Satu jam lebih sepuluh menit, Zidan baru sampai ke rumah dan memarkirkan mobilnya di depan rumah. Zidan tergesa-gesa masuk ke dalam rumah dan ternyata pintu di kunci."Assalamualaikum, Zee ..." panggil Zidan dari pintu rumah."Wa'assalamualaikum, Kak Zidan." Zee segera keluar dari dapur dan dibantu Vina yang mendorong kursi roda Zee."Vina?" Zidan kaget. Kenapa ada Vina di rumahnya? Apakah orang yang harus diselamatkan adalah Vina? Tapi kenapa? Semua pertanyaan itu ada di benak Zidan."Nanti aku jelaskan saat kita berada di mobil, Kak. Hmm ... apakah tadi kakak melihat Melvin di sepanjang komplek rumah kita?"Zidan menggeleng. "Aku tidak memperhatikan sekitar. Aku fokus untuk menyetir agar cepat sampai ke rumah. Tapi kenapa dengan Melvin?""Baiklah kalau kakak tidak melihat. Hmm ... ayo kita pergi ke mobil, Kak." "Apakah tidak masalah, Kak? Maksud aku ... bagaimana kalau Kak Melvin mengawasi kita?" Vina masih ketakutan dan selalu berasumsi bahwa Melvin memperhatikannya dari jauh."H
Mobil yang dikendarai oleh Zidan akhirnya bisa bertemu dengan mobil Theo di daerah Sentul dan sepertinya Melvin tidak mengikuti mereka sama sekali."Assalamualaikum, Kak," sapa Theo kepada Zidan."Wa'alaikumsallam, Theo," balas Zidan yang baru saja turun dari mobil diiringi oleh Zee dan Vina. "Jadi bagaimana rencana kita selanjutnya?" tanya Theo kepada Zee."Pertama-tama, kita harus menyembunyikan Vina terlebih dahulu. Apakah Kak Theo memiliki tempat yang aman?" tanya Zee sambil menatap Theo.Theo mengangguk, "Aku punya tempat itu. Aku memiliki rumah di daerah Sentul.""Baiklah, untuk sementara Vina dititipkan terlebih dahulu di rumah Kak Theo," putus Zee.Mereka masuk ke mobil masing-masing sementara Theo menunjukkan jalan dengan mobilnya sendiri. Vina menggigit bibirnya dan menekan kecemasannya di dalam mobil. Rasanya tidak mungkin sebagai seorang saudara kandung, Vina akan mampu melihat Melvin di penjara, jadi dengan sangat terpaksa dan hati berat Vina berbicara pada Zee dan Zid
"Oh ya kartu ponselmu, sebaiknya kau ganti, Vin. Melvin mungkin bisa tahu lokasimu bila tetap aktif," ucap Theo memperingatkan VinaVina setuju dan memberikan ponselnya di tangannya"Aku akan keluar sebentar membelikan Vina nomor baru agar bisa kita hubungi," pamit Zee. Tadi ia sempat melihat ada toko yang menjual ponsel di depan komplek vila milik Theo."Baik,Hati-hati," ujar Zidan."Kak Theo, Kak Zee, dan Kak Zidan , terima kasih sudah menerimaku. Semoga aku tidak menjadi beban," lirih Vina.Tidak lama kemudian, Zee datang membawa nomor ponsel baru untuk Vina dan Theo langsung memasangkan kartu baru di ponsel milik Vina.“Ini ponselmu. Aku sudah memasukkan beberapa nomor ke ponselmu agar kamu bisa menghubungi kami,” ucap Theo memberikan ponselnya kepada Vina.“Hmm … ini juga ada uang untuk memenuhi kebutuhanmu selama di sini. Tentang pakaian. Zee akan mengirimkan pakaian untukmu. Aku akan menyuruh seseorang mengantar kesini satu jam lagi,” tambah Theo sambil mengeluarkan dua puluh l
Vivian mengerenyitkan dahinya. Ia sangat malas di hubungi oleh Melvin. "Tidakkah sudah aku bilang kamu tidak perlu mencari aku lagi,” ucap Vivian kesal. “Ini sangat penting, Viv. Jika tidak penting, aku juga tidak akan menghubungi kamu,” balas Melvin terdengar sangat putus asa. “Baik, katakan hal penting apa yang bisa mengganggu acaraku." ujar Vivian yang sangat kesal dan malas berbicara dengan Melvin. "Aku ingin memberitahukanmu. Aku sudah merekam semua pembicaraan kita tentang menjebak Theo selain itu juga tentang videomu dengan Theo yang kita buat.” “BRENGSEK! Kamu mau memerasku, HAH!” umpat Vivian. Ia merasa salah bekerja sama dengan orang. Melvin bukanlah orang yang tepat untuk ia ajak kerja sama karena Melvin akan selalu mengancam dan memerasnya. Sungguh ... rasanya Vivian sangat bodoh. “Maaf. Aku memang salah dan tamak,” sesal Melvin. “Dimana semua barang bukti itu?” teriak Vivian histeris. “Aku menaruhnya di dalam flashdisk, tapi sekarang sudah hilang. Aku … aku tidak
"Vin," Zee menelepon Vina.“Ya, Kak Zee …” Vina tahu, jika sudah tidak ada salam lagi dari Zee, artinya sesuatu yang buruk telah terjadi. Vina sendiri baru saja berselancar di dunia maya dan alangkah kagetnya ia karena mendapati berita tentang Theo. Sungguh … bukan Vina yang menyebarkan semua berita itu. "Aku ingin bertanya tolong jawab. Apa bukti yang kau berikan pada kami sebelumnya telah kau copy?"“Aku … aku menyalin nya di warnet. Tapi di gogle driv-ku saja kak. Tidak di folder di warnet. Aku yakin itu.”“Tapi kenapa semua itu bisa tersebar ya?” Zee seakan tidak percaya kepada Vina.“Uhmm … ah … aku ingat. Saat aku pergi ke warnet, karena melihat Kak Melvin, akhirnya aku terburu-buru pergi. Tapi saat di pintu, aku bertabrakan dengan seorang pria. Flashdisk-nya jatuh entah kemana. Tapi …”“Tapi apa, Vin?” Zee semakin penasaran.“Tapi … saat aku pergi ke warnet itu lagi, ada seorang pria yang memberikannya kepadaku lagi. Flashdisk yang hilang itu.” Vina mencoba mengingat-ingat.
"Vivian berani sekali engkau datang ke tempatku. Apalagi di depan para pemegang saham! Aku tidak tahu siapa yang akan menjatuhkanku agar aku turun dari posisiku. Namun apabila mereka masih memberikan kesempatan padaku aku akan memberikan pembalasan kepadamu!“ ancam Theo berapi-api, “Kita lihat di meja hijau siapa yang akan memenangkan kasus ini dan bagaimana kebohongan akan terkuak oleh sebuah kebenaran."Vivian terperanjat oleh penjelasan dari Theo. Ia tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa meneteskan air mata dan menangis serta berlalu dari tempat itu. Sebagian tampak iba dan menatap kesal pada Theo. Ancaman Theo benar-benar membuat gadis itu pucat. Sebenarnya apabila memang benar Theo membuka kebenarannya, rencananya ini akan menjadi bumerang yang menyakitkan bagi Vivian. Vivian harus melakukan sesuatu sebelum Theo memperpanjang masalah ini lebih dalam. Orang tua Theo, pikir licik Vivian. Kini keadan semakin tak terkendali karena video syur itu. Mungkin dengan mudah orang tu
Roger segera menelepon ambulas untuk menolong Anita. Roger panik luar biasa. Ia menyesali keadaannya yang gegabah sekali mengomeli Theo saat itu. Tak memikirkan akibatnya bagi Anita. "Ma, Ma tenanglah... Tarik nafasmu perlahan. Ini kesalahpahaman, Maa. Sadarlah.." Theo menangis. Theo tak sampai hati melihat keadaan Mamanya. Theo melihat ponsel di tangan Anita. "Video itu... Mama telah melihatnya..." Hati Theo nelangsa. Siapa yang memang sengaja menyebarkan video laknat itu? "Papa sudah menelepon ambulans, sebentar lagi mereka akan datang." Dua orang yang sama-sama cemas terhadap keadaan Anita. Untungnya tidak berselang lama, mobil ambulans sudah ada di depan rumah mereka. Dengan tergesa-gesa, mereka membawa Anita untuk masuk ke dalam ambulans. Roger menemani Anita di dalam mobil itu, sementara Theo membawa mobilnya sendiri menuju ke rumah sakit. *** Anita kini di ruang perawatan rumah sakit. Ada rasa terenyuh dan kesal pada kenyataannya. Langit putih, bau obat-obatan yang tajam.
Polisi kini sudah mendapat laporan resmi dari pengacara Theo. Reno Batu Bara, Pengacara senior nasional dan timnya akan maksimal mengawal kasus ini. Sambil menunggu penyelidikan ini usai diungkap oleh polisi dan menangkap pelakunya. Pak Reno, pengacara itu mengajak Theo melakukan Konferensi Pers. Konferensi Pers itu akan meredam semua opini yang sudah terlanjur berkembang di masyarakat. "Pak Theo bisa bicara didepan media, aku akan menyiapkan semua yang dibutuhkan serta izin dari kepolisian mengingat kasus ini sedang dikembangkan. Aku juga akan mendampingi Pak Theo agar tak ada masalah hukum yang timbul." Reno meyakinkan kliennya tentang prosedur konferensi pers."Bisakah aku membawa seseorang di sisiku sambil mengumumkan pada khalayak aku memiliki kekasih yang sebenarnya, bukan Vivian itu." "Tentu, kamu bisa membawa siapa saja yang menguatkan kamu dalam kasus ini."Theo tersenyum. Zee harus di sisinya. Dialah yang akan di sisi Theo menghadapi serangan wartawan yang pastinya sanga
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca