Konferensi pers telah dilaksanakan. Namun opini yang telah terbangun selama ini ternyata tidak begitu saja hilang dengan adanya konferensi pers. Warganet masih dengan sukarela memberikan komentar miring maupun meme terlontar di dunia maya untuk Theo dan Vivian. Hujatan kaum ibu-ibu bahkan tuntutan menghargai wanita oleh aliansi pemerhati perempuan ikut bicara.Theo sampai harus berkaca mata hitam dan menyewa pengawal untuk Zee juga dirinya. Dunia maya memang tak tampak namun akibatnya benar-benar bisa menjatuhkan mental seseorang bahkan ketika kebenaran belum terkuak pun dunia maya bisa menghakimi lebih keras daripada jeruji besi itu sendiri.Theo setiap hari ke rumah Zee, menenangkan perasaannya yang makin gundah. Meminum kopi buatan Zee dan bicara pada Zidan. Sayangnya hari itu Zidan sedang menjemput Vina dan mengantar Vina kembali ke rumahnya di Jakarta. "Zee, Menurut kabar Melvin telah pergi. Kemarin polisi menggeledah rumah mereka. Nihil tidak ada bukti penunjang yang ditemukan.
Malam itu Theo bisa meredakan ketegangan antara Zee dan Anita. Mereka sampai dirumah Zee setelah makan malam diluar. Kebekuan Zee mencair begitu saja. Tentu saja Theo senang. "Terimakasih, amarahmu reda. Sekali lagi aku minta maaf atas kata-kata Mama.""Sudahlah Kak, jangan dibahas lagi. Aku sudah melupakannya.""Zee ... Apapun yang terjadi jangan tinggalkan aku Zee. Aku mohon."Zee menghela nafasnya. Berulang kali kalimat itu keluar dari mulut Theo. "Kak, kita bicarakan lagi nanti. Ini sudah terlalu malam. Aku sangat letih." Zee mengiba pada Theo.Theo mengangguk, berpamitan pada Zee. Zee benar-benar lelah, bukan hanya badannya namun batinnya. Setelah Theo pergi dari rumahnya, Zee menutup pintu. Orang tuanya dan Zidan sepertinya belum sampai ke rumah. Ia berdiri dari kursi rodanya. meredakan semua perih hatinya yang ia tahan sedari tadi.***Anita dan Roger telah berada diruang tamu rumah mereka. Mereka berdua sengaja belum beranjak ke kamar karena menunggu kehadiran Theo. Suara
Pagi ini mereka berniat membicarakan masalah ini dengan kepala dingin tentu saja setelah sarapan. Tidak ada yang bicara ketika sarapan karena mereka semua tidak ingin makanan mereka menjadi dingin karena debat Kusir.Theo masih mengunyah makanannya dan mencari pilihan kata yang tepat untuk menjelaskan pendapatnya kepada Mamanya. Sementara Anita di bangku makannya di sebelah Roger juga masih memikirkan kata-kata yang paling tepat disampaikan untuk membujuk Theo agar bertanggung jawab pada Vivian. Bagaimanapun Vivian tetap lebih dibanding dengan Zee. Bagaimana mungkin ia bisa menerima Zee. Keadaannya, statusnya, tidak mungkin seorang yang sempurna seperti Theo harus berdampingan dengan wanita cacat. Mau dikemanakan mukanya apabila nanti para rekan bisnis mengetahui belum lagi teman-teman sosialitanya. Sebenarnya Anita tidak percaya yang Theo katakan bahwa tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua, lihatlah video seintim itu, Sedekat Itu dalam satu ranjang dalam satu selimut deng
Anita kesal pada Theo. Anita merasa Theo semakin berani melawan pada orang tuanya sejak bergaul dengan Zee. Semua yang terjadi adalah ulah Melvin dan Vivian? Pasti Melvin memperalat Vivian yang masih menyukai Theo. Melvin tak ingin Theo mendekati Zee mantan istrinya. Jelas ini semua karena Zee. Zee yang membuat Theo jadi bulan-bulanan dunia maya. Vivian juga, bisa sebodoh itu menuruti mau Melvin walaupun alasannya cinta pada Theo tapi seharusnya gadis cantik itu menggunakan otaknya. Anita tahu cepat atau lambat keluarga Vivian akan datang. mereka akan membicarakan masalah ini. Tentu saja mereka juga ingin menyelamatkan perusahaannya. Pasti... Itu pasti tak lama lagi. Anita tahu tuntutannya pasti tak lain adalah menikahi Vivian. Anita sudah duduk kembali ke ruang tamu. Wajahnya keruh. "Sudahlah jangan terlalu memikirkan masalah itu berlarut-larut. Beri kesempatan Theo berpikir. Dia sudah dewasa," ujar Roger. "Aku bosan, aku mau ke kantor saja"Anita menyiapkan pakaian suaminya. Men
Sore itu Zee menghabiskan waktunya di rumah Melvin menengok mantan Ibu mertuanya Nina. Zee cukup iba terhadap keadaan ibu mertuanya itu sekarang, sangat berbeda dengan wajahnya yang dulu. Wajahnya semakin kuyu dan tirus. Bibirnya pucat dan kondisi badannya cukup lemah. "Mama? Kenapa Mama jadi seperti ini. Mama jangan terlalu memikirkan Melvin. Melvin memang bersalah tidak mungkin polisi mencari Melvin bila Melvin tidak mempunyai kesalahan. Ikhlas dan sabar, Ma." "Tapi Mama rindu Melvin, Zee. Dia dimana? Apa dia sudah makan, bagaimana bila dia tertangkap polisi." Hiks. Nina menangis. Robert bingung di sampingnya. Vina kelihatan bersedih. Bagaimanapun mereka dulu keluarga Zee. Zee turut prihatin walau ia tak mungkin kembali pada Melvin. Zee membawa buah dan makanan untuk Mama Nina. "Ma, makan bubur ya? Ini Zee yang buat, spesial untuk Mama." Nina menggeleng lemah. "Seandainya Melvin dulu tak melepasmu. Maafkan Mama Zee, Mama dulu bersikap tidak baik kepadamu. Seharusnya kamu tidak
"Terus terang kami datang ada perlu dengan Theo," ucap Celine pada Anita dan Roger. Anita memandang suaminya. "Kami orang tuanya, tinggal katakan saja pada kami. Menunggu Theo pasti lama. Apalagi Jakarta macet tak kenal waktu." Kevin mengangguk. "Kasus video Theo dan Vivian sangat memalukan." Roger mengangguk. "Ia, aku pun tak habis pikir tentang itu. Siapa penyebarnya? Kami mengalami hari yang buruk juga tentang hal itu. Kami mohon maaf Theo sudah terlalu jauh pada Vivian." Celine berujar "Vivian mengatakan bahwa mereka melakukannya atas dasar suka sama suka namun tidak tahu siapa penyebarnya." "Ooh... Jadi Vivian bilang begitu." tanya Anita heran. Keterangan Vivian berbanding terbalik dengan keterangan Theo. Theo tegas mengatakan tidak terjadi apapun dengan dia dan Vivian. Theo di jebak oleh Vivian dan Melvin. Namun Anita tidak menyampaikan pendapatnya. "Vivian menjadi orang yang paling dipermalukan disini." ucap Kevin menekankan. "Iya, kami mengerti perasaan Pak Kevin." Uja
Langit sedikit mendung namun tiada hujan datang. Angin kencang masuk begitu saja ketika jendela itu dibuka. Anita bolak-balik menengok ke sisi jendela. Anita dan Roger menunggu anaknya pulang. Keduanya berusaha tenang walau tampak gelisah. Akhirnya malam itu Theo datang masih belum terlalu malam jam delapan malam. Tidak biasanya Theo datang secepat itu, dua tiga hari ini Theo selalu pulang mendekati pagi. Anita menarik nafasnya mungkin Theo juga mengetahui bahwa ia sedang ditunggu oleh orang tuanya. Ikatan batin antara orang tua dan anak memang kadang-kadang tak terlihat namun jelas dapat dirasakan oleh keduanya. "Theo, kami ingin bicara!" Perintah Roger pada Theo, yang sudah bersiap untuk membuka pintu kamarnya. Sikap Theo acuh seakan tak melihat kedua orang tuanya tadi. "Biarkan aku membersihkan diriku. Lima belas menit lagi aku akan keluar, Pa." Theo bicara dan masuk ke kamarnya. Memandang kosong cermin dan mengusap wajahnya kasar. kepergian Zee benar-benar kejutan paling sak
Esok harinya Theo dan orang tuanya sepakat datang ke rumah Vivian. Mereka ingin mendengar penjelasan Vivian dan pengakuannya bila ia menjebak Theo. "Selamat datang Theo, Anita dan Pak Roger ... Silahkan duduk." Sambut Celine hangat.Mereka duduk di bangku ruang tamu. Lampu kristal di rumah itu begitu indah, sofa mewah dengan warna yang lembut. Celine benar-benar memperhatikan warna tiap perabot di rumahnya. Dominan warna coklat susu dan warna senada membuat aura ruang tamu begitu hangat dan nyaman. Guci dan dekorasi estetik lainnya menambah kesan padu padan mewah indah diruang tamu itu berhasil memanjakan siapa saja yang duduk disana. Didepan mereka terpampang beberapa lukisan karya Celine. Anita tersenyum mengingat pertemanan mereka dahulu. Anita juga pernah membuat lukisan bersama Celine, lukisan kupu-kupu. "Jumlah kupu-kupu yang banyak berwarna warni adalah lambang harapan kita." ucap Celine disetujui oleh Anita. Tangan mereka cekatan mencorat coret kanvas sambil bercanda. L
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca