku dulu bukan perasaan sepihak, hanya saja waktu tak membiarkan kita bersatu. Usai Dzaqi menjelaskan kesalahpahaman kita di coffee shop waktu itu, aku hanya menganggukkan kepala dan mengatakan bahwa aku telah paham sebagai tanggapan ku. Setelah itu, aku pergi meninggalkan dia di sana.Setelah pertemuan waktu itu, aku pikir aku tidak akan menemuinya lagi karena kesalahpahaman di antara kita telah selesai. Dia juga akan menikahi perempuan lain. Namun tiba – tiba saja aku dikejutkan dengan kehadiran dia di perusahaan penerbitan buku, di mana aku bekerja.“Aku benci kebetulan.” Ujar ku.“Gimana kalau sebenarnya kebetulan itu adalah takdir Tuhan?” tanya Karina saat itu.Aku hanya bisa diam menanggapinya.Hari pertama aku bekerja di sana. Dzaqi sudah mulai mendekati ku lagi. Bahkan dia ikut naik bus karena aku menolak dia mengantar ku pulang dengan mobilnya. Hari
Saat itu tentu saja aku memberi izin Dzaqi untuk memesan kopi terlebih dahulu. Sembari menunggu pesanannya, dia menjelaskan segalanya. Mulai dia yang memang mengaku tertarik dengan ku sejak pertama masuk kuliah. Saat itu aku bertanya bukannya dia sedang memiliki seorang pacar kala itu, dia langsung menjawab bahwa hubungan dia dengan pacarnya sudah renggang sebelum dia mengenal ku, katanya pacarnya selingkuh tapi dia belum memutuskan hubungan mereka karena pacarnya selalu mengelak membicarakan hal tersebut. Karena alasan itu juga dia sempat menjauhi ku dulu. Katanya dia tak ingin menjadi seperti pacarnya yang memiliki seorang pacar tapi di sisi lain menyukai orang lain. Saat itu dia sangat berusaha keras untuk tidak menyapa ku dan menatap ku.Hingga kejadian dia melihat ku di depan gedung konser musik membuat dia tak tahan untuk menghampiri ku. Dia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada ku saat itu. Lalu setelahnya dia menjauhi ku lagi karena hubun
Tak terasa sudah mau satu tahun aku bekerja menjadi editor. Pahit manis bekerja di sana pun sudah pernah aku rasakan. Rekan kerja yang solid menjadi salah satu alasan aku nyaman bekerja di sana, meskipun pada awal kerja aku sempat ingin mengundurkan diri. Bukan karena senioritas atau tindakan diskriminasi sebagainya, di sana justru tidak seperti itu, ya meskipun pasti ada saja orang yang terkadang membuat ku harus mengelus dada. Namun alasan keinginan untuk mengundurkan diri ku karena Dzaqi juga bekerja di sana.Aku tidak membayangkan akan bertemu dia di sana bahkan sebagai rekan kerja. Orang tuanya memiliki yayasan pendidikan yang perlu dia kelola sebagai penerus. Jadi ketika tiba-tiba dia ada di sebuah perusahaan penerbitan buku yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan usaha keluarganya membuat ku merasa heran. Tapi baru – baru ini aku mengetahuinya.Oh ya, aku perkenalkan inilah aku yang sekarang. Diza yang sedang bercerita den
Seminggu sebelum masuk kerja, aku berencana membeli pakaian kerja dengan ditemani Airin, sekalian beli kado untuk Furi. Sebab sepuluh hari lagi Furi akan menikah dengan laki – laki yang baru dia kenal 6 bulan yang lalu.Cinta memang tak memandang seberapa lama kita mengenalnya, seperti Furi dan pasangannya. Kata Furi, mereka sudah saling cocok dari awal pertemuan, ditambah calon suaminya selalu bisa membuatnya bahagia dan yang terpenting dia memperlakukan Furi dengan cinta yang tulus, jadi mereka memutuskan untuk segera meresmikan hubungan mereka dengan pernikahan. Aku dan Airin turut bahagia mendengar hal itu.Lanjut ke cerita aku yang akan belanja dengan Airin. Kala itu kami memutuskan untuk berbelanja ke sebuah mall dekat kampus kami. Salah satu tempat kami biasa hang out ketika masih berkuliah.Di sana cukup banyak pakaian yang ku beli. Sementara Airin hanya membeli kado untuk Furi, karena hari itu
Terkadang suatu hal yang tak ingin terjadi, Tuhan membuatnya terjadi. Seperti aku yang tak ingin bertemu kembali dengan Dzaqi. Aku merasa dunia sangat sempit padahal nyatanya luas kan? Karina, ternyata dia memiliki hubungan yang sangat erat dengan Dzaqi. Bukan hubungan seperti Dzaqi dan Furi, lebih dari itu. Sungguh aku tak menyangka. Karina yang merupakan tempat aku menceritakan keresahan ku dan menceritakan kisah percintaan ku termasuk kisah ku dengan Dzaqi. Bagaimana mungkin? Ah aku lupa tak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan. Aku mengetahui hal itu karena aku melihat Dzaqi di rumah Karina. Jadi ceritanya begini, aku tak sengaja bertemu dengan Karina di minimarket. Dia akan beli camilan, katanya di rumahnya akan ada tamu. Aku menunggu dia belanja agar kami pulang bersama. Ketika aku akan melewati rumah Karina, aku melihat kumpulan ibu – ibu dan bapak – bapak di halaman rumah Karina. Salah satu dari mereka, aku mengenalinya. Awalnya aku tak perca
22 Agustus 2020, dinyatakan lulus sarjana 1 setelah melewati sidang skripsi dengan nilai IPK yang cukup memuaskan. Perasaan ku saat itu sangat lega dan bahagia karena akhirnya aku dapat menyelesaikan kuliah meskipun banyak sekali rintangan yang ku lalui. Dari mulai masalah tugas, pertemanan, kesehatan, hingga hati.Berbagai rintangan tersebut telah membentuk aku yang sekarang, Diza yang lebih dewasa. Diza yang lebih kuat. Luka hati ku yang dulu telah ku perban dan perlahan sembuh. Aku mulai menerima kekurangan diri ku juga. Aku rasa aku tak pantas dicintai orang lain jika aku belum mencintai diriku sendiri. Makanya aku sedang belajar hal itu dengan perlahan.Omong – omong soal Kak Ikmal, setelah pembicaraan di coffee shop dia tidak menghubungi ku lagi. Sebulan kemudian aku melihat dari sosial media Kak Ridwan kalau Kak Ikmal telah melangsungkan pernikahannya. Aku tidak diundang olehnya. Untuk hal itu aku mengerti dan memang leb
Seminggu setelah operasi, hasil laboratorium keluar. Dari hasil laboratorium tersebut dinyatakan bahwa kanker yang ku derita termasuk kanker jinak. Dokter bilang aku tidak perlu khawatir lagi karena benjolannya pun sudah diangkat semua ketika operasi, aku hanya perlu beristirahat selama masa pemulihan setelah operasi dan meminum obat secara teratur. Tentu saja aku melakukan semua yang dikatakan dokter. Bahkan aku cuti kerja selama dua bulan, sementara kuliah kebetulan sekali operasi dilakukan ketika libur semester jadi ketika masuk perkuliahan aku sudah cukup kuat.Masa – masa pemulihan operasi pun telah ku lewati, aku sudah sehat seperti biasanya. Namun ternyata hati ku belum pulih. Sebab hati ku masih saja hancur kala mendapatkan kabar tentangnya dari Furi. Kabar bahwa Dzaqi meminta izin kepada orang tuanya untuk menikahi pacarnya. Ketika mendengar berita itu, aku hanya bisa menangis di kamar ku.Keesokan harinya aku pergi kuliah, aku mencoba mengua
Ketika aku mengerjakan laporan harian kegiatan KKN di posko, tidak sengaja aku mendengar obrolan anggota lain bahwa Dzaqi pulang lebih awal dari jadwal seharusnya. Kata mereka, dia memiliki kepentingan di kampus satunya lagi, jadinya dia tidak bisa mengikuti KKN sampai selesai. Aku pikir saat itu ya dia memang memiliki suatu hal yang sangat penting dan darurat. Namun perkiraan ku salah, sampai perkuliahan di semester baru tiba, dia tidak lagi hadir. Bahkan hingga semester akhir dimana mahasiswa angkatan ku melakukan penyusunan skripsi, dia tetap tidak kembali. Sepertinya Dzaqi memang benar – benar telah berhenti kuliah di kampus ayahnya. Furi yang biasanya suka bercerita tentang Dzaqi juga tidak lagi membahasnya. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi.Aku sangat kehilangan sosoknya. Aku merindukan kehadirannya. Hal itu membuat ku menjadi sering melamun baik di kampus maupun di tempat kerja. Meskipun aku selalu memperlihatkan wajah yang ceria ketika bersama orang lain da
Mencintai secara sepihak itu menyakitkan. Rasa bahagianya memang sederhana, cukup melihatnya sudah membuat hati berbunga. Namun intensitas rasa berduka lebih sering dirasakan. Duka melihat dia dengan wanita lain, duka melihat dia tersenyum untuk wanita lain, dan duka mengetahui dia tidak memiliki perasaan yang sama. Kejadian Dzaqi memperlihatkan kebahagiaannya dengan pacarnya waktu itu, bagi ku sangat menampar hati ku. Mereka terlihat seperti couple goal. Aku pikir sudah waktunya aku harus berani melangkah. Melangkah untuk mengikhlaskan dia pergi, dan mengubur perasaan cinta ku untuknya. Aku tak boleh takut menjalani hidup ku tanpa dia. Sudah saatnya aku menghilangkan rasa takut ku itu. Kalaupun dia memang jodoh ku Tuhan pasti mempersatukan kita suatu hari nanti. Tapi bukan berarti aku harus berharap, cukup bersabar dan ikhlaskan saja. Lucu sekali, aku sering lupa dengan kekuasaaan Tuhan, padahal aku yakin Tuhan pasti membantu ku.