Mentari pagi mulai menampakkan dirinya, Hanan pun bersiap mulai bekerja kembali setelah cuti karena merawat Melisa kemarin. Dia bergegas bersiap untuk berangkat kerja.Melisa sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur bersama Ratih, Hanan menunggunya sambil membaca koran dan menyesap secangkir kopi. Hanan berencana ingin kembali membujuk Naya setelah pulang dari kerja. Dia harus berusaha meyakinkan Naya untuk mau menerima keputusannya. Harapan Hanan, Naya sudah berubah pikiran.Tok ... tok ... tok.Bunyi ketukan pintu membuat Hanan mendongak dan menatap ke arah pintu. Saat dia akan beranjak membuka pintu, Melisa datang dari arah dapur."Biar aku saja Mas yang membukanya," ucap Melisa sembari berjalan menuju pintu.Netra Hanan melihat seorang pria muncul dari balik pintu yang dibuka oleh Melisa. Sayup-sayup Hanan mendengar pria tersebut berbincang dengan Melisa. Netra Hanan memicing melihat siapa gerangan yang datang pagi-pagi."Maaf Bu, apa benar ini alamat rumah Bapak Hanan?" tanya Al
"Assalamu'alaiku Ibu Naya," sapa Alan melalui sambungan telfon."Wa'alaikum salam Pak Alan. Ada apa Bapak menelfon saya?" Naya menjawab Alan penasaran."Saya mau mengabarkan bahwa saya baru saja dari rumah Bapak Hanan untuk memintanya menandatangani surat pernyataan perceraian, tetapi Pak Hanan tidak mau menandatanganinya, Bu.""Lalu saya harus bagaimana, Pak?" Naya sudah menduga bahwa Hanan akan menolak untuk bercerai dengannya."Ibu jangan khawatir, kita masih punya banyak jalan. Bagaimana pun caranya saya akan membantu Ibu dengan semua kemampuan saya." Alan mencoba menenangkan kleinnya itu."Terima kasih banyak, Pak. Saya akan menunggu hasil kerja Bapak.""Baik Bu." Alan pun mematikan sambungan telfon.Hati Naya gusar memikirkan jika Hanan tetap tidak mau berpisah dan mencoba menghalangi perpisahan mereka. Dia sudah tidak mau berlama-lama mempertahankan rumah tangganya itu. Sudah cukup dia selalu mengalah dan berkorban selama ini.Apalagi sekarang Melisa sedang hamil, tentu Naya le
Dering bunyi alarm ponsel membangunkan Naya dari tidur, setelah kelelahan karena bertengkar dengan Hanan dia tertidur. Netra Naya mengerjap pelan, dia merasa netranya masih berat untuk terbuka lebar. Tak terasa waktu sudah menjelang malam, Naya beranjak dari ranjang dan berlalu menuju kamar mandi. Dia membasuh wajahnya agar sedikit lebih segar. Setelah selesai dari kamar mandi Naya berjalan menuju dapur, perutnya sangat lapar sekarang. Tapi dia terkejut saat membuka pintu kamar, melihat Hanan tertidur bersandar pada dinding di samping pintu. Naya tidak menyangka bahwa Hanan masih ada di rumahnya, dia mengira Hanan sudah pulang sejak tadi. Ingin sekali Naya mengurungkan saja niatnya untuk mengambil makanan, tapi perutnya semakin meronta minta diisi. Akhirnya Naya pun berlalu menuju dapur tanpa menghiraukan Hanan. Untunglah saja Naya tidak perlu memasak lagi, dia hanya menghangatkan makanan yang dimasaknya tadi pagi. Naya mulai makan dengan cepat, takut kalau Hanan akan segera terba
Netra Naya mengerjap pelan memandang cahaya lampu, dia mulai tersadar dari pingsan karena kelelahan menangis. Perih masih terasanya menyengat di pipinya yang ditampar Hanan. Netra Naya melihat sekeliling kamar, dia tidak melihat Hanan. Lelaki yang sangat dibencinya itu. Lelaki yang telah tega menyakitinya baik fisik maupun batinnya. Naya menyibak pelan selimut yang menutup tubuhnya, tubuh Naya terasa lemah, seolah tak bertenaga. Naya bergegas mengambil ponselnya di atas nangkas. Setelah mengambil ponsel, Naya berjalan menuju pintu, dia mencoba membuka pintu tapi ternyata tidak bisa. Naya mendesah, mengetahui Hanan telah mengunci pintu dari luar. Naya mengedarkan pandangannya, lalu dia melihat jendela di kamar mandi kamarnya. Naya pun bergegas menuju kamar mandi, setelah sampai dia bergegas membuka pintu jendela. Naya merasa lega karena pintu tersebut bisa terbuka. Dia memikirkan cara untuk bisa turun melalui jendela. Akhirnya Naya memutuskan untuk turun menggunakan sprei yang diik
"Kenapa bisa menjadi seperti ini, Ibu Naya?" tanya Alan memandang Naya iba saat melihat kondisi wajahnya yang penuh memar karena pukulan Hanan."Mas Hanan tidak mau berpisah dengan saya, Pak. Mungkin Mas Hanan sedang dalam keadaan tidak sadar. Sebelumnya belum pernah Mas Hanan melayangkan tangannya pada saya, Pak," ucap Naya sendu."Lalu sekarang apa yang Ibu inginkan?""Saya tetap ingin berpisah dengan Mas Hanan, tolong urus kasus kekerasan ini agar saya bisa secepatnya berpisah dari Mas Hanan," tegas Naya."Baik, Bu. Apa tidak mengapa jika nantinya Pak Hanan harus ditahan karena telah melakukan kekerasan?""Tidak, saya sudah tidak peduli lagi padanya. Lakukanlah semua yang terbaik untuk saya, Pak," ucap Naya memandang serius pada pengacara muda tersebut untuk meyakinkan bahwa dia tidak mengapa jika Hanan sampai berada di balik jeruji penjara."Baiklah, Bu. Kita akan melakukan visum pada Ibu sebagai bukti bahwa Pak Hanan telah melakukan kekerasan pada Ibu Naya.""Baik, Pak. Tetapi sa
#MEMILIH_MUNDUR 24. Penangkapan Hanan Hanan terbangun dari tidurnya, dia segera bangkit. Melangkahkan kakinya menuju kamar Naya. Dia bermaksud untuk memeriksa kondisi Naya dan meminta maaf padanya. Hanan merasa menyesal telah memukul Naya. Setelah tiba di depan pintu kamar Naya, Hanan segera membukanya dengan tergesa. Netranya membulat ketika pintu sudah terbuka tapi dia tidak menemukan sosok Naya di atas ranjang. Hanan segera masuk ke dalam kamar untuk mencari Naya. Dia juga memeriksa kamar mandi, Hanan terkejut melihat jendela kamar mandi yang terbuka. Dia pun memeriksa jendela tersebut. Hanan panik melihat sprei yang dia duga sebagai alat untuk Naya pergi. Hanan semakin panik, dia melangkahkan kaki cepat menyusuri setiap sudut rumah berharap menemukan keberadaan Naya. Tetapi, sudah semua sudut rumah dia telusuri tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Naya sedikit pun. Hanan semakin frustasi kehilangan Naya, dia sadar telah memperlakukan Naya dengan buruk. Hanan sedang dalam kead
"Ada apa, Din? Kenapa menelfonku?" tanya Naya melalui sambungan telfon."Maaf, Bu. Ada yang ingin bertemu dengan Ibu, mereka tetap tidak ingin pergi sebelum bertemu Ibu. Mereka terus berteriak memanggil nama Ibu," jawab Dinda."Siapa mereka, Din?" tanya Naya penasaran. Dia ingin tahu siapa yang sudah membuat keributan pagi-pagi. Untunglah belum waktu makan siang sehingga restoran masih belum ramai, jadi tidak terlalu mengganggu para pelanggan."Mertua Ibu Naya dengan seorang wanita yang pernah mencari Ibu," jawab Dinda.Jawaban Dinda membuat Naya merasa heran, ada apa gerangan Ratih dan Melisa ingin bertemu dengannya. Bukankah hidup mereka sudah bahagia dengan kehamilan Melisa sekarang, kenapa mereka harus repot-repot mencari Naya kemari."Baiklah, Din. Suruh mereka masuk ke ruanganku saja, aku tidak mau mereka semakin membuat keributan di luar," ucap Naya."Baik, Bu," ucap Dinda mengakhiri panggilannya.Naya ingin melihat apa mau mereka mencarinya lagi. Kini Naya sudah semakin terbia
"Kita berangkat sekarang atau nanti, Bu?" tanya Dinda begitu tiba di ruangan Naya."Sebentar lagi, Din. Jadwal persidangannya akan dimulai pukul sepuluh Din," jawab Naya sembari bersiap-siap untuk pergi."Kamu sudah sarapan, Din?" Naya bertanya pada Dinda yang sedang duduk di sofa."Sudah, Bu," jawab Dinda."Baiklah, kita berangkat sekarang saja kalau begitu." Naya mengajak Dinda untuk bergegas pergi."Baik, Bu." Dinda bangun dari duduknya dan melangkah di belakang Naya.Setelah tiba di samping mobil, Dinda bergegas membukakan pintu untuk Naya. Sedangkan Naya langsung masuk ke dalamnya lalu diikuti Dinda yang duduk di belakang kemudi.Dinda mulai menjalankan mobilnya pelan, mereka berkendara dalam keheningan. Netra Naya memandang keluar melalui kaca mobil, angannya seakan ditarik mengingat masa pernikahannya dengan Hanan yang akan segera berakhir.Hari ini adalah sidang pertama perceraiannya dengan Hanan. Naya akan bertemu dengan Hanan setelah kejadian mengerikan itu. Sejujurnya dia m
Pov Naya"Bagaimana, Mbak? Apakah Mbak masih mengharapkan laki-laki yang sudah membuatmu menderita? Apakah Mbak masih saja terjebak dalam masa lalu, hingga tidak berani memberi kesempatan pada Pak Alan? Apakah terlalu sulit menghilangkan bayang-bayang masa lalu yang menyedihkan?" tanya Dinda bertubi-tubi semakin membuatku kalut.Tanganku meremas satu sama lain, pertanyaan Dinda menusuk hatiku. Sedikit banyak apa yang Dinda tanyakan memanglah benar. Aku memang belum bisa melupakan bayang-bayang masa lalu.Bukan aku ingin kembali pada Mas Hanan, akan tetapi perasaan takut dan trauma selalu menghantuiku.Kurasakan tangan Dinda meremas tanganku dengan lembut, aku pun menatap mata Dinda dalam."Mbak juga berhak untuk bahagia, jangan terlalu tenggelam dalam masa lalu, Mbak. Kami semua juga ingin melihat Mbak Naya bahagia dengan pasangan baru Mbak Naya. Janganlah takut untuk memulai kembali, mungkin saja Pak Alan adalah jodoh terakhir untukmu, Mbak," ucap Dinda sembari tersenyum lembut.Aku
Naya bergegas kembali ke dalam restoran saat tak menemukan sosok Hanan. Dia berjalan menunduk kembali merasakan perasaan sedih karena teringat Hanan.Naya berjalan sembari mengusap air mata yang tak bisa dia tahan."Bruk—." Naya terjatuh karena tidak sengaja menabrak seseorang di depannya.Naya meringis saat sikunya terbentur lantai dengan keras. Dia masih menunduk mengusap-usap sikunya dengan telapak tangannya."Maaf, saya tidak sengaja," ucap seseorang yang telah menabrak Naya."Tidak apa-apa," sahut Naya sembari mendongakkan kepala.Netra Naya membulat ketika melihat siapa yang telah menabraknya, perlahan dia melebarkan senyum melihat sosok tersebut."Ibu Naya?" tanya sosok tersebut juga ikut terkejut.Naya pun bangkit dari posisinya terjatuh dan berdiri di depan sosok tersebut."Iya, Pak Alan. Ini saya," jawab Naya sembari tersenyum.Alan mengembangkan senyumnya dan bertanya, "Apa kabar, Bu? Sudah lama sekali saya tidak pernah melihat Ibu Naya?""Alhamdulillah, baik. Bagaimana d
"Sudah sampai, Bu," ucap sopir pada Naya yang sedang melamun sembari mengelus-ngelus puncak kepala Aryan—anak semata wayangnya."Oh iya, Pak." Naya pun beranjak turun dari mobil sembari menggendong Aryan.Netra Naya memandang restorannya yang sudah banyak berubah semenjak dia meninggalkannya, sudah hampir dua tahun Naya meninggalkannya untuk diurus Dinda.Perlahan Naya melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran, nampak suasana ramai menyambut kedatangannya kembali.Di ambang pintu sudah ada Dinda dan Arya, sekarang mereka telah menjadi sepasang suami istri. Tidak menyangka dokter yang dulu pernah menaruh hati pada Naya sudah menemukan jodohnya.Naya mengulum senyum membayangkan bagaimana dulu mereka dekat hingga akhirnya berakhir menjadi sahabat.Arya sempat menyatakan perasaannya kepada Naya tapi dia tentu tidak bisa membohongi perasaannya dengan menerima Arya.Naya sungguh merasa tidak pantas bersanding dengan Arya mengingat status yang telah dia sandang. Lebih baik mereka menjadi sa
Pov Hanan Dua tahun masa hukumanku akan segera berakhir, aku tidak sabar keluar dari sini dan mencari keberadaan Naya. Aku ingin melihat wajah anakku seperti apa, apakah dia akan seperti Naya atau sepertiku.Bolehkah aku berharap untuk kembali bersama Naya lagi? Merajut rumah tangga bahagia seperti dulu lagi. Apalagi aku sudah sepenuhnya berpisah dari Melisa.Tidak akan ada yang akan menghalangi kebahagiaan kami lagi. Apakah Naya mau menerimaku kembali menjadi suaminya jika aku keluar dari sini? Aku sungguh berharap bisa bersatu kembali dengan Naya.Semoga saja aku masih diberi kesempatam untuk memperbaiki semua kesalahanku pada Naya. Aku janji, akan memperlakukan Naya lebih baik lagi, jika dia mau kembali padaku. Aku tidak akan menyakitinya lagi, aku akan selalu membahagiakannya.Aku mencoba memejamkan mata, berharap hari esok cepat datang, dan aku akan segera keluar dari sini.***Hari yang aku tunggu pun datang, aku sudah bebas hari ini. Aku berada di pinggir jalan, menanti ibu da
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Naya melalui hari-hari damainya di rumah Irham. Di rumah Irham terdiri dari tiga anggota keluarga, ada Irham, Alina dan juga Alisa–gadis kecil buah hati mereka.Untunglah Naya tidak terlalu kesepian karena ada mereka. Apalagi Alisa sangat menggemaskan. Di usianya yang baru menginjak lima tahun, Alisa tumbuh dengan baik. Tidak kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Sejenak Naya merasa iri dengan kehidupan Alisa, dalam benaknya Naya bertanya-tanya, akankah anaknya kelak akan tumbuh ceria seperti Alisa di saat hanya ada ibunya yang membesarkannya.Ketakutan akan ketidak mampuannya membesarkan anaknya kelak, selalu menghantui Naya.Apalagi jika kelak dia ditanya oleh anaknya di mana ayahnya berada, mau bagaimana Naya menjawabnya? Tidak mungkin Naya menceritakan semua pada anaknya. Naya takut akhirnya anaknya akan membenci ayahnya sendiri.Apakah Naya sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan anaknya tentang ayah kandungnya? Naya menghela
Pov Hanan Netraku mulai meneteskan air mata begitu mendengar ketukan palu dari Hakim pertanda berakhirnya sidang perceraianku dengan Naya.Dengan begitu, berakhir pula pernikahan yang sudah sepuluh tahun aku bina dengan Naya. Pernikahan yang membuatku menjadi lelaki paling bahagia karena bisa mendapatkan istri seperti Naya.Setiap yang ada pada diri Naya adalah dambaan semua lelaki. Seharusnya aku merasa beruntung memiliki Naya, bukan malah menyakitinya begitu saja.Apalagi sekarang Naya sedang mengandung anakku, darah dagingku. Seharusnya pernikahanku dengan Naya dipenuhi dengan kebahagiaan menanti kehadiran anak pertama kami.Aku tidak akan bisa melihat kelahiran anak pertamaku yang begitu aku tunggu-tunggu. Karena masa hukumanku yang masih lama. Saat anakku lahir, aku masih berada di dalam penjara.Entah Naya kelak mengijinkan aku untuk bertemu dengan anakku sendiri atau tidak. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.Sesungguhnya aku sangat berharap Naya mau memberikan
Pov NayaSetelah Melisa pergi aku bergegas masuk ke dalam ruanganku untuk beristirahat. Kurebahkan tubuh di sofa begitu sampai.Sejujurnya aku tidaklah lelah. Aku hanya ingin sendiri hari ini. Bagaimanapun, berakhirnya pernikahanku dengan Mas Hanan, sedikit banyak membuat nyeri di hatiku.Aku hanya ingin mencoba menata hati dengan status baruku. Status janda yang baru saja aku sandang beberapa jam yang lalu, membuat hatiku sedikit sakit. Tidak pernah terbayangkan aku akan menyandang status tersebut.Biarlah hari ini aku merenungi setiap jalan hidupku, serta merasakan kesedihan yang telah aku lalui. Jika esok datang aku harus bisa bangkit dan memulai hidup baru.Aku akan pergi mengikuti Bang Irham di mana dia tinggal. Biar urusan restoran aku serahkan pada Dinda kembali. Kelak jika aku sudah siap kembali lagi ke sini, aku pasti akan kembali. Untuk sekarang aku harus fokus pada kehamilanku, apalagi beberapa bulan lagi aku akan melahirkan. Aku akan segera bertemu dengan anakku. Aku tida
Naya berjalan diiringi Dinda di belakangnya menuju parkiran. Di sana Irham sudah menunggunya dari tadi."Mbak Naya, tunggu!"Naya menghentikan langkahnya begitu mendengar suara yang dikenalinya memanggil. Naya menolehkan kepala sembari mengernyitkan keningnya. Memastikan apakah benar suara Melisa yang didengarnya.Seingatnya dari kabar yang dia dengar, Melisa sedang berada di luar kota mengikuti kedua orangtuanya."Mbak, bisa aku meminta waktumu sebentar?" tanya Melisa begitu sampai di depan Naya."Ada apa lagi, Mel?" Naya bertanya pada Melisa tanpa menjawab pertanyaan Melisa."Aku mohon, Mbak. Aku hanya ingin berbicara sebentar saja, aku janji tidak akan lama," jawab Melisa memelas.Naya nampak menimbang-nimbang akankah dia memberi kesempatan Melisa untuk berbicara atau tidak. Sejujurnya dia heran ada urusan apa lagi Melisa meminta waktu untuk bicara. Bukankah sekarang Melisa sudah bisa memiliki Hanan sepenuhnya? Bukankah sekarang Melisa juga bisa menjadi satu-satunya istri Hanan ta
Tak terasa waktu sudah berlalu dengan cepatnya, persidangan perceraian Naya dengan Hanan hari ini adalah yang terakhir.Naya sudah tidak sabar menunggu datangnya hari ini. Setelah perceraiannya berakhir, Naya akan pergi dan memulai hidup baru bersama anaknya. Dia ingin hidup dengan tenang tanpa diganggu oleh siapapun.Kini kehamilan Naya sudah memasuki trimester ke kedua, dia sudah kepayahan jika terlalu banyak beraktivitas.Sekarang hidup Naya sudah lumayan tenang, Ratih sudah tidak pernah menemuinya lagi semenjak Dinda mendonorkan darahnya untuk Melisa.Keadaan Melisa pun sudah berangsur membaik, sejak sadar dari koma dia tinggal bersama kedua orangtuanya. Tapi kini Melisa menjadi sosok yang pendiam, dia tidak mau keluar rumah untuk beraktivitas.Melisa pun ingin mengajukan perceraian dari Hanan, namun orangtua Melisa melarangnya. "Yah, Bu. Aku ingin bercerai saja dari Mas Hanan," ucap Melisa sendu saat mereka sedang bercakap-cakap setelah beberapa minggu Melisa sadar dari koma."K