Setelah pulang dari rumah sakit Naya hanya termenung terdiam tanpa bisa melakukan apa-apa. Dia merasakan seakan nyawanya hilang dari tempatnya.Hati wanita mana yang tidak akan sakit jika mengetahui ada wanita lain yang telah mengandung benih dari suaminya. Walaupun Naya mencoba untuk tetap tegar, tetapi hatinya tidak bisa berbohong jika dia sangat tidak terluka akan kehamilan Melisa.Naya tidak bisa membayangkan bagaimana kelak ketika anaknya lahir dan beranjak dewasa dia mengetahui bahwa dia telah memiliki saudara lain dari istri ayahnya yang lain. Apakah dia akan terluka nantinya. Sungguh Naya tidak mau membuat anaknya kecewa dan terluka sama seperti sang ibu.Naya hanya ingin kelak selalu membuat anaknya bahagia tanpa tahu kesedihan sang ibu. Cukup dia saja yang merasakan kecewa dan terluka.Air mata Naya enggan sekali menetes, rasanya sudah mengering karena terlalu sering menangis. Hati Naya kian beku tak dapat tersentuh lagi oleh Hanan. Pintu maaf dan kesempatan untuk sang suami
Sudah satu minggu Hanan tidak pulang ke rumah Naya, hanya banyak panggilan telfon dan pesan yang dikirimkannya kepada Naya. Tapi tidak pernah Naya membalas ataupun menerima panggilan darinya.Naya pun mulai terbiasa hidup tanpa Hanan, hatinya mencoba berdamai dengan keadaan. Bayang Hanan pun mulai memudar dalam angannya.Jika hanya membawa luka dan sakit hati, untuk apa selalu diingat, bukankah lebih baik dilupakan saja? Mungkin akan sulit di awal tapi akan mudah nantinya untuk Naya memulai hidup baru.Melalui pengacara Naya sudah mengajukan perpisahan tanpa sepengetahuan Hanan. Mungkin Hanan akan terkejut atau tak menyangka begitu mendapatkan surat panggilan dari Pengadilan.Naya juga berharap Hanan tidak menghalangi proses perpisahan mereka. Kini Hanan dan Ratih telah mendapatkan apa yang mereka inginkan dari Melisa. Dan saatnya untuk Naya pergi dari kehidupan mereka.Mungkin kebahagiaan mereka menjadi utuh tanpa kehadirannya. Naya ikhlas memilih mundur dari kehidupan Hanan. Mungkin
Kedatangan Ratih sedikit banyak membuat Naya semakin ingin berpisah dari Hanan. Dia ingin Ratih menyesal karena telah memperlakukannya dengan tidak baik selama dia menjadi istri Hanan.Bukan Naya menghina atau meremehkan, tapi dengan pekerjaan Hanan sebagai karyawan kantor dengan pangkat biasa saja mana cukup untuk menutupi gaya hidup Ratih.Selama ini Nayalah yang selalu mengalah tentang gaji Hanan. Ratih selalu mengatur keuangan Hanan walaupun mereka sudah menikah begitu lama. Sejujurnya Naya tak pernah mempersoalkannya karena dia mengira dengan begitu Ratih akan mau menerimanya dengan baik. Tapi semua sikap mengalah Naya ternyata tidak pernah dianggap oleh Ratih sama sekali.Untung saja Ratih tidak mengetahui bahwa Naya memiliki sebuah restoran, jika Ratih mengetahuinya mungkin sikapnya akan lebih merepotkan Naya lagi.Ada untungnya juga Naya tidak memberitahukan usaha yang telah dia bangun dari sebelum menikah. Karena jika Naya mempunyai barang mewah ataupun yang lainnya Ratih ak
Pov HananSelama enam hari dirawat di rumah sakit kondisi Melisa sudah membaik, hari ini dia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Aku benar-benar bahagia akhirnya aku akan menjadi seorang Ayah.Walaupun aku menyayangkan kenapa bukan Naya yang mengandung anakku. Tapi semua tak mengurangi rasa bahagiaku. Aku sudah terlalu lama menantikan kehadiran anak dalam rumah tanggaku.Setelah mengurus biaya selama Melisa dirawat kami pun bergegas untuk pulang. Aku menuntun Melisa berjalan, aku takut jika nanti Melisa terjatuh karena masih dalam keadaan sedikit lemah.Aku akan menjaga kandungan Melisa dengan baik dan hati-hati karena aku sungguh sangat mengharapkan kehadiran seorang anak. Aku membayangkan akan bermain-main dengan anakku kelak setelah dia lahir.Kami berjalan perlahan keluar dari rumah sakit menuju mobil. Setelah sampai aku membukakan pintu mobil untuk Melisa, "Hati-hati, Mel," ujarku pada Melisa."Iya Mas, terima kasih," jawab Melisa sembari masuk ke dalam mobil diikuti oleh
Mentari pagi mulai menampakkan dirinya, Hanan pun bersiap mulai bekerja kembali setelah cuti karena merawat Melisa kemarin. Dia bergegas bersiap untuk berangkat kerja.Melisa sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur bersama Ratih, Hanan menunggunya sambil membaca koran dan menyesap secangkir kopi. Hanan berencana ingin kembali membujuk Naya setelah pulang dari kerja. Dia harus berusaha meyakinkan Naya untuk mau menerima keputusannya. Harapan Hanan, Naya sudah berubah pikiran.Tok ... tok ... tok.Bunyi ketukan pintu membuat Hanan mendongak dan menatap ke arah pintu. Saat dia akan beranjak membuka pintu, Melisa datang dari arah dapur."Biar aku saja Mas yang membukanya," ucap Melisa sembari berjalan menuju pintu.Netra Hanan melihat seorang pria muncul dari balik pintu yang dibuka oleh Melisa. Sayup-sayup Hanan mendengar pria tersebut berbincang dengan Melisa. Netra Hanan memicing melihat siapa gerangan yang datang pagi-pagi."Maaf Bu, apa benar ini alamat rumah Bapak Hanan?" tanya Al
"Assalamu'alaiku Ibu Naya," sapa Alan melalui sambungan telfon."Wa'alaikum salam Pak Alan. Ada apa Bapak menelfon saya?" Naya menjawab Alan penasaran."Saya mau mengabarkan bahwa saya baru saja dari rumah Bapak Hanan untuk memintanya menandatangani surat pernyataan perceraian, tetapi Pak Hanan tidak mau menandatanganinya, Bu.""Lalu saya harus bagaimana, Pak?" Naya sudah menduga bahwa Hanan akan menolak untuk bercerai dengannya."Ibu jangan khawatir, kita masih punya banyak jalan. Bagaimana pun caranya saya akan membantu Ibu dengan semua kemampuan saya." Alan mencoba menenangkan kleinnya itu."Terima kasih banyak, Pak. Saya akan menunggu hasil kerja Bapak.""Baik Bu." Alan pun mematikan sambungan telfon.Hati Naya gusar memikirkan jika Hanan tetap tidak mau berpisah dan mencoba menghalangi perpisahan mereka. Dia sudah tidak mau berlama-lama mempertahankan rumah tangganya itu. Sudah cukup dia selalu mengalah dan berkorban selama ini.Apalagi sekarang Melisa sedang hamil, tentu Naya le
Dering bunyi alarm ponsel membangunkan Naya dari tidur, setelah kelelahan karena bertengkar dengan Hanan dia tertidur. Netra Naya mengerjap pelan, dia merasa netranya masih berat untuk terbuka lebar. Tak terasa waktu sudah menjelang malam, Naya beranjak dari ranjang dan berlalu menuju kamar mandi. Dia membasuh wajahnya agar sedikit lebih segar. Setelah selesai dari kamar mandi Naya berjalan menuju dapur, perutnya sangat lapar sekarang. Tapi dia terkejut saat membuka pintu kamar, melihat Hanan tertidur bersandar pada dinding di samping pintu. Naya tidak menyangka bahwa Hanan masih ada di rumahnya, dia mengira Hanan sudah pulang sejak tadi. Ingin sekali Naya mengurungkan saja niatnya untuk mengambil makanan, tapi perutnya semakin meronta minta diisi. Akhirnya Naya pun berlalu menuju dapur tanpa menghiraukan Hanan. Untunglah saja Naya tidak perlu memasak lagi, dia hanya menghangatkan makanan yang dimasaknya tadi pagi. Naya mulai makan dengan cepat, takut kalau Hanan akan segera terba
Netra Naya mengerjap pelan memandang cahaya lampu, dia mulai tersadar dari pingsan karena kelelahan menangis. Perih masih terasanya menyengat di pipinya yang ditampar Hanan. Netra Naya melihat sekeliling kamar, dia tidak melihat Hanan. Lelaki yang sangat dibencinya itu. Lelaki yang telah tega menyakitinya baik fisik maupun batinnya. Naya menyibak pelan selimut yang menutup tubuhnya, tubuh Naya terasa lemah, seolah tak bertenaga. Naya bergegas mengambil ponselnya di atas nangkas. Setelah mengambil ponsel, Naya berjalan menuju pintu, dia mencoba membuka pintu tapi ternyata tidak bisa. Naya mendesah, mengetahui Hanan telah mengunci pintu dari luar. Naya mengedarkan pandangannya, lalu dia melihat jendela di kamar mandi kamarnya. Naya pun bergegas menuju kamar mandi, setelah sampai dia bergegas membuka pintu jendela. Naya merasa lega karena pintu tersebut bisa terbuka. Dia memikirkan cara untuk bisa turun melalui jendela. Akhirnya Naya memutuskan untuk turun menggunakan sprei yang diik
Pov Naya"Bagaimana, Mbak? Apakah Mbak masih mengharapkan laki-laki yang sudah membuatmu menderita? Apakah Mbak masih saja terjebak dalam masa lalu, hingga tidak berani memberi kesempatan pada Pak Alan? Apakah terlalu sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan?" tanya Dinda bertubi-tubi semakin membuatku kalut.Tanganku meremas satu sama lain, pertanyaan Dinda menusuk hatiku. Sedikit banyak apa yang Dinda tanyakan memanglah benar. Aku memang belum bisa melupakan bayang-bayang masa lalu.Bukan aku ingin kembali pada Mas Hanan, akan tetapi perasaan takut dan trauma selalu menghantuiku.Kurasakan tangan Dinda meremas tanganku dengan lembut, aku pun menatap mata Dinda dalam."Mbak juga berhak untuk bahagia, jangan terlalu tenggelam dalam masa lalu, Mbak. Kami semua juga ingin melihat Mbak Naya bahagia dengan pasangan baru Mbak Naya. Janganlah takut untuk memulai kembali, mungkin saja Pak Alan adalah jodoh terakhir untukmu, Mbak," ucap Dinda sembari tersenyum lembut.Aku
Naya bergegas kembali ke dalam restoran saat tak menemukan sosok Hanan. Dia berjalan menunduk kembali merasakan perasaan sedih karena teringat Hanan.Naya berjalan sembari mengusap air mata yang tak bisa dia tahan."Bruk—." Naya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.Naya meringis saat sikunya terbentur lantai dengan keras. Dia masih menunduk mengusap-usap sikunya dengan telapak tangannya."Maaf, saya tidak sengaja," ucap seseorang yang telah menabrak Naya."Tidak apa-apa," sahut Naya sembari mendongakkan kepala.Netra Naya membulat ketika melihat siapa yang telah menabraknya, perlahan dia melebarkan senyum melihat sosok tersebut."Ibu Naya?" tanya sosok tersebut juga ikut terkejut.Naya pun bangkit dari posisinya terjatuh dan berdiri di depan sosok tersebut."Iya, Pak Alan. Ini saya," jawab Naya sembari tersenyum.Alan mengembangkan senyumnya dan bertanya, "Apa kabar, Bu? Sudah lama sekali saya tidak pernah melihat Ibu Naya?""Alhamdulillah, baik. Bagaimana d
"Sudah sampai, Bu," ucap sopir pada Naya yang sedang melamun sembari mengelus-ngelus puncak kepala Aryan—anak semata wayangnya."Oh iya, Pak." Naya pun beranjak turun dari mobil sembari menggendong Aryan.Netra Naya memandang restorannya yang sudah banyak berubah semenjak dia meninggalkannya, sudah hampir dua tahun Naya meninggalkannya untuk diurus Dinda.Perlahan Naya melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran, nampak suasana ramai menyambut kedatangannya kembali.Di ambang pintu sudah ada Dinda dan Arya, sekarang mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak menyangka dokter yang dulu pernah menaruh hati pada Naya sudah menemukan jodohnya.Naya mengulum senyum membayangkan bagaimana dulu mereka dekat hingga akhirnya berakhir menjadi sahabat.Arya sempat menyatakan perasaannya kepada Naya tapi dia tentu tidak bisa membohongi perasaannya dengan menerima Arya.Naya sungguh merasa tidak pantas bersanding dengan Arya mengingat status yang telah dia sandang. Lebih baik mereka menjadi sa
Pov Hanan Dua tahun masa hukumanku akan segera berakhir, aku tidak sabar keluar dari sini dan mencari keberadaan Naya. Aku ingin melihat wajah anakku seperti apa, apakah dia akan seperti Naya atau sepertiku.Bolehkah aku berharap untuk kembali bersama Naya lagi? Merajut rumah tangga bahagia seperti dulu lagi. Apalagi aku sudah sepenuhnya berpisah dari Melisa.Tidak akan ada yang akan menghalangi kebahagiaan kami lagi. Apakah Naya mau menerimaku kembali menjadi suaminya jika aku keluar dari sini? Aku sungguh berharap bisa bersatu kembali dengan Naya.Semoga saja aku masih diberi kesempatam untuk memperbaiki semua kesalahanku pada Naya. Aku janji, akan memperlakukan Naya lebih baik lagi, jika dia mau kembali padaku. Aku tidak akan menyakitinya lagi, aku akan selalu membahagiakannya.Aku mencoba memejamkan mata, berharap hari esok cepat datang, dan aku akan segera keluar dari sini.***Hari yang aku tunggu pun datang, aku sudah bebas hari ini. Aku berada di pinggir jalan, menanti ibu da
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Naya melalui hari-hari damainya di rumah Irham. Di rumah Irham terdiri dari tiga anggota keluarga, ada Irham, Alina dan juga Alisa–gadis kecil buah hati mereka.Untunglah Naya tidak terlalu kesepian karena ada mereka. Apalagi Alisa sangat menggemaskan. Di usianya yang baru menginjak lima tahun, Alisa tumbuh dengan baik. Tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Sejenak Naya merasa iri dengan kehidupan Alisa, dalam benaknya Naya bertanya-tanya, akankah anaknya kelak akan tumbuh ceria seperti Alisa di saat hanya ada ibunya yang membesarkannya.Ketakutan akan ketidak mampuannya membesarkan anaknya kelak, selalu menghantui Naya.Apalagi jika kelak dia ditanya oleh anaknya di mana ayahnya berada, mau bagaimana Naya menjawabnya? Tidak mungkin Naya menceritakan semua pada anaknya. Naya takut akhirnya anaknya akan membenci ayahnya sendiri.Apakah Naya sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan anaknya tentang ayah kandungnya? Naya menghela
Pov Hanan Netraku mulai meneteskan air mata begitu mendengar ketukan palu dari Hakim pertanda berakhirnya sidang perceraianku dengan Naya.Dengan begitu, berakhir pula pernikahan yang sudah sepuluh tahun aku bina dengan Naya. Pernikahan yang membuatku menjadi lelaki paling bahagia karena bisa mendapatkan istri seperti Naya.Setiap yang ada pada diri Naya adalah dambaan semua lelaki. Seharusnya aku merasa beruntung memiliki Naya, bukan malah menyakitinya begitu saja.Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anakku, darah dagingku. Seharusnya pernikahanku dengan Naya dipenuhi dengan kebahagiaan menanti kehadiran anak pertama kami.Aku tidak akan bisa melihat kelahiran anak pertamaku yang begitu aku tunggu-tunggu. Karena masa hukumanku yang masih lama. Saat anakku lahir, aku masih berada di dalam penjara.Entah Naya kelak mengijinkan aku untuk bertemu dengan anakku sendiri atau tidak. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.Sesungguhnya aku sangat berharap Naya mau memberikan
Pov NayaSetelah Melisa pergi aku bergegas masuk ke dalam ruanganku untuk beristirahat. Kurebahkan tubuh di sofa begitu sampai.Sejujurnya aku tidaklah lelah. Aku hanya ingin sendiri hari ini. Bagaimanapun, berakhirnya pernikahanku dengan Mas Hanan, sedikit banyak membuat nyeri di hatiku.Aku hanya ingin mencoba menata hati dengan status baruku. Status janda yang baru saja aku sandang beberapa jam yang lalu, membuat hatiku sedikit sakit. Tidak pernah terbayangkan aku akan menyandang status tersebut.Biarlah hari ini aku merenungi setiap jalan hidupku, serta merasakan kesedihan yang telah aku lalui. Jika esok datang aku harus bisa bangkit dan memulai hidup baru.Aku akan pergi mengikuti Bang Irham di mana dia tinggal. Biar urusan restoran aku serahkan pada Dinda kembali. Kelak jika aku sudah siap kembali lagi ke sini, aku pasti akan kembali. Untuk sekarang aku harus fokus pada kehamilanku, apalagi beberapa bulan lagi aku akan melahirkan. Aku akan segera bertemu dengan anakku. Aku tida
Naya berjalan diiringi Dinda di belakangnya menuju parkiran. Di sana Irham sudah menunggunya dari tadi."Mbak Naya, tunggu!"Naya menghentikan langkahnya begitu mendengar suara yang dikenalinya memanggil. Naya menolehkan kepala sembari mengernyitkan keningnya. Memastikan apakah benar suara Melisa yang didengarnya.Seingatnya dari kabar yang dia dengar, Melisa sedang berada di luar kota mengikuti kedua orangtuanya."Mbak, bisa aku meminta waktumu sebentar?" tanya Melisa begitu sampai di depan Naya."Ada apa lagi, Mel?" Naya bertanya pada Melisa tanpa menjawab pertanyaan Melisa."Aku mohon, Mbak. Aku hanya ingin berbicara sebentar saja, aku janji tidak akan lama," jawab Melisa memelas.Naya nampak menimbang-nimbang akankah dia memberi kesempatan Melisa untuk berbicara atau tidak. Sejujurnya dia heran ada urusan apa lagi Melisa meminta waktu untuk bicara. Bukankah sekarang Melisa sudah bisa memiliki Hanan sepenuhnya? Bukankah sekarang Melisa juga bisa menjadi satu-satunya istri Hanan ta
Tak terasa waktu sudah berlalu dengan cepatnya, persidangan perceraian Naya dengan Hanan hari ini adalah yang terakhir.Naya sudah tidak sabar menunggu datangnya hari ini. Setelah perceraiannya berakhir, Naya akan pergi dan memulai hidup baru bersama anaknya. Dia ingin hidup dengan tenang tanpa diganggu oleh siapapun.Kini kehamilan Naya sudah memasuki trimester ke kedua, dia sudah kepayahan jika terlalu banyak beraktivitas.Sekarang hidup Naya sudah lumayan tenang, Ratih sudah tidak pernah menemuinya lagi semenjak Dinda mendonorkan darahnya untuk Melisa.Keadaan Melisa pun sudah berangsur membaik, sejak sadar dari koma dia tinggal bersama kedua orangtuanya. Tapi kini Melisa menjadi sosok yang pendiam, dia tidak mau keluar rumah untuk beraktivitas.Melisa pun ingin mengajukan perceraian dari Hanan, namun orangtua Melisa melarangnya. "Yah, Bu. Aku ingin bercerai saja dari Mas Hanan," ucap Melisa sendu saat mereka sedang bercakap-cakap setelah beberapa minggu Melisa sadar dari koma."K