Mereka semua tidak percaya ketika Anggara ternyata berhasil kabur dari kediaman yang sangat ketat itu. Padahal Joko yakin pasti puluhan pengawal akan menghadangnya. Entah mobil siapa yang sudah dipakai Anggara. Joko tidak peduli dan segera membuka pintu kemudian menyusulnya."Raden untung sekali bisa kabur dari sana. Padahal aku ingin membantu Raden setelah mengantarkan mereka pulang." Joko kemudian menarik Anggara untuk menuju mobilnya. Kali ini Raden duduk di kursi belakang bersama Ana dan Bambang."Mobil ini sangat bau sekali. Aku ingin sekali ganti. Tapi gimana lagi. Mobilmu sudah aku serahkan kepada dia." Anggara mengusap hidungnya berkali-kali. Joko hanya menghela napas dan mengingat mobil kesayangannya."Sekarang kita akan pergi ke mana? Kamu tahu tidak. Ah, untung saja beberapa pengawal itu bisa aku bujuk dan mereka membantuku. Jika tidak, aku pasti akan berada di sana dan tidak tenang." Anggara menatap Ana dengan tersenyum, kemudian memeluknya. Kali ini dia benar-benar menjag
Ana terkejut mendengar perkataan Brian barusan. Mau tidak mau sebenarnya dia harus mengakui semuanya. Tapi bagaimana caranya? Apakah Brian bisa mengerti? Hingga akhirnya Ana terkejut saat Anggara menarik lengannya, kemudian menggerakkan kepala ke arah kursi yang terletak di sebelah jendela."Kau duduk saja di sana dan menjauh darinya. Lebih baik hal itu kau lakukan. Jika tidak, nanti bagaimana saat dia mengetahui ini semua? Nanti bisa jadi dia akan shock karena kau tahu sendiri perbuatannya kepada ibumu," bisik Anggara membuat Ana menjauh dari pria yang masih mengamatinya dengan sangat tajam. Sementara Bambang segera mengikuti Ana dan duduk di sebelahnya. Brian sedikit tidak suka ketika melihat keakraban Ana yang dia kira Pen dengan Bambang.Brian berjalan mendekati Ana dan masih menatap Bambang dengan seperti itu. Dia ingin sekali mendekati Pen dan menarik perhatian Pen agar bisa diperbolehkan untuk bersama Ana."Kenapa kau mendekati dia? Kamu mendekati ibunya juga?" sela Anggara cem
"Aku tidak mengerti. Ada apa ini sebenarnya?" Brian sekarang yang menjadi frustasi. Dia mendekati Pen menatap tubuh wanita itu dari atas sampai bawah. Tentu saja Anggara tidak menyukainya. Dia menarik pemuda itu, lalu sedikit mendorongnya. Sebenarnya tinggi mereka hampir sama. Brian adalah sosok yang sangat tampan dan persis seperti seorang artis."Kamu jangan mengamati wanita yang ada di hadapanmu seperti itu. Bagaimanapun juga dia wanita yang lebih tua, walaupun di dalam tubuhnya ada tubuh Ana." Anggara dengan tegas berkata kepada Brian sambil berkacak pinggang. Pemuda itu masih tidak mengerti semua yang dikatakan oleh Ana dan Anggara. Semua hanya ada di film saja. Namun, kenapa sekarang menjadi kenyataan?"Maksud kamu ... kalian tukar tubuh seperti itu?" tanya Brian memastikan sambil menunjuk Ana yang perlahan menganggukkan kepala. "Tidak mungkin. Itu hal yang sangat mustahil. Semuanya bisa terjadi hanya di dalam film, bukan di kehidupan nyata. Tidak mungkin itu terjadi," lanjutnya
Entah kenapa Ana merasakan getaran hebat di dalam tubuhnya. Yang dia lihat memang benar-benar tulus. Brian terus mengejarnya, namun dia menolak karena Ana menganggap Brian sudah kurang ajar saat itu. Tapi ternyata dia sekarang berubah menjadi sangat romantis sekali, memperlihatkan cintanya yang tulus.Ana berusaha untuk untuk tidak memperlihatkan dirinya yang terus bergetar itu. Walaupun Brian sedikit meliriknya dan berusaha mengoreksi semua perkataan Ana sebelumnya. Jika di dalam dirinya itu memang benar Ana dan memang terlihat sekali. Brian selalu saja mengamatinya dari atas sampai bawah. Namun, pemuda itu segera berpaling ketika Anggara mengamatinya."Sekarang apa yang harus kita lakukan? Apakah kembali ke kantor polisi?" ucap Joko membuat mereka semua menghentikan langkah di lobby lantai bawah. Pemilik losmen heran melihat tamu spesialnya dengan cepat keluar ruangan. Tapi lelaki itu diam saja saat Anggara melotot tajam."Tentu saja kita harus pergi ke kantor polisi itu, karena aku
Mereka semua mengambil kesempatan itu dan segera mendekati pintu sel dengan diam-diam. Dua petugas yang berjaga di sana tiba-tiba terlelap begitu saja. Itu sesuatu yang tidak penting untuk mereka ketahui. Yang paling penting sekarang adalah membuka pintu jeruji itu dan mengambil kunci. Namun, Anggara semakin terkejut karena Pen tidak ada di dalam!"Di mana Pen? Dia tidak ada di dalam." Anggara mengedarkan pandangan ke semua sudut di dalam sel itu dan memang dia tidak menemukan Pen. "Dia benar-benar tidak ada. Ke mana mereka sudah membawanya? Ini benar-benar tidak bisa aku biarkan." Hingga lamunannya teralihkan, ketika ponselnya berdering. Dia segera menerimanya dan tidak percaya Brian yang menghubungi."Kau ini ke mana? Dari tadi berpisah sendiri dan sekarang menghubungiku. Apa kau tidak tahu suara ponsel ini bisa membangunkan semua petugas itu? Gimana sih." Anggara terus mengomel. Tapi dia terkejut setelah mendengar perkataan Brian.Mereka semua tidak percaya ketika Anggara menarik m
Pen tetap menolak. Dia memiliki alasan tertentu untuk tidak menerima tawaran Anggara. Keluarganya sangat kuat. Tidak mungkin dirinya akan kabur dan itu bisa membahayakan Ana. Pen tidak mau mengambil resiko itu. Kehidupan Ana adalah yang terbaik untuknya. Dia hanya ingin hidup bahagia dan tidak berada dalam bayang-bayang situasi atau kondisi yang sangat mengerikan seperti ini.Pen keluar dari mobil diikuti Anggara, Bambang, dan semua orang. Sementara Ana mendekati Bambang dan hanya mengamati sang ibu yang kebingungan seperti itu. Dia paham dan tidak akan pernah memutuskan situasi yang sangat sulit seperti ini. Ana paham sang ibu dan ayahnya adalah sesuatu yang sangat berbeda bagai bumi dan langit."Aku tidak harus menerimanya. Kau pergi saja dan tinggalkan kami. Jika aku menerima, maka resikonya akan sangat tinggi dan aku tidak ingin Ana menjadi korban dari semuanya.""Omong kosong apa ini, Pen. Aku bisa melawan semuanya. Mereka semua segan denganku. Kenapa kau menjadi penakut seperti
Mau bagaimana lagi. Anggara tidak bisa meneruskan ini semua. Jika memang Penelope semakin menolaknya. Dia sangat paham dengan kondisi sang istri, apalagi Penelope memang wanita yang cukup keras dan memegang prinsip yang cukup tinggi."Hentikan tangisanmu. Sudahlah, aku menyerah. Baiklah, kau bisa bersama dengan Ana dan pergi dari kehidupanku."Seketika otak Penelope mengejang. Dia sama sekali tidak berharap jika lelaki yang sangat dia cintai itu akan mengatakan hal itu. Tapi bagaimana lagi, itulah keinginannya, dan dia tidak bisa berbuat apa pun."Sekarang aku ingin pulang. Kita sebaiknya memang berpisah saja dan tidak perlu bertemu lagi untuk selamanya." Penelope masih berbicara sambil memunggungi Anggara.Anggara mulai menyalakan mesin mobil, lalu dia meninggalkan hutan itu dan berjalan menuju apartemen.Mawar yang berjalan mondar-mandir di lobby terkejut melihat kedatangan mobil Pen lebih awal dari dugaannya. Dia segera mendekati sang sahabat saat masuk ke dalam, kemudian memelukny
Apa yang bisa dia lakukan? Bertukar tubuh pun Ana juga tidak bisa melakukan apa pun. Apakah cara yang sudah dia pikirkan itu akan benar-benar bisa berhasil? Ana pun sekarang tidak peduli melakukan apa pun saat melihat ibunya menangis seperti itu. Hatinya benar-benar hancur. Tapi dia juga tidak bisa memaksa ayahnya. Namun, dia akan berbicara kepada ayahnya sebelum dia benar-benar berpisah. Karena selama ini memang dia ingin sekali bertemu dengan ayahnya dan mengetahui sosok lelaki yang sudah membuatnya lahir di dunia ini."Ana! Kenapa kau diam saja? Hei, cepat kau kemasi barangmu. Kita akan pergi dari sini." Mawar melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu masih terdiam. Dia harus menemui Anggara sekali lagi."Aku akan berkemas. Tapi aku ada urusan. Nanti aku akan menghubungi kalian. Tapi aku akan pulang dengan cepat. Aku tidak akan pergi lama.""Ana! Kau mau pergi ke mana?" teriak Mawar sangat terkejut ketika melihat gadis itu segera pergi meninggalkan ruangan."Biarkan saja," cegah Pen