Satya berdehem untuk menormalkan suasana yang sempat tegang karena kehadirannya.
Ayumi pun langsung mengubur senyum di wajahnya saat melihat suaminya masuk ke dalam rumah.
“Ini pasti suaminya, ya?” tanya seorang dokter laki-laki yang tadi mengecek kondisi Ayumi. Dia ditemani seorang suster yang mendampinginya.
“I-iya,” jawab Ayumi dengan senyum kikuk. Tak seperti tadi yang terlihat lepas senyumnya.
“Bagus kalau suaminya sudah datang. Jadi … begini, Pak, istri Anda ini terkena typus. Jadi untuk makan, istirahat, juga pikiran harus dijaga dengan baik, ya.” Dokter laki-laki berkulit putih itu mencoba menjelaskan bagaimana kondisi Ayumi saat ini.
Namun, Satya sendiri seperti enggan mendengarkan apa yang dikatakan oleh dokter muda itu. Dia justru lebih tertarik memperhatikan penampilan laki-laki dengan jas putih itu yang terlihat begitu ramah. Juga sesekali menoleh pada Ayumi dengan memberikan senyuman.
Satya memperhatikan penampilan dokter muda yang memiliki mata sipit berkulit putih itu. Terlihat kalem dan berwibawa.“Iya,” sahutnya singkat. Dengan senyum yang dipaksakan.“Boleh saya duduk di sini?” tanyanya menunjuk satu kursi di hadapan Satya yang kosong.“Oh, boleh saja. Ini tempat umum. Tapi saya hanya menunggu kopi, setelahnya saya akan kembali ke ruang rawat istri saya,” katanya dengan menekankan kata dua kata terakhirnya.“Oh iya. Silakan. Ayumi memang harus lebih banyak istirahat. Dan jika ditemani dengan Anda pasti akan semakin sembuh,” katanya dengan senyum ramah.Aditya pun duduk di hadapan Satya. Namun, pelayan kantin memanggil Satya karena kopi pesanannya telah jadi. Dia pun bangkit dan mengambil kopi.“Saya permisi dulu,” katanya pada Aditya yang mengangguk sopan.“Ya, silakan,” sahutnya masih dengan senyum ramah. “Kamu beruntu
Jelas saja dia tidak ingin berpisah dengan Ayumi. Karena jika berpisah, maka dia juga akan kehilangan harta kekayaan yang sudah ayahnya titipkan atas nama Ayumi.Jadi, dia ingin membebaskan istrinya menjalin hubungan dengan siapapun. Seperti dirinya yang menjalin hubungan dengan kekasihnya, Clara. Karena mereka hanya suami istri di atas kertas. Itu yang ada di pikiran Satya kali ini.“Lupakan!” tukasnya sambil mengibaskan telapak tangannya di depan wajahnya.“Aneh kamu, Mas,” sahut Ayumi.“Kamu kapan boleh pulang? Bosan aku di sini,” tanyanya menatap sang Istri yang menggelengkan kepalanya.“Nggak tahu. Tadi nggak tanya sama dokternya.”“Males!” sahutnya singkat. Lalu berdiri dari posisinya dan beranjak keluar ruangan untuk menghirup udara segar. Karena mendadak hatinya terasa sesak saat mengingat jika dokter muda itu adalah masa lalu dari Ayumi.Hai, kenapa kamu, Satya? Apa kamu sudah memiliki rasa pada istrimu sehingga kamu merasa cemburu saat istrimu dekat dengan masa lalunya?Ayum
Aditya pun terkesiap dengan jawaban dan tingkah laku Satya. Karena baginya, apa yang katakana tadi adalah hal umum yang dia ucapkan juga pada pasien lain saat mereka telah selesai menjalani perawatan di rumah sakit.Cemburu? Mungkinkah? Memangnya dia tahu kalau aku pernah ada hubungan dengan Ayumi? Apa mungkin Ayumi yang memberitahunya?Dia hanya bisa menerka-nerka dalam hati. Hingga tepukan dari Hadi Wijaya membuatnya terkesiap.“Maafkan anak saya, Dok. Mungkin dia sedang cemburu karena istrinya diperhatikan oleh dokter tampan dan muda seperti Anda,” kekeh Hadi Wijaya.“Oh, maaf, Pak jika begitu. Tapi saya memang selalu mengingatkan hal tersebut pada semua pasien yang hendak pulang setelah dirawat di sini,” katanya sedikit tidak enak hati.“Nggak apa. Saya rasa itu juga hal yang wajar diucapkan oleh dokter. Kalau begitu saya pamit dulu. Terima kasih,” ucap Hadi Wijaya menjabat tangan Aditya.“Baik, Pak. Sama-sama dan hati-hati di jalan,” sahutnya dengan senyum ramah seperti biasa. La
Beberapa hari berlalu, Ayumi yang merasa sudah membaik pun masuk ke kantor karena jenuh di apartemen. Merasa bosan karena tidak ada tetangga atau siapapun yang bisa diajak untuk mengobrol. “Mau ke mana dandan rapi begitu?” tanya Satya dengan tatapan sinis. “Aku ikut ke kantor, ya, Mas. Bosan di rumah,” pintanya menatap suaminya dengan penuh harap. “Ck, ke kantor kok Cuma bosan. Ke kantor itu kerja,” cibirnya. Ayumi mengembuskan napas panjang. “Ya memang mau kerja, Mas. Kan selama beberapa hari ini aku juga kerja meski hanya di rumah.” Dia kembali menjadi Ayumi yang cerewet. Moodnya benar-benar kembali setelah bertemu dengan Aditya. Entah karena apa. “Ya sudah, ayo! Aku sudah telat,” tukasnya. Lalu berjalan terlebih dulu menuju lift. Ayumi pun mengikuti langkahnya dan mengunci pintu apartemennya terlebih dulu. Kemudian menyusul suaminya. Sesampainya di parkiran, mereka pun melangkah bersama menuju mobil. Meski tidak sempat bergendengan tangan dan bertukar kata mesra, tapi entah k
Ayumi yang merasa sudah tidak sanggup lagi menahan perasaannya pun memilih mencurahkan apa yang terjadi dengan pernikahannya pada Sita.Karena dia yakin, sahabatnya itu bisa menjaga rahasia. Dia sudah mengenal Sita sejak mereka kecil dan hidup bersama di panti asuhan.Saling berbagi apapun yang mereka miliki. Dan saling berbagi keluh kesah. Dari kecil hingga mereka dewasa.“Ay, kamu nggak lagi bercanda kan?” Sita kembali malayangkan pertanyaan untuk memastikan apa yang dia dengar dari sahabatnya itu adalah hal kebenaran.Ayumi mengangguk lemah. “Aku sebenarnya sudah lelah dengan semua sandiwara ini, Ta. Tapi aku nggak tahu harus bagaimana,” jawab pelan. Nafsu makannya tiba-tiba lenyap entah ke mana.Pandangannya menerawang pada kedua angsa yang masih berenang bersama. Menikmati romansa yang tercipta tanpa merasa terganggu dengan suasana yang ada.“Sudah lima bulan kalian menikah dan kamu masih perawan? Apa Pak Satya sama sekali tidak penasaran? Tidak tertarik padamu? Itu mustahil, Ay!
Begitu juga dengan Sita. Dia tak kalah terkejutnya, sama halnya dengan Ayumi. Kedua matanya menatap wajah Aditya dengan perasaan heran juga penasaran denga napa yang menjadi alasan dokter muda itu batal menikah. Biar bagaimana pun, dia tahu banyak tentang kisah cinta mereka. Saling mengagumi dalam diam hingga menjalin kedekatan dan berniat meneruskan hubungan mereka ke hubungan yang lebih serius lagi. Sayang, orang tua Aditya tidak merestui hubungan keduanya hanya karena Ayumi dibesarkan di panti asuhan yang asal-usulnya saja tidak jelas. Dan berakhir dengan perjodohan Aditya dengan anak dari salah satu rekan bisnis ayahnya. “Kenapa, Mas?” Pertanyaan itu keluar secara spontan dari mulut Sita. Lalu perempuan itu membekap mulutnya yang lancing. “Maaf … ma-maksudku-“ “Tidak apa. Mungkin pertanyaan itu juga turut mewakili Ayumi,” sahutnya santai. Namun tatapannya terus mengarah pada Ayumi yang sejak tadi menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jemarinya yang lentik. Perempuan itu
Sita pun menyusul Ayumi ke mobil yang ada di parkiran setelah membayar sejumlah uang di kasir. Dia menatap Ayumi yang tengah berjongkok di samping mobil dengan bahunya yang bergetar. Lalu mendekatinya.“Ay,” panggilnya pelan. Ayumi pun menolah dengan wajahnya yang basah karena air mata. Kemudian merengkuh sahabatnya ke dalam pelukannya. Dia membiarkan sahabatnya meluapkan kesedihannya selama beberapa saat. Hingga hampir sepuluh menit Ayumi baru reda tangisnya.“Balik ke kantor, yuk! Kita sudah terlambat,” katanya dengan terbata-bata. Karena masih menyisakan isak tangis.“Kamu nggak apa-apa? Atau mau aku antar ke apartemen saja? Biar kamu bisa istirahat,” tawar Sita menatap sahabatnya dengan cemas. Khawatir terjadi sesuatu dengan sahabat yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri itu.Ayumi menggeleng pelan. Meski sorot matanya masih terlihat sayu juga sedikit bengkak karena baru saja menangis. “Aku nggak apa-apa kok, Ta. Udah, yuk!”Sita menganggukkan kepalanya. Lalu menekan kunci
Ayumi sendiri memutuskan untuk pulang sendiri menggunakan ojek online. Padahal, Satya menunggunya di mobil. Laki-laki itu merasa bersalah karena melihat Ayumi menangis.Entah kenapa, air mata Ayumi kali ini baru berhasil menggugah hatinya.Dia pun membuntuti Ayumi dari belakang saat ojek online yang ditumpangi istrinya itu tidak berbelok ke arah apartemen miliknya. Tapi ke panti asuhan tempat istrinya dibesarkan.“Ngapain dia ke sini?” gumamnya sambil terus memperhatikan langkah sang Istri yang turun dari motor dan memasuki area panti asuhan yang sekarang bisa menampung dua ratus orang lebih.Bangunannya sudah lebih besar dan lebih bagus karena sumbangan dari Hadi Wijaya yang merupakan donatur utama di panti asuhan tersebut.Satya pun ikut turun setelah memastikan Ayumi masuk. Kemudian diam-diam mengikuti langkah Ayumi yang langsung dikerubungi anak-anak kecil.Senyum Ayumi merekah setelah bertemu dengan anak-anak kecil yang ada di panti asuhan.“Mbak ada bawa mainan sama jajan buat
Satya pun tiba di rumah Clara dan langsung menemani kekasihnya itu berbelanja sekalian jalan-jalan di mall.“Maaf, ya. Kamu jadi nunggu lama,” ujarnya dengan perasaan bersalah. Kemudian mengecup kening Clara dengan lembut.“Memang macet banget tadi di jalan?”“Iya, Sayang. Tadi juga ada beberapa hal penting yang harus aku urus sebelum pulang. Maaf, ya,” katanya lagi sambil menatap wajah kekasihnya dengan harapan bisa dimaafkan.“Iya, iya. Aku maafkan. Tapi jadi kan kamu temani aku belanja?” tanyanya membalas tatapan Satya.“Jadi dong pasti! Kan aku memang sudah meluangkan waktu untuk kamu,” sahutnya dengan senyum merekah.“Tapi, istri kamu itu nggak tahu kan kalau kita pergi?” Dia kembali melayangkan pertanyaan dengan nada sinis.Satya menggeleng. Kemudian merangkul bahu Clara dengan mesra. “Nggak, Sayang. Ya udah yuk nanti keburu malam. Katanya mau belanja!” ajaknya dan langsung menuntunnya memasuki mobil.Mereka pun melaju kea rah mall besar yang menjual barang-barang branded kesuk
Ayumi sendiri memutuskan untuk pulang sendiri menggunakan ojek online. Padahal, Satya menunggunya di mobil. Laki-laki itu merasa bersalah karena melihat Ayumi menangis.Entah kenapa, air mata Ayumi kali ini baru berhasil menggugah hatinya.Dia pun membuntuti Ayumi dari belakang saat ojek online yang ditumpangi istrinya itu tidak berbelok ke arah apartemen miliknya. Tapi ke panti asuhan tempat istrinya dibesarkan.“Ngapain dia ke sini?” gumamnya sambil terus memperhatikan langkah sang Istri yang turun dari motor dan memasuki area panti asuhan yang sekarang bisa menampung dua ratus orang lebih.Bangunannya sudah lebih besar dan lebih bagus karena sumbangan dari Hadi Wijaya yang merupakan donatur utama di panti asuhan tersebut.Satya pun ikut turun setelah memastikan Ayumi masuk. Kemudian diam-diam mengikuti langkah Ayumi yang langsung dikerubungi anak-anak kecil.Senyum Ayumi merekah setelah bertemu dengan anak-anak kecil yang ada di panti asuhan.“Mbak ada bawa mainan sama jajan buat
Sita pun menyusul Ayumi ke mobil yang ada di parkiran setelah membayar sejumlah uang di kasir. Dia menatap Ayumi yang tengah berjongkok di samping mobil dengan bahunya yang bergetar. Lalu mendekatinya.“Ay,” panggilnya pelan. Ayumi pun menolah dengan wajahnya yang basah karena air mata. Kemudian merengkuh sahabatnya ke dalam pelukannya. Dia membiarkan sahabatnya meluapkan kesedihannya selama beberapa saat. Hingga hampir sepuluh menit Ayumi baru reda tangisnya.“Balik ke kantor, yuk! Kita sudah terlambat,” katanya dengan terbata-bata. Karena masih menyisakan isak tangis.“Kamu nggak apa-apa? Atau mau aku antar ke apartemen saja? Biar kamu bisa istirahat,” tawar Sita menatap sahabatnya dengan cemas. Khawatir terjadi sesuatu dengan sahabat yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri itu.Ayumi menggeleng pelan. Meski sorot matanya masih terlihat sayu juga sedikit bengkak karena baru saja menangis. “Aku nggak apa-apa kok, Ta. Udah, yuk!”Sita menganggukkan kepalanya. Lalu menekan kunci
Begitu juga dengan Sita. Dia tak kalah terkejutnya, sama halnya dengan Ayumi. Kedua matanya menatap wajah Aditya dengan perasaan heran juga penasaran denga napa yang menjadi alasan dokter muda itu batal menikah. Biar bagaimana pun, dia tahu banyak tentang kisah cinta mereka. Saling mengagumi dalam diam hingga menjalin kedekatan dan berniat meneruskan hubungan mereka ke hubungan yang lebih serius lagi. Sayang, orang tua Aditya tidak merestui hubungan keduanya hanya karena Ayumi dibesarkan di panti asuhan yang asal-usulnya saja tidak jelas. Dan berakhir dengan perjodohan Aditya dengan anak dari salah satu rekan bisnis ayahnya. “Kenapa, Mas?” Pertanyaan itu keluar secara spontan dari mulut Sita. Lalu perempuan itu membekap mulutnya yang lancing. “Maaf … ma-maksudku-“ “Tidak apa. Mungkin pertanyaan itu juga turut mewakili Ayumi,” sahutnya santai. Namun tatapannya terus mengarah pada Ayumi yang sejak tadi menundukkan kepalanya sambil memainkan jari-jemarinya yang lentik. Perempuan itu
Ayumi yang merasa sudah tidak sanggup lagi menahan perasaannya pun memilih mencurahkan apa yang terjadi dengan pernikahannya pada Sita.Karena dia yakin, sahabatnya itu bisa menjaga rahasia. Dia sudah mengenal Sita sejak mereka kecil dan hidup bersama di panti asuhan.Saling berbagi apapun yang mereka miliki. Dan saling berbagi keluh kesah. Dari kecil hingga mereka dewasa.“Ay, kamu nggak lagi bercanda kan?” Sita kembali malayangkan pertanyaan untuk memastikan apa yang dia dengar dari sahabatnya itu adalah hal kebenaran.Ayumi mengangguk lemah. “Aku sebenarnya sudah lelah dengan semua sandiwara ini, Ta. Tapi aku nggak tahu harus bagaimana,” jawab pelan. Nafsu makannya tiba-tiba lenyap entah ke mana.Pandangannya menerawang pada kedua angsa yang masih berenang bersama. Menikmati romansa yang tercipta tanpa merasa terganggu dengan suasana yang ada.“Sudah lima bulan kalian menikah dan kamu masih perawan? Apa Pak Satya sama sekali tidak penasaran? Tidak tertarik padamu? Itu mustahil, Ay!
Beberapa hari berlalu, Ayumi yang merasa sudah membaik pun masuk ke kantor karena jenuh di apartemen. Merasa bosan karena tidak ada tetangga atau siapapun yang bisa diajak untuk mengobrol. “Mau ke mana dandan rapi begitu?” tanya Satya dengan tatapan sinis. “Aku ikut ke kantor, ya, Mas. Bosan di rumah,” pintanya menatap suaminya dengan penuh harap. “Ck, ke kantor kok Cuma bosan. Ke kantor itu kerja,” cibirnya. Ayumi mengembuskan napas panjang. “Ya memang mau kerja, Mas. Kan selama beberapa hari ini aku juga kerja meski hanya di rumah.” Dia kembali menjadi Ayumi yang cerewet. Moodnya benar-benar kembali setelah bertemu dengan Aditya. Entah karena apa. “Ya sudah, ayo! Aku sudah telat,” tukasnya. Lalu berjalan terlebih dulu menuju lift. Ayumi pun mengikuti langkahnya dan mengunci pintu apartemennya terlebih dulu. Kemudian menyusul suaminya. Sesampainya di parkiran, mereka pun melangkah bersama menuju mobil. Meski tidak sempat bergendengan tangan dan bertukar kata mesra, tapi entah k
Aditya pun terkesiap dengan jawaban dan tingkah laku Satya. Karena baginya, apa yang katakana tadi adalah hal umum yang dia ucapkan juga pada pasien lain saat mereka telah selesai menjalani perawatan di rumah sakit.Cemburu? Mungkinkah? Memangnya dia tahu kalau aku pernah ada hubungan dengan Ayumi? Apa mungkin Ayumi yang memberitahunya?Dia hanya bisa menerka-nerka dalam hati. Hingga tepukan dari Hadi Wijaya membuatnya terkesiap.“Maafkan anak saya, Dok. Mungkin dia sedang cemburu karena istrinya diperhatikan oleh dokter tampan dan muda seperti Anda,” kekeh Hadi Wijaya.“Oh, maaf, Pak jika begitu. Tapi saya memang selalu mengingatkan hal tersebut pada semua pasien yang hendak pulang setelah dirawat di sini,” katanya sedikit tidak enak hati.“Nggak apa. Saya rasa itu juga hal yang wajar diucapkan oleh dokter. Kalau begitu saya pamit dulu. Terima kasih,” ucap Hadi Wijaya menjabat tangan Aditya.“Baik, Pak. Sama-sama dan hati-hati di jalan,” sahutnya dengan senyum ramah seperti biasa. La
Jelas saja dia tidak ingin berpisah dengan Ayumi. Karena jika berpisah, maka dia juga akan kehilangan harta kekayaan yang sudah ayahnya titipkan atas nama Ayumi.Jadi, dia ingin membebaskan istrinya menjalin hubungan dengan siapapun. Seperti dirinya yang menjalin hubungan dengan kekasihnya, Clara. Karena mereka hanya suami istri di atas kertas. Itu yang ada di pikiran Satya kali ini.“Lupakan!” tukasnya sambil mengibaskan telapak tangannya di depan wajahnya.“Aneh kamu, Mas,” sahut Ayumi.“Kamu kapan boleh pulang? Bosan aku di sini,” tanyanya menatap sang Istri yang menggelengkan kepalanya.“Nggak tahu. Tadi nggak tanya sama dokternya.”“Males!” sahutnya singkat. Lalu berdiri dari posisinya dan beranjak keluar ruangan untuk menghirup udara segar. Karena mendadak hatinya terasa sesak saat mengingat jika dokter muda itu adalah masa lalu dari Ayumi.Hai, kenapa kamu, Satya? Apa kamu sudah memiliki rasa pada istrimu sehingga kamu merasa cemburu saat istrimu dekat dengan masa lalunya?Ayum
Satya memperhatikan penampilan dokter muda yang memiliki mata sipit berkulit putih itu. Terlihat kalem dan berwibawa.“Iya,” sahutnya singkat. Dengan senyum yang dipaksakan.“Boleh saya duduk di sini?” tanyanya menunjuk satu kursi di hadapan Satya yang kosong.“Oh, boleh saja. Ini tempat umum. Tapi saya hanya menunggu kopi, setelahnya saya akan kembali ke ruang rawat istri saya,” katanya dengan menekankan kata dua kata terakhirnya.“Oh iya. Silakan. Ayumi memang harus lebih banyak istirahat. Dan jika ditemani dengan Anda pasti akan semakin sembuh,” katanya dengan senyum ramah.Aditya pun duduk di hadapan Satya. Namun, pelayan kantin memanggil Satya karena kopi pesanannya telah jadi. Dia pun bangkit dan mengambil kopi.“Saya permisi dulu,” katanya pada Aditya yang mengangguk sopan.“Ya, silakan,” sahutnya masih dengan senyum ramah. “Kamu beruntu