"Theo ... mama sebenarnya tidak mau kamu bersama dengan Zee," ucap Anita tiba-tiba kepada Theo saat mereka makan malam bersama.
"Kenapa, Ma?"
"Zee itu statusnya masih istri orang selain itu Zee sekarang cacat. Kamu masih bisa mencari wanita lain yang masih sendiri dan tidak cacat seperti Zee," balas Anita agak emosi.
"Ma ... Theo hanya mencintai Zee."
"Theo ... kamu itu belum mengenal banyak wanita. Kamu hanya sakit hati terhadap Vivian saja makanya kamu itu stuck kepada Zee sebagai pelarian."
"Astaghfirullah ... mama jangan menganggap Theo seperti itu."
"Ya ... tapi kamu juga salah. Kenapa kamu tidak mengatakan yang sejujurnya sejak awal. Sekarang mama benar-benar kecewa dengan kamu dan Zee. Mama itu awalnya sangat menyukai Zee, sekarang pandangan mama berubah," decih Anita kesal. Ia merasa dipermainkan oleh Zee dan Theo.
"Ma ... tapi kenapa waktu di tempat Tante Rita ... mama malah mendukung hubunganku dengan Zee?" tanya
Pagi-pagi sekali Theo sudah mendatangi rumah Zee. Walaupun Zee sedang sakit, tidak ada niat dari Theo untuk pergi dari Zee. Hatinya tidak bisa menjauh dari Zee bagaimanapun caranya ia mencoba."Assalamualaikum, Kak Zidan," sapa Theo ramah."Waalaikumsalam, Theo," balas Zidan sambil tersenyum. Ia senang karena ternyata Theo yang datang ke rumahnya. Ia masih sibuk merapikan barang-barangnya yang ada di teras rumah. "Zee ada di ruang tv sepertinya. Kamu bisa masuk langsung.""Terima kasih, Kak."Theo mengangguk dan meninggalkan Zidan yang masih sibuk dengan barang-barangnya. Ia masuk ke ruang tv dan mendapati Zee yang sedang berdiam diri, duduk di sofa dan melihat televisi yang sedang menyala."Assalamualaikum," sapa Theo.
Sudah hampir satu minggu Nina ditahan di kantor polisi karena penyelidikannya yang sangat pelik. Atas bantuan dari Virni, Nina berhasil mendapatkan penangguhan penahanan sehingga ia bisa pulang ke rumah kontrakannya bersama Melvin. Tentunya ada syaratnya yaitu Nina wajib lapor ke kantor polisi satu minggu satu kali.Nina langsung memeluk kedua anak yang datang menjemputnya. Nina sangat merindukan kedua anaknya itu. Kemudian ia melihat Robert dan langsung berlari mendekati suaminya itu yang sekarang masih duduk di kursi roda."Ma ... Alhamdulillah, mama bisa keluar dari tahanan," ucap Robert bersyukur. Ia ikut menjemput Nina di kantor polisi bersama Rio, Vina dan Virni. Melvin tidak ikut menjemput karena harus bekerja di kantor."Ya, Pa." Nina memeluk Robert yang duduk di kursi roda dengan sangat erat. Ia senang akhirnya bisa menghirup udara kebebasan. "Maafkan mama ya, Pa. Huhuhu ..." Nina tergugu. Ia sangat menyesal karena dulu pernah sangat jahat kepada
"Karena selama ini keluarga kami meminta bantuan keuangan dari Kak Zee. Kami pikir, Kak Melvin menghasilkan uang begitu banyak sehingga kami bisa meminta sesukanya. Tapi kenyataannya, kami salah. Ternyata semua itu bukan uang dari kak Melvin. Bukan penghasilan dari Kak Melvin melainkan Kak Zee," urai Vina menjelaskan apa yang dimaksud oleh Nina. Nina langsung memutar kepalanya menghadap ke arah Vina yang sangat jujur menceritakan masalahnya kepada Virni secara langsung. Ia melotot seakan marah kepada Vina. "Oh ..." Virni hanya ber-oh ria. Ia sudah tahu masalah itu dan tidak ada yang perlu ditutupi lagi dari dirinya. "Maafkan kami ya, Mbak Virni. Aku benar-benar minta maaf atas perlakuan istri dan anakku kepada Zee," ucap Robert pelan. Ia sebagai kepala keluarga malu terhadap sikap istri dan anak-anaknya yang tidak tahu diri kepada Zee. "Ya, Mas Robert." Apa yang harus Virni katakan selain 'ya'? Toh tidak ada yang bisa diubah lagi. Nasi sudah men
Waktu makan siang sudah tiba, Melvin dan beberapa karyawan bergegas turun ke kantin karyawan. Waktu mereka untuk makan dan beristirahat hanya satu jam saja."Mel, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Tora, salah satu sahabat baik Melvin di kantor."Ya, begitulah. Pagi, aku bekerja di kantor, sementara malam, aku bekerja sebagai pencuci piring di restaurant," ucap Melvin sambil menghela nafasnya yang terasa semakin berat."Ya, lumayanlah.""Aku pusing, Tor.""Kenapa lagi?""Aku sedang dalam masa perceraian. Tapi koq aku merasa sedikit tidak rela ya.""Kamu masih mencintai mantan kamu?""Aku
Sesuai dengan janjinya dengan Vivian, Melvin sudah menunggunya di cafe X. Karena Melvin tahu wajah Vivian, pastinya ia langsung mengenali Vivian begitu ia masuk ke dalam cafe."Vivian!" panggil Melvin begitu ia melihat wajah cantik Vivian.Vivian berjalan mendekati Melvin, menatap dan menilai Melvin dari atas hingga bawah."Kamu suaminya Zee?" tanya Vivian sambil memandang wajah Melvin."Ya. Aku Melvin." Melvin bangkit berdiri dari duduknya. Ia mengulurkan tangannya untuk menjabat Vivian. Tapi Vivian langsung duduk di kursi seakan tidak mau berjabatan tangan dengan Melvin.Dengan tersenyum canggung, Melvin menarik kembali tangannya dan duduk di hadapan Vivian."Jadi apa yang ingin kamu katakan kepadaku?" tanya Vivian to the point."Aku adalah suami sah Zee, dan Theo sedang berusaha untuk membuat aku bercerai dari Zee," ucap Melvin berbohong."Serius kamu suaminya Zee?" Vivian tersenyum seakan meledek ke arah Melvin. Penampilan
Dengan nafas dan langkah berat, Theo berjalan menuju ke ruangannya di kantor. Ia sudah bisa melihat Vivian sebagai sekertarisnya sekarang."Huff ... nasib ya nasib," gerutu Theo.Ia berjalan lebih cepat karena sudah malas melihat Vivi, wanita yang diajukan oleh Anita sebagai calon istrinya kelak untuk menggantikan Zee."Selamat pagi, Kak," sapa Vivi dengan tersenyum ramah kepada Theo."Jangan memanggilku dengan sebutan Kak. Ini kantor. Panggil aku dengan sebutan PAK!" ucap Theo ketus kepada Vivi."Baik, Pak." Vivi hanya bisa menunduk saja. Di hari pertama kerja saja, Theo sudah ketus terhadap dirinya. Bagaimana nanti saat bekerja dan Vivi melakukan kesalahan? Pasti Theo akan marah besar terhadapnya."Sekarang siapkan semua berkas untuk rapat hari ini." tegas Theo untuk memberikan perintah kepada Vivi. Theo tahu, hari ini adalah hari pertama Vivi bekerja sebagai sekertarisnya. Seharusnya ia meminta seketaris lamanya yang mengerjakan, ta
"Tante Anita," sapa Vivian yang sangat kaget dengan kedatangan Anita. Ia tidak menyangka akan bertemu Anita di kantor Theo."Aku bertanya kepada kamu ... kamu itu siapa? HAH? Apa kedudukanmu di kantor ini sehingga bisa memecat karyawanku dengan seenaknya?" bentak Anita."A-aku ...""Kamu itu hanya wanita yang mengkhianati anakku! Jangan pernah berharap kembali lagi kepadanya setelah semua pengkhianatan kamu, Vivian!" bentak Anita lagi seakan mempermalukan Vivian di hadapan umum. "Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Anita."Tunggu saja, Tante! Anakmu pasti akan kembali lagi kepadaku!" ucap Vivian congkak."Mimpi ...""Apakah tante lebih baik memiliki menantu cacat terus Theo berubah menjadi pebinor karena Zee adalah istri orang lain? Haha ... aku tidak menyangka tante akan memberikan restu kepada wanita seperti itu? Apakah tante yang mengajarkan Theo untuk merebut istri orang?" hina Vivian yang tidak mau kalah dari Anita.Jika
"Ada apa sih, Ma? Kenapa mama tiba-tiba mengatakan hal seperti itu?" tanya Theo kebingungan. Ia bangkit berdiri dari tempat duduknya dan melangkahkan kaki untuk mendekati Anita yang sudah menangis."Vivian ... mantan pacar kamu itu sudah merusak martabat mama di hadapan karyawan di kantor!" ucap Anita terisak. Ia masih berdiri di pintu ruangan Theo."Ayo duduk dulu, Ma." Theo menggandeng tangan mamanya itu ke sofa untuk duduk bersama. Ia mengambilkan segelas air untuk menenangkan mamanya yang tercinta itu. "Ini Ma, diminum dulu supaya tenang." Theo menyodorkan segelas air mineral kepada Anita.Anita langsung meneguknya hingga tandas. Emosinya terhadap Vivian membuatnya sangat haus."Tadi Vivian sangat kurang ajar, Theo!" ucap Anita mulai bercerita tentang kejadian di lobi kantor."Apa yang dia katakan, Ma?""Dia mengatakan kamu itu pebinor wanita yang kamu rebut sekarang sudah cacat," adu Anita sambil terisak."Maafkan ya, Ma. T
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca