Langga menatap seorang wanita setengah tua yang sedang menyapu halaman. Tak kemudian keluarlah seorang gadis cantik berpakaian sederhana.“Bu, Giona sudah daftar sekolah, kan ayah sudah bisa membayari sekolah Giona!”“Ya Giona, ayahmu sudah kerja di perusahaan lama, kapan kamu mulai masuk SMU-nya?”“Minggu depan…eh ayah lucu ya bu, tiap hari di antar jemput sopir. Tapi ayah malah betah tinggal di rumah sewaan ini. Emank gaji ayah selama berapa bulan ini kemana bu habisnya…aneh?” ceplos gadis cantik berbadan semok ini.“Sabar ya nakk, ayah kamu membayari hutang-hutang lama, tapi sudah lunas minggu yang lalu. Nahh, mulai bulan depan ayahmu rencana mau ambil rumah. Ayahmu paling anti kredit, maunya cash, capek bayar utang katanya!”“Siang bu…Giona apa kabar!”“Ehh Pa Langga, Giona cepatan bikinkan kopi buat pa Langga, beliau ini atasan ayah kamu di kantornya. Masuk dulu pa Langga, bapak masih di kantor!”“Nggak usah bu, Giona, saya mau ngajak ibu dan Giona jalan. Kunci saja rumahnya dan
Karena iba, Langga pun meminta Ryana meneruskan pengobatan Anisa sampai sembuh. “Soal biaya gimana bang…ini saja udah habis 200 jutaan, terus uang sisa Ka Anisa buat bayar kos dan lain-lain?”Ryana juga ngaku dia terpaksa putus kuliah, karena selama ini hanya andalkan bantuan kakaknya. Inilah yang membuat Langga kagum dengan Anisa. Dibalik gaya hidup glamornya, Anisa ternyata tulang punggung keluarganya.“Itu semua Abang yang tanggung, kalian pindah saja dari kos itu ke rumah Abang, lagian rumah Abang juga kosong di Jakarta ini.”Ryana setuju dan setelah chek out dari hotel, siang itu juga Ryana dan Langga mengantar Anisa berobat kembali ke rumah sakit.Langga sengaja memilih rumah sakit yang terbaik, Anisa akan lakukan dua kali operasi berisiko. Setelah Langga berunding dengan Ryana dan setuju, tim dokter pun langsung lakukan observasi untuk persiapan operasi besar buat Anisa.“Jadi Adi Wibowo sempat berkeliaran di Banjarmasin dan Jakarta, lalu menipu Anisa?” AKP Martin menatap Langg
Langga dan Ryana menunggui di rumah sakit, saat operasi Anisa berlangsung, sudah lebih 3 jam belum selesai.Langga kini tahu banya kondisi keluarga Anisa, mereka hanya dua bersaudara. Ibu mereka masih tinggal di kampung. Awalnya tinggal di rumah besar, namun kini terpaksa dijual karena biaya perawatan rumah yang mahal.“Ibu lalu membeli rumah yang lebih kecil dan tinggal di sana, dengan tante kami, yang adik ibu. Ayah kami yang orang Jerman nggak pulang lagi sejak ibu melahirkan aku!” cerita Ryana.Pantas Anisa dan Ryana ada bule-bulenya, rupanya ayah mereka bule Jerman, batin Langga.Alasan ingin merokok, Langga lalu meninggalkan Ryana di ruang tunggu. Namun, yang jualan rokok agak jauh dari rumah sakit.Langga lalu sengaja jalan kaki mencarinya. Langga tak sadar, ada seseorang yang berada di sebuah mobil kaget melihatnya berjalan di pinggir jalan raya tersebut.Orang dalam mobil ini lalu terus memantaunya. Setelah melihat Langga kembali berjalan balik ke arah rumah sakit. Mobil ini
Langga yang kaget tak keburu lagi mengejar mobil yang terlihat penyok-penyok itu, karena sudah kabur jauh. Walaupun sempat diteriaki warga.“Bangsat siapa orang ini sebenarnya,” batin Langga gemas bukan main.Langga dan 10 warga bergegas masuk ke dalam rumah mewah ini, saat terdengar ada teriakan minta tolong di dalam.Mereka langsung masuk ke ruangan tengah, dan terkaget-kaget melihat seorang wanita cantik terluka lumayan parah di tubuhnya. Dan memberikan pertolongan darurat sedapatnya.Empat warga lalu mengangkat dan menaruhnya di sofa, Langga menelpon AKP Martin, yang lain menelpon mobil ambulance.Tak sampai 40 menitan AKP Martin datang dengan 5 anak buahnya, tim kesehatan juga datang dan memeriksa tubuh wanita yang terluka parah ini, lalu membawanya ke rumah sakit.“Sukoco…!” batin Langga saat melihat sebuah foto di dinding, bergambar pria ini, dengan wanita yang tadi terluka parah.“Jadi Sukoco yang sengaja ingin menabrak kamu di depan rumah sakit itu..?” AKP Martin menatap saha
Satu bulan kemudian…!Aseek memantau proyek besar pembangunan kantor utama Salaimin Group, Langga kaget menerima telpon Vina.“Bang Langga, kamu di mana?”“Vina…lagi di kantor, ada apa ya..?”“Bang si Sukoco datang di rumahku, dia kembali ngamuk-ngamuk saat ini,” klik telpon buru-buru di tutup Vina, sebelum menutup Langga mendengar suara teriakan orang yang lagi marah-marah, bahkan ada benda yang di banting, hingga Vina menjerit ketakutan.Langga kaget bukan main, dia lalu buru-buru menelpon AKP Martin dan bak terbang membawa mobilnya ke rumah Vina, yang masih satu kompleks dengan rumahnya.Hampir berbarengan Langga dan AKP Martin tiba di rumah Vina. Saat melihat ada yang datang, Vina berteriak kaget ketika Sukoco melompat dan langsung mengancam nyawa istri ke 3 nya ini dengan pisau.AKP Martin dan Langga yang masuk berbarengan kaget bukan main, Sukoco terlihat menodongkan pisau ke leher Vina.“Sukoco, lepaskan pisau itu…!” AKP Martin langsung menodongkan pistolnya.“Diam kalian di sa
Langga tersenyum lalu memeluk tubuh Ryana dan mengecup dahi gadis cantik ini. Ryana kini bak berada dalam pelukan seorang kakak sendiri, bahagia sekali. Langga benar-benar pria baik yang tak mau memanfaatkan kelemahan seorang wanita.Mereka saling berciuman bibir, tapi hanya sampai di sana, keduanya seakan kompak menahan diri tak mau berbuat lebih dari itu. Langga bahkan membetulkan baju di bagian gunung kembar yang indah milik Ryana.Juga kembali merapikan selimut gadis cantik ini, dengan mengalihkan nafsu ke tempat lain, walaupun harus menahan libido melihat lipatan di antara paha di balik daster tipis ini.Ryana kaget bukan main, saat Langga dengan nakal mencium lipatan itu. Tapi itu hanya itu saja, Ryana makin geregetan dengan kelakuan Langga begitu.“Laki-laki jantan yang hebat. Padahal aku sudah pasrah…!” puji Ryana dalam hati.Dan ternyata itu malah jadi kebiasan Langga, sebelum Ryana tidur, Langga pasti mencium bibir gadis cantik ini.Kadang Ryana sengaja menggoda dengan meleb
“Iya Vina…kenapa?” Langga menatap Vina yang kini tersenyum memandangnya.“Kamu mikir apa…astaga jangan-jangan selama aku cerita, abang malah mikir yang lain.” Vina seakan kesal, karena perhatian Langga bukan pada dirinya.Walaupun memiliki wajah lembut, tapi saat merengut begitu, wajah Vina terlihat galak juga.Langga tersenyum dan mendekati Vina, lalu mengecup bibir wanita cantik lembut ini. Vina menikmati kelembutan pria tampan ini.Saat dekat, Langga sempat membatin entah berapa hari Vina ini kayaknya tak ketemu sabun mandi, aroma nya beda. Walaupun tubuhnya masih berbau enak, karena parfum yang dikenakan bukan kaleng-kaleng.Saat ciuman sudah turun ke lehernya, Langga lagi-lagi sesaat terdiam, saat melihat bekas luka di bahu Vina.“Kenapa bang…apakah badanku tak menarik karena masih ada bekas luka,” bisik Vina.“Bukan…apakah…aku tidak membuat kamu malah tersiksa Vina…?” Langga menatap bekas luka yang masih ada di bahu tersebut.Vina melepas pelan-pelan pakaiannya, hingga dari depa
Anisa kini sudah di perbolehkan rawat jalan, begitu tiba di rumah Langga. Wanita cantik yang kini tak pernah berias berlebihan lagi, masih harus mengembalikan pelan-pelan ingatannya.Rambutnya yang dulu panjang gemuk dan sering dipiranginnya, kini masih cepak, setelah di gunduli tim dokter, untuk mengangkat gumpalan darah di otaknya.Hanya dua orang yang selalu diingat Anisa, yakni Ryana dan Langga, setiap sore Anisa di ajak jalan-jalan oleh Ryana, yang kadang ditemani Langga. Masih menggunakan kursi roda.Langga trenyuh melihat Anisa yang kini tak segemoy dulu lagi tubuhnya, kurus dan pucat, walaupun kini sudah mau makan bubur dan daging, untuk menguatkan fisiknya.Langga juga mendatakan instruktur gym buat melatih Anisa jalan kaki setiap hari, yang sengaja Langga kontrak selama 6 bulan.“Langga…!” pria ini kaget dan menoleh ke Anisa yang sedang duduk di kursi roda.“Ya Anisa, ada apa…?” Langga bertanya lembut sambut mendekati wanita ini, saat ini mereka bersantai di taman belakang r
Bannon hanya menunduk, gayanya tak ubahnya seorang anak TK yang bersiap kena marah bu gurunya. ‘Si guru’ ini antara gemas, marah dan kesal campur aduk. Syahila menghela nafas panjang, andai saja lengan kirinya tak di pasangi infus, sejak tadi dia ingin menabok wajah suaminya menumpahkan kekesalan hatinya. Tapi saat melihat kelakuan suaminya ini, hati siapa yang tak gemas sekaligus ingin tertawa! Dua perawat yang tadi bantu proses persalinan membiarkan kedua suami istri sepadan ini bicara. Tapi mereka sepakat, iri melihat sang suami yang sangat ganteng dan istrinya yang jelita ini dan kini lahirlah seorang junior tampan yang mewarisi keduanya. “Ehemm, cantik banget yaa mami si Banina itu, keibuan lagi dan…sangat dewasa!” cetus Syahila. “I-ya…cakep kayak artis si Celine Evaaa….!” Bannon mengatupkan lagi rahangnya saat mata Syahila yang indah bak bintang kejora melotot. Namun saat melihat sang suami langsung menunduk, mata indah indah ini kembali normal. “Bang, jujur deh, apakah s
Bannon sudah memensiunkan baju seragam militernya. Dia kini menjadi eksekutif muda, kerjasama dengan perusahaan Abu Magun sepupunya, juga pastinya perusahaan ayahnya.Bannon juga menempati gedung perkantoran Sulaimin Group yang berada di lantai 17, dari 37 lantai gedung mewah ini.Dari berseragam militer, Bannon kini kini sering tampil trendy dengan jas dan dasi.Ritme kehidupan Bannon berjalan baik sampai usia kandungan Syahila sudah memasuki usia 9 bulanan. tapi diam-diam, Bannon tetap jalin komunikasi dengan Angel dan anaknya Banina.Hingga suatu hari usai bertemu sesama pengusaha lainnya, di sebuah kafe yang berada di Plaza Indonesia, Bannon tak sengaja melihat Angel dan Banina.Setelah meminta dua stafnya dan sekretarisnya duluan ke kantor, dengan senyum lebar pria ini mendekati ibu dan anak ini.Hati tak bisa di bohongi, amor cinta sudah begitu mendalam dengan si janda jelita ini.Angel apalagi, tak menyangka bertemu mantan kekasihnya yang makin tampan dan pastinya makin kelihat
Angel tak langsung mengiyakan, dia menatap Bannon. “Bang…bagaimana dengan Syahila, istri Abang itu,” Bannon terdiam.Melihat pria ini terdiam, Angel tersenyum maklum, walupun usianya dengan Bannon hanya terpaut satu tahun lebih muda dari pria ini. Tapi Angel memiliki pikiran dewasa.Kedewasaan ini lah yang membuat Bannon selalu teringat Angel hingga saat ini. Benar-benar mirip mendiang Yurica sifatnya. Juga pengertiannya yang itu yang tak bisa Bannon lupakan hingga kini.Angel seorang wanita dan paham, belum tentu Syahila ikhlas menerima dia sebagai madunya.“I-itu…nanti akan aku bicarakan dengan Syahila..!” agak tergagap juga Bannon bicara.“Bang…aku akan mengiyakan ajakan Abang menikah…syaratnya adalah, pertemukan aku dengan Syahila dan ingat…seandainya Abang menikahiku, karir Abang di militer habis…pikirkanlah lagi. Abang masih muda, masih bisa meraih pangkat bintang di bahu Abang!”Kaget lah Bannon, mempertemukan kedua wanita cantik ini, bagaimana tanggapan Syahila, mana lagi hami
Kakek Langga tersenyum memandang hasil tes DNA, hasilnya adalah 99,9 persen Malik Sulaimin identik.Kini tak ada keraguan lagi dari si kakek ini, kalau Malik adalah memang benar buyutnya, anak dari Aldi Sulaimin dan Selena, ibu dari si bocil ini.Kakek Langga sengaja lakukan itu, untuk menyakinkan hatinya, kalau Malik adalah buyutnya...karena Kakek Langga ingin berikan warisan besar buat Malik.Hasil inipun langsung dia kirim ke Kandi Sulaimin, pria setengah tua ini pun bahagia, sama seperti ayahnya Langga Kasela, Kandi Sulaimin juga plong.Besoknya, Kandi dan Nadia langsung terbang dengan private jet ke Banjarmasin.Hati tak bisa di bohongi rasa sayang pada cucu sendiri sangat besar. Kandi langsung memeluk cucunya ini.Kali ini Malik lagi-lagi menerima dengan baik kakek kandungnya sendiri. Melihat ketampanan kakeknya, ceplosan Malik bikin Nadia melotot sambil tertawa."Kakek ganteng banget, nggak pingin nambah nenek baru buat Malik ya kek!" cerocos Malik, telinganya langsung di jewer
Bungki ternyata menurun kecerdasan ayahnya, walaupun tak punya uang, tapi akal cerdiknya jalan. Dia jual ponsel mahalnya yang dibelikan Bannon, seharga 15 jutaan.Ponsel berharga hampir 30 juta ini tentu saja langsung di beli pemilik gerai ponsel. Si pemilik gerai tahu ini ponsel premium dan baru 4 bulanan di pakai Bungki.Bungki langsung ke bandara dan tujuannya bukan ke Timur Tengah, tapi ke Kalimantan. Dia ingin ke Banjarmasin. Tempat yang belum pernah ia datangi.Siapa yang di temuinya…?Inilah yang membuat Abu Magun gagal mencarinya, juga aparat kepolisian dan tentara di Jakarta. Sebab di saat bersamaan Bungki sudah berada di Bandara Syamsudinor, Banjarbaru.“Om Bannon pernah bilang kakek buyut dan nenek buyut ada di Banjarmasin,” batin si bocil ini.Dalam hati Bungki, sebenarnya sudah mengakui kalau Abu Magun ayah kandungnya.Saat melihat wajah Abu Magun, Bungki sudah kagum sekali. “Tak heran Umi jatuh cinta dengan Abi….ganteng soalnya!” bibirnya malah senyum sendiri.Tapi pikir
“Bang…tenang dulu, biar nanti aku bujuk pelan-pelan, entah kenapa Bungki eh si Malik jadi mendadak berubah, begitu tahu Abang adalah ayah kandungnya?” Bannon mencegah Abu Magun yang ingin kejar Bungki.Abu Magun terdiam dan mengangguk.Bungki ternyata kabur dari rumah dan tak pulang hingga malam hari, ponselnya pun sengaja tak di aktifkan. Setelah berkali-kali Bannon mencoba mengontaknya.Bannon apalagi Abu Magun bingung juga dengan perubahan si Bungki, kenapa bisa mendadak berubah dan agaknya marah dengan Abu Magun.Marahnya kenapa? Seharusnya dia bahagia akhirnya tahu kalau Abu Magun adalah ayah kandungnya. Dan tak sengaja malah di temukan Bannon, yang ternyata Om nya sendiri.Bannon sampai menelpon guru dan beberapa teman Bungki di sekolah Paket A. Apakah anak itu ada ke sana. Namun semuanya bilang tidak ada.Abu Magun langsung khawatir dengan anak sulungnya ini.“Jangan khawatir Bang, Bungki itu anak yang
“Katakan siapa yang membuat Selena sakit?” kali ini Abu Magun melunak dan menunggu.“Abu Jarrah, dialah pelakunya. Dia dendam dengan orang yang bernama Abu Magun, lalu saat dengar ceritaku, dia menembak Selena, tapi kena punggung dan inilah yang bikin Selena sakit parah""Karena aku yang melindungi saat itu. Aku juga terpaksa membuang Malik, karena dia tahu itu anak Abu Magun dan Selena dan ingin membunuhnya..!”Abu Magun terdiam sesaat.“Hmm…ceritamu menolong nyawamu, di mana sekarang si bangsat Abu Jarrah itu bersembunyi.” dengus Abu Magun marah.Dalam hati Abu Magun kaget juga, di pikirnya Abu Jarrah sudah tewas, ketika dulu markas mereka dia serbu bersama Kendra, juga Nancy, Ashi serta Soleh di distrik Al Iqro (baca bab-bab terdahulu).Tanpa ragu Afok Yousef sebutkan persembunyian Abu Jarrah. Tapi Afok Yousef bilang, dia sudah lama tak tahu kabar soal Abu Jarrah setelah insiden itu.Jadi dia tak tahu apakah Abu Jarrah masih hidup, atau malah sudah mati. “Tuan..jadi kamulah yang b
Peringatan itu di ingat betul Abu Magun. “Berarti ni orang benar-benar berbahaya,” pikir Abu Magun, sambil memacu mobil ke alamat yang di sebutkan pria setengah mabuk tadi.Abu Magun membuka penutup kain di jok depannya, ternyata di bawah kain ada sebuah senjata otomatis, yang bisa menembakan 100 peluru.Walaupun lama tak ikut berperang, tapi kemampuan Abu Magun tetap terjaga, dia malah sangat antusias menghadapi musuhnya kali ini.Tempat ini berada di pinggiran kota Al Balla. Daerah ini terlihat ramai, namun Abu Magun sudah melihat ada beberapa mata tajam menatap mobilnya.Di balik kacamata hitamnya, Abu Magun bisa melihat pandangan curiga pada dirinya. Tapi tanpa takut dia terus maju.Di sebuah tikungan, Abu Magun tersenyum sendiri, di depannya sudah berjejer 10 orang sekaligus dengan senjata terkokang.Abu Magun tak ada ketakutan sama sekali, dia keluar dari mobilnya dan menghadap ke 10 orang ini.“Stop, siapa kamu?” bentak pemimpin komplotan ini.“Maaf, aku tak ingin bermusuhan de
Iman makan dengan sangat lahap, benar-benar lapar sekali si bocil ini. Tanpa malu-malu dia sampai minta tambah hingga 2X ke pemilik kafe.Si pemilik kafe ini sempat ragu, apakah si bocil ini bsa membayar makanannya tersebut.Tapi keraguan itu terjawab, setelah Abu Magun taruh uang di atas meja. “Ambil ini, sisanya buat kamu!” si pemilik kafe langsung mengangguk hormat, lalu buru-buru ambilkan pesanan Iman.Abu Magun membiarkan saja bahkan meminta Iman jangan sungkan nambah dan ambil lauk yang mana dia suka.Saking kenyangnya, Iman pun bersendawa lumayan nyaring, hingga Abu Magun senyum sendiri melihat kelakuan spontan anak ini.“Makasih Tuan, enak sekali, baru kali ini Iman makan sekenyang ini!” Iman sampai mengelus-ngelus perut kurusnya yang terlihat membuncit.“Bagus…sekarang aku mau tanya, benarkah kamu dan Bungki itu bersaudara angkat?” Abu Magun agaknya langsung saja ke topik, dia malas bertele-tele.“Betu sekali tuan, Bungki waktu itu nangis di tengah pasar kelaparan, lalu aku d