"Tidak, masalah ini harus selesai dengan hukum. Anak kalian harus menerima akibatnya hukuman yang setimpal karena perbuatannya!" tegas Bapak."Shania, kudengar kamu hamil, kamu harus memikirkan anakmu. Jika Dani dipenjara kasian anakmu nanti," lontar Mama, seraya mendekatiku, memegang tangaku keras."Cih ..., persetan dengan Dani. Aku lebih kasihan jika anak ini lahir dan mengetahui ayahnya adalah lelaki bajing4n!" bentakku, sambil menghempaskan tangan mama mertua dari tanganku."Shania, jaga ucapanmu. Dani hanya khilaf, semua manusia punya kesalahan!" elak Mama, membela anaknya."Apa aku harus memaafkan kesalahannya setelah aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia berbuat mesum? Apa Mama akan memaafkan jika itu terjadi pada diri mama sendiri? Harus Mama dan Papa tahu, Dani tak hanya berselingkuh dengan satu wanita. Tapi dua. Dan entah ada berapa lagi yang tidak aku ketahui!" Kukeluarkan semua emosiku pada mereka."Tapi penjara bukan solusi, Shania! Kita cari solusi lainnya bersam
"Dasar ed*n lo berbuat bej*t di lingkungan sini, gak tahu apa kalau kita semua kena dosanya karena lo zina?""Rajam aja sampai mati, itu hukuman paling pantas untuk pezina!""Ayo telanjangi, gunduli, lalu arak keliling kampung para pezina itu!"Begitulah kiranya suara-suara yang kudengar dari para warga yang kini mulai ramai memenuhi pelataran kantor RW.Tadi selepas aku menemui Shania dan membujuknya lagi agar tak melaporkanku pada polisi, aku kembali dibawa ke kantor RW, karena suasana di rumah mulai tidak kondusif. Warga sekitar mulai berdatangan mengerumuni rumahku dan juga rumah Haya. Nampaknya berita semalam sudah menyebar dan mereka ingin tahu tentang apa yang semalam terjadi.Bersama Haya, kini aku hanya terdiam menunggu instruksi atas apa yang akan mereka lakukan pada kami. Di dalam kantor RW ini aku hanha mendengarkan amukkan emosi warga pada perbuatan yang telah aku dan Haya lakukan. Sumpah serapah, dan juga nama-nama hewan terus terdengar bersahut-sahutan disebutkan untuk
"Hei ..., syukur-syukur aku hanya meludahimu! Seharusnya kamu kuhajar juga seperti aku melakukannya pada anakku!" jawab Papa tak kalah murka.Suara pintu diketuk tiba-tiba terdengar. Pak Dadang security yang menggerebekku semalam pun masuk."Lapor Pak, warga di luar tak terkendali. Mereka menuntut agar bisa mengarak Pak Dani dan Bu Haya keliling komplek perumahan terlebih dulu!" ucapnya lantang.Apa lagi ini? Mengarakku? Apa yang mereka inginkan sebenarnya? Tidakkah cukup bagi mereka telah menghinaku seperti binatang."Bagaimana, Pak? Mereka tidak akan membuka jalan sebelum permintaannya dituruti," lanjut Pak Dadang lagi.Pak RW dan Pak RT menatapku, seperti berpikir keras. Aku berharap dia bijak, dan tidak akan meluluskan permintaan tidak masuk akal para warga tersebut."Kita coba saja terobos. Semoga mereka mau memberi jalan. Kita harus segera berangkat ke kantor polisi saat ini juga."Segera setelah itu aku diapit oleh beberapa bapak-bapak, begitu juga dengan Haya. Mereka pun memba
Saking fokusnya dengan masalahku, aku dan Salsa melupakan tentang bisnis online kami 'Shasa Dress'. Karyawanku berdatangan dengan wajah bingung karena tak biasanya di rumahku banyak orang.Mereka semua bertanya apakah hari ini mereka bekerja seperti biasa atau tidak. Aku menyerahkan semua keputusan pada Salsa. Biar ia yang handle dulu.Salsa pun memutuskan untuk tetap bekerja seperti biasa saja. Karena deadline untuk launching produk baru semakin dekat. Semua karyawanku yang kini tinggal berjumlah empat orang pun memasuki ruangan untuk bekerja. Sementara itu aku kembali ke kamarku. Belum sempurna kulangkahkan kaki keluar dari ruang kerja, kudengar bisik-bisik dari karyawanku yang membicarakan perihal Risa."Pantas saja Risa akhir-akhir ini gaya hidupnya semakin tinggi. Ternyata karena dia jadi simpanan istri bos kita sendiri." Kuhentikan langkahku untuk mendengar semuanya. "Iya, masa tiba-tiba saja Risa bisa membeli sepeda motor dan semua pakaiannya berubah menjadi pakaian bermerk.
Aku hanya tersenyum licik mendengar ancamannya barusan. Sungguh sama sekali aku tak gentar. Ia tak tahu saja apa yang sudah kumiliki. Aku pun yakin bisa menghidupi anak yang tengah kukandung ini sendiri walau tanpa mengandalkan uang sepeser pun dari mereka."Yang seharusnya pergi dari rumah ini justru adalah Mas Dani. Karena sertifikat rumah ini sudah resmi atas namaku. Lagi pula aku juga ikut andil dalam membayar cicilan serta membangun rumah ini sehingga bisa menjadi sebesar ini," tandasku dengan penuh percaya diri.Mama membelalak kaget atas fakta yang aku ucapkan barusan. Wajahnya seketika berubah kesal. Ia pun hanya memalingkan wajahnya kesal, tak dapat berkata-kata lagi."Kuharap Mama tidak gegabah mengusir diriku dari rumahku sendiri. Karena justru aku yang akan mengusir Mas Dani dari rumah ini sekarang juga!""Salsa, tolong kemasi semua barang-barang Mas Dani dan berikan pada ibunya!" titahku pada Salsa. Kulihat Salsa nampak ragu-ragu bergerak. Ia bergantian melihatku dan Mama
Sesaat sebelum jam kerja berakhir aku teringat ada yang harus aku cari tahu. Gegas aku kembali ke ruang kerja, untuk menemui Mira. Namun di waktu yang sama kulihat Mira juga tengah menghampiriku."Bu, ada yang mau saya bicarakan," ujarnya seketika. Kebetulan sekali, sepertinya niat kami sama."Ya, ayo kita bicara di belakang saja, Mira!" Kami pun bersama-sama menuju taman belakang rumahku. Aku mengambil posisi dengan duduk di salah satu kursi santai, Mira menyusul duduk di sebrangku. Wajahnya begitu tegang."Apa yang mau kamu bicarakan, Mira?" tanyaku langsung, tanpa basa-basi."Soal Risa, Bu." Tepat dugaanku, ia mengetahui sesuatu tentang wanita itu."Maafkan aku, Bu, karena aku sudah mengetahui perihal hubungan Risa dan suami Bu Shania sejak dua bulan lalu, saya harap Bu Shania tidak marah pada saya dan tidak akan memecat saya," ucap Mira bergetar, sambil menundukkan kepalanya, tak mau melihatku.Oke, jadi sudah sejak dua bulan lalu Dani bermain di belakangku. Benar-benar keterlalua
Setelah kejadian pelemparan batu, kembali rumahku di datangi banyak orang, aku menghubungi pihak keamanan dan juga RT, RW. Sempat terlintas untuk menghubungi pihak kepolisian juga. Tapi Pak RW menyarankan untuk menunggu kelanjutan kedepannya. Akankah ada lagi kejadian serupa atau tidak."Kita lihat saja dulu kedepannya apabila ada kejadian serupa baru kita minta polisi untuk menyelidikinya!" usul Pak RW. "Sementara itu akan saya pastikan untuk meningkatkan keamanan komplek agar tidak terjadi lagi hal serupa!" lanjutnya lagi, agar kami bisa lebih tenang.Untuk sementara, kami pun menuruti instruksi yang diberikan saja. Pak RW pun menjamin akan menjaga pintu keluar masuk komplek agar lebih terkontrol siapa yang datang dan pergi dari komplek.Setelah kejadian pelemparan batu itu, kami semua penghuni rumah berusaha semakin waspada atas setiap pergerakan di luar. Bapak mengingatkanku untuk menjaga diri dan tidak pergi kemana pun seorang diri.Sebenarnya Bapak dan Ibu mencurigai ini adala
Aku sungguh tak menyangka akan mendapatkan teror mengerikan seperti ini. Kukira masalahku selesai setelah melaporkan kelakuan bejat Dani pada polisi. Tapi ternyata tidak. Sepertinya ada orang yang dengki padaku. Entah karena masalah Dani atau pun karena masalah lainnya. Saat aku kembali dari kamar mandi, bangkai ular itu sudah tak ada, dibuang oleh Bapak. Kembali semua menerka-nerka siapa dalang dibalik semua ini. "Pasti ini ulah mamanya Pak Dani. Dia pasti dendam pada Bu Shania, karena Bu Shania mengusirny tanpa ampun saat itu!" tebak Dewi sambil tangannya tetap sibuk membalas pesan-pesan customer."Bisa jadi juga ini ulah pesaing kita, kamu tahu brand baru di instagram itu? Dia sering merebut customer kita. Kalau gak salah kan ownernya teman sekolah Bu Shania juga," timpal Ica, adminku yang lain.Ya, memang ada kompetitorku yang juga merupakan teman sekolahku dulu, Fani namanya. Dia terang-terangan selalu ingin mengalahkanku. Bahkan kadang ia melakukan hal licik seperti merebut c
Tiga bulan kemudian.Aku baru saja pulang dari persidangan pembacaan hukuman untuk Haya dan mulai berkutik kembali dengan pekerjaanku yang cukup menumpuk karena selalu terpotong karena kasus Haya ini. Tapi, selama mengikuti persidangan Haya, aku jadi tahu bahwa setelah bebas dari penjara kemarin ternyata Haya dan Dani masih berhubungan, bahkan saat Dani telah menikah dengan Salsa pun mereka masih sering bertemu. Menjijikan sekali.Lalu ternyata saat hari percobaan pembunuhan itu Haya yang memasang GPS pada ponsel Dani mengikutinya sampai ke Bogor. Ia marah besar saat mengetahui Dani malah menikah dengan wanita lain dan bukannya menepati janji untuk menikah dengan dirinya. Akhirnya Haya pun mengatur rencana untuk membunuh Dani. Pada malam setelah pernikahan, Haya memberikan minuman berisi obat tidur pada semua orang yang ada di rumah tempat berlangsungnya pernikahan Dani. Lalu setelah semuanya terlelap dia pun menyerang Dani dengan berbekal pistol yang didapatn
Setelah melepas semua emosinya akhirnya Salsa tertidur di kursi ruang tengah. Kini Ibu dan Bapak yang menemaninya karena aku harus menyusui Dewa.Ibu dan Bapak sangat terluka ketika mengetahui ulah Dani. Lagi, mereka harus menerima anaknya disakiti oleh lelaki yang sama. Seharusnya Salsa mengikuti ucapan kami yang melarangnya menikah dengan lelaki berengs3k itu agar semua ini tak terjadi.Saat sedang menyusui, tiba-tiba kulihat ada panggilan telepon dari Emil. Gegas aku mengangkatnya."Shania, kau tahu Haya sudah tertangkap?" tanya Emil.Ah ..., aku hampir saja melupakan kasus Haya. Meninggalnya Kayla dan kabar Dani menikah lagi membuat aku melupakan masalah yang satu itu."Syukurlah kalau dia sudah tertangkap. Di mana memang dia sembunyi?" tanyaku penasaran."Di Bogor.""Wah ..., jauh juga ya dia melarikan diri. Syukurlah polisi bisa menemukan dia," ucapku merasa lega. Setidaknya satu persatu masalah selesai."Tapi, Shania ...," ucap Emil terput
POV ShaniaRumah kini kembali sepi setelah Kayla dimakamkan dan para pelayat pun berangsur pulang. Suasana duka masih terasa menyelimuti seisi rumah.Rasanya ada yang aneh, setelah sebelumnya kami selalu mendengar celoteh Kayla yang mulai terdengar, kini semua tinggallah hening.Sedangkan Salsa, sejak pulang dari rumah sakit terus mengurung diri di kamar. Ia bahkan tak ikut dalam prosesi pemakaman, lebih memilih berdiam diri dan meratapi semuanya.Sejujurnya aku khawatir pada kondisinya. Sungguh aku akan merasa lebih tenang jika Salsa mengungkapkan emosinya, menangis, meraung-raung atau apa pun itu. Bukannya hanya berdiam diri seperti saat ini.Berulang kali Bapak dan Ibu memintanya keluar dan berkumpul bersama kami. Tapi sama sekali tak ada respon darinya.[Kak, apa Tuhan sedang menghukumku?]Sebuah pesan tiba-tiba masuk ke ponselku saat aku tengah membereskan perlengkapan Dewa. Dari Salsa.[Tapi kenapa harus K
Sungguh aku tak habis pikir apa yang ada di benaknya hingga Haya bisa berpikir seperti itu. Ia terus saja menagih janjinya agar aku mau menikahinya.Seperti saat ini, aku hanya bisa menarik nafas panjang atas permintaannya ini. Tak mungkin kan aku menikahinya di saat aku sudah menikah dengan Salsa lalu sebentar lagi saja aku akan menikahi Mirna?Aku memang suka bersama wanita, tapi tidak untuk menjadikan mereka istriku semuanya.[Aku ..., mencintaimu, Dani. Aku melakukan ini semua agar bisa segera hidup denganmu] ucapnya lagi melalui pesan.Mama yang melihat aku terus sibuk dengan ponselku, seketika mengambilnya paksa dari tanganku."Kamu jangan sibuk dengan ponsel terus, Dani! Sebentar lagi kamu menikah! Biar Mama saja yang pegang ponselmu ini. Agar nanti Salsa atau siapa pun tak akan mengganggumu!" ujar Mama sambil memasukkan ponselku dalan tasnya.****Keesokan harinya prosesi akad nikah dan resepsi berjalan lancar. K
Kadang terbersit rasa bersalah pada Salsa jika ingat sebentar lagi aku akan menduakannya. Dia saja belum aku bahagiakan dengan baik. Aku masih belum mendapat pekerjaan yang layak, dan harus membuatnya terus bertengkar dengan Shania karena belum bisa memberikannya rumah yang layak.Ya ..., walau memang rumah yang ditempatinya kini pun masih bisa dibilang rumahku juga sih, karena aku membelinya berdua dengan Shania. Salahnya aku waktu itu malah membiarkan sertifikat rumah ini atas namanya. Tapi ... toh nasi sudah menjadi bubur. Yang penting aku masih bisa tinggal di sini bersama anak dan istriku.Saat menikah dengan Salsa aku sempat berjanji menjadikan ia wanita satu-satunya. Tapi ternyata terpaksa kini aku harus menarik janjiku sendiri. Semua itu kulakukan demi baktiku pada kedua orang tuaku. Juga demi ... Mirna, gadis manis yang polos itu.Sesaat sebelum aku berangkat, Kayla terus menangis. Segala cara sudah aku dan Salsa coba agar anak itu terdiam dan bis
POV Dani[Dani, jangan lupa hari Kamis nanti kita akan ke Bogor. Keluarga Mirna sudah mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahan kalian!]Kubaca ulang pesan yang dikirimkan oleh Mama beberapa saat yang lalu dan segera menghapus isi pesan tersebut sebelum Salsa membacanya.Ya, Mama terus memaksaku untuk menikah dengan Mirna, anak dari salah satu kolega Ayah."Mumpung masih ada yang mau menjadi istrimu, Dani! Kau tahu sepak terjangmu sangat parah sekali. Untung saja orang tuanya percaya pada ayahmu. Jadi mau saja menjadikanmu menantunya!" terang Mama saat memberitahukan perihal pernikahan ini."Bapaknya Mirna itu punya perternakan sapi yang besar. Kamu kalau sudah menikah dengan Mirna yang akan mengurusnya. Hidupmu akan kembali seperti dulu lagi jika menikah dengannya!" terang Mama tanpa kuminta sedikit pun.Tentu saja aku menolak ide wanita yang telah melahirkanku itu dengan keras. Aku kan sudah bertekad untuk bertobat, hanya ing
Saat di kantor polisi drama pun terjadi. Fani, yang datang tak lama setelah diberitahu tentang kondisi Ardi tak terima atas pelaporan yang kubuat. Tapi ia juga tak dapat mengelak atas tuduhan teror dan rencana menghancurkan usahaku. Karena semua percakapan rencana mereka tersimpan dalam ponselnya.Sementara itu yang wanita yang paling ingin kutemui saat ini--Haya-- malah kabur ketika polisi memanggilnya untuk datang. Ia bahkan kini sama sekali tak bisa dihubungi. Entah kemana perginya wanita itu. Emil pun sudah berusaha menghubungi beberapa kerabat yang ia kenal untuk mencari keberadaannya. Tapi Nihil, semua mengatakan tidak bertemu dengan wanita itu."Aku melakukan semuanya atas perintah Haya!" ucap Fani, membela dirinya sendiri sambil menangis meratapi semua saat polisi meminta penjelasan atas semuanya."Tapi kamu yang merencanakan semuanya, kan? Menyuruh Ardi melamar di tempatku dan memintanya mengganti sepsifikasi kain!" bentakku penuh murka.
"Apa kau jujur? Apa semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan Fani Ghaisani, kakakmu?" tanyaku to the point Sektika kulihat Ardi pun memucat. "Bu Shania tahu?""Tentu saja aku tahu. Kau tidak bisa menyembunyikan jati dirimu terus. Jadi, jujur padaku. Kau sengaja kan melakukannya? Apa Fani yang menyuruhmu?" selidikku. Menatapnya tajam."Tunggu, Fani Ghaisani. Sepertinya aku mengenalnya. Apa dia tinggal di perumahan Nirmala?" sela Emil tiba-tiba."Ya, yang kutahu dia tinggal di sana. Juga Ardi. Entah kalau dia sudah pindah atau memiliki rumah lainnya," jawabku, kesal."Apa kamu juga kenal dengan Haya, Ardi?" tanya Emil tiba-tiba. Membuatku mengernyitkan kening. Apa maksud pertanyaan Emil, sebenarnya?"A-aku ti-tidak mengenalnya, Pak," jawab Ardi tergagap. Siapa pun akan tahu jika dia berbohong.Seketika Emil mengambil paksa ponsel Ardi. "Apa, kata kuncinya?" todong Emil. Ardi makin memucat, keringat sebesa
"Gawat, Shania! Semua pelanggan komplain dengan produk yang mereka terima. Ternyata kain yang kita pakai mengkerut, sehingga dress yang mereka pesan tidak bisa dipakai lagi," ujar Emil melalui telepon.Kini aku seorang diri di rumah. Karena Kayla yang terkena pneumonia harus dirawat di rumah sakit, maka Salsa, Ibu dan Bapak menemaninya.Lalu berita buruk itu datang. Aku mengetahui komplen ini bukan hanya dari Emil, tapi sejak semalam ponselku pun tak henti berdering mendapat komplen dari para pelanggan. Mereka semua mengatakan kecewa akan produk kami."Sepertinya kita kecolongan kali ini. Aku sedang menganalisa di mana letak kesalahannya. Sejauh ini sepertinya dari pihak pabrik ada salah tanggap tentang bahan yang digunakan" terang Emil lagi.Sungguh aku kini tak bisa berpikir apa-apa. Ini kejadian pertama kali gagal produksi dengan kuntitas yang sangat banyak. Masalahnya lagi, ribuan picis sudah sampai pada pelanggan sehingga mereka benar-benar