Arga semakin tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Juragan tiba-tiba terbebas dari semua hukuman? Kenapa itu bisa terjadi? Siapa yang bisa membuat lelaki itu keluar dari sana? Seharusnya lelaki itu di penjara sangat lama seperti Amara. Tapi tentu saja dia tidak membunuh siapapun, dan hukuman itu lebih ringan. Kekayaannya pun tidak main-main. Banyak sekali orang penting yang dia kenal."Apa maksudmu dia terbebas?" Anggara memegang kedua pundak Arga. Ingin mengetahui apa yang sudah dibicarakan dengan pengawal mata-matanya itu. "Aku sangat khawatir. Apakah itu sebuah berita yang sangat buruk?" lanjut Anggara masih saja menatap dengan sangat serius. Sementara Ardi hanya menatap Arga sambil bersedekap saja dan juga menunggu."Yah, aku mendapatkan kabar yang sangat buruk. Juragan tiba-tiba keluar dari penjara dan bebas." Arga segera duduk kembali di kursi, kemudian meneguk minumannya. Anggara dan Ardi mengikutinya. Mereka masih menatap Arga untuk menyelesaikan apa yang harus dia katakan
Anggara masih saja menatap dan tidak menyentuh pakaian itu. Kepala pelayan mendapatkan telepon dari kepala pengawal yang mengatakan, dia harus membawa Anggara untuk menuju ke altar. Kepala pelayan yang sudah berumur setengah abad itu akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Anggara."Raden, saya tahu Raden sangat sedih. Tapi saya mohon. Ini menyangkut nama baik Raden. Lebih baik Raden lakukan saja perintah dari Romo."Anggara masih saja menundukkan kepalanya. Dia juga kasihan kalau dia tidak datang ke sana. Pasti banyak sekali korban yang akan menanggung akibatnya. Apalagi kepala pelayan itu sudah menunduk, bahkan sekarang mereka bertiga bersujud. Mereka tidak mau kehilangan pekerjaan. Mereka membutuhkan uang."Berdirilah kalian." Anggara akhirnya beranjak dari duduknya. Membuat semua pelayan itu tersenyum. Kemudian mereka mengambil jas yang berada di manekin. Melepaskan jas itu, kemudian menyodorkannya ke arah Anggara. Membantu sang raden untuk memakainya.Dengan pandangan sayu, An
Anggara semakin tidak percaya Ana benar-benar keluar dari sana. Berdandan sangat cantik. Bahkan Amel pun sangat sebal saat melihatnya. Ana berjalan bersama dengan Kaisar. Sementara Brian hanya terduduk diam tepat di sebelah Amel. Apa yang terjadi? Kenapa seperti ini? Lalu di mana Penelope? Lalu di mana kembar? Karena Anggara masih saja tidak melihat saudaranya itu. Padahal mereka berjanji akan datang saat pernikahan itu berlangsung."Sesuai dugaanku. Pasti mertuaku sangat mudah untuk menangkap gadis itu. Lihatlah, dia sangat cantik sekali persis seperti ayahnya. Sayangnya ... dia memiliki ibu tiri seperti diriku yang tidak akan pernah mencintainya sama. Persis seperti dalam negeri dongeng," lanjut Gracia yang tidak mendapatkan perhatian dari Anggara. Raden masih saja menatap Ana yang hanya bisa terdiam mengikuti semua aturan yang harus dilakukannya.Romo berjalan mendekati sang cucu, kemudian memeluknya. Ana tidak membalas tatapan itu dengan senyuman. Dia terus menundukkan kedua mata
Sebuah keputusan yang memang benar-benar dilakukan dan itu sangat gila sekali. Saat itu Juragan adalah satu-satunya pria yang memang mengejarnya.Pada waktu Penelope diculik, Juragan mengatakan memang dia akan menceraikan semua istrinya dan hanya ingin memiliki Penelope. Sepertinya cintanya diperlihatkan dengan tulus. Walaupun awalnya Juragan mengatakan dia terobsesi. Namun, sekarang berubah. Setiap hari lelaki itu resah memikirkan Pen dan tidak pernah bisa melupakannya.Berpisah dengan Anggara dan menikahi lelaki lain adalah pilihan terbaik untuk membuat Ana bahagia. Sang anak memang perlu mendapatkan sebuah kekayaan untuk menjamin kehidupannya. Membuat dirinya dihargai, disegani oleh semua orang. Ketika bersama dirinya Ana akan sangat menderita. Itu tidak akan pernah Pen biarkan."Jadi kau benar-benar menerima lamaran Juragan? Pen, aku harus memastikan ini. Kalau kau sampai menikahi lelaki itu, aku tidak sanggup melihatmu. Lebih baik kau lari bersama Ana. Melawan mereka, daripada ak
Anggara harus keluar dari kamar Ana. Dia tidak bisa terdiam di sana. Dia sangat bersyukur Ana bisa terlelap dengan nyenyak. Si kembar juga belum muncul. Dia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Sementara Joko pun juga belum terlihat batang hidungnya.Hanya ada satu orang yang bisa dia minta bantuan. Dia akhirnya membuka tirai jendela dan melihat di halaman belakang. Pesta masih belum selesai dan itu adalah keberuntungannya. Dengan cepat dia keluar dari kamar menemui Kaisar. Calon suami Ana. Anggara berharap lelaki itu bisa melindungi Ana sampai dia mengetahui semua jawaban atas peristiwa yang sangat membingungkan ini. Otaknya benar-benar kacau. Pikirannya membelit. Dia sangat khawatir dengan Penelope. Apalagi mendengar jika Pen sudah berada di tangan Juragan.Semua orang terkejut termasuk Romo dan juga Nyai melihat kedatangan Raden yang dengan tiba-tiba berada di tengah pesta itu lagi. Gracia pun tersenyum. Dia merasa menang dengan semuanya. Dia yakin Anggara tidak akan pernah
Anggara masih saja menatap sebuah undangan yang berada di atas meja. Dia benar-benar bergetar. Tubuhnya rasanya lumpuh. Tidak bisa bergerak. Sekilas nama Penelope berada di sana. Apakah Gracia sengaja melakukan hal ini kepadanya? Dan tentu saja ternyata wanita itu memenangkan hal ini."Oh iya. Ternyata kau sudah melihatnya. Padahal aku ingin memberitahukan kepadamu itu adalah undangan pernikahan." Gracia melepaskan pelukannya, kemudian menarik telapak tangan kanan Anggara untuk menuju ke meja itu yang berjarak hanya lima langkah ke depan. Anggara kini dengan jelas membaca sebuah nama yang berada di halaman depan. Benar-benar itu adalah nama istrinya."Dia belum bercerai denganku. Dia tentu saja tidak bisa menikah."Gracia tertawa dengan keras. Dia kali ini tidak menunjukkan sisi dirinya yang sebelumnya sangat anggun, selalu menjaga bahasa dan tata krama. Tapi sekarang dia menunjukkan sisi lain dari dirinya. Kuat, berani, tidak akan pernah mengalah dan yang paling disukainya adalah ...
"Ana? Kenapa dia berada di sana?" ucap Anggara terkejut sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kemudian melotot kepada kaisar yang hanya meringis."Ayah! Mana bisa aku berada di dalam rumah itu sendirian tanpa dirimu? Ya, dia sudah menggangguku dan aku tidak menyukainya!" Ana kemudian bersedekap sambil melirik Kaisar yang hanya meliriknya lewat kaca spion. Kemudian mengendarai mobilnya untuk segera pergi dari sana.Kaisar tidak mau tertangkap karena sudah membawa Ana pergi dari rumah itu. Romo akan sangat marah dan bahkan bisa membatalkan pernikahannya."Raden. Aku kan sudah mengatakan kepada Raden. Apa pun yang Ana inginkan, aku akan memenuhi. Termasuk pergi dari kediaman itu. Kami sudah mendengar saat Raden memutuskan untuk keluar. Jadi kami keluar dahulu.""Ya sudah. Kita akan menuju bandara, karena aku ingin pergi ke Malaysia. Cepat bawa kita ke sana.""Aku ikut kan, Ayah?" tanya Ana dan Anggara pun menggelengkan kepala. Ana melotot saat melihat. "Ayah aku ingin ikut. Kau tidak bi
Ana menggelengkan kepalanya. Memusatkan pikirannya kembali. Dia masih penasaran dengan sosok itu. Tapi ... itu mungkin. Itu adalah bayangan saja dan tidak perlu dipikirkan. Tidak ada apa-apa di sana."Kamu itu melihat apa? Kayak melihat hantu saja," ucap Anggara kemudian tersenyum saat melihat semua orang akhirnya diarahkan untuk menuju ke restoran sebelah. Dia akhirnya bisa berdua saja bersama Ana. Raden sudah menghabiskan ratusan juta untuk menyewa ruangan itu."Kenapa membuang uang hanya untuk menyewa restoran? Apalagi membayarnya sangat mahal. Banyak sekali orang yang membutuhkan uang. Jangan boros." Ana kemudian menyantap makanannya yang sudah berada di atas meja."Boros untuk anaknya sendiri tidak masalah. Daripada boros untuk orang yang tidak berguna. Ayah akan memberikan apa pun untuk dirimu. Ayah hanya ingin berdua saja denganmu."Ana semakin bahagia. Kali ini dia benar-benar memiliki sosok ayah idamannya. Dia bersama ayahnya yang super tajir melintir itu dan ternyata yang su
Amara tiba-tiba datang bersama dengan dua aparat kepolisian. Wanita itu sekarang berada di tengah-tengah mereka semua. Ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati Penelope saat melihat sang tante sangat pucat sekali. Bahkan dia menggunakan kursi roda. Tubuhnya sangat kurus. Hati Penelope bergetar, tidak menyangka melihat keadaan tantenya yang semula sangat glamor dan sangat anggun itu, kini berubah sangat mengenaskan."Sebaiknya kita ke sana dan bertanya apa tujuannya ke sini. Jangan pakai emosi. Lihatlah, dia sangat pucat sekali. Mungkin penyakit sudah menggerogoti tubuhnya. Penelope, hilangkan masa lalu itu. Yang penting kita sudah bahagia," bisik Anggara dengan tersenyum tampan."Kita harus memaafkannya, Ibu. Sebagai manusia kita harus memaafkannya," imbuh Ana kemudian menarik Penelope untuk menuruni panggung.Amara tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya. Penelope menerima uluran tangan itu dengan bergetar."Aku mau minta izin untuk bertemu denganmu. Tentu saja mereka semua mengi
Ana sangat terkejut melihat kehadiran Amel. Gadis itu menatap Bambang dengan tersenyum. Mengamati sang sahabat dari atas sampai bawah. Dengan sangat seksi Amel mendekati Bambang, kemudian tidak segan-segan menatapnya dari dekat."Kamu ternyata sangat tampan sekali. Apalagi bisa berkelahi dengan hebat seperti itu. Katakan kepadaku. Apakah kau sudah punya pacar? Atau masih mau menungguku?" tanya Amel tanpa basa-basi. Bambang menarik tengkuk leher Amel. Kemudian menciumnya dengan sangat panas. Ana dan Brian terpaku saat melihatnya. Apalagi Amel membalas ciuman itu."Tentu saja aku tidak memiliki pacar. Aku berubah seperti ini karena dirimu, dan aku akan menjadi lelaki yang sangat mencintaimu. Menjagamu sampai kapanpun." Bambang mengeluarkan satu kotak berbentuk hati di saku celananya sebelah kanan. Kemudian membukanya."Kau ..." Amel terkejut saat di dalamnya ada cincin berhiaskan berlian berwarna biru. "Maukah kau menjadi pacarku, tunanganku, dan istriku?" ucap Bambang kemudian memasan
Penelope bersama dengan Anggara selalu saja bermesraan di manapun mereka berada. Bahkan Penelope selalu menemani Anggara di kantor saat bekerja. Anggara tidak bisa lepas sedikitpun dari sang istri."Aku akan memberikan kejutan untukmu," ucap Anggara saat berada di dalam kantornya. Penelope tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Setiap hari kau selalu memberikan kejutan untukku. Kali ini apalagi?" tanya Penelope sambil bersedekap. Hingga Anggara memberikan satu undangan berwarna putih di depannya. Ada foto Pen dan Anggara pada saat pertama kali bertemu. Foto itu masih saja tersimpan di ponsel Anggara sampai saat ini."Apa ini?" tanya Penelope masih saja melotot tak percaya."Jika kau ingin mengetahuinya, ya buka saja." Anggara tersenyum, kemudian menatap Penelope yang membuka undangan itu. Tentu saja sang istri terkejut. Itu adalah undangan pernikahan mereka. Tepatnya pesta pernikahan mereka yang sempat tidak pernah mereka lakukan."Jadi setelah kita bersama selama 3 tahun kau ba
Pagi menjelang dengan cepat. Ana sudah bersiap-siap untuk pergi ke Inggris. Walaupun hatinya benar-benar resah, ingin sekali bertemu dengan Brian. Tapi dia harus mengorbankan hatinya dan tetap menjalankan perintah itu.Anggara dan Penelope, serta Nyai dan Romo, akan mengantar Ana menuju ke mobil yang akan membawa dia ke bandara. Namun, Ana semakin terkejut saat melihat sosok lelaki yang berada di depan mobil itu sambil bersedekap."Kenapa aku harus diantar oleh Kaisar, Ayah? Bukankah Ayah yang seharusnya mengantar aku? Untuk apa aku harus bersamanya? Ah, tidak menyukainya," ucap Ana dengan sewot. Anggara dan Pen hanya tersenyum, kemudian memeluk Ana sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil."Jaga dirimu dengan baik. Jangan nakal. Ingat, kamu itu pewaris sah. Jadi kamu harus menjalankan tugasmu dengan benar. Nilaimu juga harus tinggi. Jangan mempermalukan keluarga." Seperti biasa, Nyai dengan sangat cerewet memberikan wejangan sebelum pintu mobil tertutup. Romo hanya tersenyum dan melamba
Penelope benar-benar terkejut. Dia sampai meneteskan air mata saking bahagianya. Apalagi Anggara menggandeng Pen dan mengeratkan genggamannya itu, di telapak tangannya sebelah kanan. Raden kemudian tersenyum tampan dan menganggukkan kepala."Apakah ini mimpi? Aku semalam tidak bermimpi apa pun. Hatiku masih saja sakit. Aku ingin bertemu dengan anakku. Tapi ternyata sekarang aku menghadapi drama seperti ini. Sebuah drama yang sangat mengharukan, yang selama ini hanya ada di dalam mimpiku saja," ucap Pen kemudian menatap Anggara. Menarik telapak tangannya menuju pipinya. "Cubit aku, karena aku tidak mau terbangun dari mimpi yang indah ini," lanjutnya berkata dengan kedua mata yang berlinang air mata.Anggaran mencubit pipi Pen, kemudian tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Aku sudah berjanji akan berjuang mendapatkan dirimu dan Ana sampai titik darah penghabisan dan, ini adalah buktinya. Jika aku memang benar-benar mencintaimu," balas Anggara membuat Pen
Benar-benar di luar dugaannya. Anggara mengatakan hal itu? Ada apa ini? Apakah ini sebuah lelucon? Tidak ada angin, tidak ada perasaan, tidak ada hal apa pun yang Gracia rasakan. Hingga detik ini ... sampai tiba-tiba dia harus mendengarkan sang suami mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Dan tentu saja ini membuat dia semakin besar kepala. Gracia tersenyum puas dengan semuanya. Keyakinannya untuk menang sudah di depan mata dan ini adalah semua yang dia rencanakan. Anggara pasti akan menyerah. Membuat dirinya menjadi istri sah satu-satunya yang akan melahirkan ahli waris, yang disetujui oleh dua pihak keluarga. Bukan Penelope, wanita yang sangat bencinya itu."Apakah kau mengatakan yang sebenarnya? Suamiku, ini tidak mungkin. Kau sudah membuatku sangat bahagia. Apalagi mengumumkan ini di depan semua orang. Tolonglah, jangan pernah menganggap ini lelucon. Karena aku tidak akan pernah memaafkan kamu." Gracia menatap sang suami dengan tajam. Dia ingin kepastian. Anggara tersenyum lalu
Ana masuk ke dalam kamarnya berteriak sangat keras. "ARGH!" Semua barang yang berada di hadapannya, dia singkirkan. Prang! Semuanya pecah berserakan di lantai. Para pelayan datang dan berusaha menenangkan gadis itu."Nona, tenanglah!"Mereka semua memegangi Ana. Gracia segera datang, setelah dia menghubungi seorang dokter. Gracia meminta dokter itu untuk menyuntikkan sesuatu kepada Ana agar tenang. Kebetulan dokter itu adalah teman dekatnya. Gracia memberikan uang yang sangat banyak, membuat Dokter wanita itu bisa melakukan apa pun yang Gracia minta."Bagus. Paling tidak dia tenang. Jika ada yang buka mulut, aku akan menghabisi kalian semua," ucapnya pelan dengan tersenyum puas. Kini dia menatap dokter itu. "Bayarannya sudah aku kirim ke rekening mu. Aku akan menghubungi mu kalau perlu.""Baiklah, aku pergi," balas dokter itu meninggalkan kediaman. "Pastikan dia tenang," ucap Gracia sebelum meninggalkan kamar Ana. Semua pelayan hanya bisa menundukkan kepala dan menuruti semua yang di
Ana masih saja menundukkan kepala. Awalnya dia tidak peduli dengan perkataan Gracia. Namun, ketika menyebut nama ibunya. Anak berdiri mendekati wanita itu dan menatapnya tajam. Mendadak mendorong Gracia hingga terjatuh ke belakang. Untung saja di belakang tubuh wanita itu adalah ranjang."Walaupun aku anak kecil tinggiku sama seperti denganmu. Jangan pernah membuat aku marah. Sekali lagi kau akan membuat ibuku menderita ... aku akan membunuhmu. Apa kau lupa dari mana aku berasal? Aku berasal dari jalanan. Bahkan aku sudah dua kali masuk penjara. Aku ... tidak takut apa pun," ucapnya pelan, namun dengan kedua mata yang tajam. Gracia segera berdiri merapikan kebayanya yang sangat berantakan. Dia menata rambutnya. Kemudian dia mengepalkan kedua tangannya. Tidak percaya Ana berani memperlakukannya seperti itu.Plak!Gracia menampar Ana dengan sangat keras. Gadis itu melotot tajam ke arahnya. Ingin sekali membalas tapi Ana tahan. Dia tidak mungkin melakukan itu dengan orang yang sudah tua
Di luar rumah sakit Pen menangis tanpa henti. Dia duduk di bawah pohon sambil meringkuk. Bahkan tidak peduli beberapa orang melihatnya."Pen! Kenapa kau seperti itu? Ayo bangun!" Pen terkejut Mawar tiba-tiba datang bersama Joko, kini berada di hadapannya. Dia segera memeluk sang sahabat yang ikut menangis dan tahu penderitaannya."Aku sudah menyerahkan dia. Aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Tapi aku harus menyerahkan dia, Mawar. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus. Itu adalah kewajibanku. Aku sudah berdosa dan ini adalah hukuman untukku," balas Pen masih menangis. Mawar segera menarik sang sahabat dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Joko. Lelaki itu masih terdiam mengamati semuanya."Sekarang tenangkan dirimu. Joko saat itu dibantu semua pengacara yang sudah dikirimkan Anggara, lalu kembar, juga membantumu. Semua kekayaan mu kini sudah kembali. Amara juga masih saja menerima hukumannya. Kau akan hidup dengan lebih baik." Mawar masih saja berusaha menyenangkan Pen denga