Melvin dan Nina baru saja menginjakkan kaki ke halaman depan rumah, tapi tiba-tiba terdengar keributan dan beberapa pecahan barang dari dalam rumah.
Melvin dan Nina langsung masuk ke dalam untuk melihat apa yang sedang terjadi.
"Wah ... ternyata penipu ulung datang juga!" ucap salah seorang wanita tersenyum smirk, ia sudah menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sedari tadi beberapa orang sudah berada di dalam rumah Nina untuk menanyakan keberadaan Nina yang tidak ada sejak pagi. Mereka sudah bolak-balik ke rumah Nina tapi selalu tidak bertemu dengan Nina dan alasan Robert selalu mengatakan bahwa Nina sedang pergi dan tidak tahu kemana.
Robert sendiri tidak tahu bahwa hari ini Nina bekerja sebagai hari pertama dan terakhirnya di restaurant milik Ibu Rita.
"Mbak Ami ... ada apa?" tanya Nina bingung. Terdapat berberapa tetangga Nina di dalam rumahnya yang sedang marah-marah. Barang-barang di rumah Nina juga sudah sangat berantakan di lantai.
"Selamat malam, Pak," sapa Melvin kembali sambil menganggukkan kepala.Nina sangat ketakutan terhadap beberapa orang polisi yang datang ke rumahnya. Ia segera bersembunyi di balik tubuh Melvin sambil mencuri pandang kepada para petugas polisi itu."Kami sedang mencari Ibu Nina," ucap salah satu petugas polisi sambil melihat sekeliling rumah Nina yang sudah hancur berantakan."A-ada masalah apa, Pak?" tanya Robert sedikit ketakutan. Ia mencoba menjalankan kursi rodanya agar bisa mendekati para petugas polisi itu diikuti kedua orang anaknya."Kami mendapatkan laporan bahwa Ibu Nina bekerja sama dengan Ibu Lili untuk melakukan penipuan dengan modus investasi bodong," urai salah satu petugas polisi itu."Aku tidak bersalah, Pak," teriak Nina spontan keluar dari persembunyiannya di balik tubuh Melvin, "Aku tidak menipu. Aku berani bersumpah disamber geledek, Pak. Aku sama sekali tidak menipu, bahkan aku adalah salah satu korban dari Lili. Semua as
"Anda bisa meminta bantuan hukum kepada LBH?" ucap salah seorang petugas polisi lagi. "Jangan membuat aku senang dan berharap. Aku tahu kalian semua ingin memenjarakan aku meskipun aku tidak bersalah! Tidak ada pengacara yang mau membela orang yang tidak memiliki uang sama sekali!" tuduh Nina kepada para petugas polisi itu. "Jika Ibu Nina tidak bersalah, mengapa Ibu takut?" tantang petugas polisi yang lainnya yang sudah kesal karena menunggu Nina tak kunjung keluar dari kamar. "A-aku ..." "Ma ... ayo keluarlah, kita akan selesaikan semua ini baik-baik." "Mel ... mama tidak mau masuk penjara." Nina sudah menangis di balik pintu kamarnya. "Iya, Ma. Melvin tahu. Mel akan berusaha sebisa Mel agar mama cepat keluar dari penjara," bujuk Melvin lagi. "Mel ... kamu tidak dengar apa yang mama katakan? MAMA TIDAK MAU MASUK PENJARA! BUKAN INGIN CEPAT KELUAR DARI PENJARA!" tegas Nina sambil terisak, "Mama tidak bersalah. Mama ini korban, M
Melvin mencoba menghubungi ponsel milik Virni beberapa kali, tapi tidak diangkat terus oleh empunya ponsel. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu yang sudah kosong di dalam rumah kontrakannya. Melvin sangat gelisah karena kasihan terhadap Nina yang harus menunggu di dalam kantor polisi tanpa ada seorang pengacarapun yang bisa membelanya. Apa yang harus ia lakukan untuk menolong Nina? Melvin sudah buntu ... benar-benar buntu."Bagaimana, Mel?" tanya Robert gelisah."Tidak dijawab, Pa. Mungkin masih sibuk dengan Zee," ucap Melvin putus asa."Memangnya ada apa dengan Zee?" Robert menjadi khawatir."Zee kecelakaan tadi siang, Pa.""Astaghfirullah ... Bagaimana keadaan Zee sekarang?" Robert menjadi tambah khawatir terhadap Zee, menantu kesayangannya itu."Zee ... kepalanya terluka, dia sekarang amnesia dan buta ... kakinya sepertinya akan lumpuh." Pikiran Melvin semakin kalut jika membicarakan tentang Zee."Ya Allah ... kasihan sek
Melvin sudah berangkat pagi-pagi ke pasar. Hari ini ia meminta cuti ke kantornya."Mbak ... Permisi. Aku mau menjual tiga buah ponsel. Apakah masih bisa?" tanya Melvin sambil menyerahkan tiga buah ponsel kepada penjaga counter ponsel."Sebentar ya, Pak. Aku tanya bos terlebih dahulu." Penjaga counter itu membawa ponsel milik Melvin kepada bosnya.Setelah berunding dengan bosnya dan pengecekan kondisi ponsel, penjaga counter itu mendatangi Melvin kembali."Tiga ponsel ini dihargai satu juta, Pak.""Hah ... Masa semurah itu, mbak? Ini tiga ponsel loh. Bukan satu saja." Melvin begitu terkejut dengan tawaran dari penjaga counter ponsel itu."Ya ... Ini barang-barang lama dan sudah cacat, Pak. Coba saja bapak teliti ponsel yang bapak bawa."Melvin melihat dan mengecek sendiri semua ponsel yang telah ia serahkan kepada penjaga counter itu. Ya ... memang ponselnya sudah banyak lecet dan ada layar yang agak retak."Ya sudah, Mbak
"I-ini, Pak." Melvin memberikan tasnya kepada pencuri itu.Ketika pencuri itu lengah, Melvin langsung menarik tasnya kembali dan menendang keras pencuri itu sampai jatuh ke lantai. Ia lalu berlari meninggalkan pencuri itu sendiri. Untungnya Melvin memiliki ilmu bela diri yang dahulu pernah ia pelajari sehingga ia bisa membela dirinya sendiri dari kejahatan di kota besar ini.Melvin mencari ojek dan segera menaikinya."Pak ... ke polres Y yah," ucap Melvin kepada tukang ojek yang ia naiki."Baik, Pak."Tukang ojek itu mengemudikan motornya, membelah jalur ibu kota yang sudah padat hingga mencapai polres Y."Ini uangnya, Pak." Melvin memberikan uang sebesar dua puluh ribu rupiah kepada tukang ojek itu."Terima kasih."Melvin segera masuk ke dalam polres dan mengisi data diri untuk bertemu dengan Nina, tapi ternyata Virni sudah sampai duluan di Polres itu."Mama ... terima kasih mama sudah datang ya." Melvin langsung
Setelah selesai berbincang dengan Nina dan dikarenakan waktu sudah habis, Melvin dan Virni keluar dari polres. Mereka pergi ke suatu cafe untuk berdiskusi tentang apa yang harus mereka lakukan untuk membebaskan Nina. Kesaksian Nina sangatlah minim sehingga sangat sulit untuk membuat Nina bebas dari tahanan."Bagaimana menurut pendapat mama? Apakah Mama Nina bisa dikeluarkan dari tahanan?" tanya Melvin penuh harap."Hmm ... mungkin kita bisa meminta penangguhan penahanan. Tapi masih banyak yang harus kita persiapkan. Bukti yang mama kamu berikan sangatlah minim." Virni mulai berpikir apa saja yang bisa ia lakukan untuk mengeluarkan Nina dari tahanan."Baik, Ma. Melvin akan mengikuti sesuai dengan arahan Mama.""Kita harus mencari Lili terlebih dahulu. Tapi kita berdua sama-sama tidak mengetahui wajah Lili, jadi kita harus ke SMA X untuk mencari data diri dari Lili.""Melvin ikut, Ma.""Apakah kamu tidak bekerja?""Bekerja, tapi M
Zee sudah dua hari keluar dari rumah sakit. Rasanya hidup sangat tenang karena tidak ada gangguan dari Melvin. Zee dengan terpaksa harus meminta cuti dari perusahaan penerbitan Theo karena kondisi yang tidak memungkinkan."Zee ... " panggil Zidan di balik pintu kamar Zee."Kenapa, Kak?""Bisa bicara sebentar?""Bisa ..."Zidan masuk ke dalam kamar Zee dan mendekati Zee yang sedang bersantai di atas kasurnya."Ada apa, Kak?" tanya Zee penasaran."Aku baru mendapat kabar dari mama.""Tentang?""Tentang mama mertua kamu.""Kenapa dengan Mama Nina?""Dia ditangkap oleh polisi.""Astaghfirullah ... apa yang terjadi dengan mama Nina?" tanya Zee terkejut."Tentang investasi bodong. Ia mengatakan bahwa hanya kamu dan dia saksi yang pernah melihat wajah Lili. Orang yang menipu mertua kamu itu.""Tante Lili? Ya ... Zee ingat itu.""Apakah kamu berniat membantunya?""Apakah aku
"Theo ... mama sebenarnya tidak mau kamu bersama dengan Zee," ucap Anita tiba-tiba kepada Theo saat mereka makan malam bersama."Kenapa, Ma?""Zee itu statusnya masih istri orang selain itu Zee sekarang cacat. Kamu masih bisa mencari wanita lain yang masih sendiri dan tidak cacat seperti Zee," balas Anita agak emosi."Ma ... Theo hanya mencintai Zee.""Theo ... kamu itu belum mengenal banyak wanita. Kamu hanya sakit hati terhadap Vivian saja makanya kamu itu stuck kepada Zee sebagai pelarian.""Astaghfirullah ... mama jangan menganggap Theo seperti itu.""Ya ... tapi kamu juga salah. Kenapa kamu tidak mengatakan yang sejujurnya sejak awal. Sekarang mama benar-benar kecewa dengan kamu dan Zee. Mama itu awalnya sangat menyukai Zee, sekarang pandangan mama berubah," decih Anita kesal. Ia merasa dipermainkan oleh Zee dan Theo."Ma ... tapi kenapa waktu di tempat Tante Rita ... mama malah mendukung hubunganku dengan Zee?" tanya
Setiap pagi wajah Theo datang dengan cerah. Wajahnya berbahagia. Kali ini ponsel di tangannya masih aktif. Kakinya menapaki lantai dari lift menuju ruangannya melewati receptionis. "Sayang, aku sudah sampai Kantor. Aku akan pulang jam 5 sore. Kita makan malam ya? Aku tak sabar menunggu malam lagi" Theo terkekeh. Semenjak bersama Zee, jiwa romantisnya seakan tidak ada habisnya saja. Setiap hari, Theo selalu ingin cepat pulang dan bertemu dengan Zee.Theo mendengar jawaban lawan bicara di ponselnya, ia yakni Zee sedang mengecup mesra di ponselnya walau hanya kecupan di udara sambil mengatakan "Zee, aku sangat mencintaimu." Zee juga bahagia, "Terima kasih Kak Theo untuk semua hal yang indah sejak kamu menjadi suamiku. Aku juga mencintaimu.""Bye, Sayangku. I love you."Theo tak menyadari Vivi berada di belakangnya juga keluar dari lift. Hati Vivi tersayat. Vivi tahu bahwa Theo akan selalu menelepon istrinya dengan ucapan yang sangat manja dan penuh cinta sementara dulu Theo bukanlah o
Vivi merenung masih memikirkan Theo. Mamanya Melani masuk ke kamarnya. "Waktunya bagimu meninggalkan perusahaan Theo. Dia tidak mencintaimu. Kita punya perusahaan, Sayang. Kau harus belajar memimpin perusahaan ayahmu."Vivi menggeleng. "Aku lebih suka masak, Ma. Aku tidak berminat pada usaha Papa.""Hfff..." Melani menarik nafas berat. Vivi anaknya memang keras kepala. "Maksudmu? tetap menjadi sekretaris Theo, seorang bawahan. Diperintah sana dan sini?" Melani kecewa pada putrinya. "Mama mendampingi Papamu agar perusahaan kita maju. Kami berharap Kamu juga berjuang bersama kami agar kita tetap sejahtera.""Mama masih mengerti dengan bisnis Choco chipmu yang kini punya banyak cabang di mall-mall. Iseng-iseng untuk belajar memulai bisnis besar. Mama masih mengerti kamu melamar pekerjaan sekretaris padahal lulisan Hardvard. Untuk mengejar Theo orang yang sudah lama kamu sukai."Vivi acuh mendenagar omelan Mamanya. Melani menarik nafasnya kesal. "Tetapi tolong sudahi main-mainnya kamu
Virny dan Alex menyambut haru kedatangan Zee. Virny menangis memeluk putrinya. Jangan pergi lagi sayang, Mama rindu" "Zee juga rindu, Ma. Zee baik-baik saja, Ma. Jangan menangis." Zee memang merindukan Mamanya. Alex juga memeluk putrinya. Zidan menaruh semua tas di kamar Zee. Semua berbahagia untuk kedatangan Zee.Zee melihat pada Theo. Virny tersenyum pada Theo, "Bagaimana kamu bisa menemukan tempat persembunyian Zee, Theo?""Selama ini selalu bilang baik-baik saja. Tidak mau memberi alamatnya dengan alasan ingin menenangkan diri?" Virny penasaran."Setahun lebih mencari Zee, Tante. Terombang ambing tak menentu, Theo tidak ingin lagi kehilangan dia."Semua tersenyum, memandang dua sejoli ini. "Sebenarnya Zee hanya memintamu menyelesaikan masalahmu dengan Vivian. Itu langkah yang tepat, lihatlah kasusmu usai kita bisa berkumpul lagi." ujar Alex mengerti jalan pikiran Zee."Om, Tante perkenankan Theo tidak membuang waktu terlalu lama. Theo meminta restu kalian berdua. Theo ingin mel
Siang ini sepertinya semua bunga dibumi ini tumbuh hanya untuk Theo, dipetik dan dicurahkan begitu saja untuk hatinya. Kehadiran Zee siang ini memasak makananya tak diperkenankan olehnya. "Aku akan memasak untuk Kak Theo" ujar Zee bersiap ke dapur. Dipikirannya di kulkas ada banyak bahan untuk dimasak."Jangan Zee kita pesan makanan on line saja, aku tak mau kamu meninggalkanku bahkan hanya ke dapur. Aku takut Zee"Zee tertawa tak percaya, Theo seperti anak kecil yang takut ibunya pergi, Theo tak perduli. Ia tetap mengenggam tangan Zee. Bahkan Zee kesulitan untuk menggapai ponselnya. Zee membalas genggaman Theo. Memandang Theo. "Kak aku berjanji padamu, bersedia menjadi istrimu. Besok kita kerumah orang tuaku. Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Tolong percayai aku." kedua netra mereka beradu. Theo melihat kesungguhan dan tatapan kerinduan pada netra Zee yang indah itu. Theo tersenyum. "Maafkan aku, Zee. Kamu benar, aku percaya padamu, Zee. Kita pesan on line dan makan berdua ya, Z
Theo hari ini merekah. Hatinya bak dilingkari pelangi. Ia tak dapat menangisi Zee lagi, Robin telah menemukan keberadaan Zee."Bos, Aku berhasil menemukan Zee." Robin sumringah menyampaikan laporannya. "HAH? Jangan bohongi aku. Aku butuh buktinya." tantang Theo tak percaya."Buka file yang kukirim. Ini Zee yang Bos maksud kan?"Theo membuka email, dan melihat file pdf yang terkirim dengan hati berdebar . Tampaklah gambar seorang wanita. 'Zee?' wajahnya cantik natural seperti biasanya tanpa make up berlebih, berbulu mata lentik, putih, rambutnya kini panjang kecoklatan. Zee mengecat rambutnya. Zee semakin cantik. Theo tak sanggup berkata, menyentuh gambar itu dengan hati berdebar. 'Zee.... Kamu cantik, sayang. Aku suka menatapmu dan mengetahui kamu baik-baik saja.' Batinnya bergemuruh."Katakan dimana foto ini diambil, Robin?" Suara Theo bergetar menahan sesuatu yang hangat yang seakan ingin tumpah dari matanya. Theo tak dapat mengendalikan perasaannya."Ada apa Bos? Dia Zee, atau Ze
"Melvin bangu...un, buka matamu. Bangun nak!! Lihat Mama!" Teriak Nina mengguncang bahu anaknya. Dokter Adrian menggeleng lemah. "Ikhlaskan Nyonya," kata Dokter itu iba melihat histetis Nina. Robert mencoba meraih tangan istrinya.Nina menggeleng. "Pa, dokter ini bohong. Kita jangan mau percaya." Tangan Nina melepas tangan Robert yang berusaha menggengamnya. Wajah Melvin ditutup kain putih oleh Suster."Tidaaaak .... Hiks. Anakku, tidak. Apa yang kalian lakukan? Kamu pikr dia mati? Dia memang bersalah, tapi dia anakku, dia berhak mendapat maaf dari siapapun percayalah dia anak baik, Suster!" tegas Nina. Vina memeluk anaknya. Metadang dan mengamuk pada siapa saja. "Ma... Tenanglah Ma, jangan seperti ini." Rio menenangkan Nina. Wajahnya juga sendu.Vina membiarkan Suster itu melaksanakan tugasnya. Menutup wajah Pasien "Vina, apa ini maksudnya?" tanya Nina pada anak perempuannya. Vina menangis. Terisak menjawab, "Kak Melvin tiada, Ma." Rio mengangguk meyakinkan Mamanya lagi. "Hu ...
Sudah 3 kali sidang dilakukan untuk pembacaan tuntutan dan pengumpulan bukti. Lelah terus-menerus hadir dan ingin segera mendengar putusan hakim. Itulah yang dirasakan semua tersangka, yakni Melvin, Vivian, Devan, Entis pada kasus Video porno ini. Vivian sudah dua kali ijin sakit untuk sekedar menghirup udara diluar penjara. Om Bram pengacaranya, sudah tak bisa membantunya lagi karena itu sudah batas maksimal ijin sakit. Vivian nanti dianggap belum dipenjara sudah sering melarikan diri dengan banyak alasan. Vivian mendengus kesal, ia tak suka Sel, tak suka jeruji hitam, lantai penjara bahkan semua hal tentang penjara. Sebanyak apapun ia membayar sipir agar bisa memabawa ponsel, laptop, dan semua kemudahan-kemudahan lain, penjara tetaplah penjara. Tak akan jadi istana. Vivian kini menyesali nasibnya. Berungkali Mama dan Papa menengoknya dan semua makin berat buat Vivian. Vivian ingin bebas. Air matanya menetes tak henti. Rasanya hidupnya pengap tetap disini. Ketika Bu Ivony, salah
Penangkapan Melvin di sebuah desa terpencil menjadi trending topic informasi di dunia maya, dan televisi. Kepolisian seakan menunjukkan bahwa mereka masih punya kinerja terbaik. Para warganet dan rakyat penyimak berita cukup puas dengan hasil kinerja kepolisian mereka menyanjung kepolisian yang sanggup mengungkap kasus ini dengan cepat.Bram Sirait selaku orang yang sudah menyinggung Bripka Anggara dalam suatu kesempatan bahwa kepolisian tidak akan bisa maksimal mencecar Vivian karena mereka juga punya kesalahan tidak bisa menangkap pelaku utama sampai saat ini kini hanya bisa diam menunduk kesal dan menyusun rencana terbaik untuk seluruh anggota timnya agar Vivian tidak mendapat hukuman penjara maksimal. "Om Bram, Vian sudah lelah dipenjara kok sekarang malah Melvin tertangkap aku takut Om, hiks.""Ah, Vian, jangan nangis gitu. Nanti Papamu akan marah sama Om. Om bisa usahakan supaya kamu dirawat di rumah sakit, dengan alasan sakit nanti kita atur itu, lumayan bisa seminggu sampe 10
Sementara guru mengaji Celine dan Vivian disisi Celine yang terisak. Celine berusaha memegangi tangan anaknya, padahal disisi kanan kiri anaknya ada dua polisi. Tiba-tiba Mereka terhenti sejenak dan terperangah... Didepan pintu rumah mereka ratusan wartawan menutup jalan hingga polisi harus berhenti.Flash... Flash.. Flash... Suara kamera dan cahaya silaunya keluar tak terhenti menyorot Vivian. "Vivian... Vivian sejak kapan anda berhijab?""Vivian... Vivian... Vivian...""Vivian, apa komentar anda?"Semua wartawan berebut, mengambil gambar Vivian. Mengabadikan tangan Vivian yang di borgol, hijab Vivian yang menggetarkan dan paduan busana dan wajah Vivian yang memang cantik. Vivian menutup wajahnya. Bram Sirait langsung membuat pagar untuk Vivian agar tak ada tangan iseng yang menarik, memaksa memotret dan sebagainya untuk Vivian."No Comment, tak ada komentar." ucap Bram Sirait menghalau mike dan pertanyaan-pertanyaan. Dua Bodyguard di sisi Vivian, Vivian diam menunduk justru pengaca