“Hmm, ternyata ayahku super tajir melintir. Aku tidak akan pernah menyia-nyiakan semua ini,” batinnya masih tersenyum.
“Pen, aku mau ke sana. Biarkan aku ikut mengurus anak kita,” bisiknya pelan. Anggara masih berhati-hati mengungkap itu semua.
“Baiklah, kau kan bapaknya. Kita akan ke sana bersama. Bagaimana?” tanya Ana selalu tersenyum di depan Anggara yang masih saja terpaku.
Oh Tuhan! Penelope sama sekali tidak pernah menganggapnya. Walaupun kadang ... Anggara sebenarnya memaksa bertemu diam-diam, namun Pen masih saja tidak akan pernah mengakui lelaki itu lagi, apalagi masa lalu mereka sangat buruk.
“Pen? Kau tidak bercanda, bukan?” tanya Anggara semakin mendekat. Dia menundukkan kepala, menatap wajah wanita yang hanya sebatas pundaknya itu. Yang selalu dia bayangkan sepanjang malam. “Kalau kau tersenyum, sangat menggemaskan,” lanjut Anggara pelan dengan semringah.
“Tentu saja aku sangat cantik. Baiklah, kita akan pergi,” balas Ana.
Mawar yang masih berdiri tegang menatap semuanya, semakin tak percaya, “Pen, kau ... menggandeng suamimu? Pen, apa kau memang amnesia?" gumamnya pelan. Hingga dia terkejut Joko spontan menarik lengannya.
“Katakan. Apa ini rencana kalian?” tanyanya dengan pandangan sangat tajam. Mawar sekali lagi menelan ludahnya dengan susah payah. “Kalau sampai kau melakukan apa-apa dan membuat Raden sekali lagi patah hati, awas ya,” lanjut Joko semakin tajam menatap Mawar. Dia segera melambaikan tangan ke arah para pengawal dan akan mengikuti Raden yang sudah masuk ke dalam mobil bersama Ana.
“Aku akan mati,” gumam Mawar sambil memegang kepalanya.
Di dalam mobil, Ana semakin takjub. Dia tak hentinya tersenyum, menatap mobil super mewah milik Anggara. “Aku pikir tadi, naik mobil satunya. Hmm, ternyata tadi mobil milik Joko? Ah, asisten saja mobilnya sangat mewah. Sialan,” gumamnya membuat Anggara mengernyitkan kedua alisnya.
“Kau selalu menolak kalau mau aku belikan mobil. Padahal, anak kita membutuhkan. Dia kan sekolah di SMA paling mahal. Posisi rumahmu juga jauh. Kalau—,” ucapnya terpotong saat Ana semakin mendekat. Anggara menelan ludah, tak percaya jarak wajah mereka sangat dekat. Perutnya terasa panas dan mulas. Ini pertama kalinya melihat Pen mendekat seperti itu.
“Aku mau mobil. Ana ... memang sangat membutuhkannya. Kirim segera mobil sport warna pink. Pantas buat remaja yang sangat keren,” ucap Ana tersenyum, lalu segera menjauh. Anggara yang masih terpana, segera melonggarkan dasinya. Tak dia pungkiri, hatinya semakin hebat berdebar.
“Aku ... akan memberikannya,” balas Anggara masih kaku. Dia segera memberi pesan kepada Joko, “Kirim mobil sport terbaik warna pink ke rumah Pen,” lanjutnya kemudian menutup ponsel. Di seberang, Joko semakin tak percaya melihat perubahan Pen.
“Yes! Ah, aku tak sabar melihat wajah semua teman-temanku yang sangat berengsek itu. Hihihi,” gumam Ana pelan sambil meringis. Dia spontan menutup mulut dengan kelima jemarinya saat Anggara meliriknya serius.
“Apakah dia baik-baik saja?” batin Anggara sambil menggeleng. Hingga pandangannya teralihkan saat melihat gedung sekolah mewah milik Mangkunegara.
Mobil mewah sang raden akhirnya sampai di depan pintu masuk utama sekolah. Satpam sangat terkejut melihat mobil mewah pemilik sekolah tiba-tiba datang. Kepala Sekolah bersama jajaran guru segera menjemput di depan pintu. Mereka menundukkan kepala, membuat Ana terkekeh pelan.
“Astaga, aku punya ayah super tajir melintir. Keren amat anjir ....,” gumam Ana pelan sambil terkekeh. Anggara mengernyit, tak percaya melihat wanita yang biasanya terlihat anggun berubah seperti anak kecil.
“Hah, bukankah itu Ibu Ana?” tanya salah satu siswa di sana ketika melihat Ana dan Anggara keluar dari mobil. Semua siswa yang sekarang beristirahat itu, saling berbisik ketika melihat.
“Wadew, jadi memang Mak Lampir pelakor?” gumam Bambang menatap kaku.
“Hahaha. Ah, rasakan kalian. Aku sebentar lagi akan menjadi penguasa di sekolah ini,” batin Ana masih saja tertawa sendiri.
“Raden ... kok datang gak bilang-bilang?” tanya Kepala Sekolah mengejutkan lamunan Anggara. Pandangannya yang semula menatap keanehan Pen, seketika teralihkan. "Apa ada masalah?" lanjut lelaki berkaca mata dan sangat kurus itu dengan gugup.
“Ah, ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan. Bisa kita menemui gadis bernama Ana?”
Kepala Sekolah dan semua guru saling menolehkan pandangan. Mereka tak percaya orang sepenting itu menanyakan gadis paling nakal dan liar di sekolah? Begitu juga dengan semua siswa yang semakin menganga saking terkejutnya.
“Ana? Yang sangat nakal itu?” tanya Kepala Sekolah memastikan.
“Nakal? Pak, jangan berkata macam-macam! Bawa aku ke sana sekarang juga!” balas Anggara tegas. Semua orang semakin menatapnya tajam tak percaya. Mereka segera mengajak Anggara menuju ke sana.
“Gila, keren banget. Ayahku membelaku. Aku sangat beruntung. Oh, Ibu, terima kasih kau sudah melahirkan aku,” gumam Ana semringah, sambil mengikuti langkah cepat Anggara di belakang. Hingga dia terkejut saat masuk ke dalam ruangan guru. “Pen ... kenapa duduk sebelah anak sialan itu?!” batinnya berteriak.
Brian adalah pemuda yang pernah membuatnya sangat marah. Peristiwa di gudang itu akan selalu Ana ingat. Sejak kejadian itu, dia bersumpah akan membenci Brian sampai kapan pun. Tapi, kenapa sekarang malah duduk sangat dekat dengan Pen? Ana berjalan cepat mendekati Pen dan menariknya.
“Jangan dekat-dekat, sialan!” umpat Ana kesal. Sementara, Pen melotot tajam melihat kehadiran lelaki yang sangat dia benci!
“Apa yang kau lakukan di sini?!” teriak Pen sangat keras, mengejutkan semua orang. Dia melotot ke arah Anggara. Ana sangat bergetar melihat ibunya super marah. “Kau!” tunjuk Pen semakin tegas ke arah lelaki yang membuat hidupnya hancur.
"Ana, aku adalah--"
"Diam!" teriak Pen. Dia mendekati Anggara dan menamparnya keras.
Semua orang semakin melotot saat melihatnya. Anggara masih terdiam dan membiarkan hal itu. Dia merasa bersalah karena sudah menjadi pengecut dan meninggalkan anak semata wayangnya.
"Kau!" teriak Amel tidak terima. Dia mendekati Pen dan berkacak pinggang. "Berani-beraninya kau menampar pemilik sekolah ini. Siapa kau ... orang miskin?"
Ana semakin tak terima melihat Amel berbicara kasar kepada Pen. Dia akan berjalan mendekati ibunya, namun langkahnya terhenti karena tertahan cengkeraman Anggara. Lelaki itu berdiri di hadapan Pen.
"Maafkan aku, anakku," ucapnya pelan mengejutkan semua orang.
"Apa? Anak?" tanya Amel sambil melotot.
"Mulai sekarang, pastikan tidak ada yang mengganggu Ana di sekolah," lanjut Anggara semakin mengejutkan semua orang.
"Jadi ... Ana anak dari Raden Anggara? Kok bisa?" Bambang dan semua siswa yang mengintip di kaca jendela tak percaya dengan pendengaran mereka.
"Rasakan kalian. Aku, dan ayahku super tajir melintir sudah bersatu," batin Ana tersenyum sambil menatap semua temannya yang masih menganga. "Aku ... akan menyatukan mereka yang ternyata masih saling mencintai," lanjutnya sambil menatap Anggara dan Pen yang masih saling berpandangan.
Ana mendekati Pen, lalu meringis. Sang ibu semakin melotot ke arahnya. Pen masih shock melihat lelaki itu yang sudah diberi sumpah olehnya, “dalam keadaan apa pun, jangan pernah menemui aku. Bersumpahlah,” ucapnya saat terakhir bertemu dengan Anggara. Hingga sekarang Ana membuat sumpah itu dilanggar. Walaupun saat itu Anggara memang tidak mengiyakan sumpah itu.“Ana, maafkan ibumu. Ibu harap, kau bisa menerima ayahmu kembali,” ucap Ana lalu memeluk Pen. Sang ibu mengeratkan pelukannya sampai Ana tidak bisa bernapas. Sementara, para siswa tidak segera masuk ke dalam kelas dan tetap melihat drama menghebohkan itu. Padahal, bel tanda masuk kelas sudah berbunyi. Semua guru pun dan Kepala Sekolah masih terpaku dan penasaran. Ini benar-benar sebuah hal besar, di luar dugaan mereka.“Ana, ibumu tidak bisa bernapas,” lanjut Ana segera melerai pelukannya.“Kau!” tunjuk Pen ke arah Ana. “Kenapa kau melakukan hal itu? Sekarang juga kita harus pulang!” lanjutnya semakin berteriak.“Ana, yang sopa
Pen menginjak kaki salah satu pengawal. Membuat cengkeraman mereka terlepas. Dia segera mendekati Anggara, dan menarik jasnya.“Aku melihat sendiri persidangan itu. Kau benar-benar bercerai.”Anggara semakin tidak mengerti. Saat itu Pen masih mengandung Ana. Bagaimana mungkin Ana menanyakan itu? Dia mengangkat salah satu alisnya, semakin memandang kedua mata Ana. Anggara sangat mengenal tatapan tajam itu.“Ana ... bukankah kau saat itu belum lahir? Bagaimana kau ...”“Ah, hahaha,” sela Ana kembali menarik lengan Anggara. “Aku sudah menceritakan kepadanya. Mana mungkin ada rahasia Ibu dan anak,” lanjutnya sambil melotot tajam ke arah Pen yang kini semakin lemas.“Betul. Aku sekarang lega. Tidak ada lagi rahasia di antara kita. Pen ...,” ucap Anggara kembali menatap Ana dan memegang kedua pundaknya. “Katakan kepada anak kita kalau kita sering bertemu diam-diam,” lanjutnya membuat Ana spontan menatap Pen yang menunduk dan mengurut pelipisnya.“Tunggu!” Ana menatap Anggara sambil bersedek
Pen hanya bisa pasrah. Apa yang bisa dia lakukan melawan Anggara? Apalagi, Ana melompat kegirangan saat mendengar. Dengan lemas Pen berjalan masuk ke dalam loby. “Hah?” Dia semakin terkejut saat melihat puluhan pengawal Raden berada di dalam dan menundukkan kepala.“Aku lupa sudah berhubungan dengan Bos, dari semua Bos yang ada,” gumamnya pelan sembari melihat Ana sangat mesra bergandengan tangan dengan Anggara saat memasuki apartemen. “Ini sangat kacau. Aku harus berubah kembali menjadi diriku. Tapi, bagaimana caranya?”Pen yang semula menatap kaku, tiba-tiba tersenyum ketika melihat Anggara sangat mesra dengan dirinya yang masih dihuni Ana. Dia mengingat masa lalu yang sangat indah walaupun hanya sejenak saja.“Tidak! Aku tidak akan pernah lengah.” Pen menggelengkan kepala untuk memusatkan pikirannya lagi. Dia segera mendekati Anggara dan menampis tangan lelaki itu yang masih mencengkeram tangan Ana.“Anakku, kau tidak bisa begitu dengan ayahmu,” ucap Ana sembari meringis.“Kau!” tu
Ana tertegun melihat Anggara keluar dengan menggunakan jas mahal. Dia selama ini tidak pernah membayangkan akan bertemu ayahnya. Ternyata seorang pria gagah dan super tajir. Sangat berwibawa sekali. Ana sebenarnya hanya ingin sosok ayah yang bisa membuatnya hangat. Bisa melindunginya. Kehidupan keras membuat dia tidak tahan dengan keadaan. Apalagi sang ibu harus berjuang sendiri menghidupinya. Hingga kini dia sangat lega, sang ayah mau menerimanya. Yang paling penting, masih mencintai ibunya.Selama ini Ana hanya bisa melihat Anggara berada di media sosial dengan semua kekayaan dan aset yang dimilikinya. Kini Ana bisa tersenyum melihat sosok ayahnya dengan jelas. Anggara pun menatap Ana yang masih dia kira Pen. Membelai pipi Pen yang selama ini dia rindukan. "Pen, kau cantik sekali," ucap Aggara pelan.Ana menerima belaian itu, karena dia selama ini tidak pernah menerima kehangatan sosok ayah. Tapi, wajah Anggara semakin mendekat seperti sebelumnya.DEG!"Adew, gak lucu Ayah menciumk
Ana spontan menutup kedua matanya. Tamparan keras akan melayang ke pipinya. Namun, kenapa dia tidak merasakan apa pun? Kedua mata Ana yang semula memejam sangat kuat, kini perlahan terbuka. Dia semakin tak percaya. Anggara dengan cepat menampis tangan Gracia yang semula akan menampar ke arahnya, malah mendarat di pipi Joko. Gracia adalah anak seorang Walikota. Dia sangat kaya. Keluarganya disegani semua orang. Namun, justru itu semua membuat Gracia berbesar kepala. Wanita sangat angkuh dan ingin selalu menjadi yang terbaik. Tidak pernah menghargai orang lain. Tapi, siapa yang berani kepadanya. Semua orang hanya terdiam ketika mendapatkan amarahnya yang sewenang-wenang. Tujuh belas tahun lalu, dia ketika itu masih sangat remaja, menyukai Anggara saat pertama kali bertemu di acara perayaan ulang tahun Romo ayah kandung Anggara. Ayahnya adalah sahabat dekat Romo. Gracia sejak itu berusaha keras, ingin merebut hati Anggara. Hingga dia terkejut Anggara mengalami kejadian malam tak terdug
Joko semakin menatap Ana dengan tajam. Dia tidak mengerti dengan semuanya. Tapi, dia sangat penasaran. "Sebentar. Kamu tadi manggil dirimu sendiri, Ana. Lalu, manggil Raden, ayahku. Kenopo iki? Aku kok bingung." Joko segera mengunci pintu ruangan. Dia bergegas duduk kembali di hadapan Ana. Joko selama ini selalu mendampingi Anggara sejak Raden itu remaja. Joko adalah adik dari Kepala Manajer perusahaan ayah Bambang sahabat Ana. Dia mendapatkan tawaran untuk menjaga Anggara setelah menjadi lulusan terbaik di salah satu universitas Jakarta dengan bayaran sangat mahal. Apalagi, Joko sangat pintar, yang mengajarkan Anggara semuanya sampai Raden bisa hebat seperti ini. Anggara tidak bisa hidup tanpa Joko. Dia sangat menyayangi Anggara seperti adiknya sendiri. Hingga Anggara harus menjalani masalah rumit tujuh belas tahun lalu. Joko sebagai saksi semua rahasia Anggara dan Pen. Sepanjang malam Ana memang sudah memikirkan ini dengan sangat matang. Hanya Joko yang bisa membantunya. "Kamu t
Ana semakin panik. Pen berteriak keras saat menghubunginya. Tapi, Ana malah melompat kegirangan. Dia tertawa sambil membayangkan semua temannya pasti akan menganggap dia keren. "Ah, pasti Amel si genit dan kemayu itu terkaget-kaget. Ana, kau kurang ajar sekali. Hahaha," batinnya sambil menirukan gaya bicara Amel. Ana tidak sadar semua yang masuk ke dalam toilet memperhatikannya. Dia meringis sambil merapikan rambutnya. Keluar sambil berjalan dengan percaya diri. Dia lupa jika Gracia masih mengejarnya."Kau!" tunjuk Gracia segera mendekati Ana."Ah, aku lupa ama mahkluk satu ini," gumamnya semakin membuat Gracia geram. Wanita itu seperti biasanya akan menampar Ana. Plak!"Rasakan," ucap Gracia puas. "Kau belum tahu berhadapan dengan siapa, wanita murahan," lanjut Gracia tersenyum puas. Dia berkacak pinggang sambil menginjak tubuh Pen yang tersungkur di lantai."Gracia!" teriak Anggara keras. Wanita itu mendadak menolehkan pandangan ke belakang. Tangan yang semula ada di pinggang rampin
Ana membuat kedua lelaki yang semula berwajah semringah di hadapannya, seketika terdiam kaku. Lelaki kembar itu tidak menyangka akan bertemu wanita yang selama ini tidak mau mereka lihat. Wanita yang mengetahui semua rahasia hebat yang mereka simpan. Hingga kini mereka benar-benar tidak menyangka. Bertemu Penelope, berarti sama saja dengan mimpi buruk mereka."Kenapa kita bertemu wanita ini? Bukankah kau sudah memastikan dia menghilang? Kenapa kau bodoh!" umpat salah satunya. Dia menjitak kepala saudara kembarnya yang hanya menggaruk-garuk kepalanya.Ana berjalan cepat. Berhadapan langsung dengan kedua lelaki yang ada hubungannya dengan Penelope. Lelaki kembar itu mendadak mengangkat dada dan wajah. Mereka tidak mau terlihat ketakutan. Menganggap seolah-olah tidak pernah terjadi apa pun."Ya, ada apa Penelope? Apa Raden Anggara sudah bisa kita temui? Apa jadwalnya kosong?" Mereka masih berusaha santai berhadapan dengan Ana."Kalian ... tidak bisa membohongi gelagat itu. Apa kalian pik
Amara tiba-tiba datang bersama dengan dua aparat kepolisian. Wanita itu sekarang berada di tengah-tengah mereka semua. Ada sesuatu yang sangat mengganjal di hati Penelope saat melihat sang tante sangat pucat sekali. Bahkan dia menggunakan kursi roda. Tubuhnya sangat kurus. Hati Penelope bergetar, tidak menyangka melihat keadaan tantenya yang semula sangat glamor dan sangat anggun itu, kini berubah sangat mengenaskan."Sebaiknya kita ke sana dan bertanya apa tujuannya ke sini. Jangan pakai emosi. Lihatlah, dia sangat pucat sekali. Mungkin penyakit sudah menggerogoti tubuhnya. Penelope, hilangkan masa lalu itu. Yang penting kita sudah bahagia," bisik Anggara dengan tersenyum tampan."Kita harus memaafkannya, Ibu. Sebagai manusia kita harus memaafkannya," imbuh Ana kemudian menarik Penelope untuk menuruni panggung.Amara tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya. Penelope menerima uluran tangan itu dengan bergetar."Aku mau minta izin untuk bertemu denganmu. Tentu saja mereka semua mengi
Ana sangat terkejut melihat kehadiran Amel. Gadis itu menatap Bambang dengan tersenyum. Mengamati sang sahabat dari atas sampai bawah. Dengan sangat seksi Amel mendekati Bambang, kemudian tidak segan-segan menatapnya dari dekat."Kamu ternyata sangat tampan sekali. Apalagi bisa berkelahi dengan hebat seperti itu. Katakan kepadaku. Apakah kau sudah punya pacar? Atau masih mau menungguku?" tanya Amel tanpa basa-basi. Bambang menarik tengkuk leher Amel. Kemudian menciumnya dengan sangat panas. Ana dan Brian terpaku saat melihatnya. Apalagi Amel membalas ciuman itu."Tentu saja aku tidak memiliki pacar. Aku berubah seperti ini karena dirimu, dan aku akan menjadi lelaki yang sangat mencintaimu. Menjagamu sampai kapanpun." Bambang mengeluarkan satu kotak berbentuk hati di saku celananya sebelah kanan. Kemudian membukanya."Kau ..." Amel terkejut saat di dalamnya ada cincin berhiaskan berlian berwarna biru. "Maukah kau menjadi pacarku, tunanganku, dan istriku?" ucap Bambang kemudian memasan
Penelope bersama dengan Anggara selalu saja bermesraan di manapun mereka berada. Bahkan Penelope selalu menemani Anggara di kantor saat bekerja. Anggara tidak bisa lepas sedikitpun dari sang istri."Aku akan memberikan kejutan untukmu," ucap Anggara saat berada di dalam kantornya. Penelope tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Setiap hari kau selalu memberikan kejutan untukku. Kali ini apalagi?" tanya Penelope sambil bersedekap. Hingga Anggara memberikan satu undangan berwarna putih di depannya. Ada foto Pen dan Anggara pada saat pertama kali bertemu. Foto itu masih saja tersimpan di ponsel Anggara sampai saat ini."Apa ini?" tanya Penelope masih saja melotot tak percaya."Jika kau ingin mengetahuinya, ya buka saja." Anggara tersenyum, kemudian menatap Penelope yang membuka undangan itu. Tentu saja sang istri terkejut. Itu adalah undangan pernikahan mereka. Tepatnya pesta pernikahan mereka yang sempat tidak pernah mereka lakukan."Jadi setelah kita bersama selama 3 tahun kau ba
Pagi menjelang dengan cepat. Ana sudah bersiap-siap untuk pergi ke Inggris. Walaupun hatinya benar-benar resah, ingin sekali bertemu dengan Brian. Tapi dia harus mengorbankan hatinya dan tetap menjalankan perintah itu.Anggara dan Penelope, serta Nyai dan Romo, akan mengantar Ana menuju ke mobil yang akan membawa dia ke bandara. Namun, Ana semakin terkejut saat melihat sosok lelaki yang berada di depan mobil itu sambil bersedekap."Kenapa aku harus diantar oleh Kaisar, Ayah? Bukankah Ayah yang seharusnya mengantar aku? Untuk apa aku harus bersamanya? Ah, tidak menyukainya," ucap Ana dengan sewot. Anggara dan Pen hanya tersenyum, kemudian memeluk Ana sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil."Jaga dirimu dengan baik. Jangan nakal. Ingat, kamu itu pewaris sah. Jadi kamu harus menjalankan tugasmu dengan benar. Nilaimu juga harus tinggi. Jangan mempermalukan keluarga." Seperti biasa, Nyai dengan sangat cerewet memberikan wejangan sebelum pintu mobil tertutup. Romo hanya tersenyum dan melamba
Penelope benar-benar terkejut. Dia sampai meneteskan air mata saking bahagianya. Apalagi Anggara menggandeng Pen dan mengeratkan genggamannya itu, di telapak tangannya sebelah kanan. Raden kemudian tersenyum tampan dan menganggukkan kepala."Apakah ini mimpi? Aku semalam tidak bermimpi apa pun. Hatiku masih saja sakit. Aku ingin bertemu dengan anakku. Tapi ternyata sekarang aku menghadapi drama seperti ini. Sebuah drama yang sangat mengharukan, yang selama ini hanya ada di dalam mimpiku saja," ucap Pen kemudian menatap Anggara. Menarik telapak tangannya menuju pipinya. "Cubit aku, karena aku tidak mau terbangun dari mimpi yang indah ini," lanjutnya berkata dengan kedua mata yang berlinang air mata.Anggaran mencubit pipi Pen, kemudian tersenyum dan menggelengkan kepala. "Ini bukan mimpi. Ini kenyataan. Aku sudah berjanji akan berjuang mendapatkan dirimu dan Ana sampai titik darah penghabisan dan, ini adalah buktinya. Jika aku memang benar-benar mencintaimu," balas Anggara membuat Pen
Benar-benar di luar dugaannya. Anggara mengatakan hal itu? Ada apa ini? Apakah ini sebuah lelucon? Tidak ada angin, tidak ada perasaan, tidak ada hal apa pun yang Gracia rasakan. Hingga detik ini ... sampai tiba-tiba dia harus mendengarkan sang suami mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Dan tentu saja ini membuat dia semakin besar kepala. Gracia tersenyum puas dengan semuanya. Keyakinannya untuk menang sudah di depan mata dan ini adalah semua yang dia rencanakan. Anggara pasti akan menyerah. Membuat dirinya menjadi istri sah satu-satunya yang akan melahirkan ahli waris, yang disetujui oleh dua pihak keluarga. Bukan Penelope, wanita yang sangat bencinya itu."Apakah kau mengatakan yang sebenarnya? Suamiku, ini tidak mungkin. Kau sudah membuatku sangat bahagia. Apalagi mengumumkan ini di depan semua orang. Tolonglah, jangan pernah menganggap ini lelucon. Karena aku tidak akan pernah memaafkan kamu." Gracia menatap sang suami dengan tajam. Dia ingin kepastian. Anggara tersenyum lalu
Ana masuk ke dalam kamarnya berteriak sangat keras. "ARGH!" Semua barang yang berada di hadapannya, dia singkirkan. Prang! Semuanya pecah berserakan di lantai. Para pelayan datang dan berusaha menenangkan gadis itu."Nona, tenanglah!"Mereka semua memegangi Ana. Gracia segera datang, setelah dia menghubungi seorang dokter. Gracia meminta dokter itu untuk menyuntikkan sesuatu kepada Ana agar tenang. Kebetulan dokter itu adalah teman dekatnya. Gracia memberikan uang yang sangat banyak, membuat Dokter wanita itu bisa melakukan apa pun yang Gracia minta."Bagus. Paling tidak dia tenang. Jika ada yang buka mulut, aku akan menghabisi kalian semua," ucapnya pelan dengan tersenyum puas. Kini dia menatap dokter itu. "Bayarannya sudah aku kirim ke rekening mu. Aku akan menghubungi mu kalau perlu.""Baiklah, aku pergi," balas dokter itu meninggalkan kediaman. "Pastikan dia tenang," ucap Gracia sebelum meninggalkan kamar Ana. Semua pelayan hanya bisa menundukkan kepala dan menuruti semua yang di
Ana masih saja menundukkan kepala. Awalnya dia tidak peduli dengan perkataan Gracia. Namun, ketika menyebut nama ibunya. Anak berdiri mendekati wanita itu dan menatapnya tajam. Mendadak mendorong Gracia hingga terjatuh ke belakang. Untung saja di belakang tubuh wanita itu adalah ranjang."Walaupun aku anak kecil tinggiku sama seperti denganmu. Jangan pernah membuat aku marah. Sekali lagi kau akan membuat ibuku menderita ... aku akan membunuhmu. Apa kau lupa dari mana aku berasal? Aku berasal dari jalanan. Bahkan aku sudah dua kali masuk penjara. Aku ... tidak takut apa pun," ucapnya pelan, namun dengan kedua mata yang tajam. Gracia segera berdiri merapikan kebayanya yang sangat berantakan. Dia menata rambutnya. Kemudian dia mengepalkan kedua tangannya. Tidak percaya Ana berani memperlakukannya seperti itu.Plak!Gracia menampar Ana dengan sangat keras. Gadis itu melotot tajam ke arahnya. Ingin sekali membalas tapi Ana tahan. Dia tidak mungkin melakukan itu dengan orang yang sudah tua
Di luar rumah sakit Pen menangis tanpa henti. Dia duduk di bawah pohon sambil meringkuk. Bahkan tidak peduli beberapa orang melihatnya."Pen! Kenapa kau seperti itu? Ayo bangun!" Pen terkejut Mawar tiba-tiba datang bersama Joko, kini berada di hadapannya. Dia segera memeluk sang sahabat yang ikut menangis dan tahu penderitaannya."Aku sudah menyerahkan dia. Aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Tapi aku harus menyerahkan dia, Mawar. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Tapi aku harus. Itu adalah kewajibanku. Aku sudah berdosa dan ini adalah hukuman untukku," balas Pen masih menangis. Mawar segera menarik sang sahabat dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Joko. Lelaki itu masih terdiam mengamati semuanya."Sekarang tenangkan dirimu. Joko saat itu dibantu semua pengacara yang sudah dikirimkan Anggara, lalu kembar, juga membantumu. Semua kekayaan mu kini sudah kembali. Amara juga masih saja menerima hukumannya. Kau akan hidup dengan lebih baik." Mawar masih saja berusaha menyenangkan Pen denga