Semua orang tentu saja terkejut. Tiba-tiba Pen menyerahkan dirinya. Ana tidak mau hal itu. Dia tidak ingin ibunya masuk ke dalam ruangan yang sangat mengerikan itu. Apalagi banyak penjahat yang berada di dalam. Ana menarik Pen kemudian memeluknya dan menangis. Anggara benar-benar tidak tega melihatnya."Ibu," ucapnya berjalan mendekati sang ibu kemudian menatapnya dengan tatapan sayu. Namun Nyai masih saja bersikukuh untuk memisahkan Pen dan Ana. Wanita itu akan menerima Ana karena memang darah daging dari Anggara dan merupakan pewaris pertama. Tapi dia tidak akan pernah menerima Pen dalam kondisi apa pun. Semua itu adalah peraturan mutlak yang harus dilakukan oleh Anggara."Ibu apa kau tidak memiliki hati sama sekali? Lihatlah. Bagaimana jika kau dipisahkan dengan anakmu, kemudian tidak bertemu sangat lama. Bagaimana jika aku berada dalam kondisi itu, Ibu. Aku minta kau merubah pikiran. Tolonglah." Anggara masih memohon."Sayangnya ibumu tidak dalam kondisi seperti itu. Jadi kau jang
"Hah, kabur? Caranya?"Ana semakin terkejut dan menatap lelaki tua itu yang sudah memandangnya. Dia juragan burung walet yang sangat kaya. Masih selalu terobsesi dengan Pen. Menganggap dia adalah pasangan yang tepat untuk Pen. Ana semakin kesal saat lelaki tua itu mengedipkan salah satu matanya. Terlihat jelas tukang mesum yang sangat menjijikkan."Kenapa mereka ke sini? Emangnya ada apa mereka bersama dengan tante berengsek itu? Aduh, aku harus memanggilnya nenek. Karena memang dia tante ibuku. Otomatis dia nenekku. Dasar wanita tua tidak tahu diri. Kenapa dia membawa lelaki tua itu?"Tanpa berpikir panjang Ana berjalan mendekati mereka kemudian bersedekap. Joko tidak bisa menahannya. Ana menatap dengan sangat tajam. Pen yang dari kejauhan melihat hal itu sangat cemas. Dia sangat tahu Ana adalah wanita yang sangat nekat dan dia tidak peduli jika menginginkan sesuatu."Katakan, kalian mau apa? Mencuriku lagi dan memaksa menikah dengan lelaki tua yang tidak tahu diri ini? Gendut sekal
Ana masih saja kebingungan. Bambang yang berada di sebelahnya pun mengamatinya. Dia juga dengar jika Brian sudah menghubunginya."Dia mau ngomong apa? Aku kok nggak percaya sama lelaki itu. Udah berkali-kali dia melakukan hal bodoh yang membuat kamu, eh maksud aku Ibu Pen. Ah, tapi sepertinya ibumu menyukai dia. Apa karena dia tampan, ya?" ucap Bambang membuat Ana menolehkan pandangan ke arahnya dengan mengeryit. Tentu saja Pen menyukai Brian karena super tampan, tinggi, dan dia adalah pemain basket yang sangat handal. Setiap kali di sekolah pemuda itu selalu tersenyum tampan. Pen saat melihat lelaki itu, tanpa dia sadar membayangkan Ana dengannya. Namun, senyumannya malah membuat Brian semakin senang. Baru kali ini Brian mencintai wanita dan itu adalah Ana."Aku tidak tahu apa yang terjadi di sekolah. Ah, pasti ibuku sudah caper atau cari perhatian di depan lelaki tampan yang sangat berengsek itu. Jika aku mengingatnya, aku benar-benar sangat membencinya. Dia sudah mencuri sesuatu da
Mereka semua tidak percaya ketika Anggara ternyata berhasil kabur dari kediaman yang sangat ketat itu. Padahal Joko yakin pasti puluhan pengawal akan menghadangnya. Entah mobil siapa yang sudah dipakai Anggara. Joko tidak peduli dan segera membuka pintu kemudian menyusulnya."Raden untung sekali bisa kabur dari sana. Padahal aku ingin membantu Raden setelah mengantarkan mereka pulang." Joko kemudian menarik Anggara untuk menuju mobilnya. Kali ini Raden duduk di kursi belakang bersama Ana dan Bambang."Mobil ini sangat bau sekali. Aku ingin sekali ganti. Tapi gimana lagi. Mobilmu sudah aku serahkan kepada dia." Anggara mengusap hidungnya berkali-kali. Joko hanya menghela napas dan mengingat mobil kesayangannya."Sekarang kita akan pergi ke mana? Kamu tahu tidak. Ah, untung saja beberapa pengawal itu bisa aku bujuk dan mereka membantuku. Jika tidak, aku pasti akan berada di sana dan tidak tenang." Anggara menatap Ana dengan tersenyum, kemudian memeluknya. Kali ini dia benar-benar menjag
Ana terkejut mendengar perkataan Brian barusan. Mau tidak mau sebenarnya dia harus mengakui semuanya. Tapi bagaimana caranya? Apakah Brian bisa mengerti? Hingga akhirnya Ana terkejut saat Anggara menarik lengannya, kemudian menggerakkan kepala ke arah kursi yang terletak di sebelah jendela."Kau duduk saja di sana dan menjauh darinya. Lebih baik hal itu kau lakukan. Jika tidak, nanti bagaimana saat dia mengetahui ini semua? Nanti bisa jadi dia akan shock karena kau tahu sendiri perbuatannya kepada ibumu," bisik Anggara membuat Ana menjauh dari pria yang masih mengamatinya dengan sangat tajam. Sementara Bambang segera mengikuti Ana dan duduk di sebelahnya. Brian sedikit tidak suka ketika melihat keakraban Ana yang dia kira Pen dengan Bambang.Brian berjalan mendekati Ana dan masih menatap Bambang dengan seperti itu. Dia ingin sekali mendekati Pen dan menarik perhatian Pen agar bisa diperbolehkan untuk bersama Ana."Kenapa kau mendekati dia? Kamu mendekati ibunya juga?" sela Anggara cem
"Aku tidak mengerti. Ada apa ini sebenarnya?" Brian sekarang yang menjadi frustasi. Dia mendekati Pen menatap tubuh wanita itu dari atas sampai bawah. Tentu saja Anggara tidak menyukainya. Dia menarik pemuda itu, lalu sedikit mendorongnya. Sebenarnya tinggi mereka hampir sama. Brian adalah sosok yang sangat tampan dan persis seperti seorang artis."Kamu jangan mengamati wanita yang ada di hadapanmu seperti itu. Bagaimanapun juga dia wanita yang lebih tua, walaupun di dalam tubuhnya ada tubuh Ana." Anggara dengan tegas berkata kepada Brian sambil berkacak pinggang. Pemuda itu masih tidak mengerti semua yang dikatakan oleh Ana dan Anggara. Semua hanya ada di film saja. Namun, kenapa sekarang menjadi kenyataan?"Maksud kamu ... kalian tukar tubuh seperti itu?" tanya Brian memastikan sambil menunjuk Ana yang perlahan menganggukkan kepala. "Tidak mungkin. Itu hal yang sangat mustahil. Semuanya bisa terjadi hanya di dalam film, bukan di kehidupan nyata. Tidak mungkin itu terjadi," lanjutnya
Entah kenapa Ana merasakan getaran hebat di dalam tubuhnya. Yang dia lihat memang benar-benar tulus. Brian terus mengejarnya, namun dia menolak karena Ana menganggap Brian sudah kurang ajar saat itu. Tapi ternyata dia sekarang berubah menjadi sangat romantis sekali, memperlihatkan cintanya yang tulus.Ana berusaha untuk untuk tidak memperlihatkan dirinya yang terus bergetar itu. Walaupun Brian sedikit meliriknya dan berusaha mengoreksi semua perkataan Ana sebelumnya. Jika di dalam dirinya itu memang benar Ana dan memang terlihat sekali. Brian selalu saja mengamatinya dari atas sampai bawah. Namun, pemuda itu segera berpaling ketika Anggara mengamatinya."Sekarang apa yang harus kita lakukan? Apakah kembali ke kantor polisi?" ucap Joko membuat mereka semua menghentikan langkah di lobby lantai bawah. Pemilik losmen heran melihat tamu spesialnya dengan cepat keluar ruangan. Tapi lelaki itu diam saja saat Anggara melotot tajam."Tentu saja kita harus pergi ke kantor polisi itu, karena aku
Mereka semua mengambil kesempatan itu dan segera mendekati pintu sel dengan diam-diam. Dua petugas yang berjaga di sana tiba-tiba terlelap begitu saja. Itu sesuatu yang tidak penting untuk mereka ketahui. Yang paling penting sekarang adalah membuka pintu jeruji itu dan mengambil kunci. Namun, Anggara semakin terkejut karena Pen tidak ada di dalam!"Di mana Pen? Dia tidak ada di dalam." Anggara mengedarkan pandangan ke semua sudut di dalam sel itu dan memang dia tidak menemukan Pen. "Dia benar-benar tidak ada. Ke mana mereka sudah membawanya? Ini benar-benar tidak bisa aku biarkan." Hingga lamunannya teralihkan, ketika ponselnya berdering. Dia segera menerimanya dan tidak percaya Brian yang menghubungi."Kau ini ke mana? Dari tadi berpisah sendiri dan sekarang menghubungiku. Apa kau tidak tahu suara ponsel ini bisa membangunkan semua petugas itu? Gimana sih." Anggara terus mengomel. Tapi dia terkejut setelah mendengar perkataan Brian.Mereka semua tidak percaya ketika Anggara menarik m
Amara tiba-tiba datang bersama dengan dua aparat kepolisian. Wanita itu sekarang berada di tengah-tengah mereka semua. Ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati Penelope saat melihat sang tante sangat pucat sekali. Bahkan dia menggunakan kursi roda. Tubuhnya sangat kurus. Hati Penelope bergetar, tidak menyangka melihat keadaan tantenya yang semula sangat glamor dan sangat anggun itu, kini berubah sangat mengenaskan."Sebaiknya kita ke sana dan bertanya apa tujuannya ke sini. Jangan pakai emosi. Lihatlah, dia sangat pucat sekali. Mungkin penyakit sudah menggerogoti tubuhnya. Penelope, hilangkan masa lalu itu. Yang penting kita sudah bahagia," bisik Anggara dengan tersenyum tampan."Kita harus memaafkannya, Ibu. Sebagai manusia kita harus memaafkannya," imbuh Ana kemudian menarik Penelope untuk menuruni panggung.Amara tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya. Penelope menerima uluran tangan itu dengan bergetar."Aku mau minta izin untuk bertemu denganmu. Tentu saja mereka semua mengi
Ana sangat terkejut melihat kehadiran Amel. Gadis itu menatap Bambang dengan tersenyum. Mengamati sang sahabat dari atas sampai bawah. Dengan sangat seksi Amel mendekati Bambang, kemudian tidak segan-segan menatapnya dari dekat."Kamu ternyata sangat tampan sekali. Apalagi bisa berkelahi dengan hebat seperti itu. Katakan kepadaku. Apakah kau sudah punya pacar? Atau masih mau menungguku?" tanya Amel tanpa basa-basi. Bambang menarik tengkuk leher Amel. Kemudian menciumnya dengan sangat panas. Ana dan Brian terpaku saat melihatnya. Apalagi Amel membalas ciuman itu."Tentu saja aku tidak memiliki pacar. Aku berubah seperti ini karena dirimu, dan aku akan menjadi lelaki yang sangat mencintaimu. Menjagamu sampai kapanpun." Bambang mengeluarkan satu kotak berbentuk hati di saku celananya sebelah kanan. Kemudian membukanya."Kau ..." Amel terkejut saat di dalamnya ada cincin berhiaskan berlian berwarna biru. "Maukah kau menjadi pacarku, tunanganku, dan istriku?" ucap Bambang kemudian memasan
Penelope bersama dengan Anggara selalu saja bermesraan di manapun mereka berada. Bahkan Penelope selalu menemani Anggara di kantor saat bekerja. Anggara tidak bisa lepas sedikitpun dari sang istri."Aku akan memberikan kejutan untukmu," ucap Anggara saat berada di dalam kantornya. Penelope tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Setiap hari kau selalu memberikan kejutan untukku. Kali ini apalagi?" tanya Penelope sambil bersedekap. Hingga Anggara memberikan satu undangan berwarna putih di depannya. Ada foto Pen dan Anggara pada saat pertama kali bertemu. Foto itu masih saja tersimpan di ponsel Anggara sampai saat ini."Apa ini?" tanya Penelope masih saja melotot tak percaya."Jika kau ingin mengetahuinya, ya buka saja." Anggara tersenyum, kemudian menatap Penelope yang membuka undangan itu. Tentu saja sang istri terkejut. Itu adalah undangan pernikahan mereka. Tepatnya pesta pernikahan mereka yang sempat tidak pernah mereka lakukan."Jadi setelah kita bersama selama 3 tahun kau ba
Pagi menjelang dengan cepat. Ana sudah bersiap-siap untuk pergi ke Inggris. Walaupun hatinya benar-benar resah, ingin sekali bertemu dengan Brian. Tapi dia harus mengorbankan hatinya dan tetap menjalankan perintah itu.Anggara dan Penelope, serta Nyai dan Romo, akan mengantar Ana menuju ke mobil yang akan membawa dia ke bandara. Namun, Ana semakin terkejut saat melihat sosok lelaki yang berada di depan mobil itu sambil bersedekap."Kenapa aku harus diantar oleh Kaisar, Ayah? Bukankah Ayah yang seharusnya mengantar aku? Untuk apa aku harus bersamanya? Ah, tidak menyukainya," ucap Ana dengan sewot. Anggara dan Pen hanya tersenyum, kemudian memeluk Ana sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil."Jaga dirimu dengan baik. Jangan nakal. Ingat, kamu itu pewaris sah. Jadi kamu harus menjalankan tugasmu dengan benar. Nilaimu juga harus tinggi. Jangan mempermalukan keluarga." Seperti biasa, Nyai dengan sangat cerewet memberikan wejangan sebelum pintu mobil tertutup. Romo hanya tersenyum dan melamba
Penelope benar-benar terkejut. Dia sampai meneteskan air mata saking bahagianya. Apalagi Anggara menggandeng Pen dan mengeratkan genggamannya itu, di telapak tangannya sebelah kanan. Raden kemudian tersenyum tampan dan menganggukkan kepala."Apakah ini mimpi? Aku semalam tidak bermimpi apa pun. Hatiku masih saja sakit. Aku ingin bertemu dengan anakku. Tapi ternyata sekarang aku menghadapi drama seperti ini. Sebuah drama yang sangat mengharukan, yang selama ini hanya ada di dalam mimpiku saja," ucap Pen kemudian menatap Anggara. Menarik telapak tangannya menuju pipinya. "Cubit aku, karena aku tidak mau terbangun dari mimpi yang indah ini," lanjutnya berkata dengan kedua mata yang berlinang air mata.Anggaran mencubit pipi Pen, kemudian tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Aku sudah berjanji akan berjuang mendapatkan dirimu dan Ana sampai titik darah penghabisan dan, ini adalah buktinya. Jika aku memang benar-benar mencintaimu," balas Anggara membuat Pen
Benar-benar di luar dugaannya. Anggara mengatakan hal itu? Ada apa ini? Apakah ini sebuah lelucon? Tidak ada angin, tidak ada perasaan, tidak ada hal apa pun yang Gracia rasakan. Hingga detik ini ... sampai tiba-tiba dia harus mendengarkan sang suami mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Dan tentu saja ini membuat dia semakin besar kepala. Gracia tersenyum puas dengan semuanya. Keyakinannya untuk menang sudah di depan mata dan ini adalah semua yang dia rencanakan. Anggara pasti akan menyerah. Membuat dirinya menjadi istri sah satu-satunya yang akan melahirkan ahli waris, yang disetujui oleh dua pihak keluarga. Bukan Penelope, wanita yang sangat bencinya itu."Apakah kau mengatakan yang sebenarnya? Suamiku, ini tidak mungkin. Kau sudah membuatku sangat bahagia. Apalagi mengumumkan ini di depan semua orang. Tolonglah, jangan pernah menganggap ini lelucon. Karena aku tidak akan pernah memaafkan kamu." Gracia menatap sang suami dengan tajam. Dia ingin kepastian. Anggara tersenyum lalu
Ana masuk ke dalam kamarnya berteriak sangat keras. "ARGH!" Semua barang yang berada di hadapannya, dia singkirkan. Prang! Semuanya pecah berserakan di lantai. Para pelayan datang dan berusaha menenangkan gadis itu."Nona, tenanglah!"Mereka semua memegangi Ana. Gracia segera datang, setelah dia menghubungi seorang dokter. Gracia meminta dokter itu untuk menyuntikkan sesuatu kepada Ana agar tenang. Kebetulan dokter itu adalah teman dekatnya. Gracia memberikan uang yang sangat banyak, membuat Dokter wanita itu bisa melakukan apa pun yang Gracia minta."Bagus. Paling tidak dia tenang. Jika ada yang buka mulut, aku akan menghabisi kalian semua," ucapnya pelan dengan tersenyum puas. Kini dia menatap dokter itu. "Bayarannya sudah aku kirim ke rekening mu. Aku akan menghubungi mu kalau perlu.""Baiklah, aku pergi," balas dokter itu meninggalkan kediaman. "Pastikan dia tenang," ucap Gracia sebelum meninggalkan kamar Ana. Semua pelayan hanya bisa menundukkan kepala dan menuruti semua yang di
Ana masih saja menundukkan kepala. Awalnya dia tidak peduli dengan perkataan Gracia. Namun, ketika menyebut nama ibunya. Anak berdiri mendekati wanita itu dan menatapnya tajam. Mendadak mendorong Gracia hingga terjatuh ke belakang. Untung saja di belakang tubuh wanita itu adalah ranjang."Walaupun aku anak kecil tinggiku sama seperti denganmu. Jangan pernah membuat aku marah. Sekali lagi kau akan membuat ibuku menderita ... aku akan membunuhmu. Apa kau lupa dari mana aku berasal? Aku berasal dari jalanan. Bahkan aku sudah dua kali masuk penjara. Aku ... tidak takut apa pun," ucapnya pelan, namun dengan kedua mata yang tajam. Gracia segera berdiri merapikan kebayanya yang sangat berantakan. Dia menata rambutnya. Kemudian dia mengepalkan kedua tangannya. Tidak percaya Ana berani memperlakukannya seperti itu.Plak!Gracia menampar Ana dengan sangat keras. Gadis itu melotot tajam ke arahnya. Ingin sekali membalas tapi Ana tahan. Dia tidak mungkin melakukan itu dengan orang yang sudah tua
Di luar rumah sakit Pen menangis tanpa henti. Dia duduk di bawah pohon sambil meringkuk. Bahkan tidak peduli beberapa orang melihatnya."Pen! Kenapa kau seperti itu? Ayo bangun!" Pen terkejut Mawar tiba-tiba datang bersama Joko, kini berada di hadapannya. Dia segera memeluk sang sahabat yang ikut menangis dan tahu penderitaannya."Aku sudah menyerahkan dia. Aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Tapi aku harus menyerahkan dia, Mawar. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus. Itu adalah kewajibanku. Aku sudah berdosa dan ini adalah hukuman untukku," balas Pen masih menangis. Mawar segera menarik sang sahabat dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Joko. Lelaki itu masih terdiam mengamati semuanya."Sekarang tenangkan dirimu. Joko saat itu dibantu semua pengacara yang sudah dikirimkan Anggara, lalu kembar, juga membantumu. Semua kekayaan mu kini sudah kembali. Amara juga masih saja menerima hukumannya. Kau akan hidup dengan lebih baik." Mawar masih saja berusaha menyenangkan Pen denga