Share

Menikah

Penulis: Chikyciki
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-04 11:37:18

Leo, maafin Kakak yang tidak bisa menjaga kamu. Biasanya jika Ibu dan Bapak bertengkar, aku selalu membawa Leo keluar, atau menutup kupingnya agar dia tidak mendengar pertengkaran mereka.

"Kakak jangan nangis, sekarang Leo udah di kamar. Tadi ada Om Juragan dateng, dia langsung mukulin Bapak terus di bawa pergi. Leo juga di kasih ponsel, katanya Bapak gak boleh tau kalo Leo punya ponsel, ini buat Leo kalo kangen sama Kakak."

Aku mengusap kedua pipiku lalu menyunggingkan senyum ke arah adikku. "Leo di sana baik-baik yah, kalo ada apa-apa langsung telepon Kakak. Secepatnya, Kakak bakal jemput Leo!"

"Leo sayang Kakak!" Setelah itu telepon terputus.

Aku memeluk ponsel ini dengan erat, membayangkan jika benda kecil ini adalah Leo.

"Jingga."

Aku berbalik saat mendengar seseorang memanggil namaku. Ku lihat ada Tania dan Papah yang sudah berada di belakangku.

Buru-buru aku seka air mata ini, tidak Jingga, kamu tidak boleh memperlihatkan air matamu pada mereka.

"Tu--tuan besar, anda mencari saya?" tanyaku dengan terbata-bata.

"Jingga, selamat untuk kamu," ujar Tuan Besar dengan wajahnya yang terlihat sangat gembira.

"Selamat untuk apa Tuan?"

"Selamat, karna Dafa menyetujui pernikahan ini. Saya akan secepatnya mempersiapkan hari pernikahan kalian."

Aku tersenyum miris, entah harus bahagia atau sedih mendengar kabar ini.

***

Hari ini adalah hari pernihakanku dan juga Tuan Dafa.

Aku menatap ke arah cermin, tertegun melihat penampilanku sendiri. Perias itu benar-benar hebat merias wajahku yang sampai aku sendiri tercengang menatap wajahku yang begitu beda.

Gaun pengantin yang begitu indah membuat diriku hampir terlihat sempurna. Inilah impian setiap wanita, terutama jika menikah dengan pasangan yang begitu kita cintai. Namun, aku tidak tahu alasan sebenarnya mengapa Tuan Dafa ingin menikah denganku.

Aku tidak boleh terlalu bahagia karena tak tahu apa yang akan terjadi dengan pernikahan kami.

"Jingga."

Seorang wanita tiba-tiba datang, aku menatap heran saat dirinya terlihat tersenyum melalui pantulan kaca.

"Tania ... Ada apa?"

Tania memberikan isyarat dengan jarinya agar wanita yang meriasku pergi sejenak.

"Hm ... Ternyata jika didandani seperti ini, kamu cantik juga. Tapi kampunganya tetap keliatan," cibirnya membuatku mendelik.

"Mau apa kamu ke sini?" tanyaku to he point. Karna jika hanya untuk memujiku, tidak mungkin.

"Jingga, kau tau aja jika aku ada urusan denganmu," kekehnya. Ia lalu mengambil sesuatu dari tasnya, setelah itu menyodorkannya ke arahku. "Kamu tau apa ini?"

Keningku berkerut melihat cek yang tiba-tiba diberikannya padaku. "Untuk apa?"

"Jingga, Aku tau kalo kamu menerima pernikahan ini karna terpaksa."

Deg.

"Benarkan? Kamu menerima pernikahan ini karna ingin mendapatkan harta warisan milik keluarga ini?"

Mataku membola mendengar perkatannya, akan tetapi aku bernafas lega karna dia tidak tau masalah sebenarnya.

"Jingga kenapa kamu diam aja? Kamu merasa uang ini sedikit? Baiklah, nanti setelah ini aku akan mengirimkan sisanya sebanyak 400 juta. Tapi sekarang, terima dulu 100 juta ini."

"Kenapa kamu tiba-tiba memberikanku uang sebanyak itu?" tanyaku, sembari menatap curiga ke arahnya.

"Jingga, kita sesama wanita. Aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan sekarang, apalagi aku sudah mengenal Mas Dafa selama tujuh tahun. Aku sudah tau betul, bagaimana sikap dia yang sebenarnya. Jadi, daripada kamu disiksa oleh lelaki tidak punya hati itu, lebih baik ambil cek ini dan kabur dari pernikahan ini. Ingat Jingga, kalo bukan karna Mas Dafa lumpuh dan gila, Papah tidak akan menikahkannya denganmu."

Apakah benar yang dikatakan Tania? Aku menatap cek berisi uang yang tidak sedikit itu, dengan itu aku bisa membawa Ibu dan Leo pergi dari kota ini. Akan tetapi Tuan Dafa, aku tidak bisa. Entah kenapa rasanya tidak tega meninggalkannya di hari pernikahan kami, apalagi melihat sikapnya aku sadar jika Tuan Dafa tidak seburuk itu.

Aku menggelengkan kepala, lalu tersenyum ke arah Tania. "Maaf, Tania. Tapi aku tetap akan menikahi Tuan Dafa."

Ku lihat mata gadis itu melebar sempurna. "Kamu menolak pertolongan dariku?"

"Bukannya aku menolak, hanya saja lebih baik jika aku berjuang untuk pernikahan kami."

"Cih ... Ternyata bukan hanya miskin, kamu juga sangat bodoh, Jingga," umpatnya. Ia lalu pergi sembari menghentakan kakinya.

Aku menggelengkan kepala melihat tingkah wanita itu, apa yang dia mau? Kalo dia mau membantuku, bukannya harusnya senang, jika aku memilih untuk mengurus kakak iparnya.

"Jingga apa kamu sudah siap?"

Eh, di sana Hans sudah berdiri dengan matanya yang terus menatap diriku.

"Hans, iya aku udah siap," jawabku.

"Hm, ayok!" Hans mengulurkan tangannya padaku, aku meraih tangan itu sembari tersenyum kikuk.

***

Semua orang terlihat menatap kagum ke arahku dan juga Hans. Entah kenapa, rasanya begitu malu. Belum pernah aku ditatap seperti ini sebelumnya.

"Cantik banget yah pengantinnya."

"Iya, cocok yah mereka."

Apa, cocok? Jangan sampai mereka mengira jika pengantin pria nya itu Hans. Bagaimana perasaan Tuan Dafa jika mendengar hal itu.

"Menantu Papah cantik banget," puji Tuan Besar.

"Baru calon, Pah," jawab Hans sembari terkekeh.

"Yasudah, Hans. Di mana Dafa? Dia gak kabur kan?" Tuan Besar tampak menatap ke sekeliling.

"Mana mungkin dia kabur. Dia kan gak bisa jalan."

Aku menatap Satria yang sedang mendorong kursi roda Tuan Dafa. Wajah lelaki itu terlihat begitu tidak nyaman, apalagi terdengar beberapa orang yang berbisik-bisik.

"Itu calon suaminya?"

"Kirain sama yang tadi pegangan tangan pas di tangga."

"Ganteng sih tapi cacat."

"Gak cocok kalo sama yang itu, masa cantik-cantik mau sama yang lumpuh."

Dam!

Rasanya ingin sekali aku mengumpat, untungnya Tuan Besar yang juga mendengar hal itu langsung menegur mereka semua.

"Katakan sekali lagi!" teriak Tuan Besar, membuat mereka saling pandang dengan mulutnya yang langsung terkunci rapat.

"Kalian tau, yang sudah kalian hina ini adalah anak tertua saya. Jadi, jika ada yang berbicara seperti itu lagi, saya tidak akan segan-segan untuk membatalkan perjanjian kerja sama kita dan saya pastikan perusahan kalian bangkrut!"

Aku tersenyum saat melihat semuanya tampak menunduk.

Tuan Besar lalu beralih menatap Satria. "Sadar apa yang kamu katakan tadi?" tanyanya. Lelaki yang bersikap pongah itu hanya mengangguk sembari mengucapkan kata maaf dengan pelan.

Karna tidak ingin acara suasana semakin keruh, aku menyuruh Hans untuk berbicara dengan Bos Besar.

"Pah, lebih baik sekarang kita lakukan akadnya," ucap Hans.

Tuan besar menganggukan kepalanya, lelaki itu lalu mendekati Tuan Dafa. Ia mengambil alih mendorong kursi roda itu.

***

Aku menitikkan air mata, saat mencium tangan Tuan Dafa. Setelah ijab Qobul tadi, sekarang aku sudah sah menjadi seorang istri.

"Jingga selamat yah," ucap seorang lelaki yang menjadi wali nikahku. Lelaki yang dulu selalu membuang muka jika menatapku, lelaki yang hanya diam ketika aku dan ibu meminta pertolongan darinya. Pamanku, Lelaki yang ku anggap asing, sekarang tiba-tiba menjelma menjadi wali nikahku.

"Terimakasih, Paman," jawabku seadanya.

"Jingga, ayo poto!" Tiba-tiba Tania datang lalu menarik tanganku. Entah kenapa aku merasa wanita ini seperti Bunglon, beda tempat, beda sifat.

Ia lalu membawaku untuk bertemu teman-temannya, walau kesal tapi ada untungnya sih. Aku juga tidak usah berlama-lama mengobrol dengan paman.

Bab terkait

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Malam pertama

    "Jingga, terimakasih karna kamu mau menikah dengan anak saya Dafa. Saya harap kamu bisa membuatnya bangkit kembali seperti dulu." Tampak mata Tuan Besar berkaca-kaca, wajahnya yang begitu terlihat bahagia membuatku semakin yakin untuk bisa mengembalikan anaknya seperti dulu, walau rasanya tidak mungkin."Jingga, mulai sekarang jangan panggil saya Tuan Besar lagi yah. Karna sekarang, saya sudah menjadi Papah kamu juga."Lelaki itu tersenyum, Ia mengusap puncak kepalaku lalu pergi. Entah kenapa aku merasa benar-benar mendapatkan sosok Ayah darinya. ***Sedari tadi, aku sudah bertemu dengan banyak orang, akan tetapi tidak kulihat Tuan Dafa setelah dari acara akad. Karena melihat semua tamu hampir pulang dan acaranya sudah selesai, aku langsung menuju kamar. Tapi tiba-tiba ada sebuah tangan yang mencekal pergelangan tanganku. "Hans." "Saya mau bicara sebentar, boleh?" tanyanya. Aku menganggukan kepala, lelaki itu tampak celingukan lalu membawaku ke tempat yang sedikit sepi. "Mana p

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Masa lalu Dafa

    Pov DafaAku terbangun dengan kepala yang berdenyut hebat. Aku menatap ke sekeliling, gadis itu sudah tidak ada. Aku hanya bisa tersenyum miris, mungkin beberapa jam lagi akan ada informasi bahwa dia kabur dan meminta cerai padaku. Seperti itulah kehidupanku. Sejak kejadian empat tahun yang lalu, hidupku berubah menjadi suram. Setiap kali aku memejamkan mata, bayangan kejadian itu langsung muncul kembali seperti memutar kaset yang begitu jelas.Hari itu adalah hari paling buruk yang aku alami. Gara-gara aku, Bunda yang sangat kami cintai meninggal di tempat. Dan Tania, setelah mengetahui aku lumpuh, dia langsung membatalkan pertunangannya. Yang paling mengejutkanku adalah ternyata dia sudah menikah sirih bersama adikku saat aku dirawat di rumah sakit. Seperti kehilangan sumber kebahagiaan, setiap hari aku hanya berdiam diri di kamar. Membiarkan kamarku berantakan hingga tak boleh ada satupun yang membersihkannya. Aku sudah tidak mengurus perusahaan, ataupun sekedar keluar. Tetap m

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Mulai bangkit

    Setelah mengambil baju dari lemari aku menghampirinya. Tampak gadis itu melongo melihatku. "Tu--tuan bisa berdiri?" tanyanya."Hm." Aku hanya berdehem sebagai jawaban.Jingga menuruti perintahku, gadis itu memakaikan kemeja padaku lalu mulai berjongkok memasangkan kancingnya. "Berapa umurmu?" "18 tahun Tuan," jawabnya membuat aku terkejut. Astaga, Papah bahkan menikahkanku dengan seorang gadis yang masih sangat muda. "Tuan biar saya ganti perbannya." Jingga mengambil kotak obat lalu mulai membuka perban di tanganku. Sedangkan aku hanya diam, entah kenapa mataku tidak bisa lepas menatap wajahnya. Hidung mancung, mata berwarna coklat yang indah, bulu mata lentik. Jangan lupakan bibirnya yang tipis, itu membuatku teringat pada kejadian semalam. Meskipun aku sedikit mabuk, aku masih bisa mengingatnya dengan jelas.Tapi tunggu, mataku memincing melihat ada luka di kening yang tertutup rambut. "Kenapa kepalamu berdarah," ucapku membuat Jingga seketika mendongak. Aku memegang tanganny

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Semuanya terungkap

    Aku mengulum senyum melihat Jingga yang terlihat sangat panik. "Jingga bukan itu maksud saya. Hm, saya melihat tangan dan pundakmu memar. Saya ingin tau tentang luka itu.""Ti--tidak Tuan, itu hanya terkena nyamuk.""Jingga, saya bukan anak kecil lagi. Cepat, berbaliklah ke belakang dan buka bajumu!" "Tidak mau Tuan." Jingga menunduk dan menggigit bibirnya. Wajahnya terlihat memerah karena malu."Jingga, saya tidak akan melakukan apapun padamu. Melihatmu saja, saya tidak selera," ucapku mampu membuat gadis itu melotot. Jingga terdiam sejenak, dengan ragu dia berbalik ke belakang, dan perlahan tangannya gemetar saat dia mulai membuka bajunya. "Ji--jingga." Rongga dadaku terasa sesak, saat melihat tubuhnya yang mulus dengan begitu banyak bekas luka. Ada luka yang masih terlihat biru, ada juga yang sudah mulai memudar."Darimana kamu dapat bekas luka sebanyak itu?""Ii--ini, ini karna itu Tuan. Karna saya suka terjatuh. Iya terjatuh," jawabnya terdengar gugup."JANGAN MEMBOHONGI SAYA

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Dirundung warga

    "Tuan, anda ingin sesuatu?" tanya Jingga. "Tidak! Kau saja lebih mementingkan memasak untuk orang lain, padahal suami sendiri kelaparan," ketusku.Di dalam kamar aku terus menggerutu, entah kenapa rasanya masih kesal teringat kejadian tadi. "Tuan, saya sudah menyiapkan untuk Tuan juga, sebentar." Jika mengambil sesuatu di meja, lalu menghampiriku. "Ini Tuan, saya buatin sayur sup. Ini baik untuk Tuan.""Tidak usah!" "Bukannya, Tuan laper?" "Sekarang ngga!""Mau saya suapin?" Astaga, malah ditanya. "Aaa ...." Jingga menyodorkan sesendok sup ke arahku. Dengan ragu, aku mulai memakannya. Hm, rasanya memang seperti masakan Bunda. "Kamu sudah makan?" "Belom, Tuan," jawab Jingga dengan pelan."Makan!" "Tapi, sendoknya cuman satu?" Aku mengambil piring itu, dan mulai menyuapinya memakai sendok bekas diriku. "Makan!"Seulas senyum terbit dari bibir gadis itu, ia mulai membuka mulutnya. Aku melanjutkan memberikan suapan makanan kepadanya, entah kenapa rasa lapar dalam perutku yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Semuanya pergi

    Pov Jingga. Aku benar-benar tidak menyangka dengan hidupku sekarang. Dulu, aku begitu takut membayangkan menikah dengan Tuan Dafa. Tapi sekarang, aku merasa menjadi wanita yang paling bahagia. Semua yang orang katakan itu tidak benar. Mereka bilang Tuan Dafa tempramental, kejam, tidak punya hati. Entahlah mereka tau darimana, yang jelas Tuan Dafa yang menikahiku begitu baik walapun sikapnya seperti batu. Tuan Dafa memiliki banyak beban dalam hidupnya. Apalagi mendengar perkataan Papah dan Satria tadi saat makan, entah bagaimana hati Tuan Dafa. Aku ingin menanyakan padanya, tapi takut membuatnya emosional, terlebih lagi dia terus diam setelah mengobrol dengan Papah.Saat menunggu Tuan Dafa di kamar, aku memang lancang, membuka lemari dan Rak di kamar Tuan Dafa. Di sana aku melihat banyak sekali buku, dan juga lukisan yang begitu indah. Tapi pokusku malah pada obat yang berada di rak. Sebuah obat dengan botol yang polos, membuatku curiga tentang obat itu. Aku yang tidak tau apa-apa m

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Merubah penampilan

    "Cari dia sampai dapat. Saya ingin melihatnya hidup-hidup di hadapan saya!"Ketika aku mendekati Tuan Dafa, aku terkejut melihatnya sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon. Terdengar dari suaranya, Tuan Dafa juga sangat marah."Jingga."Melihatku, buru-buru Tuan Dafa menghentikan teleponnya, dan mendekatiku."Sejak kapan kamu di sini?" tanyanya."Baru saja, Tuan."Tuan Dafa tampak menghela nafas pelan, ia lalu menatap ke arah Ibu yang sedang mengobrol dengan Leo. "Kamu sudah bicara dengan Ibumu? Apa dia mau ikut bersama kita?" tanyanya. Rencana ini memang sudah kami bicarakan saat di rumah, aku ingin membawa Ibu dan Leo untuk tinggal bersamaku, dan Tuan Dafa langsung menyetujuinya. Namun jawaban Ibu yang membuatku gusar. Aku menggelengkan kepala dengan lesu. "Tidak, Tuan. Ibu tidak ingin ikut, dia malah menyarankan untuk memasukan Leo ke Pesantren. Menurut Tuan bagaimana?" "Ini semua keputusan kalian, saya bukan siapa-siapa di sini. Tapi Jingga, apapun keputusannya, pasti

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07
  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Mengenang masa lalu

    Pov Author"TUAN DAFA!" Jingga langsung berlari menghampiri Dafa yang sudah masuk ke kamarnya. "Tu--tuan, kapan Tuan pulang?" tanya Jingga dengan terbata-bata. Gadis itu mendekati Dafa yang terus menatapnya dengan sorot kekecewaan. "Tuan," panggil Jingga."Pergilah! Saya tidak ingin melihat wajahmu," jawab Dafa dengan tegas, membuat hati Jingga terasa sesak. "Tuan, jangan marah. Anda salah paham, ini tidak seperti yang anda pikirkan," lirih Jingga. Hatinya begitu sakit melihat Dafa yang memalingkan wajahnya saat Jingga berjongkok di depannya."Hati suami mana yang tidak sakit melihat istrinya bersama pria lain, Jingga?" tanya Dafa dengan tajam. Ia menatap Jingga dengan matanya yang sudah memerah. Jingga hanya bisa terunduk, ia tidak tau bagaimana cara menjelaskannya pada Dafa. "Saya sengaja pulang cepat karna khawatir melihat kamu terus murung di jalan tadi. Tapi yang saya lihat sekarang ...." Dafa mengantung ucapannya. Ia mengepalkkan tangan berusaha meredam emosinya. Hatinya b

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-07

Bab terbaru

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Ending

    Dafa terduduk lemas sambil menatap sebuah foto yang berisi keluarganya dulu saat mereka masih lengkap. Dia kemudian memasukkan foto tersebut ke dalam koper.Sudah tujuh tahun sejak peristiwa mengerikan itu terjadi, namun kenangan yang menakutkan itu masih selalu menghantuinya. Dafa menghela nafas pelan dan kembali melanjutkan mengambil barang-barang lainnya untuk dimasukkan ke dalam koper."Sudah siap semuanya?" tanya Tuan William. Dafa mengangguk, ia lalu meminta seseorang untuk membawa barang-barangnya ke mobil."Hana, sini sama Papah." Bocah perempuan yang berada di sisi Tuan William langsung berlari ke pangkuan Dafa. Lelaki itu tersenyum, ia lalu mencium pipi gembul putrinya."Sebelum ke rumah baru, kita nemuin Bunda dulu yah," ucap Dafa membuat bocah itu mengangguk dengan antusias. Dafa lalu menggendong Hanna, sebelum pergi ia terlebih dahulu menatap lama ke arah kamar mereka. Ia menghela nafas pelan, merasa berat meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan indah. Namun, mes

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pengorbanan Hans

    "Tania, berhenti!" teriak Jingga dengan panik, namun Tania justru tertawa. Dengan kegilaan di matanya, wanita itu terus mengemudikan mobilnya menuju jurang yang mengerikan."Tania, jangan bodoh. Kita bisa mati!"Tidak, Jingga. Jika aku tidak bisa mendapatkan Mas Dafa, maka kamu juga tidak."Tania menginjak gas dengan keras, membuat mobil semakin cepat menuju ke jurang yang menakutkan. Jingga dengan panik mencoba menghentikannya, tangan mereka berebut setir mobil sehingga kendaraan itu menjadi tidak stabil. "Lepaskan, Tania!"Namun, Tania tak merespons. Kedua wanita itu terus berebut setir, membuat mobil semakin oleng dan jauh dari kendali."Aku tidak akan membiarkan kamu menyelakaiku atau anakku."Tin! Tin! Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar dari arah samping. "HANS," teriak Jingga, ia melihat mobil Hans yang sedang melaju di sisinya dengan tangan lelaki itu berusaha mengetuk kaca mobil Tania."Hentikan perbuatan ini Tania! Berhenti!" teriak Hans dengan keras, namun Tania tet

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pengakuan mengejutkan

    Ada yang aneh dari tatapan Tania, tapi aku tidak tau apa. "Jingga, saya mau menemui Hans terlebih dahulu. Saya harus mengetahui apa alasan dia melakukan hal itu." "Aku ikut, Mas.""Hm, ayo."Kami akhirnya melangkahkan kaki untuk mencari Hans, sekarang dia harus menjelaskan semuanya. Mengapa dirinya sampai mengambil keputusan seperti itu? "Hans," panggil Mas Dafa. Membuat Lelaki yang sedang duduk di teras itu mendongak menatap kami. "Kak Dafa, ada apa?" "Jujur sama saya, Hans. Kenapa kamu melakukan hal itu?""Hans, hanya ingin menikahinya Kak.""Bohong, saya sudah pernah mencarikanmu wanita. Bukan hanya saya, tapi Papah juga. Tapi kamu selalu menolak dengan alasan tidak mau menikah, sekarang kamu malah ingin menikahi Tania. Hans, saya tau kamu tidak mencintainya, kamu juga tidak sepeduli itu pada putranya. Lalu apa yang membuat kamu ingin menikah dengannya?" tanya Mas Dafa, tampak kekesalan terlihat di wajahnya karna melihat Hans yang hanya tersenyum dan terus diam. "Kakak tidak

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Permintaan Hans

    Aku terbangun dan menatap ke samping namun tidak ada keberadaan Mas Dafa. Ku lirik jam yang sudah menunjukan pukul satu malam. Kemana Mas Dafa pergi malam-malam seperti ini. Aku langsung bangkit, dan keluar dari kamar. Langkah ku ayunkan ke kamar Tania, pasti Mas Dafa berada di sana.Benar, saja. Aku melihat Mas Dafa sedang menggendong Azka, putra Tania. Mata lelaki itu terlihat sayu, tapi dia seperti tidak lelah menggendongnya. Sedangkan Tania, wanita itu sedang berbaring sembari tersenyum ke arah Mas Dafa. Melihat pemandangn seperti ini, hatiku terasa begitu sakit, terlebih melihat mereka seperti suami istri yang sempurna.Aku menggeleng dengan cepat, bagaimana bisa aku berpikir seburuk itu. Aku tau, jika Mas Dafa hanya mencintaiku. "Mas, gendong Azka nya jangan sambil berdiri gitu. Mendingan sambil tiduran dekat aku," ucap tania dengan nada yang terdengar manja."Tania, saya datang ke sini hanya untuk menidurkan Azka. Jangan pernah berpikir macam-macam, karena jika kamu mengatak

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Kebodohan Jingga

    "Ngga, Mas." Langkah Mas Dafa kembali berhenti saat aku menghempaskan tangannya. "Jingga, kamu ....""Mas, aku mohon. Apa kamu tidak kasihan sama Papah, dan anak Tania. Dia masih kecil Mas, dia butuh banyak kasih sayang.""Jingga, kamu tidak tau apapun. Turutin perintah saya, ayo!" Mas Dafa akan kembali menarik tanganku, tapi dengan cepat aku menggeleng. "Maaf Mas, aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tetap di sini. Mas, tolong kali ini saja jangan egois," ucapku membuat mata Mas Dafa melebar, seperti tak percaya dengan apa yang aku ucapkan. "Saya egois, kamu serius dengan ucapanmu, Jingga?""Iya, Mas," jawabku sembari menatap ke arahnya, berusaha untuk menutupi ketakutan ini karna sudah melawan dirinya. "Baiklah, kita akan tetap di sini," jawab Mas Dafa dengan nada yang terdengar kecewa.***Aku, Papah dan Hans mengikuti Mas Dafa yang berjalan ke arah kamar Tania, entah kenapa mendadak hatiku menjadi tidak tenang. Semoga saja, ini tidak membuat hubungan kami menjadi kembali reng

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pergi

    Pov JinggaAku menggendong bayi Tania dengan air mata yang menetes, tak kuasa manahan tangisku saat bayi yang baru lahir ini sudah kehilangan Papahnya dan Ibunya seperti tidak menyayanginya."Jingga, kamu amankan dulu bayinya." Aku mengangguk, saat akan membawa bayi ini tiba-tiba Tania kembali berteriak. "Kembalikan bayiku! Jangan bawa dia, kamu mau nyuri dia kan? Karna dia pewaris keluarga William?""Astagfirullah." Hans menggelengkan kepalanya, sedangkan wajah Mas Dafa sudah memerah. Mas Dafa memgambil alih bayi itu, lalu kembali menurunkannya di dekat Tania. "Urus bayimu Tania!" ucap Mas Dafa, setelah itu ia akan kembali mendekatiku akan tetapi Tania malah mencekal tangannya. "Mm--mas Dafa," panggil Tania, membuat kami semua mengerutkan kening. "Mas, bantu aku buat jaga bayi ini. Kasian dia Mas, dia udah gak punya Papah." "Bukannya kamu tadi menuduh istri saya akan mencuri bayimu?" "Yah, karna dia bukan siapa-siapa. Dia pasti bakal ngelakuin segala cara untuk mengambil bayi

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Rencana Hans dan Dafa

    "Mas Satria, jangan tinggalin aku Mas."Tania terus menangis histeris, wanita itu hendak berlari menghampiri tubuh Satria namun di hadang beberapa orang. "Lepasin, tolong lepasin. Mas Satria!" "Tania, Satria sudah meninggal!""Ngga! Mas Satria gak akan ninggalin aku, gak mungkin," jerit Tania. "Tenanglah, Tania. Tenang," lirih Tuan William. Ia ikut menangis saat Satria dan Angel di nyatakan meninggal.Jingga menatap Dafa yang hanya diam, matanya terus mengarah pada Jenazah mereka yang sedang di urus. Jingga melihat Dafa yang hanya diam, matanya terpaku pada jenazah mereka yang sedang diurus. Air matanya mengalir deras di pipi, ia berusaha meredakan kepedihan yang mendalam di hatinya. Pemandangan tubuh mereka yang seperti itu terlalu berat baginya. Bagaimana mungkin mereka nekat melompat dari ketinggian 5 lantai? Tubuh mereka hancur dan jiwa mereka telah meninggalkan tubuh, namun tangan mereka masih saling berpegangan erat."Argh." "Tania, kamu kenapa?"Jingga langsung menoleh k

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Pelaku sebenarnya

    "Ke--kenapa ada polisi?" tanya Clara dengan suara yang terdengar gugup. Semua tamu yang hadir pun menjadi gaduh, karena ternyata ada beberapa polisi yang berada di belakang Jingga."Acaranya akan kita mulai sayang," bisik Dafa di telinga Clara membuat wanita itu langsung menatap heran ke arah Dafa. Dafa mendekati Jingga, ia menatap lekat wanita yang hanya diam itu. Seketika Jingga terlonjak saat Dafa menarik tangan Jingga dan membawanya ke tengah."Mas apa ini, bukannya kamu akan meresmikan acara kita?" tanya Clara. Sekarang wanita itu terlihat sangat bingung, terlebih banyak kusuk-kusuk omongan orang. "Maaf Clara, itu tidak akan terjadi karna saya sudah menemukan semua bukti tentang kalian!" "Bukti? Bukti apa Mas?" Dafa tersenyum sinis, lelaki itu lalu menyuruh orang untuk menyalakan proyektor."Ada apa ini? Apa maksud ini semua Mas?" "Lihat saja!"Tatapan semua orang mengarah pada layar putih di depan, mata mereka tercengang melihat sebuah video terpampang di sana."Sekarang, D

  • Aku Tidak Mencuri Uangmu, Bu   Semuanya datang

    Jingga duduk lemas di tepi trotoar, kaki terasa berat untuk melangkah. Ia tidak lagi memiliki rasa percaya kepada siapapun, hatinya begitu sakit karena semua orang yang pernah ia percayai telah menghianatinya."Bodoh, bodoh, bodoh. Kamu sangat bodoh Jingga, sangat bodoh. Kenapa kamu harus percaya sama mereka!" Jingga terisak, ia memukul kepalanya berkali-kali. "Dari semua hal yang paling menyakitkan, inilah yang paling sakit. Saat penghianatan itu datang dari orang yang kita percaya," gumama Jingga.Wanita itu terkekeh pelan. Ia terlihat benar-benar lelah karena setiap kali dirinya mencoba bangkit, dunia sepertinya selalu membuatnya kembali terjatuh. Jingga mengusap air matanya saat ponselnya berdering, wanita itu terdiam sejenak sebelum mengangkat panggilan telepon dari Papah mertuanya. "Hallo, menantu Papah. Apa kabar?" tanya Tuan William di sebrang sana. Jingga berdehem sejenak. "Alhamdulillah baik Pah ... Papah apa kabar?" "Kabar Papah baik Jingga, kamu lagi apa? Kok kaya di

DMCA.com Protection Status